A. Pendahuluan
Perkembangan teori tentang cahaya didasari oleh pertanyaan fundamental yang
diperdebatkan hingga kini, yaitu manakah yang terlebih dahulu muncul? Cahaya yang
lebih dahulu muncul dan menyinari kegelapan? Ataukah kegelapan hanyalah kondisi dari
ketiaadaan cahaya? Apabila ditelaah secara mendalam, pertanyaan ini tentu sudah mulai
ditanyakan sejak awal perkembangan ilmu pengetahuan (Filsafat). Para filsuf Yunani
kuno (SM) mulai mendefinisikan cahaya dengan berbagai metode penalaran masing-
masing. Konstruksi teori cahaya dibangun atas dasar perdebatan dari masing-masing
filsuf ini. Ada yang saling mendukung, ada juga yang membantah teori yang sudah
diajukan dengan mengajukan teori baru. Perkembangan teori cahaya ini kemudian
berlanjut ke masa sesudah masehi (M). Filsuf dan fisikawan pada masa itu mulai
berlomba-lomba mengajukan teori yang digagas mengenai cahaya untuk saling didukung
maupun dibantah. Teori fundamental mengenai cahaya ini terus berkembang sedemikian
sehingga kini kita mengenal konsep mengenai dualisme sifat pada cahaya yang bisa
berlaku sebagai gelombang dan bisa bersifat sebagai partikel seperti yang telah
dijabarkan diatas. Sehingga pada tulisan ini, penulis berusaha merefleksikan satu persatu
gagasan yang ditawarkan mengenai cahaya sejak jaman sebelum masehi (SM), sesudah
masehi (M) dan kemungkinan perkembangan kedepannya berdasarkan temuan-temuan
ilmiah yang diperoleh hingga saat ini.
4. Al-Hasan (965-1038 M)
Al-Hasan adalah seorang ilmuwan Mesir yang mengemukakan pendapat bahwa mata
dapat melihat benda-benda di sekeliling karena adanya cahaya yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh benda-benda yang bersangkutan masuk ke dalam mata. Secara
spesifik, pendapat Al-Hasan ini sesuai dengan pendapat Aristoteles dan Al- Haytham
serta menolak teori kumis peraba. Teori ini akhirnya dapat diterima oleh orang
banyak sampai abad ke-20 ini.
Namun gagasan yang dikemukanan oleh Newton ini dikemudian hari belum berhasil
menjawab fenomena yang terjadi pada cahaya diantaranya sebagai berikut:
1. Teori Newton mengenai kecepatan cahaya tidak sesuai dengan hasil percobaan
Foucault di mana kecepatan cahaya dalam medium rapat ternyata lebih kecil
dari pada kecepatan cahaya dalam medium renggang.
2. Teori Newton tidak dapat menerangkan terjadinya gejala difraksi (pelenturan)
dan interferensi (perpaduan) pada celah sempit. Gejala ini kemudian dibuktikan
kebenarannya oleh Thomas Young (1773 – 1829 M).
6. Teori Gelombang Christian Huygens
Christian Huygens (1629 – 1695) adalah seorang Ilmuwan berkebangsaan
Belanda. Hyugens adalah salah satu penentang teori cahaya yang dikemukanan oleh
Newton. Dias ama sekali menolak tegas konsep cahaya yang dipandang sebagai
partikel (corpuscles). Menurut Huygens, cahaya pada dasarnya sama dengan bunyi,
yaitu berupa gelombang. Perbedaan cahaya dengan bunyi hanya terletak pada panjang
gelombang dan frekuensinya. Karena cahaya sebagai gelombang, maka harus ada
medium (zat perantara) agar dapat merambat dalam ruang hampa.
Teori lain yang dikemukakan Young adalah bahwa manusia dapat melihat
warna karena di dalam retina mata manusia terdapat tiga reseptor warna yang
masing-masing peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Ia mengatakan bahwa
warna-warna merah dan biru adalah warna primer cahaya. Ketika mata menangkap
warna, maka informasi yang ditangkap mata tersebut dikirimkan ke otak, otak
kemudian mengolahnya, sehingga manusia dapat menerima informasi tersebut
sebagai sensasi warna. Teori tersebut kemudian diolah lagi oleh Hemholtz, yang
kemudian dipadukan dengan teori Young dan menjadi teori Young-Helmoltz.
Dalam teori ini ia menambahkan bahwa dari perpaduan warna-warna primer
tersebut muncul warna-warna komplementer sebagaimana yang pernah dibuktikan
oleh Sir Isaac Newton.
Dari sini dapat diketahui bahwa pada zaman tersebut, etika eksplorasi ilmu
pengetahuan sudah sangat maju. Penolakan pendapat maupun pandangan bukan
berdasarkan faktor like dan dislike, namun lebih kepada pembuktian akan konsep
yang ditawarkan terhadap fenomena yang terjadi. Young mendukung teori
gelombang Huygens dan menolak teori partikel Newton berdasarkan eksperimen
yang dilakukannya, sementara disisi lain ia menjawab perpaduan warna
komplementer yang pernah dilakukan oleh Newton.
Dari perumusan Maxwell ini, kemudian diketahui bahwa cepat rambat gelombang
elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya yaitu 3 × 108 m/s. Kesimpulan
Maxwel ini diperkuat oleh percobaan-percobaan para ilmuwan berikut ini:
1. Heinrich Rudolph Hertz (1857 – 1894), ilmuwan Jerman yang membuktikan
bahwa gelombang elektromagnetik itu sebagai gelombang transversal. Hal ini
sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala polarisasi
(ex. difraksi dan interferensi).
2. Pieter Zeeman (1852 – 1943), ilmuwan Belanda, Percobaan yang dilakukannya
pada tahun 1896 menunjukkan bahwa adanya pengaruh medan magnet yang
kuat terhadap berkas cahaya.
3. Johanes Stark (1874 – 1957), ilmuwan Jerman pada percobaan yang dilakukan
pada tahun 1913 yang memberikan hasil bahwa medan listrik yang sangat kuat
berpengaruh terhadap berkas cahaya.
Beberapa tahun kemudian setelah pembuktian yang dilakukan oleh Hertz, Guglielmo
Marconi memperagakan bahwa gelombang yang tak terlihat mata itu dapat digunakan
untuk komunikasi tanpa kawat sehingga yang dinamakan radio. Hampir semua
teknologi yang berkembang kini misalnya gadget, Internet, WiFi, televisi, sinar X,
sinar gamma, sinar infra, sinar ultraviolet adalah contoh-contoh dari radiasi
elektromagnetik buah pemikiran dari James Clarke Maxwell.
Louis de Broglie,
seorang ahli fisika Perancis,
mengemukakan gagasannya
tentang gelombang materi
pada tahun 1924. Gagasan ini
merupakan penerapan yang
lebih luas dari gagasan
partikel cahaya yang
dikemukakan oleh
Max Planck dan
Gambar 19. Louis de Brouglie Albert Einstein.
Argumen de Broglie
menghasilkan persamaan untuk
menghitung panjang gelombang satu
partikel, yaitu sebagai berikut:
h
λ=
(mv)
Keterangan :
λ= panjang gelombang ( m )
h=konstanta Planck ( 6,626 ×10−34 Joule. s )
m=massa partikel ( kg )
v=kecepatan partikel(m/s)