Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH OPTIK

PERKEMBANGAN TEORI CAHAYA


Nisrina Nur Ramadhani
PFU 2017 (17030184007)

A. Pendahuluan
Perkembangan teori tentang cahaya didasari oleh pertanyaan fundamental yang
diperdebatkan hingga kini, yaitu manakah yang terlebih dahulu muncul? Cahaya yang
lebih dahulu muncul dan menyinari kegelapan? Ataukah kegelapan hanyalah kondisi dari
ketiaadaan cahaya? Apabila ditelaah secara mendalam, pertanyaan ini tentu sudah mulai
ditanyakan sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan (Filsafat). Para filsuf Yunani
kuno (SM) mulai mendefinisikan cahaya dengan berbagai metode penalaran masing-
masing. Konstruksi teori cahaya dibangun atas dasar perdebatan dari masing-masing
filsuf ini. Ada yang saling mendukung, ada juga yang membantah teori yang sudah
diajukan dengan mengajukan teori baru. Perkembangan teori cahaya ini kemudian
berlanjut ke masa sesudah masehi (M). Filsuf dan fisikawan pada masa itu mulai
berlomba-lomba mengajukan teori yang digagas mengenai cahaya untuk saling didukung
maupun dibantah. Teori fundamental mengenai cahaya ini terus berkembang sedemikian
sehingga kini kita mengenal konsep mengenai dualisme sifat pada cahaya yang bisa
berlaku sebagai gelombang dan bisa bersifat sebagai partikel seperti yang telah
dijabarkan diatas. Sehingga pada tulisan ini, penulis berusaha merefleksikan satu persatu
gagasan yang ditawarkan mengenai cahaya sejak jaman sebelum masehi (SM), sesudah
masehi (M) dan kemungkinan perkembangan kedepannya berdasarkan temuan-temuan
ilmiah yang diperoleh hingga saat ini.

B. Perkembangan Teori Cahaya Pada Jaman Sebelum Masehi (SM)


1. Empedocles (495 SM-435 SM)

Empedocles adalah salah satu filsuf Yunani kuno


yang merupakan penduduk asli kota Sisilia Selatan,
Acragas. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan.
Menurut sofis Fisika Alcidamas dari abad ke-4 SM,
Empedocles adalah seorang siswa Parmenides dari
Elea, hal inilah yang menyebabkan pemikiran-
pemikirannya banyak dipengaruhi pemikiran sang
guru tersebut. Empedocles pandai dalam bidang
kedokteran, penyair retorika, politik, dan pemikir. Ia
menulis buah pemikirannya dalam bentuk puisi,
seperti halnya Parmenides. Hasil karyanya dituangkan
dalam bentuk syair, yaitu: tentang alam dan tentang
Gambar 1 penyucian, atau suatu pemikiran filsafati tentang alam
Empedocles (495 SM-435 SM) dan suatu buah pikiran yang bersifat mistis-
keagamaan. Semasa hidupnya, daerah Acragas
mengalami serangkaian transformasi politik dari tirani menjadi oligarki menjadi
demokrasi. Empedocles merupakan filsuf pertama yang membahas teori cahaya dan
penglihatan komprehensif (vision). Empedocles mengemukakan gagasan bahwa kita
melihat benda karena cahaya mengalir dari mata kita dan menyentuhnya. Meskipun
belum sempurna, hal ini menjadi dasar (fundamental) yang kemudian digunakan oleh
para filsuf dan matematikawan Yunani seperti Plato untuk membangun beberapa teori
cahaya, penglihatan, dan optik.

