HEWAN (PPDH)
OLEH :
Drh. I Wayan Suardana, MSi
Drh. Ida Bagus Ngurah Swacita, MP
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat-Nya lah penyusunan Buku Pedoman Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner ini dapat
Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai acuan dasar bagi mahasiswa “ Sarjana
harapan melalui buku pedoman ini dapat terpenuhinya Standar Minimal Kompetensi
itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi peningkatan kualitas lulusan dokter
Tim Penyusun
BAB I
SKS : 3 SKS
Waktu : 3 minggu
Lokasi Koas : RPH Mambal, RPH dan Unggas Pesanggaran, RPA Kediri
Deskripsi Singkat :
ante-mortem dan post-mortem pada ternak sapi dan babi; Pengawasan mutu dan
kesehatan bahan asal hewan dan produk olahannya; Pengukuran dan penyeliaan
mampu :
PERATURAN PERUNDANGAN
KESMAVET
EDISI I
DEPARTEMEN PERTANIAN
2002
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETRINER
Pasal 2
1) Setiap hewan potong yang akan dipoktong harus sehat dan telah diperiksa
kesehatannya oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
2) Jenis – jenis hewan potong ditetapkan lebih lanjut oleh menteri.
3) Pemotongan hewan potong harus dilaksanakan di rumah potong hewan atau tempat
pemotongan hewan lainnya yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
4) Pemotongan hewan untuk keperluan keluarga, upacara adat dan keagamaan serta
penyembelian hewan potong secara darurat dapat dilaksanakan menyimpang dari
Pasal 3
(1) Setiap orang atau badan yang melaksanakan :
a. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar propinsi
dan ekspor harus memperoleh surat ijin usaha pemotongan hewan dari menteri
atau pejabat yang ditunjuknnya.
b. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar
Kabupaten/Kotamadya daerah Tingkat II dalam suatu daerah Tingkat I harus
memperoleh surat ijin usaha pemotongan hewan dari Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.
c. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II harus memperoleh surat izin usaha
pemotongan hewan dari Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
yang bersangkutan.
(2) Tata cara memperoleh surat ijin usaha pemotongan hewan ditetapkanb oleh :
a. Menteri sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan untuk penyediaan
daging kebutuhan antar Propinsi dan ekspor
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sepanjang mengenai usaha pemotongan
hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II, dalam suatu Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
c. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sepanjang mengenai usaha
pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan suatu
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan
Pasal 4
(1) Daging hewan yang telah selesai dipotong harus segera diperikasa kesehatannya
oleh petugas pemeriksa berwenang
(2) Daging yang lulus dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal
ini, baru diedarkan setelah terlebih dahulu dibubuhi cap atau stempel oleh petugas
pemeriksa yang berwenang
(3) Ketentuan – ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini dan
cara penanganan serta syarat kelayakan tempat penjualan daging diatur lebih lanjut
oleh menteri.
(4) Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan daging yang tidak berasal dari
rumah potong hewan sebagimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) Peraturan
pemerintah ini, kecuali dari daging yang berasal dari pemotongan hewan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) peraturan pemerintah ini.
Pasal 5
(1) Setiap perusahaan susu harus memenuhi persyaratan tentang kesehatan sapi perah,
perkandangan, kesehatan lingkungan, kamar susu, tempat penampungan susu dan
alat – alat serta keadaan air yang dipergunakan dalam kaitannya dengan produksi
susu.
(2) Persyaratan usaha peternakan susu rakyat diatur tersendiri oleh Menteri.
(3) Tenaga kerja yang menangani produksi susu harus memenuhi syarat- syarat sebagai
berikut :
a. berbadan sehat;
b. berpakaian bersih;
c. diperiksa kesehatannya secara berkala oleh dinas kesehatan setempat;
d. tidak berbuat hal – hal yang dapat mencemarkan susu;
e. syarat – syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan susu yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
(2) Setiap orang atau badan yang mengedarkan susu harus mengikuti cara penanganan,
penyimpanan, pengangkutan dan penjualan susu kyang ditetapkan oleh Menteri
(3) Menteri menetapkan syarat kelayakan tempat usaha dan tempat penjualan susu
Pasal 8
Setiap usaha peternakan babi harus memenuhi ketentuan tentang kesehatan masyarakat
veteriner dari ternak babi, syarat – syarat kesehatan lingkungan dan perkandangan yang
ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 9
Setiap usaha peternakan unggas harus memenuhi ketentuan tentang kesehatan masyarakat
veteriner dari ternak unggas,syarat – syarat kesehatan lingkungan dan perkandangan yang
ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(1) Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan telur yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
(2) Setiap orang atau badan yang mengedarkan telur harus mengikuti cara
penyimpanan, dan pengangkutan yang ditetapkan oleh Menteri
Pasal 11
Setiap usaha atau kegiatan pengawetan bahan makanan asal hewan dan hasil usaha atau
kegiatan tersebut harus memenuhi syarat – syarat kesehatan masyarakat veteriner yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12
Menteri menetapkan batas maksimum kandungan residu bahan hayati, antibiotika, dan
obat lainnya dalam bahan makanan asal hewan.
