Abstract
Local autonomy followed by regional division policy seems to be an opportunity for the elite
area to gain territory.Numerous reasons is submitted to Indonesian Parliament to form a new
region. Some of them such as administrative problems, territory, communal conflict, etc.Not to
forget, the issue of ethnicity presented a warm conversation related to the regional division
become a polemic. This study aimed to analyze the issue of ethnicity in the discourse regional
division in Pinrang.The result showed that the discourse of ethnicity became an instrument of
local political actors to fight division of the North Pinrang. Pattinjo, which was once considered
as sub ethnic of Bugis, is fighted to be distinct ethnic that are different from the Bugis. Pattinjo
generally located in the northern part of Pinrang while Bugis are in the south of
Pinrang.Differences identity fragmented by area is used as the base in the struggle for the
division of North Pinrang. Formation of Keluarga Besar Pattinjo (KESARPATI) is one way of
organizing the masses to fight for division of the North Pinrang.
Abstrak
Otonomi daerah yang diikuti oleh kebijakan pemekaran daerah seolah-olah menjadi kesem-
patan bagi para elit daerah untuk mendapatkan wilayah kekuasaan. Berbagai alasan diajukan
kepada DPR RI untuk membentuk daerah baru. Beberapa diantaranya seperti masalah adminis-
tratif, wilayah, konflik komunal dll. Tak ketinggalan, isu etnisitas menjadi perbincangan hangat
yang dihadirkan terkait pemekaran daerah menjadi polemik tersendiri. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis isu etnisitas dalam wacana pemekaran daerah di Kabupaten Pinrang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wacana etnisitas menjadi salah satu instrumen aktor politik
lokal untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Pinrang Utara. Pattinjo, yang dulunya
dianggap sebagai sub etnis dari Suku Bugis, diperjuangkan menjadi suku tersendiri yang
berbada dengan Suku Bugis.Suku Pattinjo umumnya berada di wilayah Pinrang bagian utara
sementara suku bugis berada di Pinrang bagian selatan. Perbedaan identitas yang
terfragmentasi berdasarkan wilayah inilah yang dijadikan dasar dalam perjuangan pemekaran
Pinrang Utara. Pembentukan Keluarga Besar Patinjo (KESARPATI) merupakan salah satu upaya
pengorganisasian massa untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Pinrang Utara
tersebut.
83
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)
84
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015
85
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)
86
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015
membedakan diri dari suku Bugis yang kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemu-
selama ini senantiasa diidentikkan. dian memunculkan solidaritas kelompok dan
Suku Pattinjo sudah mulai dikenal kebangsaan yang mengacu pada politik
keberadaannya sebagai sebuah "suku “kelompok etnis” dan “minoritas kecil”.
tersendiri", yang mana selama ini berada di Kesadaran sebagai kelompok etnisyang
bawah bayang-bayang nama suku yang lebih timbul dalam masyarakat Pattinjo inilah
besar yaitu "Suku Bugis".Sejak dahulu suku kemudian menjadi cikal bakal bagi para elit
Pattinjo lebih dikenal sebagai "Suku Bugis- lokal yang berasal dari daerah tersebut dalam
Pattinjo". Selain itu orang Pattinjo sendiri mendapatkan kekuasaan dengan meman-
lebih suka menyebut diri mereka sebagai faatkan isu etnis. Wacana tersebut berkem-
Suku Pattinjo. bang mulai dari ranah birokrasi maupun
Hadirnya wacana akan etnis Pattinjo ten- politik hingga wacana pembentukan daerah
tunya tidak terlepas dari konsep etnis itu baru yakni Pinrang Utara. Pada akhirnya, isu
sendiri, dimana etnik atau ethos dalam baha- ini berkembang menjadi polemik tersendiri
sa Yunani mengacu pada dasar geografis da- bagi Pemerintah Kabupaten Pinrang.
lam suatu batas-batas wilayah dengan sistem Selain upaya masyarakat Pinrang Utara un-
politik tertentu (Rudolf dalam Abdillah, tuk mendapatkan pengakuan sebagai suku
2002). Kata etnis menjadi suatu predikat ter- Pattinjo, para elit lokal yang berasal dari
hadap identitas seseorang atau kelompok daerah tersebut juga memanfaatkan
atau individu-individu yang menyatukan diri kesempatan hadirnya liberalisasi politik untuk
dalam kolektivitas. Karakteristik yang melekat berpartisipasi dalam demokrasi lokal maupun
pada satu kelompok etnis adalah tumbuhnya nasional. Hadirnya elit lokal yang bertarung di
“perasaan dalam satu komunitas” (sense of arena politik untuk menunjukkan eksistensi
community) diantara para anggotanya se- mereka serta kemampuan mereka untuk ber-
hingga terselenggaralah rasa kekerabatan. kontestasi dalam mendapatkan kekuasaan.