2. Plato (429 SM – 347 SM)


Plato lahir sekitar 429 SM dan meninggal
sekitar 347 SM. Ia adalah seorang filsuf dan
matematikawan Yunani, penulis philosophical
dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di
Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia
barat. Ia adalah murid Socrates sehingga banyak
pemikirannya dipengaruhi oleh Socrates. Plato
adalah guru dari Aristoteles. Salah satu buah
pemikiran Plato yang terkenal adalah perumpamaan
“Allegory of The Cave” yang mengguncang dunia
filsafat pada saat itu. Selain karyanya terkait konsep
idea, Plato juga turut mengemukakan pandangannya
mengenai cahaya. Ia setuju dengan pendapat
Empedocles bahwa kita dapat melihat benda di Gambar 2
Plato (429 SM – 347 SM)
sekeliling kita karena dari mata kita memancarkan
sinar-sinar pengelihatan yang berbentuk kumis-kumis peraba. Apabila kumis-kumis
peraba menyentuh benda, maka kita akhirnya dapat melihat benda tersebut. Konsep
cahaya Empedocles, Plato dan Euclid dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3. Konsep cahaya Empedocles, Plato & Euclid


3. Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles juga berasal dari Yunani. Aristoteles lahir di Kota Stagira, Macedonia
pada 384 SM. Ketika menginjak usia 17 tahun, Aristoteles pergi ke Athena untuk belajar
di Akademi Plato. Aristoteles tinggal di Athena selama 20 tahun, hingga Plato wafat.
Minat Aristoteles untuk mempelajari sebuah ilmu filsafat lahir ketika berada di bawah
bimbingan Plato. Sedangkan minatnya untuk mempelajari ilmu alam diperkirakan
berasal dari ayahnya, yang merupakan seorang dokter ternama di kota kelahiran
Aristoteles.
Aristoteles menjadi pelopor dari perkembangan studi tentang logika formal, dan
berbagai bidang filsafat keilmuan lainnya. Berbagai tulisan telah dibuat oleh Aristoteles
dalam menjelaskan pandangan ilmu filsafat terhadap ilmu pengetahuan. Aristoteles
meyakini bahwa setiap aspek kehidupan manusia dapat dijadikan objek pemikiran dan
analisis. Ia menekankan bahwa alam semesta tidak dikendalikan secara kebetulan oleh
sihir, ataupun kehendak dewa semata, melainkan diatur oleh hukum-hukum rasional.
Jika manusia melakukan penyelidikan secara sistematik mengenai berbagai
aspek kehidupan yang mereka jalani, maka manusia akan mendapatkan keuntungan
dalam memaknai hidup mereka. Pengamatan yang dilakukan secara empiris, melalui
pengalaman individu, ditambah pemikiran logis, akan menghasilkan kesimpulan yang
lebih rasional tanpa unsur mistis di dalamnya. Pemikiran Aristoteles inilah yang
mempengaruhi dasar- dasar pertumbuhan peradaban di dunia Barat.Karya-karya ilmiah
yang dibuat oleh Aristoteles dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebelum
munculnya penelitian-penelitian oleh ilmuwan modern. Aristoteles menulis tentang
astronomi, ilmu hewan, embriologi, ilmu bumi, ilmu batuan, fisika, anatomi, fisiologi,
dan beberapa bidang pengetahuan yang dikenal oleh bangsa Yunani Kuno. Beberapa
karyanya berasal dari pemahaman yang diperoleh ilmuwan lain, temuan para asisten
yang membantu penelitiannya, dan pengamatan yang langsung dilakukan oleh
Aristoteles.
Walaupun merupakan murid dari Plato, Aristoteles sangat menentang konsep cahaya
yang timbul sebagai akibat adanya kumis-kumis peraba, karena pada kenyataannya kita
tidak dapat melihat benda-benda yang berada di dalam ruangan gelap. Menurut
Aristoteles, pengelihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari objek yang sedang
dilihat. Tetapi sayangnya, Aristoteles sendiri tidak dapat menjelaskan, mengapa mata
dapat melihat benda. Akhirnya, teori kumis-kumis peraba ini dapat bertahan sampai abad
pertengahan.