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
BAB III
PENGUJIAN
Pasal 16
(1) Dalam rangka pengawasan daging, telur, bahan makanan asal hewan yang
diawetkan, dan bahan asal hewan apabila dipandang perlu dapat dilakukan
pengujian.
(2) Dalam rangka pengawasan terhadap kesehatan susu, pengujiannya dapat
dilakukan setiap waktu.
Pasal 17
Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya menetapkan petunjuk teknis pengujian
Pasal 18
(1) Pengujian daging, susu dan telur serta bahan asal hewan lainnya dilakukan oleh
pemerintah daerah Tingkat II
(2) Pemerintah daerah Tingkat II mengatur lebih lanjut pelaksanaan pengujian bahan
makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang beredar didaerah
kewenangannya masing – masing.
(3) Dalam melakukan kewenangan tersebut pemerintah daerah harus mengindahkan
petunjuk teknis pengujian yang dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 19
Menteri mengatur pengujian bahan makanan yang berasal dari hewan yang diawetkan.
Pasal 20
(1) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah
ini, dilakukan dilaboratorium yang merupakan kelengkapan Dinas Peternakan
Daerah Tingkat II setempat.
(2) Apabila pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, tidak dapat
dilaksanakan oleh laboratorium yang merupakan kelengkapan Dinas Peternakan
BAB IV
PEMBERANTASAN RABIES
Pasal 21
Pasal 22
(1) Untuk mempertahankan daerah bebas rabies, setiap orang atau badan hukum
dilarang memasukkan anjing, kucing, kera, dan satwa liar lainnya yang diduga
dapat menularkan rabies.
a. dari Negara atau bagian Negara lain yang belum diakui sebagai Negara atau
bagian Negara yang bebas rabies kedalam wilayah Negara Republik Indonesia
yang telah dinyatakan sebagai daerah bebas rabies;
b. dari daerah yang belum dinyatakan oleh Menteri sebagai daerah bebas rabies
kedaerah lain di wilayah Negara Republik Indonesia yang telah dinyatakan
sebagai daerah bebas rabies.
(2) Menteri dapat memberikan pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Pasal ini hanya untuk kepentingan umum, ketertiban umum dan
mempertahankan keamanan.
Pasal 23
Pasal 24
(1) Pencegahan dan pemberantasan rabies pada anjing kucing, kera, dan satwa liar
lainnya yang diduga dapat menularkan rabies diatur lebih lanjut oleh Menteri
(2) Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan rabies diselenggarkan dengan kerjasama
dengan instansi lain
Pasal 25
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSA LAINNYA
Pasal 26
Menteri menetapkan jenis – jenis zoonosa yang harus diadakan pencegahan dan
pem,berantasan,
Pasal 27
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 3 ayat
(1), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 5 (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini dipidana dengan pidana kurungan selama – lamanya 6
(enam) bulan dan/atau denda setinggi – tingginya Rp 50.000 (lima puluh ribu).
(2) Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (5), Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (1)
Peraturan Pemerintah ini dipidana berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang
berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Hal – hal yang belum cukup diatur dalam peraturan pemerintah ini diatur lebih lanjut
oleh menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Juli 1983
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
SOEHARTO
Diundang di Jakarta
Pada tanggal 13 Juli 1983
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
SUDHARMONO, S.H
A. UMUM
Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan
dan bahan – bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kesehatan manusia.
Oleh karena itu kesehatan masyarakat veteriner mempunyai peranan yang penting dalam
mencegah penularan penyakit pada manusia baik melalui hewan maupun bahan makanan
asal hewan atau bahan hewan lainnya, dan ikut serta memelihara dan mengamankan
produksi bahan makanan asal hewan dari pencemaran dan kerusakan akibat penanganan
yang kurang higienis.
