Anda di halaman 1dari 8

1

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU OPTIK
SEBELUM IBNU HAITSAM

Dalam ruang lingkup kehidupan manusia, ilmu pengetahuan merupakan


suatu kebutuhan yang penting dalam memenuhi setiap kehidupannya. Sejarah
tentang perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari perbincangan, mulai dari
zaman prasejarah, abad pertengahan, hingga masa kini. Seiring dengan hal
tersebut, perkembangan zaman dan pola pikir manusia semakin pesat, begitupun
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya, telah mencapai suatu
kehidupan baru untuk menunjang perkembangan teknologi dan informasi.

A. Pemikiran Ilmuwan Yunani dalam Ilmu Optik di Masa Prasejarah

Pada zaman prasejarah, khususnya pada abad ke-2 SM hingga abad ke-
3 Masehi, Ilmu Pengetahuan sangat berkembang di wilayah Yunani dan
Romawi. Kita mungkin telah sering mendengar nama Euclid, Plato,
Aristoteles dan masih banyak lagi. Pada zaman Yunani kuno tersebut,
berkembang dengan sangat pesat dasar-dasar dan pondasi ilmu pengetahuan,
di antaranya adalah ilmu optik.

Kata optik berasal dari bahasa latin, yang artinya tampilan. Optika
adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku atau sifat-sifat cahaya dan
interaksi cahaya dengan materi. Intinya optika membahas tentang gejala-gejala
optik. Bidang optik terbagi menjadi dua, yaitu optik geometri dan optik fisis.
Optik geometris atau optik sinar, menjabarkan perambatan cahaya sebagai
vektor yang disebut sinar melalui gambar-gambar geometri dari berkas sinar
tersebut. Sedangkan optik fisis menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada
optik geometri dengan penjabaran matematis, sehingga komponen optik dan
sistem kerja cahaya seperti ukuran, posisi, dan pembesaran obyek menjadi
lebih jelas.1

1
Iwan Permana Suwarna, Optik, (Bogor: CV Duta Grafika, 2010), hlm. 1.
2

Optik sudah dikenal sekitar tahun 300 SM. Dengan bukti


ditemukannya sebuah kanta optik yang berumur sekitar 2.200 tahun yang lalu
di Baghdad, Irak. Kanta purba yang berukuran kira-kira satu ibu jari tersebut
ditemukan dengan sedikit retak di bagian kacanya. Penemuan ini
menunjukkan bahwa sejak zaman purbakala orang-orang telah mengetahui
cara membuat kanta dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.2

Dalam optik pada masa prasejarah tersebut, terdapat dua teori utama
yang berkaitan dengan persepsi penglihatan. Teori pertama, yaitu teori
sinaran. Teori ini didukung oleh ilmuwan optik pada masa itu, di antaranya
adalah Euclid dan Ptolemy.

Euclid (275 SM–330 SM), ialah matematikawan dari Alexandria,


dikenal sebagai bapak geometri. Selain ahli dalam bidang matematika, ia juga
ahli dalam ilmu optik. Dalam Optica, ia mencatat bahwa perjalanan cahaya
dalam garis lurus. Selain itu, ia juga menjelaskan tentang hukum refleksi. 3
Sedangkan Ptolemy (90 M– 168 M), ialah seorang ahli matematika,
astronomi, geografi, perbintangan, sekaligus sastrawan dan penyair yang
tinggal di kota Alexandria, sebuah wilayah di Mesir yang dikuasai kerajaan
Romawi pada masa itu. Tidak banyak yang bisa diketahui terkait kelahiran
pujangga dan ilmuwn abad kuno ini kecuali ia banyak menulis dalam bahasa
Yunani dan berkebangsaan Romawi. Di- antara karya Ptolemy yang cukup
dikenal adalah Optics.

Mengulas berbagai sifat cahaya seperti refleksi, refraksi dan warna,


buku ini turut berperan penting dalam sejarah perkembangan awal fisika-
optik.

2
Diana Safitri, Sejarah Perkembangan Optik, (Tersedia:
https://dianafisikaupi.wordpress.com/2013/03/19/sejarah-fisika-perkembangan-optika-tiap-
periode/, 19/3/2013), Diakses pada tanggal 7/12/2016, pukul 06:35 WIB.
3
Ibid.
3
4
Keduanya, yaitu Euclid dan Ptolemy , percaya bahwa proses
penglihatan wujud apabila mata mengeluarkan sinaran cahaya.

