Anda di halaman 1dari 10

Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan

Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 (83-92)


ISSN 1979-5645

Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah


(Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara)

Fitriani Sari Handayani Razak


(Jurusan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin)
Email: fitriani90@ymail.com

Abstract
Local autonomy followed by regional division policy seems to be an opportunity for the elite
area to gain territory.Numerous reasons is submitted to Indonesian Parliament to form a new
region. Some of them such as administrative problems, territory, communal conflict, etc.Not to
forget, the issue of ethnicity presented a warm conversation related to the regional division
become a polemic. This study aimed to analyze the issue of ethnicity in the discourse regional
division in Pinrang.The result showed that the discourse of ethnicity became an instrument of
local political actors to fight division of the North Pinrang. Pattinjo, which was once considered
as sub ethnic of Bugis, is fighted to be distinct ethnic that are different from the Bugis. Pattinjo
generally located in the northern part of Pinrang while Bugis are in the south of
Pinrang.Differences identity fragmented by area is used as the base in the struggle for the
division of North Pinrang. Formation of Keluarga Besar Pattinjo (KESARPATI) is one way of
organizing the masses to fight for division of the North Pinrang.

Keywords: local elites, etnicity, regional division

Abstrak
Otonomi daerah yang diikuti oleh kebijakan pemekaran daerah seolah-olah menjadi kesem-
patan bagi para elit daerah untuk mendapatkan wilayah kekuasaan. Berbagai alasan diajukan
kepada DPR RI untuk membentuk daerah baru. Beberapa diantaranya seperti masalah adminis-
tratif, wilayah, konflik komunal dll. Tak ketinggalan, isu etnisitas menjadi perbincangan hangat
yang dihadirkan terkait pemekaran daerah menjadi polemik tersendiri. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis isu etnisitas dalam wacana pemekaran daerah di Kabupaten Pinrang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wacana etnisitas menjadi salah satu instrumen aktor politik
lokal untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Pinrang Utara. Pattinjo, yang dulunya
dianggap sebagai sub etnis dari Suku Bugis, diperjuangkan menjadi suku tersendiri yang
berbada dengan Suku Bugis.Suku Pattinjo umumnya berada di wilayah Pinrang bagian utara
sementara suku bugis berada di Pinrang bagian selatan. Perbedaan identitas yang
terfragmentasi berdasarkan wilayah inilah yang dijadikan dasar dalam perjuangan pemekaran
Pinrang Utara. Pembentukan Keluarga Besar Patinjo (KESARPATI) merupakan salah satu upaya
pengorganisasian massa untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Pinrang Utara
tersebut.

Kata kunci: elit lokal, etnisitas, pemekaran daerah

83
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)

PENDAHULUAN yang dapat menyatukan atau memisahkan.


