1
perkembangan usaha di sub sektor peternakan dan perikanan agar kebutuhan
konsumsi protein hewani dapat terpenuhi.
Mahasiswa PPDH UB sebagai calon dokter hewan yang merupakan bagian
dari kesmavet dituntut untuk mengetahui berbagai aspek dan penerapannya dari
bidang kesmavet, oleh karena itu untuk lebih mengenalkan mahasiswa dengan
dunia kerja khususnya kedinasan, maka penting dilakukan PPDH kedinasan di
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam laporan ini
yaitu:
1. Bagaimana kegiatan administrasi di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Kediri?
2. Bagaimana pengawasan keamanan dan mutu Pangan Asal Hewan (PAH)
dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat di Bidang
Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri?
3. Bagaimana peran Dokter Hewan di Bidang Kesehatan Hewan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam laporan ini yaitu:
1. Memahami kegiatan administrasi kedinasan di Bidang Kesehatan Hewan
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri.
2. Mengetahui pengawasan keamanan dan mutu Pangan Asal Hewan (PAH)
dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat di Bidang
Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri.
3. Mengetahui peran Dokter Hewan di Bidang Kesehatan Hewan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri
2
BAB 2 ANALISIS SITUASI
3
2.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri
4
BAB 3 METODE KEGIATAN
5
3.4 Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan yang dilaksanakan selama kegiatan koasistensi di Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Kediri tertera pada Tabel 3.1.
7
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Tenaga Medik di Bidang Kesehatan Hewan di Wilayah
Kabupaten Kediri
Struktur tenaga medik di Bidang Kesehatan Hewan di Wilayah Kabupaten
Kediri dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Jumlah Dokter Hewan, Keurmaster, Inseminator, dan Mantri Hewan di
Bidang Kesehatan Hewan di Wilayah Kabupaten Kediri
4.2 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Dokter Hewan di Bidang Kesehatan
Hewan
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri membagi tiga seksi dalam
merumuskan tugas pokok dan fungsi Dokter Hewan di Bidang Kesehatan Hewan
1. Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan (P2H)
Dokter hewan bertugas melaksanakan pengamatan, pemetaan,
pengawasan, inventarisasi dan analisa data serta monitoring dan
survaillance penyakit hewan. Selain itu juga melakukan pengambilan,
pengiriman dan pengujian spesimen pada laboratorium kesehatan hewan.
2. Seksi Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (P3H)
8
Dokter hewan bertugas melaksanakan pelayanan pengobatan kesehatan
hewan, pengawasan lalu lintas hewan, pangan asal hewan, produk hewan
non pangan. Selain itu juga melaksanakan pengawasan, pemakaian,
peredaran obat hewan serta pelayanan penerbitan perijinan dibidang usaha
pelayanan kesehatan hewan.
3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Dokter hewan bertugas melaksanakan urusan yang berhubungan
dengan hewan, pangan asal hewan, produk hewan non pangan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Dalam
hal ini tugasnya adalah melaksanakan pengawasan, pengujian pangan asal
hewan, pengawasan RPH/TPH dalam pemeriksaan ante dan post mortem,
perusahaan susu, pemantauan dan pengawasan hewan qurban,
penanggulangan dan pemberantasan penyakit zoonosis, hygiene sanitasi
usaha peternakan, kesejahteraan hewan dan pelayanan rekomendasi
perijinan di bidang kesmavet.
Secara umum, dokter hewan kedinasan dalam bidang kesehatan hewan
berhubungan dengan segala urusan yang berkaitan dengan pelindungan sumber
daya hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan serta penjaminan keamanan
produk hewan, kesejahteraan hewan, dan peningkatan akses pasar untuk
mendukung kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan asal hewan. Adapun
tugas dokter hewan dalam bidang kesehatan hewan yaitu:
1. Dokter Hewan sebagai Medik Veteriner
Medik Veteriner adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian hama dan penyakit
hewan, pengamanan produk hewan, dan pengembangan kesehatan hewan
(Permentan No. 17 Tahun 20013).
2. Dokter Hewan berperan dalam Food Security
Peran dokter hewan dalam food security yaitu memberi jaminan agar
pangan asal hewan yang dikonsumsi tidak mengandung sumber penyakit
yang dapat membahayakan konsumen.