Gambar 4. Konsep cahaya Aristoteles


C. Perkembangan Teori Cahaya Pada Jaman Sesudah Masehi (M)
1. Al-Kindi (801 M – 873 M)

Al-Kindi merupakan ilmuwan muslim


pertama yang mencurahkan pikirannya untuk
mengkaji ilmu optik. Secara lugas, Al-Kindi
menolak konsep pengelihatan yang
dikemukakan oleh Aristoteles. Menurut Al-
Kindi, pengelihatan justru ditimbulkan
karena ada daya pencahayaan yang berjalan
dari mata ke objek dalam bentuk kerucut
radiasi yang padat. Pemikiran ini
menegaskan posisi Al-Kindi yang cenderung
mendukung konsep kumis peraba (berasal
Gambar 5 dari mata) seperti yang diungkapkan oleh
Al-Kindi (801 M-873 M) Empedocles dan Plato.

2. Al Haytham (965 M – 1040 M)


Al Haytham merupakan ilmuwan yang
gemar melakukan penyelidikan.
Penyelidikannya mengenai cahaya telah
memberikan ilham kepada ahli sains barat
seperti Roger Bacon, dan Kepler menciptakan
mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang
pertama yang menulis dan menemukan
berbagai data penting mengenai cahaya. Ia
hidup pada masa dinasti abbasiyah, dinasti
yang sempat mengalami kejayaan dalam
berbagai bidang termasuk dalam bidang
pendidikan. Salah satu fenomena yang
mendukung teori-teori Ibnu Al Haytham
adalah dinasti Abbasiyah ini, Pada masa
pemerintahan Bani Abbas, pendidikan dan Gambar 6
pengajaran mengalami kemajuan yang sangat Al Haytham (965 M – 1040 M)
gemilang.
Al-Haytham adalah ilmuwan muslim yang paling populer di bidang optik.
Sang ilmuwan muslim ini meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus di
setiap titik dari permukaan yang bercahaya. Ia juga menyatakan bahwa mata dapat
melihat suatu benda karena benda tersebut mengeluarkan cahaya yang kemudian
ditangkap mata. Dengan demikian secara tegas ia menolak konsep kumis peraba
seperti yang diungkapkan oleh Empedocles, Plato serta di dukung oleh Al-Kindi
tersebut. Ia menyempurnakan konsep yang ditawarkan oleh Aristoteles serta
menjawab pertanyaan mengenai mengapa kita bisa melihat, sebuah pertanyaan
yang tidak bisa dijelaskan oleh Aristoteles hingga akhir hayatnya.
Menurut Prof. Dr. Abdus Salam, peraih Nobel Fisika tahun 1979, Al
Haytham (Alhazen, 965-1039 M) adalah salah satu fisikawan terbaik sepanjang
masa. Dia melakukan kontribusi eksperimental dari tingkat tertinggi di optik. Dia
mengungkapkan bahwa seberkas cahaya, dalam melewati media, mengambil jalan
yang lebih mudah dan 'lebih cepat'. Dia juga sempat menyinggung konsep inersia,
yang akhirnya menjadi hukum pertama Newton tentang gerak.”
Al-Haytham melakukan beberapa penyelidikan dan percobaan ilmiah dalam
bidang optik. Penemuannya yang terkenal ialah “hukum pembiasan”, yaitu hukum
fisika yang menyatakan bahawa sudut pembiasan dalam pancaran cahaya sama
dengan sudut masuknya. Selain itu, Al-Haytham juga mencetuskan teori tentang
berbagai macam fenomena fisik seperti banyangan, gerhana dan juga pelangi.
Menurutnya, warna-warna pelangi terbentuk karena cahaya matahari dipantulkan
awan sebelum mencapai mata.