Selain itu wacana akan perbedaan identitas
Runtuhnya rezim Orde Baru bukan hanya inilah cenderung dapat menimbulkan konflik
membuka ruang bagi liberalisasi politik tetapi antar etnis yang satu dengan yang lainnya.
juga menghadirkan kebangkitan etnis yang Konflik etnis pun semakin terasa jelas
menunjukkan egoisme para elit yang mem- ketika diperhadapkan dengan adanya konste-
boyong komunitasnya. Kondisi tersebut tak lasi politik terutama menyangkut aspek
jarang melahirkan adanya konflik ataupun kepemimpinan, penguasaan atas wilayah dan
perpecahan. Beberapa kasus yang menyang- teritorial, penguasaan atas sumber daya alam
kut kekerasan komunal yang terjadi di ber- dan lahan produksi, serta egoisme dari setiap
bagai daerah Indonesia disinyalir menyangkut identitas. Identitas itu sendiri, pada perkem-
egosentrisme dari identitas itu sendiri. Tak bangannya, kadangkala muncul identitas baru
jarang kemudian melahirkan adanya pemisa- yang berusaha untuk eksis dan mendapatkan
han daerah kekuasaan secara administratif pengakuan dari masyarakat lainnya. Perbe-
atau pemekaran daerah. daan identitas tersebut kadangkala menjadi
Pemekaran daerah yang terjadi karena instrument politik kebudayaan yang
perbedaan identitas kini semakin mencuat. dimanfaatkan dalam perjuangan-perjuangan
Salah satu diantaranya adalah yang terjadi di kelompok-kelompok marginal (pinggiran).
daerah Aceh dimana Gayo hendak berpisah Perjuangan kelompok pinggiran ini sering-
dari daerah Aceh. Keinginan tersebut muncul kali berwujud “pemisahan diri” dari daerah
karena masyarakat Gayo merasa etnis induk yang selama ini mengatur mereka.
mereka berbeda dengan etnis Aceh. Kasus Perbedaan identitas juga menjadi alasan
yang serupa juga terjadi daerah Sulawesi krusial bagi para elit lokal untuk membentuk
Selatan yang harus rela melepaskan sebagian daerah baru. Pemerintah tentunya perlu
wilayahnya di daerah barat yang kini menjadi mengkaji ulang tentang syarat-syarat untuk
daerah Sulawesi Barat. Pemekaran di Sula- membentuk daerah baru tersebut. Banyak-
wesi Selatan pun didasari atas identitas etnis. nya masukan dari pihak bawah (bottom up)
Suku Mandar yang dulunya merupakan salah yang mengajukan kepada pusat untuk mem-
satu etnis besar di Sulawesi Selatan kini bentuk daerah baru belum tentu merupakan
menjadi ‘penguasa’ di Provinsi Sulawesi Barat solusi atas permasalahan yang terjadi di
yang baru dimekarkan. daerah. Untuk itu, tulisan ini cenderung
Etnisitas kemudian menjadi aspek yang melihat salah satu instrument pemekaran
paling menarik serta sangat penting dalam daerah ditinjau dari sisi perbedaan identitas.
mengkaji hubungan politik. Etnisitas me- Lepasnya Sulawesi Barat dari Sulawesi Se-
nyangkut perbedaan antara “Kamu” dan latan merupakan implikasi dari diterapkannya
“Aku”, “Kami” dan “Mereka” yang menjadi demokrasi lokal serta menguatnya identitas
konsep dari identitas itu sendiri. Identitas dari masyarakat lokal yang kini mulai bangkit
melahirkan kontestasi dalam memperebut- dan menunjukkan eksistensinya pasca Orde
kan kekuasaan berdasarkan teritorial ataupun Baru. Selain karena alasan administratif
demografi. (Abdillah, 2002) seperti pusat pelayanan publik yang jauh dan
Hadirnya pluralisme menciptakan adanya sulit dijangkau oleh masyarakat Sulawesi
keberagaman dari lingkungan masyarakat Barat, perbedaan identitas serta sejarah asal
serta melahirkan wacana dikotomi yang ber- muasal mereka juga menjadi salah faktor
sifat oposisional yakni “aku-kamu, kami- untuk memisahkan diri dari Sulawesi Selatan.
mereka”. Wacana ini terkadang digunakan Alasan perbedaan identitas dan kepentingan
dalam membentuk suatu komunitas baru menjaga kelestarian kebudayaan yang dimiliki