3. Dokter Hewan berperan dalam Food Safety
9
Peran dokter hewan dalam food safety yaitu memberi jaminan
keamanan pangan dari pencemaran sehingga tidak membahayakan
konsumen.
4. Dokter Hewan sebagai Quality Assurance
Peran dokter hewan sebagai Quality Assurance yaitu pemberi jaminan
kualitas terhadap setiap produk asal hewan. Tugas tersebut meliputi
monitoring, uji-tes dan memeriksa semua proses produksi yang terlibat
dalam produksi suatu produk. Memastikan semua standar kualitas
dipenuhi oleh setiap komponen dari produk atau layanan yang disediakan
oleh perusahaan untuk memberikan jaminan kualitas sesuai standar yang
diberikan oleh perusahaan.
5. Dokter Hewan berperan dalam penerapan konsep animal welfare
Dalam konsep animal welfare disebutkan ada lima kebebasan (five
freedoms) yang harus dimiliki oleh setiap hewan untuk dapat hidup dan
berproduksi dengan baik; bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa
panas dan tidak nyaman, bebas dari luka, sakit dan penyakit, bebas
mengekspresikan perilaku normal dan alaminya, dan bebas dari rasa takut
dan penderitaan. Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut
memiliki etika dan profesionalitas dan tanggungjawab yang diemban oleh
dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa
sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari
tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam
tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.
Adapun fungsi dokter hewan dalam bidang kesehatan hewan yaitu:
1. Bidang Kesehatan Hewan
Fungsi dokter hewan berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan
hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan
penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi,
obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan hewan.
10
2. Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fungsi dokter hewan berkaitan dengan segala urusan yang berhubungan
dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak
langsung memengaruhi kesehatan manusia.
3. Bidang Reproduksi Hewan
Fungsi dokter hewan berkaitan dengan pengelolaan reproduksi dalam
suatu usaha peternakan.
11
4.4 Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Asal Hewan (PAH) Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri
4.4.1 Pemeriksaan Susu
Pemeriksaan sampel susu dilakukan menggunakan dua sampel yaitu sampel
susu Pak Samsudin, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri dan sampel susu dari
UPT BPHMT Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Ngadiluwih, Kabupaten
Kediri. Berikut ini adalah data hasil pemeriksaan sampel susu tersebut tertera pada
Tabel 4.3.
12
Tabel 4.4 Syarat Mutu Susu Segar (SNI 01-3141-2011)
Karakteristik Satuan Syarat
Berat Jenis (minimum) g/mL 1,0270
Lemak (minimum) % 3
Bahan kering tanpa lemak % 7,8
minimum
pH - 6,3 – 6,8
Protein (minimum) % 2,8
Uji alkohol 70% v/v - Negatif
Warna, bau , rasa, - Tidak ada perubahan
kekentalan
Cemaran mikroba :
Total Plate Count Cfu/mL 1 x 106
Staphylococcus aureus Cfu/mL 1 x 102
Enterobacteriaceae Cfu/mL 1 x 103
Sel somatis Cell/mL 4 x 105
Residu antibiotik - Negatif
Pemalsuan - Negatif
13
Dodik
7 PasarPagu Sapi 5,7
8 Adi PasarPagu Ayam 6,04
Pasar
9 Hasim Sapi 6,50
Plemahan
Pasar
10 Sutiah Sapi 5,33
Plemahan
Pasar
11 Tatik Ayam 6,07
Plemahan
Pasar
12 Surianti Ayam 6,38
Plemahan
Pasar
13 Legieam Ayam 5,73
Plemahan
Pasar
14 Anis Ayam 6,50
Plemahan
Gambar 4.1 Pemeriksaan pH daging ayam di Pasar Pagu, Kabupaten Kediri (sumber:
dokumentasi pribadi)
Pengujian selanjutnya dilakukan uji pembusukan daging metode eber, uji
borak dan uji formalin pada sampel daging sapi, kulit sapi, bakso, daging ayam,
dan usus ayam. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6.