3. Kamal Al-Din Al-Farisi (1267 – 1319 M)


Salah satu bagian yang paling
penting dalam karya Al-Farisi
adalah komentarnya tentang teori
pelangi yang menyangkal pendapat
Al-Haytham. Menurutnya, teori
yang dicetuskan Ibnu Haytham
dinilai mengandung kelemahan
karena tidak melalui sebuah
penelitian yang objektif.
Al-Farisi kemudian mengusulkan
sebuah teori baru tentang pelangi.
Menurut dia, pelangi terjadi karena
sinar atau cahaya matahari
dibiaskan dua kali dengan titik air
hujan yang turun. Satu atau lebih
pemantulan cahaya terjadi di antara
Gambar 7 dua pembiasan. Al-Farisi
Kamal Al-Din Al-Farisi (1267 – 1319 M) membuktikan teori pelanginya
melalui eksperimen menggunakan
sebuah lapisan transparan yang diisi dengan air dan sebuah kamera obscura.

4. Al-Hasan (965-1038 M)
Al-Hasan adalah seorang ilmuwan Mesir yang mengemukakan pendapat bahwa mata
dapat melihat benda-benda di sekeliling karena adanya cahaya yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh benda-benda yang bersangkutan masuk ke dalam mata. Secara
spesifik, pendapat Al-Hasan ini sesuai dengan pendapat Aristoteles dan Al- Haytham
serta menolak teori kumis peraba. Teori ini akhirnya dapat diterima oleh orang
banyak sampai abad ke-20 ini.

5. Sir Isaac Newton (1642 – 1727 M)


Sir Isaac Newton (1642 – 1727) adalah
seorang fisikawan, matematikawan, ahli
astronomi, filsuf alam, alkimiawan, dan teolog
berkebangsaan Inggris. Newton merupakan
pengikut aliran heliosentris (yang dicetuskan
Copernicus) dan ilmuwan yang sangat
berpengaruh sepanjang sejarah, bahkan dikatakan
sebagai bapak ilmu fisika klasik. Karya yang
melambungkan namanya yaitu mengenai konsep
mekanika dan hukum gravitasi yang dituangkan
dalam bukunya dengan judul Philosophiæ
Naturalis Principia Mathematica terbitan tahun Gambar 8
1687. Namun, jauh sebelum buku ini terbit, Sir Isaac Newton (1642 – 1727 M)
Newton pernah mengemukanan gagasan yang
dimiliki mengenai bidang optika. Newton berhasil membangun teleskop pemantul
yang pertama dan mengembangkan teori warna berdasarkan pengamatan bahwa
sebuah kaca prisma akan membagi cahaya putih menjadi warna-warna lainnya yang
dikenal sebagai prisma Newton.

Gambar 9. Prisma Newton


Melalui eksperimen ini, Newton menunjukkan bahwa cahaya berwarna tidak
mengubah sifat-sifatnya dengan memisahkan berkas berwarna dan menyorotkannya
ke berbagai objek. Newton mencatat bahwa tidak peduli apakah berkas cahaya
tersebut dipantulkan, dihamburkan atau ditransmisikan, warna berkas cahaya tidak
berubah. Dengan demikian dia mengamati bahwa warna adalah interaksi objek
dengan cahaya yang sudah berwarna, dan objek tidak menciptakan warna itu sendiri.
Ini dikenal sebagai teori warna Newton. Pada tahun 1704, melalui bukunya yang
berjudul Optics ia berpendapat bahwa:
1. Cahaya adalah pancaran partikel-partikel (corpuscles) yang sangat kecil dan
ringan berupa garis lurus ke segala arah dengan kecepatan yang sangat besar.
Bila partikel- partikel ini mengenai mata, maka kita mendapat kesan melihat
sumber cahaya itu.
2. Kecepatan cahaya dalam medium rapat lebih besar daripada kecepatan cahaya
dalam medium renggang.