84
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015

masyarakat dimanfaatkan untuk membentuk sekitarnya namun masyarakat Pattinjo ini


daerah baru. tentunya memiliki keterikatan sejarah
Beberapa kasus pemekaran dengan alasan dengan daerah induknya yakni Pinrang.
identitas pun tengah menjadi isu di Kabu- Keterikatan emosional yang bersumber dari
paten Pinrang. Para elit-elit lokal yang rentetan sejarah ini dilihat dari perjuangan
berdomisili di daerah pinggiranyang berada kerajaan-kerajaan kecil pada masa lampau
jauh dari pusat kota kini menunjukkan yang berjuang untuk membentuk suatu
eksistensi mereka. Merasa berbeda dengan daerah yang merdeka. Pinrang di masa lalu
suku mayoritas yang selama ini menjadi terdiri dari empat kerajaan kecil yakni:
identitas mereka yakni suku Bugis, kini sub Kerajaan Sawitto, Suppa, Batu Lappa dan
etnis Pattinjo berusaha untuk menjadi etnis Kassa. Dalam hubungan antar kerajaan,
baru. Bukan hanya itu, dalam arena politik Sawitto pernah mengirimkan pasukannya un-
pun para elit lokal kemudian menunjukkan tuk membantu Kerajaan Bone dalam
eksistensi mereka dengan menggunakan menaklukkan Kerajaan Buton di Sulawesi
identitas baru mereka. Selain memper- Tenggara. Pasukan yang dikirim tersebut
juangkan identitas baru tersebut para elit merupakan orang-orang yang berasal dari
tersebut pun menjadikannya alat untuk Letta dimana karakteristik masyarakat disana
berkontestasi di arena politik. merupakan masyarakat pemberani dan peta-
rung. Ketika berhasil menaklukkan Kerajaan
METODE PENELITIAN Buton, Kerajaan Bone pun memberikan re-
ward kepada Kerajaan Sawitto dengan cara
Penulisan ini menggunakan metode menikahkan salah satu Putri Raja Bone
kualitatif. Adapun lokus penelitian ini dengan Raja Sawitto yang semakin mem-
dilakukan di Kota Kabupaten Pinrang serta perkuat hubungan Kerajaan Bone dengan Ke-
daerah bagian utara Kota Pinrang yang rajaan Sawitto.
menjadi daerah yang hendak dimekarkan. Selain itu Kerajaan Sawitto pun mengikuti
Pengumpulan data dilakukan dengan perjanjian persekutuan Lima Ajatappareng
menggunakan dua metode yakni: studi yang meliputi: Kerajaan Sawitto, Suppa,
literatur yang dilakukan melalui membaca Sidenreng, Rappang dan Alitta yang diadakan
buku-buku yang berkaitan dengan studi serta di Suppa pada abad XV (Lima Belas). Mes-
metode wawancara dengan beberapa orang kipun Kerajaan Batu Lappa dan Kassa tidak
informan. Adapun informan penelitian ini mengikuti perjanjian persekutuan “Lima Aja-
yaitu: tokoh masyarakat, pegawai Dinas tappareng”, tetapi bukan berarti kedua kera-
Kebudayaan dan Pariwisata, anggota DPRD jaan tidak dapat menjalin hubungan kerja
Pinrang, dan keluarga Kerajaan Sawitto. sama yang baik dari kelima kerajaan yang
tergabung dalam persekutuan tersebut. Jus-
HASIL DAN PEMBAHASAN tru semangat kerja dan saling membantu
terjalin semakin erat antara persekutuan
Berbicara kaum Adat Letta tidak terlepas Lima Ajatappareng dan kelompok kerajaan
dari suku Pattinjo merupakan identitas dari yang tergabung dalam persekutuan
masyarakat yang berdomisili di bagian utara Massenrengpulu, dimana Batu Lappa dan
Kabupaten Pinrang yang menjadi perbatasan Kassa tergabung didalamnya.
antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Kerja sama tersebut biasanya diwujudkan
dan serta perbatasan Pinrang dengan Enre- dalam segala bidang seperti pertahanan dan
kang dan Tana Toraja. Meskipun merupakan keamanan antara persekutuan Lima Ajatap-
pertautan antar berbagai daerah yang ada di pareng dan Massenrengpulu. Kerja

85
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)

samadikonstruksi berdasarkan prinsip mengikuti habitus dari struktur pemerintahan