Adapun teori kedua, yaitu teori intromisi (penyusupan), yang didukung


oleh Aristoteles (Yunani, 384 SM–332 SM). Bapak ilmu pengetahuan ini
mempercayai bahwa bahan-bahan fisikal dari benda yang dilihat memasuki
mata.5

Namun cukup dikenal, para ilmuwan pada zaman prasejarah hanya


dapat mengemukakan teori-teori saja tanpa dilakukan pembuktian dengan
eksperimen. Sehingga ada beberapa teori tentang ilmu optik lain yang
bermunculan, di antaranya adalah Teori Tactile dan Teori Emisi, yang
dipelopori oleh Aristoteles. Dari teori tersebut, mereka mengemukakan
pendapat bahwa kita dapat melihat suatu benda karena terdapat cahaya dari
mata yang dipancarkan ke benda tersebut. Seperti halnya senter yang
disorotkan ke sebuah benda sehingga kita dapat melihat benda tersebut.6

Dengan teori-teorinya tersebut, sehingga pada tahun 336 SM


Aristoteles dapat memperkenalkan teknologi “lubang jarum”. Ia
mengemukakan bahwa cahaya yang melewati lubang kecil akan membentuk
kesan atau gambar atau image. Metode yang diperkenalkan Aristoteles inilah
yang dijadikan prinsip dasar teori yang terus digunakan dalam pengembangan
teknologi fotografi.

4
Claudius Ptolemy, merupakan campuran bahasa Yunani-Mesir dan bahasa Romawi
sekaligus mengindikasikan sang filsuf merupakan keturunan keluarga Yunani yang tinggal di
Mesir dan menjadi warga negara Roma. Karena kedekatan geografis, para ahli astronomi, geografi
dan fisika dari semenanjung Arab sering menyebut Ptolemy dengan lidah padang pasir sebagai
Batlaymus. Terlepas dari berbagai diskusi ilmiah terkait karya filsuf ini, hingga profil diunggah
belum ada studi komprehensif mengenai hidup dan karya Ptolemy lebih mendalam. Sumbangan
terbesar Ptolemy adalah beberapa risalah atau teks ilmiah yang menyatakan kontribusi sangat
besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam perkembangan awal peradaban Islam dan
Eropa. Lihat Fidelia Fitri, Claudius Ptolemy, (Tersedia:
http://profil.merdeka.com/mancanegara/c/claudius-ptolemy/, 6/11/2013), Diakses pada tanggal
27/12/2016, pukul 6:07 WIB.
5
Aswad Firmansyah, Ibnu Haitam dan Karyanya Kitab Al-Manadzir (Kitab Optik),
Skripsi, IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, 2012.
6
Rin‟s World, Op. Cit.
4

Sesuai dengan teorinya, pinhole 7 memberikan penjelasan sederhana,


hanya dengan lubang kecil (Av/f/diafgragma) yang dilewati oleh seberkas
cahaya (ISO) dalam kurun waktu tertentu (Tv/S/Waktu) menciptakan suatu
anti-fact (objek terbalik) dalam suatu ruang gelap yang tertutup. Dari teori
sederhana itulah tercipta teknologi kamera yang sangat canggih.8

B. Pemikiran Ilmuwan Muslim sebelum Ibnu Haitsam

Setelah zaman prasejarah, ada zaman pertengahan atau abad


pertengahan atau bagi Eropa, biasa disebut sebagai “zaman kegelapan”, yang
terjadi setelah hancurnya kekaisaran Romawi kuno 9 . Abad pertengahan
merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh para sejarawan untuk
menggambarkan suasana zaman yang terjadi sekitar abad ke-5 hingga abad
ke-15 M. Masa 10 abad ini ditandai dengan semakin besarnya kuasa Gereja
dalam segala aspek kehidupan masyarakat Eropa. Politik, Budaya, Sosial,
Ilmu Pengetahuan adalah beberapa dari sekian banyak aspek kehidupan
manusia yang dikuasai oleh Gereja. Masa ini, merupakan kebangkitan religi di
Eropa. Agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan
manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah

7
Pinhole (kamera lubang jarum) adalah metode perekaman dasar dalam ilmu fotografi.
Kamera yang bekerja berdasarkan teori optis, cahaya yang lolos melalui lubang kecil, kemudian
diproyeksikan pada bidang datar, terbalik. Lihat Rudy Eko Syah Putro, Kamera Lubang Jarum
(pinhole), (Tersedia: http://belajarbarengole.blogspot.co.id/2013/06/kamera-lubang-jarum-
pinhole.html, 4/6/2013), Diakses pada tanggal 14/2/2017, pukul 09:52 WIB.