Namun gagasan yang dikemukanan oleh Newton ini dikemudian hari belum berhasil
menjawab fenomena yang terjadi pada cahaya diantaranya sebagai berikut:
1. Teori Newton mengenai kecepatan cahaya tidak sesuai dengan hasil percobaan
Foucault di mana kecepatan cahaya dalam medium rapat ternyata lebih kecil
dari pada kecepatan cahaya dalam medium renggang.
2. Teori Newton tidak dapat menerangkan terjadinya gejala difraksi (pelenturan)
dan interferensi (perpaduan) pada celah sempit. Gejala ini kemudian dibuktikan
kebenarannya oleh Thomas Young (1773 – 1829 M).
6. Teori Gelombang Christian Huygens
Christian Huygens (1629 – 1695) adalah seorang Ilmuwan berkebangsaan
Belanda. Hyugens adalah salah satu penentang teori cahaya yang dikemukanan oleh
Newton. Dias ama sekali menolak tegas konsep cahaya yang dipandang sebagai
partikel (corpuscles). Menurut Huygens, cahaya pada dasarnya sama dengan bunyi,
yaitu berupa gelombang. Perbedaan cahaya dengan bunyi hanya terletak pada panjang
gelombang dan frekuensinya. Karena cahaya sebagai gelombang, maka harus ada
medium (zat perantara) agar dapat merambat dalam ruang hampa.

Gambar 10. Prinsip cahaya sebagai gelombang oleh Huygens


Prinsip Huygens menerangkan bahwa setiap muka gelombang dapat dianggap
memproduksi wavelet atau gelombang-gelombang baru dengan panjang gelombang
yang sama dengan panjang gelombang sebelumnya. Wavelet bisa diumpamakan
gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam air.
Medium gelombang cahaya dalam ruang hampa disebut zat eter yaitu zat
ringan yang elastis, diam dan mengisi seluruh ruang alam semesta. Teori Huygens ini
dapat dengan mudah menjelaskan gejala-gejala pemantulan (refleksi), pembiasan
(refraksi), pelenturan (difraksi) dan perpaduan (interferensi) cahaya. Dan berhasil
dikonfirmasi kebenarannya melalui percobaan oleh Thomas Young (1773 – 1829 M).
Namun, teori cahaya sebagai gelombang yang dikemukakan oleh Huygens ini
masih belum final. Terdapat beberapa kelemahan teori ini yang diuraikan sebagai
berikut:
1. Teori Huygens tidak dapat menerangkan tentang sifat cahaya yang merambat
lurus, hal yang dengan mudah dapat diterangkan jika menggunakan teori cahaya
sebagai partikel seperti yang telah dikemukanan oleh Newton.
2. Bukti-bukti eksperimen tentang adanya zat eter tidak pernah terbukti. Hal ini
telah dibuktikan oleh Albert Abraham Michelson (1852 – 1931) dan Edward
William Morley (1838 – 1923) melalui percobaan interferensi Michelson-Morley.

7. Percobaan Jean Beon Faucault


Teori emisi Newton ternyata memiliki kelemahan setelah Jean Focault (1819 –
1868 M) melakukan percobaan tentang pengukuran kecepatan cahaya dalam
berbagai medium pada tahun 1850. Focault adalah seorang fisikawan berkebangsaan
Perancis.

Gambar 11. Jean Focault

Dalam percobannya, Jean Focault mendapatkan kesimpulan bahwa kecepatan


cahaya dalam air lebih kecil dari pada kecepatan cahaya dalam udara. Dengan
demikian, teori Newton yang menyatakan bahwa kecepatan cahaya dalam medium
rapat lebih besar daripada kecepatan cahaya dalam medium renggang tidak benar
(tidak terbukti secara eksperimen).