masing-masing persekutuan yang tercermin yang ada.
dalam ungkapan “Mate Ele’I Sawitto Mate Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada
Arewengngi Massenrengpulu, Mate ele’I Kerajaan Sawitto.Sejak masuknya zaman
Massenrengpulu Mate Arewengngi Sawitto”, penjajahan daerah tersebut berubah menjadi
yang artinya ”jika Sawitto hancur di pagi hari, onderafdeling.Kemudian, dengan perubahan
Massenrengpulu binasa di ambang senja, Jika sistem pemerintahan pasca kemerdekaan,
Massenrengpulu binasa di pagi hari, Sawitto Kerajaan Sawitto menjadi daerah tingkat II
hancur di ambang senja. Prinsip ini kemudian dan hingga saat ini menjadi Kabupaten.
direalisasikan ketika Kerajaan Sawitto men- Adapun Kerajaan Sawitto sendiri kini lebih
dapat serangan dari luar maka dikenal masyarakat adalah Sao Raja yang ber-
Massenrengpulu tidak akan tinggal diam dan arti “Rumah Raja” hanya menjadi aset dari
begitu pula sebaliknya. Hal ini kemudian Dinas Sosial dan Pariwisata Kabupaten
diindikasikan sebagai bukti kerelaan Pinrang sebagai peninggalan sejarah. Meski
mengorbankan segala-galanya demi masih memiliki seorang Raja atau “Arung”
kepentingan perdamaian dan ketertiban ber- yang bernama Andi Bau Renreng namun
sama. dalam arena politik terutama kontestasi
Adapun yang menjadi raja-raja yang perebutan kekuasaan,Sang Raja tersebut
memimpin lima kerajaan Ajatappareng ini tidak mampu eksis meski memiliki modal
merupakan keturunan dari Kerajaan Bone, simbolik yang melekat dalam dirinya.
dan kelima raja tersebut adalah bersaudara. Sebaliknya, masyarakat yang berdomisili di
Saudara tertua memimpin kerajaan daerah utara Pinrang, yang lebih dikenal
Sidenreng, dan yang termuda (bungsu) dengan suku Pattinjo, justru bangkit dan
memimpin Kerajaan Alitta yang dulu dikenal menunjukkan eksistensi mereka dalam arena
dengan nama “Aditta” yang berarti “Adik politik baik itu pilkada (Pemilihan Kepala
kita”. Sedangkan untuk kerajaan di wilayah Daerah) dan Pileg (Pemilihan Legislatif).
Pinrang, raja yang tertua memimpin Kerajaan Hadirnya liberalisasi politik kemudian
Sawitto. Hal inilah yang menjadi alasan mengundang semua masyarakat terutama
Sawitto memiliki otoritas tersendiri terhadap para tokoh-tokoh masyarakat ataupun para
kerajaan-kerajaan lainnya di wilayah Pinrang, elit untuk eksis dan berpartisipasi dalam
kemudian hal inilah mendasari Sawitto kontestasi di arena politik tersebut. Dalam
dijadikan pusat atau ibukota Kabupaten hal ini Arung Letta sebagai tokoh masyarakat
Pinrang. suku Pattinjo merupakan tokoh sentral dalam
Meskipun Kerajaan Sawitto menjadi ibu proses kontestasi tersebut. Setiap calon yang
kota dari daerah Pinrang namun tidak men- hendak berkontestasi baik Pilkada dan Pileg
jadikannya survive serta eksis dalam arena selalu berupaya untuk mendekatkan diri
politik. Hal ini menjadi pembeda dengan ke- dengan Arung Letta sebagai upaya untuk
rajaan di Yogyakarta yang tetap survive dan mendapatkan suara masyarakat.
eksis dalam arena politik, dimana sang Raja Sebagai “orang kuat lokal” sang Arung
sendiri yakni Sultan Hamengkubowono IX Letta ini kemudian menjadi patron bagi para
merupakan Raja sekaligus Gubernur di dae- aktor politik yang tengah berkontestasi di
rah tersebut. Eksistentsi Sultan tentunya arena politik untuk mendapatkan dukungan
karena mengikuti arus sistem pemerintahan masyarakat yang berdomisili di Pinrang
yang diterapkan di Indonesia. Meski terjadi bagian utara. Arung Letta selain sebagai
perubahan rezim, kerajaan ini tetap mampu “orang kuat lokal”, juga menjadi simbol bagi
masyarakat bagian utara Pinrang untuk