Dalam mengidentifikasi kelompok etnis, Eksisnya para aktor yang berasal dari
terdapat dua pandangan: Pinrang Utara menjadi fenomena birokrasi
1) Sebagai unit objektif yang dapat diartikan representatif, dimana jatah atas kekuasaan
oleh perbedaan sifat budaya seseorang itu dibagi dengan elit yang berasal dari dae-
2) Hanya sekedar produk pemikiran sese- rah yang berbeda. Hal tersebut dilakukan
orang yang kemudian menyatakannya untuk mewujudkan adanya keseimbangan
sebagai suatu kelompok etnis tertentu dalam proses pelayanan publik dan adanya
(Nangen dalam Abdillah, 2002). keterwakilann dalam kompetisi di birokrasi.
Syarat kemunculan etnisitas adalah ke- Hal ini seyogyanya meminimalisikan praktik
lompok tersebut sedikitnya telah menjalin dominasi jabatan yang seringkali didominasi
hubungan, kontak dengan kelompok etnis oleh elit-elit yang berada di pusat kota.
yang lain dan masing-masing menerima gaga- Tidak hanya di ranah birokrasi,para elit
san dan ide-ide perbedaan di antara mereka, dari suku Pattinjo juga melirik panggung
baik secara kultural maupun politik (Hylland politik yakni kompetisi dalam
dalam Abdillah, 2002). Dalam bahasa lain, memperebutkan jabatan Bupati di Kabupaten
etnisistas muncul dalam kerangka hubungan Pinrang. Seperti yang terjadi pada Pilkada
relasional dalam interksinya dengan dunia 2013 lalu dimana ada satu pasangan calon
luar dan komunitas kelompoknya. berasal dari Pinrang Utara.Seringkali calon
Selain itu kemunculan politik etnis diawali tersebut mengidentikkan dirinya sebagai
oleh tumbuhnya kesadaran yang mengiden- representasi dari putra daerah pinggiran yang
tikkan mereka ke dalam suatu golongan atau membawa misi perubahan bagi masyarakat
87
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)
88
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015
Tabel 1.
Perkembangan Jumlah Daerah Otonom
Dari Tahun 1999 - 2013
Tahun (Jumlah)
Wilayah
1999 2009 2013
Provinsi 26 33 34
Kota 64 98 98
Kabupaten 235 399 413
Total 327 530 545
Sumber: Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri
89
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)
alasan perbedaan identitas yakni perbedaan yang sulit dijangkau oleh masyarakat yang
agama dan budaya masyarakat mereka (Dik berdomisili di perbatasan untuk membentuk
Roth dalam Nordholt, 2007:154-188). daerah Pinrang Utara. Pembentukan daerah
Masalah identitas kemudian menjadi ini telah lama menjadi perhatian pemerintah
permasalah yang cukup klasik dalam pem- setempat namun hingga saat ini belum
bentukan daerah baru atau penggabungan terealisasikan karena terkait pendapatan
daerah. Tidak dapat dipungkiri perbedaan daerah. Pemerintah Kabupaten Pinrang
identitas seringkali melahirkan diskriminasi enggan melepaskan daerah utara tersebut
dari kelompok mayoritas terhadap minoritas. karena daerah tersebut pun memberikan
Untuk itu para elit lokal yang berasal dari dari sumbangsih bagi sumber pendapatan asli
daerah pinggiran senantiasa berupaya untuk daerah (PAD).
eksis dan menunjukkan identitas Namun dibalik semua itu para elit lokal
mereka.Pemekaran kemudian menjadi “obat” “pinggiran” senantiasa menghimpun massa
mujarab sesaat bagi para elit yang memiliki mulai dari mahasiswa hingga masyarakat
kepentingan baik di arena birokrasi maupun umum dalam rangka menyuarakan pemben-
politis. Sayangnya, tidak semua daerah hasil tukan Pinrang Utara. Hal ini terlihat dari
pemekaran menjadi lebih baik setelah pembentukan KESARPATI (Keluarga Besar
berpisah dari daerah induk. Problematika Patinjo) sebagai upaya rekognisi mereka di
yang dihadapi daerah hasil pemekaran men- arena sosial. Eksistensi KESARPATI ini
jadikan pemerintah kemudian beralih untuk cenderung menunjukkan bahwa masyarakat
menerapkan peraturan mengenai pengga- yang berada di wilayah utara Pinrang ber-
bungan daerah. Hal ini tetunya masih memi- beda dengan etnis induk yakni Etnis Bugis
liki hambatan dalam implementasinya. yang selama ini diketahui oleh masyarakat
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah umum. Alasan perbedaan inilah kemudian
Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara berujung pada keinginan untuk pembentukan
Pembentukan, Penghapusan, dan Pengga- Pinrang Utara.