8. Percobaan Celah Ganda Thomas Young


Thomas Young merupakan fisikawan dan dokter berkebangsaan Inggris.
Selain itu Young memiliki ketertarikan dibidang tulisan Mesir kuno dan menguasai
beberapa bahasa. Dari gambaran ini, bisa dikatakan bahwa Young adalah orang
yang lahir dan besar dikalangan orang yang berpendidikan.
Pada tahun 1793 ia berhasil menjelaskan proses akomodasi pada mata
manusia. Young mengatakan bahwa lensa mata berubah bentuknya, sesuai jarak
benda yang dilihatnya. Tahun 1801 ia menemukan penyebab astimagtisma yaitu
keadaan mata yang menyebabkan benda yang dilihat nampak kabur. Hal ini
disebabkan oleh lengkung mata yang tidak normal. Pada tahun 1801 ini pula lah, ia
mempresentasikan makalah terkenal kepada Royal Society berjudul "On Theory of
Light and Colours" yang menggambarkan berbagai fenomena interferensi, dan pada
1803 ia menggambarkan eksperimen double- slitnya yang terkenal. Sebenarnya,
tidak ada celah ganda dalam eksperimen asli seperti yang dijelaskan oleh Young.
Sebaliknya, sinar matahari memantul dari cermin setir yang melewati lubang kecil
di kertas, dan sinar cahaya yang dihasilkan kemudian terbelah menjadi dua di
samping kartu kertas.
Dalam percobaannya, Young menjelaskan bahwa difraksi merupakan gejala
penyebaran arah yang dialami oleh seberkas gelombang cahaya ketika melalui
suatu celah sempit dibandingkan dengan ukuran panjang gelombangnya. Jika pada
difraksi tersebut berkas gelombangnya melewati dua celah sempit maka ketika dua
gelombang atau lebih tersebut bertemu atau berpadu dalam ruang maka medan-
medan tersebut akan saling menambahkan dengan mengikuti prinsip superposisi.
Dengan menggunkan sumber gelombang yang sama (sumber cahayanya sama) dan
dengan panjang gelombangnya diketahui juga, maka dapat ditentukan jarak yang
sangat pendek serta sifat medium optiknya akan mudah teramati.

Gambar 12. Eksperimen celah ganda Young

Teori lain yang dikemukakan Young adalah bahwa manusia dapat melihat
warna karena di dalam retina mata manusia terdapat tiga reseptor warna yang
masing-masing peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Ia mengatakan bahwa
warna-warna merah dan biru adalah warna primer cahaya. Ketika mata menangkap
warna, maka informasi yang ditangkap mata tersebut dikirimkan ke otak, otak
kemudian mengolahnya, sehingga manusia dapat menerima informasi tersebut
sebagai sensasi warna. Teori tersebut kemudian diolah lagi oleh Hemholtz, yang
kemudian dipadukan dengan teori Young dan menjadi teori Young-Helmoltz.
Dalam teori ini ia menambahkan bahwa dari perpaduan warna-warna primer
tersebut muncul warna-warna komplementer sebagaimana yang pernah dibuktikan
oleh Sir Isaac Newton.
Dari sini dapat diketahui bahwa pada zaman tersebut, etika eksplorasi ilmu
pengetahuan sudah sangat maju. Penolakan pendapat maupun pandangan bukan
berdasarkan faktor like dan dislike, namun lebih kepada pembuktian akan konsep
yang ditawarkan terhadap fenomena yang terjadi. Young mendukung teori
gelombang Huygens dan menolak teori partikel Newton berdasarkan eksperimen
yang dilakukannya, sementara disisi lain ia menjawab perpaduan warna
komplementer yang pernah dilakukan oleh Newton.

9. Teori Gelombang Elektromagnetik James Clarke Maxwell


James Clerk Maxwell (1831 – 1879) adalah seorang ilmuwan asal United
Kingdom (Skotlandia) yang pertama kali menulis hukum magnetisme dan
kelistrikan dalam rumus matematis. Pada tahun 1864, ia membuktikan bahwa
gelombang elektromagnetik ialah gabungan dari osilasi medan listrik dan magnetik.
Maxwell mendapati bahwa cahaya ialah salah satu bentuk radiasi elektromagnetik.
Ia juga membuka pemahaman tentang gerak gas, dengan menunjukkan bahwa laju
molekul-molekul di dalam gas bergantung kepada suhunya masing-masing.