86
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015

membedakan diri dari suku Bugis yang kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemu-
selama ini senantiasa diidentikkan. dian memunculkan solidaritas kelompok dan
Suku Pattinjo sudah mulai dikenal kebangsaan yang mengacu pada politik
keberadaannya sebagai sebuah "suku “kelompok etnis” dan “minoritas kecil”.
tersendiri", yang mana selama ini berada di Kesadaran sebagai kelompok etnisyang
bawah bayang-bayang nama suku yang lebih timbul dalam masyarakat Pattinjo inilah
besar yaitu "Suku Bugis".Sejak dahulu suku kemudian menjadi cikal bakal bagi para elit
Pattinjo lebih dikenal sebagai "Suku Bugis- lokal yang berasal dari daerah tersebut dalam
Pattinjo". Selain itu orang Pattinjo sendiri mendapatkan kekuasaan dengan meman-
lebih suka menyebut diri mereka sebagai faatkan isu etnis. Wacana tersebut berkem-
Suku Pattinjo. bang mulai dari ranah birokrasi maupun
Hadirnya wacana akan etnis Pattinjo ten- politik hingga wacana pembentukan daerah
tunya tidak terlepas dari konsep etnis itu baru yakni Pinrang Utara. Pada akhirnya, isu
sendiri, dimana etnik atau ethos dalam baha- ini berkembang menjadi polemik tersendiri
sa Yunani mengacu pada dasar geografis da- bagi Pemerintah Kabupaten Pinrang.
lam suatu batas-batas wilayah dengan sistem Selain upaya masyarakat Pinrang Utara un-
politik tertentu (Rudolf dalam Abdillah, tuk mendapatkan pengakuan sebagai suku
2002). Kata etnis menjadi suatu predikat ter- Pattinjo, para elit lokal yang berasal dari
hadap identitas seseorang atau kelompok daerah tersebut juga memanfaatkan
atau individu-individu yang menyatukan diri kesempatan hadirnya liberalisasi politik untuk
dalam kolektivitas. Karakteristik yang melekat berpartisipasi dalam demokrasi lokal maupun
pada satu kelompok etnis adalah tumbuhnya nasional. Hadirnya elit lokal yang bertarung di
“perasaan dalam satu komunitas” (sense of arena politik untuk menunjukkan eksistensi
community) diantara para anggotanya se- mereka serta kemampuan mereka untuk ber-
hingga terselenggaralah rasa kekerabatan. kontestasi dalam mendapatkan kekuasaan.
Dalam mengidentifikasi kelompok etnis, Eksisnya para aktor yang berasal dari
terdapat dua pandangan: Pinrang Utara menjadi fenomena birokrasi
1) Sebagai unit objektif yang dapat diartikan representatif, dimana jatah atas kekuasaan
oleh perbedaan sifat budaya seseorang itu dibagi dengan elit yang berasal dari dae-
2) Hanya sekedar produk pemikiran sese- rah yang berbeda. Hal tersebut dilakukan
orang yang kemudian menyatakannya untuk mewujudkan adanya keseimbangan
sebagai suatu kelompok etnis tertentu dalam proses pelayanan publik dan adanya
(Nangen dalam Abdillah, 2002). keterwakilann dalam kompetisi di birokrasi.
Syarat kemunculan etnisitas adalah ke- Hal ini seyogyanya meminimalisikan praktik
lompok tersebut sedikitnya telah menjalin dominasi jabatan yang seringkali didominasi
hubungan, kontak dengan kelompok etnis oleh elit-elit yang berada di pusat kota.
yang lain dan masing-masing menerima gaga- Tidak hanya di ranah birokrasi,para elit
san dan ide-ide perbedaan di antara mereka, dari suku Pattinjo juga melirik panggung
baik secara kultural maupun politik (Hylland politik yakni kompetisi dalam
dalam Abdillah, 2002). Dalam bahasa lain, memperebutkan jabatan Bupati di Kabupaten
etnisistas muncul dalam kerangka hubungan Pinrang. Seperti yang terjadi pada Pilkada
relasional dalam interksinya dengan dunia 2013 lalu dimana ada satu pasangan calon
luar dan komunitas kelompoknya. berasal dari Pinrang Utara.Seringkali calon
Selain itu kemunculan politik etnis diawali tersebut mengidentikkan dirinya sebagai
oleh tumbuhnya kesadaran yang mengiden- representasi dari putra daerah pinggiran yang
tikkan mereka ke dalam suatu golongan atau membawa misi perubahan bagi masyarakat

87
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)