bungan Daerah telah mengatur tata cara
menggabungkan kembali daerah hasil peme- KESIMPULAN
karan untuk bersatu dengan daerah induk
atau lainnya. Namun demikian, berbagai Kebijakan pemekaran daerah yang massif
penolakan dari masyarakat terutama para elit di tengah demokratisasi saat ini masih jauh
yang berkepentingan menjadi penghalang dengan apa yang diharapkan yakni mampu
penggabungan daerah. Tryatmoko (2011). menciptakan kesejahteraan masyarakat yang
menggambarkan salah satu kasus penolakan merata. Justru dampak dari pemekaran ini
penggabungan daerah yang terjadi di Kabu- melahirkan adanya wilayah-wilayah kecil baru
paten Pontianak dan Kabupaten Landak. Isu bagi raja-raja kecil yang haus akan kekuasaan.
etnis dan budaya dijadikan dasar bagi Berbagai alasan yang dilontarkan bagi para
masyarakat untuk menolak penggabungan elit lokal demi mencipakan daerah baru mulai
daerah tersebut. Ditambah dengan jarak dari ketidakmerataan kesejateraan masyara-
tempuh bagi masyarakat dalam mengakses kat, pusat pelayanan publik yang sulit di-
pusat-pusat pelayanan publik tentunya men- jangkau hingga perbedaan identitas yang
jadi alasan untuk tidak setuju terhadap pera- terkadang menjadi pemicu terjadinya konflik
turan tersebut. komunal yang seolah-olah pemerintah pusat
Wacana perbedaan etnis juga dijadikan maupun daerah (lama) tidak mampu untuk
alasan oleh elit lokal “pinggiran” daerah mengatasi masalah tersebut.
Pinrang selain alasan pusat pelayanan publik
90
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015
Meski dalam praktik demokrasi lokal yang layak untuk mekar. Selain itu pihak
rekognisi atas tiap-tiap etnis hingga sub etnis legislatif pun harusnya lebih tegas dalam
menjadi bentuk penghargaan terhadap mas- membuat regulasi terkait pemekaran daerah,
yarakat lokal, namun hal ini bukan menjadi dengan meninjau ulang kenyataan yang ada
alasan untuk menciptakan konflik komunal di lapangan dengan syarat-syarat administrasi
hingga berujung pada pemisahan diri dari yang ditentukan.
pihak mayoritas dan minoritas. Adanya dis-
kriminasi dari mayoritas terhadap minoritas DAFTAR PUSTAKA
inilah terkadang dimanfaatkan oleh minoritas
terutama masyarakat pinggiran dalam mem- Abdillah, U. S. (2002). Politik Identitas Etnis
bentuk daerah baru. “Pergulatan Tanda Tanpa Identitas”.
Wacana pembentukan daerah baru kini Magelang: Yayasan Indonesiatera.
menjadi fenomena politik yang menjanjikan Lay, C. & P. Santoso (ed). (2006). Kajian
penyebaran kekuasaan yang lebih luas. Untuk Akademik Rencana Pembentukan
itu dalam membentuk daerah baru sebaiknya Kabupaten Puncak Pemekaran Kabupaten
ditinjau dengan memepertimbangkan ber- Puncak Jaya Provinsi Papua. Yogyakarta:
bagai aspek bukan hanya dari egosentrisme PLOD UGM.
para elit lokal yang hendak berkuasa dan
membutuhkan lahan. Untuk itu pemerintah Nordholt, H. S. & G.van Klinken. (2007).
pusat dan daerah bertanggung jawab dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan
menyeleksi daerah yang hendak lepas dari Obor Indonesia.
daerah induknya. Tidak luput pula peran Tryatmoko, M. W. (2011). Problematika
teknokrat dalam membantu pemerintah (baik Penggabungan Daerah. Jurnal Penelitian
pusat dan daerah) dalam menganalisa daerah Politik LIPI, Vol 8 No 2.
91
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)
92