Maxwell semakin terkenal melalui


formulasi empat pernyataan yang
menjelaskan hukum dasar listrik dan
magnet. Kedua bidang ini sudah
diselidiki lama sebelum Maxwell, namun
walau pelbagai hukum listrik dan
kemagnetan sudah diketemukan dan
mengandung kebenaran dalam beberapa
segi, tak ada satu pun dari hukum-hukum
itu yang merupakan satu teori terpadu.
Kemudian Maxwell mencoba
memberikan gagasannya mengenai
Gambar 13 empat persamaan yang dirumuskan
James Clarke Maxwell secara ringkas (tetapi punya bobot
tinggi), Maxwell berhasil menjabarkan
secara tepat perilaku dan hubungan antara medan listrik dan magnet.

Gambar 14. Perambatan gelombang elektromagnetik

Dari perumusan Maxwell ini, kemudian diketahui bahwa cepat rambat gelombang
elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya yaitu 3 × 108 m/s. Kesimpulan
Maxwel ini diperkuat oleh percobaan-percobaan para ilmuwan berikut ini:
1. Heinrich Rudolph Hertz (1857 – 1894), ilmuwan Jerman yang membuktikan
bahwa gelombang elektromagnetik itu sebagai gelombang transversal. Hal ini
sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala polarisasi
(ex. difraksi dan interferensi).
2. Pieter Zeeman (1852 – 1943), ilmuwan Belanda, Percobaan yang dilakukannya
pada tahun 1896 menunjukkan bahwa adanya pengaruh medan magnet yang
kuat terhadap berkas cahaya.
3. Johanes Stark (1874 – 1957), ilmuwan Jerman pada percobaan yang dilakukan
pada tahun 1913 yang memberikan hasil bahwa medan listrik yang sangat kuat
berpengaruh terhadap berkas cahaya.

Beberapa tahun kemudian setelah pembuktian yang dilakukan oleh Hertz, Guglielmo
Marconi memperagakan bahwa gelombang yang tak terlihat mata itu dapat digunakan
untuk komunikasi tanpa kawat sehingga yang dinamakan radio. Hampir semua
teknologi yang berkembang kini misalnya gadget, Internet, WiFi, televisi, sinar X,
sinar gamma, sinar infra, sinar ultraviolet adalah contoh-contoh dari radiasi
elektromagnetik buah pemikiran dari James Clarke Maxwell.

Gambar 15. Spektrum elektromagnetik cahaya

10. Teori Kuantum Max Karl Ernst Ludwig Planck


Teori kuantum pertama kali dicetuskan pada tahun 1900 oleh seorang
ilmuwan berkebangsaan Jerman bernama Max Karl Ernst Ludwig Planck (1858 –
1947). Ia lahir di Kiel, dan memulai karier fisikanya di Universitas München pada
tahun 1874, lulus pada tahun 1879 di Berlin. Dia kembali ke München pada tahun
1880 untuk mengajar di universitas itu, dan pindah ke Kiel pada 1885. Di sana ia
menikahi Marie Mack pada tahun 1886. Pada tahun 1889, dia pindah ke Berlin.
Pada 1899, dia menemukan sebuah konstanta
dasar, yang dinamakan konstanta Planck, dan,
sebagai contoh, digunakan untuk menghitung
energi foton. Juga pada tahun itu, dia
menjelaskan unit Planck yang merupakan unit
pengukuran berdasarkan konstanta fisika dasar.
Satu tahun kemudian, dia menemukan hukum
radiasi panas, yang dinamakan Hukum radiasi
badan hitam Planck. Hukum ini menjadi dasar
teori kuantum, yang muncul sepuluh tahun
kemudian dalam kerja samanya dengan Albert
Einstein dan Niels Bohr.
Gambar 16. Max Planck Dalam percobaannya, Planck mengamati sifat-
sifat termodinamika radiasi benda- benda hitam
sehingga ia berkesimpulan bahwa energi cahaya
terkumpul dalam paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton. Kemudian pada
tahun 1901, Planck mempublikasikan teori kuantum cahaya yang menyatakan bahwa
cahaya terdiri dari paket- paket energi yang disebut kuanta atau foton. Akan tetapi
dalam teori ini, paket-paket energi atau partikel penyusun cahaya yang dimaksud
berbeda dengan partikel yang dikemukakan oleh Newton. Karena foton tidak
bermassa sedangkan partikel pada teori Newton memiliki massa. Atas sumbangan
pemikirannya mengenai konsep kuantum inilah, Max Planck diberi penghargaan
Nobel bidang fisika pada tahun 1918.