Mengingat pengaruh – pengaruh itu, maka perlu bidang kesehatan masyarakat veteriner
ini diatur dengan sebaik – baiknya.
Keadaan ini mempersulit dalam pembinaan teknis pelaksanaan yang dapat berakibat
kurangnya pengawasan sehingga menyebabkan timbulnya kerugian baik pada konsumen
maupun produsen
Sebagimana diketahui bahwa bahan makanan asal hewan atau bahan asal hewan lainnya
berhubungan dengan sifatnya yang mudah rusak dan dapat menjadi sumber penularan
penyakit hewan kepada manusia, maka setiap usaha yang bergerak dan berhubungan
dengan bahan-bahan tersebut harus memenuhi syarat kesehatan masyarakat veteriner agar
bahan-bahan tersebut tetap sehat dan dapat dikonsumsi manusia (memenuhi persyaratan
kesehatan).
Mengenai perusahaan susu, perusahaan unggas, dan perusahaan babi sehubungan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan di Indonesia
yaitu dalam rangka usaha pembangunan dan pengembangan peternakan umumnya, maka
dalam pembina dan penerapan peraturan mengenai bidang peternakan tersebut diatas,
kepentingan-kepentingan/masalah kesehatan masyarakat veteriner wajib diperhatikan.
Dengan demikian hal-hal yang menyangkut perizinan wajib diperhatikan. Dengan
demikian hal-hal yang menyangkut perizinan usaha peternakan harus di syaratkan
sebelumnya agar syarat-syarat kesehatan masyarakat veteriner dapat dipenuhi.
Usaha pemotongan hewan juga termasuk ruang lingkup bidang kesehatan masyarakat
veteriner dan dapat merupakan suatu unit usaha yang sifatnya terpadu dengan rumah
potong hewan dan pengawetan daging atau bahan asal hewan.
Keadaan ini sama halnya dengan usaha peternakan sapi perah atau perusahaan susu yang
membutuhkan unit untuk pengerjaan atau penampungan susu (kamar susu).
Pengujian bahan makanan asal hewan (daging, susu, dan telur) dan bahan asal hewan
lainya, menjadi tanggung jawab Pemerintah. Khusus mengenai rabies yang merupakan
zoonosa terpenting yang berbahaya bagi keselamatan jiwa manusia, perlu diatur usaha
penolakan, pencegahan dan pemberantasannya di indonesia dengan sebaik-baiknya.
Dalam rangka penolakan rabies ke dalam wilayah atau daerah-daerah di Indonesia makan
diadakan larangan untuk memasukkan anjing, kucing atau kera, dan satwa liar lainnya ke
dalam wilayah atau daerah-daerah tertentu.
Pengecualian terhadap larangan tersebut dapat diberikan kepada rombongan sirkus atau
badan lain yang sama sifatnya. Daerah-daerah tersebut di atas dikenal sebagai daerah
bebas rabies. Daerah bebas rabies tersebut kita pertahankan agar tetap bebas.
Pasal 2
Ayat (1)
Pemeriksaan hewan sebelum dipotong adalah untuk daging sehat untuk
konsumsi manusia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk memperoleh daging yang sehat pada dasarnya pemotongan hewan harus
dilakukan di rumah pemotongan hewan. Namun demikian mengingat belum
semua daerah mempunyai rumah pemotongan hewan maka pemotongan hewan
dapat dilakukan ditempat pemotongan hewan lain yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat.
Ayat (4)
Ayat (5)
Pekerja yang dimaksud dalam ayat ini adalah tenaga-tenaga yang langsung
terlibat dalam pemotongan hewan (orang yang menyembelih, orang yang
menguliti dan lain-lain).
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud penanganan dalam ayat ini antara lain pemotongan bagian-
bagian daging, pengangkutan, penyimpanan, dan manjanjakan daging pada saat
penjualan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan terhadap
masyarakat sekitarnya dan kesehatan ternak babinya sendiri.
Pasal 9
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan mencegah kemungkinan timbulnya
gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan terhadap masyarakat
sekitarnya dan kesehatan ternak unggasnya sendiri.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Maksud dan tujuan pengawetan dalam pasal ini adalah semua usaha/kegiatan
untuk mengendalikan, menghambat reksi enzyma dan mikroorganisme
pembusuk. Sehingga bahan makanan tersebut dapat digunakan dengan aman
dalam jangka waktu yang lebih lama. Dalam usaha/kegiatan pengawetan ini
termasuk: penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, proses pengeringan, dan
bahan-bahan kimiawi dan zat tambahan lainya. Syarat-syarat kesehatan
masyarakat veteriner dalam pasal ini adalah syarat-syarat kesehatan tentang:
Bahan baku, bahan pengawet, bagan tambahan lainnya, sarana dan cara
pengawetan serta cara pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan hasil
usaha/ kegiatan pengawetan.