yang selama ini dianggap dimarjinalkan. kebutuhan untuk pemerataan ekonomi


Maka dari itu Pilkada cenderung menjadi menjadi alasan paling popular digunakan
ruang bagi etnisitas itu sendiri, seperti yang untuk memekarkan sebuah
dilakukan oleh salah satu pasangan calon daerah,misalnya kasus pemekaran
bupati yang ikut berkontestasi pada Pilkada Minahasa Utara di Sulawesi Utara.
lalu. 2. Kondisi geografis yang terlalu luas.Dalam
Hadirnya pasangan Dr. Sulthani, S.Pd, M.Si banyak kasus di Indonesia, proses delivery
dan Dr. Rivai Mana, M.Si yang turut berkon- pelayanan publik tidak pernah terlaksana
testasi dalam pilkada Pinrang pada 18 Sep- dengan optimal karena infrastruktur yang
tember 2013 seolah-olah memberikan angin tidak memadai. Wilayah yang sangat luas
segar kepada masyarakat pinggiran.Hal ini membuat pengelolaan pemerintahan
juga dapat dipahami sebagai upaya dalam danpelayanan publik tidak efektif seperti
mendapatkan pengakuan bagi masyarakat pada kasus pemekaran Kabupaten Bone
lainnya bahwa “orang pinggiran” pun mampu Bolango di provinsi Gorontalo.
untuk eksis di arena politik lokal. Dalam 3. Perbedaan basis identitas.Alasan
kampanyenya, mereka senantiasa mengguna- perbedaan identitas (etnis dan asal
kan wacana identitas dengan mengangkat muasal keturunan) juga muncul sebagai
etnis Pattinjo sebagai strategi mereka.Hal salah satu alasan pemekaran. Tuntutan
tersebut terlihat dari jargon “Bugis-Pattinjo pemekaran muncul karena biasanya
bersatu akan melahirkan pemimpin harapan masyarakat berdomisili di daerah
baru” yang digunakan dalam kampanye di pemekaran merasa sebagai komunitas
hadapan ribuan massa pendukung mereka. budaya tersendiri yang berbeda dengan
Namun dibalik wacana tersebut tersirat komunitas budaya daerah induk. Ini
makna bahwa Bugis dan Pattinjo merupakan terlihat dalam kasus pembentukan
etnis yang berbeda.Meskipun Bugis sebagai kabupaten Solok Selatan di Sumatera
etnis induk dan mayoritas selama ini, namun Tenggara dan pembentukan Kabupaten
tidak dapat disamakan dengan etnis Pattinjo. Pakpak Barat di Sumatera Utara.
Merasa berbeda dengan suku Bugis, 4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal.
masyarakat Pattinjo pun berusaha untuk me- Kekacauan politik yang tidak bisa
lepaskan diri dari Kabupaten Pinrang dengan diselesaikan seringkali menimbulkan
membentuk daerah baru yakni Pinrang Utara. tuntutan adanya pemisahan daerah
Isu pembentukan Pinrang Utara merupakan seperti pada kasus usulan pembentukan
wacana yang sangat krusial bagi masyarakat Sumbawa Barat di Nusa Tenggara Barat
maupun pemerintah daerah sendiri. dan wacana pembentukan Sulawesi Timur
Meski telah menjadi isu besar di tengah dan sebagainya. ( Lay & Santoso (ed),
masyarakat Pinrang, baik pemerintah 2006).
setempat serta para elit lokaltentunya harus Adapun syarat pembentukan daerah yang
mengkaji syarat-syarat pembentukan daerah diamanahkan dalam PP No 78 Tahun 2007
otonomi baru tersebut. Hasil penelitian Tim tersebut adalah sebagai berikut:
Peneliti Pascasarjana Jurusan Politik Pemerin- 1. Persyaratan administratif didasarkan atas
tahan UGM mengemukakan beberapa alasan aspirasi sebagian besar masyarakat
utama mengapa sebuah daerah memiliki setempat untuk ditindak lanjuti oleh
inisiasi untuk melakukan pemekaran daerah: pemerintah daerah dengan melakukan
1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi kajian daerah terhadap rencana
daerah.Menurut data IRDA (Indonesian pembentukan daerah
Rapid Decentralization Appriasal),

88
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015

2. Persyaraatan secara teknis didasarkan tentang Pemerintahan Daerah telah mem-


pada faktor kemampuan ekonomi, berikan wewenang bagi pemerintah daerah
potensi daerah, sosial budaya, sosial untuk mengatur serta mengurusi daerahnya
politik, kependudukan, luas daerah, sendiri. Adanya PP No 78 Tahun 2007 ini
pertahanan, keamanan dan faktor lain kemudian memberikan peluang bagi para elit
yang memungkinkan terselenggaranya lokal untuk eksis dalam panggung kekuasaan.
otonomi daerah. Adapun faktor lain Berbagai upaya dilakukan untuk men-
tersebut meliputi pertimbangan dapatkan kekuasaan baik turut berkontestasi
keuangan, tingkat kesejahteraan di arena politik lokal seperti pilkada ataupun
masyarakat dan rentang kendali juga insiasi untuk membentuk daerah baru.
penyelenggaraan pemerintahan; Pembentukan daerah baru dapat dilihat
3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam sebagai jalan lain untuk berkuasa khususnya
pembentukan daerah meliputi cakupan bagi para elit yang kalah dalam Pilkada. Dam-
wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan paknya, Indonesia menjadi semakin
prasarana pemerintahan. gemuk.Dinamika pemekaran daerah yang
Hadirnya aturan yang menegaskan tentang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu dekat
otonomi daerah yang dimulai dengan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tabel 1.
Perkembangan Jumlah Daerah Otonom
Dari Tahun 1999 - 2013
Tahun (Jumlah)
Wilayah
1999 2009 2013
Provinsi 26 33 34
Kota 64 98 98
Kabupaten 235 399 413
Total 327 530 545
Sumber: Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri

Luwesnya kebijakan pemerintah terkait bunyi: pembentukan kabupaten paling sedikit


pembentukan daerah baru menjadi 5 (lima) kecamatan. Dalam perkembangan-
polemik.Hal ini dikarenakan banyaknya nya, rencana pembentukan Pinrang Utara be-
daerah yang merasa sanggup untuk lum memenuhi syarat tersebut karena masih
membentuk daerah baru dan melepaskan diri terdapat tiga Kecamatan yang dirancang ber-
dari induk. Dengan alasan letak geografis dan gabung yakni Kecamatan Lembang, Duam-
jumlah penduduk yang dianggap sudah panua dan Batulappa. Oleh karena belum
memenuhi kriteria untuk membentuk satu memenuhi syarat empat kecamatan dan satu
kebupaten baru, serta warga pinggiran yang daerah kota, pembentukan Pinrang Utara
tidak sejahtera dan kurang diperhatikan oleh belum dapat terealisasi.
pemerintah Kabupaten Pinrang menjadi Hal yang sama terjadi dalam rencana pem-
alasan dalam pengajuan pembentukan bentukan Provinsi Luwu Raya yang terganjal
Kabupaten Pinrang Utara. masih kurangnya satu Kabupaten. Dalam hal
Berdasarkan syarat-syarat yang tertuang ini Toraja hendak bergabung dengan Luwu
dalam PP No 78 Tahun 2007 Pasal 8 me- Raya, namun pihak dari Luwu Raya menolak
ngenai cakupan wilayah, pada point b ber- untuk bergabung dengan Toraja karena

89
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)

alasan perbedaan identitas yakni perbedaan yang sulit dijangkau oleh masyarakat yang
agama dan budaya masyarakat mereka (Dik berdomisili di perbatasan untuk membentuk
Roth dalam Nordholt, 2007:154-188). daerah Pinrang Utara. Pembentukan daerah
Masalah identitas kemudian menjadi ini telah lama menjadi perhatian pemerintah
permasalah yang cukup klasik dalam pem- setempat namun hingga saat ini belum
bentukan daerah baru atau penggabungan terealisasikan karena terkait pendapatan
daerah. Tidak dapat dipungkiri perbedaan daerah. Pemerintah Kabupaten Pinrang
identitas seringkali melahirkan diskriminasi enggan melepaskan daerah utara tersebut
dari kelompok mayoritas terhadap minoritas. karena daerah tersebut pun memberikan
Untuk itu para elit lokal yang berasal dari dari sumbangsih bagi sumber pendapatan asli
daerah pinggiran senantiasa berupaya untuk daerah (PAD).
eksis dan menunjukkan identitas Namun dibalik semua itu para elit lokal
mereka.Pemekaran kemudian menjadi “obat” “pinggiran” senantiasa menghimpun massa
mujarab sesaat bagi para elit yang memiliki mulai dari mahasiswa hingga masyarakat
kepentingan baik di arena birokrasi maupun umum dalam rangka menyuarakan pemben-
politis. Sayangnya, tidak semua daerah hasil tukan Pinrang Utara. Hal ini terlihat dari
pemekaran menjadi lebih baik setelah pembentukan KESARPATI (Keluarga Besar
berpisah dari daerah induk. Problematika Patinjo) sebagai upaya rekognisi mereka di
yang dihadapi daerah hasil pemekaran men- arena sosial. Eksistensi KESARPATI ini
jadikan pemerintah kemudian beralih untuk cenderung menunjukkan bahwa masyarakat
menerapkan peraturan mengenai pengga- yang berada di wilayah utara Pinrang ber-
bungan daerah. Hal ini tetunya masih memi- beda dengan etnis induk yakni Etnis Bugis
liki hambatan dalam implementasinya. yang selama ini diketahui oleh masyarakat
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah umum. Alasan perbedaan inilah kemudian
Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara berujung pada keinginan untuk pembentukan
Pembentukan, Penghapusan, dan Pengga- Pinrang Utara.
bungan Daerah telah mengatur tata cara
menggabungkan kembali daerah hasil peme- KESIMPULAN
karan untuk bersatu dengan daerah induk
atau lainnya. Namun demikian, berbagai Kebijakan pemekaran daerah yang massif
penolakan dari masyarakat terutama para elit di tengah demokratisasi saat ini masih jauh
yang berkepentingan menjadi penghalang dengan apa yang diharapkan yakni mampu
penggabungan daerah. Tryatmoko (2011). menciptakan kesejahteraan masyarakat yang
menggambarkan salah satu kasus penolakan merata. Justru dampak dari pemekaran ini
penggabungan daerah yang terjadi di Kabu- melahirkan adanya wilayah-wilayah kecil baru
paten Pontianak dan Kabupaten Landak. Isu bagi raja-raja kecil yang haus akan kekuasaan.
etnis dan budaya dijadikan dasar bagi Berbagai alasan yang dilontarkan bagi para
masyarakat untuk menolak penggabungan elit lokal demi mencipakan daerah baru mulai
daerah tersebut. Ditambah dengan jarak dari ketidakmerataan kesejateraan masyara-
tempuh bagi masyarakat dalam mengakses kat, pusat pelayanan publik yang sulit di-
pusat-pusat pelayanan publik tentunya men- jangkau hingga perbedaan identitas yang
jadi alasan untuk tidak setuju terhadap pera- terkadang menjadi pemicu terjadinya konflik
turan tersebut. komunal yang seolah-olah pemerintah pusat
Wacana perbedaan etnis juga dijadikan maupun daerah (lama) tidak mampu untuk
alasan oleh elit lokal “pinggiran” daerah mengatasi masalah tersebut.
Pinrang selain alasan pusat pelayanan publik