11. Percobaan Efek Fotolistrik Albert Einstein


Albert Einstein (1879 – 1955)
merupakan seorang fisikawan Jerman yang
mengembangkan teori relativitas, satu dari
dua pilar utama fisika modern (bersama
mekanika kuantum). Karya-karya Einstein
juga dikenal karena sangat berpengaruh
terhadap perkembangan filsafat ilmu
pengetahuan. Bahkan salah satu persamaan
kesetaraan massa dan energi yang
dikemukakan Einstein dinobatkan menjadi
persamaan paling populer di dunia.
Gagasan yang telah diuraikan oleh
Planck sebelumnya, kemudian didukung
dengan adanya percobaan Einstein pada
Gambar 17. Albert Einstein tahun 1905 yang berhasil menerangkan
gejala efek fotolistrik pada cahaya dengan
menggunakan teori Planck. Fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron dari
suatu logam yang disinari cahaya dengan panjang gelombang tertentu.
Akibatnya, percobaan Einstein justru bertentangan dengan pernyataan Huygens
dengan teori gelombangnya. Pada efek fotolistrik, besarnya kecepatan elektron yang
terlepas dari logam ternyata tidak bergantung pada besarnya intensitas cahaya yang
digunakan untuk menyinari logam tersebut. Sedangkan menurut teori gelombang
seharusnya energi kinetik (energi yang terjadi karena adanya kecepatan) elektron
bergantung pada intensitas cahaya. Gagasan tentang efek fotolistrik ini pulalah yang
menghantarkan Einstein menjadi pemenang Nobel Fisika tahun 1921.

Gambar 18. Efek Fotolistrik

12. Hipotesis Louis de Brouglie

Louis de Broglie,
seorang ahli fisika Perancis,
mengemukakan gagasannya
tentang gelombang materi
pada tahun 1924. Gagasan ini
merupakan penerapan yang
lebih luas dari gagasan
partikel cahaya yang
dikemukakan oleh
Max Planck dan
Gambar 19. Louis de Brouglie Albert Einstein.

Argumen de Broglie
menghasilkan persamaan untuk
menghitung panjang gelombang satu
partikel, yaitu sebagai berikut:
h
λ=
(mv)

Keterangan :

λ= panjang gelombang ( m )
h=konstanta Planck ( 6,626 ×10−34 Joule. s )
m=massa partikel ( kg )
v=kecepatan partikel(m/s)

Louis de Broglie membuat suatu hipotesis bahwa apabila cahaya memiliki


sifat partikel, maka partikel juga memiliki sifat gelombang. Dengan demikian,
cahaya mempunyai sifat dualisme yaitu sebagai partikel dan gelombang. Menurut de
Broglie, gerakan partikel mempunyai ciri-ciri gelombang. Hipotesis de Broglie
kemudian terbukti kebenarannya, ketika ditemukan bahwa elektron menunjukan
sifat difraksi seperti halnya sinar X. Sifat gelombang dari elektron digunakan dalam
mikroskop elektron. Hipotesis Louis de Broglie sebenarnya berlaku untuk setiap
benda yang bergerak.
Namun demikian, jika diterapkan untuk benda-benda biasa, seperti bola golf
atau peluru, yaitu benda yang mempunyai massa relatif besar, maka persamaan de
Broglie akan menghasilkan panjang gelombang yang sangat kecil, tidak teramati.

Anda mungkin juga menyukai