8
Filosofi Fotografi, Awal Semula Aristoteles dan lubang jarung (abad ke-3 SM),
(Tersedia: https://filosofotografi.wordpress.com/tag/aristoteles/, 8/2/2014), Diakses pada tanggal
7/12/2016, pukul 7:58 WIB.

9
Romawi Kuno adalah sebuah peradaban yang tumbuh dari negara-kota Roma didirikan
di Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9 SM. Peradaban Romawi seringkali dikelompokkan
sebagai "klasik antik" bersama dengan Yunani Kuno. Lihat Kelvin Chandra, 10 Fakta Ini Akan
Menambah Wawasan Kamu Tentang Zaman Romawi Kuno, (Tersedia:
http://szumszum.blogspot.co.id/2015/04/10-fakta-ini-akan-menambah-wawasan-kamu.html),
Diakses pada tanggal 14/2/2017, pukul 12:32 WIB.
5

berkembang di masa zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai


ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan.10

Namun, zaman kegelapan tersebut sepenuhnya bukanlah zaman yang


tidak memberikan kontribusi apapun bagi ilmu pengetahuan. Banyak yang
tidak mengetahui bahwa di tengah-tengah kebutaan orang-orang Barat akan
ilmu pengetahuan, justru pada zaman ini pulalah sumbangsih umat Islam
mengalir deras. Islam terus mendorong umatnya untuk memperoleh ilmu dan
kebijakan atau hikmah. Manuskrip-manuskrip Yunani kuno telah banyak
dipelajari oleh umat Muslim saat itu, sehingga tidak hilang begitu saja, namun
justru dikembangkan lebih baik sehingga muncul berbagai ilmu pengetahuan
baru. Sehingga sampai pada abad ke-7, perkembangan kemajuan bangsa Arab
(Islam) semakin tampak di belahan dunia.

Di masa kekhalifahan umat Islam, ditandai dengan pendirian pusat


pengembangan ilmu dan perpustakaan (Bait al-Hikmah),11 menjadi kompleks
ilmu dan budaya yang memiliki ruang-ruang khusus untuk terjemahan,
naskah, penelitian, pembacaan, perdebatan, dan satu perpustakaan yang
terbuka untuk umum. 12 Sebagai aspek finansial dari Bait al-Hikmah, para
penerjemah digaji sekitar 500 dinar perbulan dan juga dibayar dengan emas
seberat buku yang diterjemahkan oleh Al Ma‟mun, khalifah Abbasiyah pada
masa itu. 13 Dengan hal tersebut, membuahkan keberhasilan umat Islam
menguasai ilmu dalam bidang-bidangnya, termasuk juga dalam bidang optik.
Berawal dari kerja keras para filosof, matematikus, dan ahli kesehatan yang
mempelajari sifat fundamental dan cara bekerja pandangan dan cahaya.
Ilmuwan Muslim dengan tekun menggali dan mempelajari karya-karya

10
Afid Burhanudin, Abad Pertengahan dan Perkembangan Keilmuwan, (Tersedia:
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/abad-pertengahan-dan-perkembangan-
keilmuan/, 23/9/2013), Diakses pada tanggal 26/12/2016, pukul 19:50 WIB.
11
Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyaarta: LESFI, 2003), hlm. 116.
12
Ziuddin Sardar, Op. Cit, hlm. 49.
13
Philip K. Hitti, Op Cit, hlm. 390.
6

ilmuwan Yunani seperti Euclid dan Ptolemeus tentang optik, serta risalah-
risalah astronom Mesir.

Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk


mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya
mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-
prinsip persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab
berjudul De Radiis Stellarum.14 Teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang
ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa.
Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan
Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan
bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut
Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari
mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.15

Seabad setelah Al-Kindi, terdapat sarjana Muslim lainnya yang


mengembangkan ilmu optik, yaitu Ibn Sahl atau nama sebenarnya Abu Sa‟d
al- „Ala‟ ibn Sahl dilahirkan pada 940 M, dan meninggal pada 1000 M.
Tempat lahir dan latar belakang Ibn Sahl tidak banyak diketahui, hanya ia
dikatakan berbangsa Arab. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa Ibn
Sahl juga merupakan saintis Islam yang mengkaji mengenai optik sebelum Ibn
al-Haitsam. Ibn Sahl merupakan seorang ahli matematik dan insinyur optik
berbangsa Arab yang bekerja di kerajaan Baghdad, Irak. Keberhasilannya di
Baghdad telah membawa banyak kejayaan, di antaranya banyak penemuan
terbaru dalam bidang optik.

Pada 984 Masehi, Ibn Sahl berhasil menulis sebuah karya besar dalam
bidang optik yang berjudul “On Burning Mirrors and Lenses”. Dalam

14
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2009), hlm. 191.
15
Yudi Ardianto, Ilmuan Islam Yang Mempunyai Konstribusi Dalam IPA (Fisika) Dan
Ilmuan Yang Masuk Islam karena Konstribusinya dalam IPA (Fisika), (Makalah Ilmu kalam, IAIN
Imam Bonjol Padang, 2011), hlm. 2.
7

karyanya ini, ia telah memberikan penjelasan panjang lebar mengenai cermin


melengkung dan kanta bengkok–cembung dan cekung serta fokus cahaya.16

Ibn Sahl juga menemukan hukum refraksi, yang biasa disebut hukum
Snell atau hukum Descates. Hukum Snell merupakan formula yang
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara sudut tuju dan bias ketika
mengacu pada cahaya atau gelombang lain ketika melalui tempat antara dua
media isotropik seperti udara dan kaca. Hukum berkenaan mengatakan rasio
sain pada sudut tuju dan sudut bias adalah tetap mengandalkan media. Dalam
bidang optik, hukum berkenaan digunakan dalam mendeteksi sudut tuju atau
bias dan dalam eksperimen optik, digunakan untuk mencari indeks bias suatu
bahan.17 Namun sayangnya Ibn Sahl tidak dikenal sebagai ilmuwan Muslim
pertama yang mencetuskan hukum Snell. Karena perlu dicatat bahwa hukum
Snell ditemukan pada tahun 1621 di Belanda. Sehingga yang lebih dikenal
adalah orang-orang Belanda lah yang pertama kali menemukan hukum Snell
tersebut.18

Di antara ilmuwan optik yang telah kami sebutkan di atas, namun ada
ilmuwan yang paling populer dalam optik pada abad ke-10 M, yaitu Ibnu Al-
Haitsam (965 M – 1040 M) yang muncul dengan teorinya yang menentang
Teori Tactile yaitu Teori Emisi dari ilmuwan di zaman prasejarah. Teori Emisi
ini dikatakan merubah drastis cara pandang terhadap konsep cahaya. Pada
Teori Emisi, dikatakan bahwa kita dapat melihat benda bukan karena mata
kita yang memancarkan cahaya ke benda tersebut (Teori Tactile), tetapi karena

16
Dalam penerimaan Anugerah Emas Avicenna, pertumbuhan Pendidikan, Sains dan
Kebudayaan Bangsa-bangsa Bersatu (UNESCO), Roshdi Rasheed (seorang matematikawan, filsuf
dan sejarawan ilmu pengetahuan, yang karyanya banyak difokuskan pada matematika dan fisika
dari Dunia Arab abad pertengahan) banyak membuat kajian serta menulis mengenai riwayat hidup
Ibn Sahl. Menurut Roshdi, Ibn Sahl merupakan orang pertama yang menemui Hukum Biasan yang
kini dinamakan Hukum Snell (diambil dari pada nama pakar matematik Willebrord Snellius) untuk
mengukur bentuk kanta. Lihat Khairunnisa Sulaiman, Ibn Sahl Temui Hukum Biasaan, Saintis
Islam, 26 April 2007.
17
Khairunnisa Sulaiman, Ibn Sahl Temui Hukum Biasan, Saintis Islam, 26/April/2007.
18
Mourad Zghal, dkk, Langkah Pertama untuk pembeljaran Optik: Ibn Sahl, Al-Haytham
dan Karya Youn pada refraksi sebagai contoh yang khas, (Kanada: Universite de Moncton, 2006).
8

terdapat cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kita lihat menuju mata
kita.19

19
Diana Safitri, Op. Cit.

Anda mungkin juga menyukai