14
Negatif
Durante - - - -
(-)
Pemalsuan Negatif
- - - -
Daging Babi (-)
Berdasarkan hasil keseluruhan sampel di pasar dengan pengujian pH, borak,
formalin, Durante, pemalsuan daging babi dan uji pembusukan daging metode
eber, hampir keseluruhan daging ayam, daging sapi, usus dan kulit mendapatkan
hasil yang baik tanpa adanya penambahan borak ataupun formalin. Hanya satu
sampel yang diketahui positif pada uji eber. Hasil uji dapat dilihat pada Lampiran.
Pengujian sampel telur yang ada dipasar dilakukan secara organoleptik yang
meliputi pemeriksaan kerabang, putih telur dan kuning telur (Gambar 4.2). Hasil
dari pengujian dinilai dengan skala kualitas yang meliputi (Tabel 4.7):
Tabel 4.7 Hasil pemeriksaan Telur
NO SAMPEL KUALITAS
1 B. Atik kualitas AA, ekstra besar
2 Siti Astutik kualitas AA, ekstra besar
3 Muhammad kualitas A, ekstra besar
4 M. Shodiq kualitas AA, ekstra besar
5 B. Tatik kualitas A, besar
6 B. Aminah kualitas AA, jumbo
7 B. Hamidah kualitas A, jumbo
8 P. Jamil Kualitas A, ukuran besar
9 B. Aminah Kualitas A, Ukuran ekstra besar
Gambar 4.2 Pemeriksaan kualitas sampel telur ayam (sumber: dokumentasi pribadi)
15
Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Hewan Terpadu Kecamatan Pagu.
Jenis/
Treatment
Dusun Jumlah Status Treatment
Tambahan
Ternak
Sapi / 7 Bunting 1 ekor B-komplek PKB, IB
ekor Penyakit kulit Gusanex
Semen
Kambing / (ektoparasit) 2 Intermectin
4 ekor ekor
Sapi / 21 Sehat B-komplek PKB
ekor Penyakit kulit Wormzol-B
Baron
Kambing / (ektoparasit) 1
2 ekor ekor
Berdasarkan tabel diatas, jumlah total hewan yang mengikuti kegiatan ini
berjumlah 34 ekor dengan rincian 28 ekor sapi dan 6 ekor kambing. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi hewan tersebut
dinyatakan sehat dengan rincian sehat tidak bunting sebanyak 31 ekor, sapi
bunting sebanyak 1 ekor, dan mengalami penyakit kulit sebanyak 3 ekor.
16
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri secara periodik melakukan
pengambilan sampel darah sebagai upaya pengendalian serta pencegahan terhadap
penyakit Brucella dan Anthrax yang dapat merugikan masyarakat baik secara
ekonomi maupun kesehatan. Kegiatan surveillance dilaksanakan pada tanggal 5
Oktober 2016 di Desa Duwet Kecamatan Wates Kabupaten Kediri dengan
populasi sapi kurang lebih 300 ekor. Berikut adalah hasil pemeriksaan brucella
dengan RBT (Gambar 4.4) dan Anthrax dengan pewarnaan Giemsa (Tabel 4.9).
Tabel 4.9 Data Pengujian Sampel Darah untuk Brucella dan Anthrax di Desa
Duwet Kec. Wates
Hasil Ulas
Hasil Uji
No Nama Peternak Jumlah Darah
RBT
Anthrax
1 Pak bilal 3 ekor Negatif Negatif
2 Pak Sunari 3 ekor Negatif Negatif
3 Pak Pujiono 1 ekor Negatif Negatif
4 Pak Sulaiman 1 ekor Negatif Negatif
5 Pak Sawi 2 ekor Negatif Negatif
6 Pak Untung 2 ekor Negatif Negatif
7 Pak Musidi 2 ekor Negatif Negatif
8 Pak Karno 4 ekor Negatif Negatif
9 Pak Mulyadi 3 ekor Negatif Negatif
Gambar 4.4. Uji Rose Bengal Test (RBT) pada sampel darah sapi (sumber: dokumentasi
pribadi).
17
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikasi sebagai bukti tertulis yang
sah telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai kelayakan dasar
jaminan keamanan pangan asal hewan, pada unit usaha pangan asal hewan.