90
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015

Meski dalam praktik demokrasi lokal yang layak untuk mekar. Selain itu pihak
rekognisi atas tiap-tiap etnis hingga sub etnis legislatif pun harusnya lebih tegas dalam
menjadi bentuk penghargaan terhadap mas- membuat regulasi terkait pemekaran daerah,
yarakat lokal, namun hal ini bukan menjadi dengan meninjau ulang kenyataan yang ada
alasan untuk menciptakan konflik komunal di lapangan dengan syarat-syarat administrasi
hingga berujung pada pemisahan diri dari yang ditentukan.
pihak mayoritas dan minoritas. Adanya dis-
kriminasi dari mayoritas terhadap minoritas DAFTAR PUSTAKA
inilah terkadang dimanfaatkan oleh minoritas
terutama masyarakat pinggiran dalam mem- Abdillah, U. S. (2002). Politik Identitas Etnis
bentuk daerah baru. “Pergulatan Tanda Tanpa Identitas”.
Wacana pembentukan daerah baru kini Magelang: Yayasan Indonesiatera.
menjadi fenomena politik yang menjanjikan Lay, C. & P. Santoso (ed). (2006). Kajian
penyebaran kekuasaan yang lebih luas. Untuk Akademik Rencana Pembentukan
itu dalam membentuk daerah baru sebaiknya Kabupaten Puncak Pemekaran Kabupaten
ditinjau dengan memepertimbangkan ber- Puncak Jaya Provinsi Papua. Yogyakarta:
bagai aspek bukan hanya dari egosentrisme PLOD UGM.
para elit lokal yang hendak berkuasa dan
membutuhkan lahan. Untuk itu pemerintah Nordholt, H. S. & G.van Klinken. (2007).
pusat dan daerah bertanggung jawab dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan
menyeleksi daerah yang hendak lepas dari Obor Indonesia.
daerah induknya. Tidak luput pula peran Tryatmoko, M. W. (2011). Problematika
teknokrat dalam membantu pemerintah (baik Penggabungan Daerah. Jurnal Penelitian
pusat dan daerah) dalam menganalisa daerah Politik LIPI, Vol 8 No 2.

91
Pergulatan Etnis dalam Pemekaran Daerah, Studi Kasus: Wacana Pemekaran Pinrang Utara
(Fitriani Sari Handayani Razak)

92

Anda mungkin juga menyukai