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) wajib dimiliki oleh pelaku usaha pangan asal
hewan (PAH) yang memiliki bidang usaha, seperti RPH (Ruminansia, Unggas,
Babi), Usaha Budidaya Unggas Petelur, Usaha Pemasukan/Pengeluaran
(Ekspor/Impor) Produk Hewan, Usaha Distribusi dan Ritel (Pelaku usaha
pengelola Cold Storage dan Meat shop, pelaku usaha pengelola milk cooling
center dan gudang pendingin susu, serta pelaku usaha yang mengemas dan
melabel telur).
Persyaratan dalam memperoleh NKV ada 2 macam, yakni:
1. Persyaratan Adiministrasi, meliputi: Surat Permohonan sertifikasi NKV;
KTP/Akte Pendirian; Surat Keterangan Domisili; SIUP, NPWP, dan TDP;
Surat Izin HO; serta rekomendasi dari Dinas Peternakan Kabupaten atau
Kota yang bersangkutan.
2. Persyaratan Teknis, meliputi: Dokumen yang dipersyaratkan bagi unit
usaha RPH, RPU, RPB, Unit Pengolahan Pangan Asal Hewan; Bangunan,
sarana dan prasarana; Tenaga kerja teknis dan penanggung jawab teknis;
Menerapkan proses penanganan dan pengelolaan yang higienis (Good
Hygienic Practices); dan Menerapkan cara budidaya yang baik (Good
Farming Practices).
Masa berlaku NKV adalah selama unit usaha melakukan kegiatan proses
produksi, penanganan dan atau pengolahan sepanjang masih memenuhi
persyaratan.
4.6 Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)
Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) merupakan bukti tertulis bahwa
hewan yang diperiksa secara makroskopis dan mikroskopis dinyatakan sehat.
Dokumen tersebut ditanda tangani oleh dokter hewan yang ditunjuk. SKKH
dalam hal ini merupakan dokumen yang wajib disertakan dalam perngiriman
hewan, baik antar kabupaten maupun antar provinsi.
Dalam hal pengiriman ternak harus dilengkapi berkas-berkas sebagai berikut :
1. SKKH yang telah ditandatangani oleh dokter hewan yang ditunjuk,
18
2. Surat Rekomendasi asal ternak,
3. Sertifikat Veteriner dari Dinas Peternakan Provinsi,
4. Surat Keterangan hasil uji laboratorium,
5. Surat Keterangan hasil uji RBT (khusus betina untuk kambing, jantan dan
betina untuk sapi).
4.7 Studi Epidemiologi Kasus Helminthiasis di Kabupaten Kediri
Helminthiasis merupakan penyakit parasit yang tersebar secara luas di seluruh
dunia. Helminthiasis juga termasuk dalam Penyakit Hewan Menular Strategis
(PHMS) menurut Keputusan Menteri Pertanian No.4026/Kpts/OT.140/3/2013.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa pada tahun 2016 ternak sapi di Kecamatan
Kayenkidul, Kabupaten Kediri yang menderita helminthiasis sangat rendah yaitu
sebesar 0,02%. Kejadian helminthiasis yang sering terjadi pada sapi antara lain:
Fasiolosis, Haemonchosis, karena Toxocara vitulorum dan Paramphistomiasis.
Paramphistomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Paramphistomum sp. Parasit cacing Paramphistomum sp dari kelas trematoda
yang menyerang rumen dan retikulum ternak ruminansia. Hal ini menyebabkan
kerja rumen menjadi terganggu sehingga pakan tidak dapat dicerna dengan
sempurna (Hamdan, 2014). Selain itu mengakibatkan ternak tersebut menjadi
lemah, mudah capek, anoreksia, badan makin kurus dan mengalami diare. Cacing
tersebut merupakan golongan cacing trematoda yang paling banyak menginfeksi
dibandingkan dengan cacing trematoda lainnya (Wirawan, 2011). Salah satu jenis
yang sering terdapat pada sapi adalah Paramphistomum cervi (Subronto, 2007).
Hewan yang diserang Paramphistomum sp. sebagai hospes definitif, yaitu hewan
ternak (kerbau, sapi, domba, kambing) dan ruminansia lain.
Infeksi Paramphistomum sp. dapat didiagnosa melalui pemeriksaan feses
dengan menggunakan metode sedimentasi sedangkan untuk mengetahui derajat
infeksi dapat diperoleh dari perhitungan telur tiap gram feses (EPG) dengan
asumsi ada korelasi positif antara jumlah parasit internal dan telur yang
diproduksi oleh cacing-cacing tersebut (Subekti et al., 2007). Infeksi
Paramphistomum sp. pada sapi dapat diketahui ketika pemeriksaan
postmortem ditemukan cacing di dalam rumen dan retikulum. Sapi yang
terinfeksi Paramphistomum sp. dalam jumlah banyak akan terlihat permukaan
19
rumen dan retikulum dipenuhi. Paramphistomum sp. sehingga rumen tersebut
terlihat berwarna merah muda atau merah kecoklatan, seperti pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Infeksi Paramphistomum sp. pada rumen sapi (David et al.,2010)
20
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan koasistensi yang dilakukan di Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Kediri, maka dapat disimpulkan yaitu:
1. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri memiliki peran dalam
bidang pengatur kebijakan melalui pengawasan lalu lintas hewan dan
bahan pangan asal hewan dalam penerbitan SKKH dan SKKPH. Selain
itu, pendampingan dan pembinaan dalam pengajuan NKV.
2. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri melakukan tindakan
pengawasan keamanan dan mutu Pangan Asal Hewan (PAH) oleh
dilakukan dengan menjamin keamanan bahan pangan yang beredar di
pasar tradisional.
3. Peran dokter hewan di Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Kediri yaitu sebagai Medik Veteriner, Food Security,
Food Safety, Quality Assurance, dan berperan dalam penerapan konsep animal
welfare. Sedangkan, fungsi dokter hewan di Bidang Kesehatan Hewan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri yaitu berfungsi dalam bidang
kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan reproduksi hewan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada peserta magang selanjutnya agar lebih aktif
dalam melakukan kegiatan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya agar
mendapatkan ilmu serta kemampuan yang lebih banyak.
21
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. SNI No.
3924:2009.
Badan Standar Nasional. 2009. Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI No.
3932:2009.
Badan Standar Nasional. 2011. Susu Segar Bag. 1 Sapi. SNI No. 01-3141-2011.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri. 2015. Diakses
http://disnakkan.kedirikab.go.id. pada tanggal 1 September 2016 pukul
22.00 WIB.
Ratnawati, D. dkk. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi
pada Sapi Potong.
http://lolitsapi.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/juknis/gangguan
%20reproduksi.pdf. Akses 13 juni 2011.
Riady. 2006 Implementasi Program Menuju Swasembada Daging. Dalam
Ratnawati, D. dkk. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan
reproduksi Pada sapi potong.
http://Lolitsapi.Litbang.Deptan.Go.Id/Ind/Images/Stories/Juknis/Gangguan
% 2 0reproduksi.Pdf. Akses 14 juni 2011.
Toelihere, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan.
Hamdan, A. 2014. Paramphistomiasis pada ternak ruminansia. Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Subekti, S, Mumpuni, S.M, Kusnoto. 2007. Ilmu penyakit nematoda veteriner.
Surabaya (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Subronto. 2007. Ilmu penyakit ternak II (mamalia) manajemen kesehatan ternak
parasitisme gastrointestinal dan penyakit metabolisme.Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
David, R.N, Siswatiana, R.T, Tri Ananda E.N. 2013. Investigasi keberadaan
cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang bearasal dari Tempat
Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo. Jurnal Peternakan. Fakultas Ilmu
Melaku S, Addis M. 2012.Prevalence and intensity of Paramphistomum in
ruminants slaughtered at Debre Zeit Industrial Abattoir, Ethiopia. GlobVet.
(8)3:315-319
Murtiyeni, Juarini E, Manurung J. 2009. Penyakit parasit pada ternak ruminansia
[Laporan Penelitian]. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
22
Lampiran 1. Data Studi Epidemiologi Helminthiasis pada sapi Tahun 2016 di
Kabupaten Kediri
23
Lampiran 1. Hasil Pengujian Sampel telur
24
Lampiran 2. Hasil Pengujian Sampel Daging
25
26