Pasal 13
Syarat-syarat kesehatan masyarakat veteriner dalam pasal ini adalah syarat-
syarat kesehatan tentang:
• Tempat atau lokasi pengumpulan dan penampungan serta lingkungannya
• Cara-cara pengawetan dan penyimpanan serta keterangan asal dari bahan asal
hewan tersebut
Pasal 14
Ayat (1)
Bahwa tugas-tugas bidang kesehatan masyarakat veteriner sesuai dengan
maksud Peraturan Pemerintah ini merupakan tugas pembantuan (medebewind)
kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II. Dengan demikian hanya
pelaksanaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah sedangkan pembinaan
dan hal-hal yang menyangkut masalah teknis tetap menjadi tanggung jawab dan
sepenuhnya ditangan Pemerintah Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal pelaksanaan pengawasan yang nyata-nyata menyangkut bidang
teknis higiene dan sanitasi akan dilakukan oleh dokter hewan ditunjuk dan
dianggap cakap dalam bidang ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (1)
Pengujian terhadap daging, telur, bahkan makanan asal hewan yang diawetkan
dan bahan asal hewan dapat dilakukan bila hasil penentuan sebelumnya belum
dapat memberikan keyakinan tentang kesehatan dari bahan-bahan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila laboratorium yang merupakan kelengkapan Dinas Peternakan Daerah
Tingkat II setempat tidak tersedia perlengkapan yang memadai atau Dinas
Peternakan setempat tidak memiliki laboratorium sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pasal ini, maka pelaksanaan pengujian dapat dilakukan di laboratorium
lain yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Ayat (2)
Izin pengecualian untuk memasukkan anjing, kucing, kera dari daerah rabies
untuk keperluan umum dan pertahanan keamanan diberikan oleh Menteri atas
dasar permohonan dari yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan
kepentingan pertahanan dan keamanan misalnya anjing-anjing pelacak untuk
pengamanan operasi/obyek militer, anjing pelacak untuk operasi kepolisian, dan
petugas/instansi Bea dan Cukai misalnya operasi narkotika dll. Sedangkan
anjing, kucing, kera, dan satwa liar lainya untuk kepentingan pribadi dari
anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tidak termasuk di dalam
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) ini.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan rabies diselenggarakan dengan
kerja sama dengan instansi lain, karena disamping rabies mempunyai akibat
negatif terhadap manusia yang terjangkit dan masyarakat sekitarnya, juga
pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan rabies tersebut dapat disertai
dengan suatu tindakan pemusnahan terhadap milik orang lain.
Pasal 25
Anjing yang ada di bawah kewenangan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia antara lain ialah anjing-anjing pelacak dalam satuan Brigade Anjing
dalam Dinas Provost Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, anjing
pelacak yang merupakan bagian dari Satuan Satwa POLRI. Untuk usaha
pencegahan adanya rabies pada anjing tersebut termasuk pelaksanaan vaksinasi
dilakukan oleh unsur Departemen Pertahanan dan Keamanan. Dalam hal-hal
tertentu Departemen Pertahanan Keamanan dapat minta bantuan kepada Dinas
Peternakan bilamana tenaga teknis untuk maksud tersebut belum dapat
dipenuhi.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
MENIMBANG :
a. Bahwa ternak sebagai sumber produksi untuk mencukupi kebutuhan manusia akan
protein hewani merupakan salah satu bahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat, kemakmuran serta kesejahteraan bangsa dan negara perlu dipelihara
kelestariannya dan dikembangkan sebaik-baiknya;
b. Bahwa usaha pemeliharaan dan peningkatan perkembangan hewan perlu dilindungi
dari kerugian yang dapat ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit hewan serta
adanya penyakit yang dapat berpindah dari hewan kepada manusia;
c. Bahwa atas dasar hal tersebut, maka usaha penolakan, pencegahan, pemberantasan,
dan pengobatan penyakit hewan perlu dilakukan secara seksama dan diatur dengan
sebaik-baiknya;
MENGINGAT :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok Peternakan
Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Di Daerah
(Lembaga Negara Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah,
Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomer
3037);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1973 tentang Perubahan, Persediaan,
Peredaran Dan Pemakaian Vaksin, Sera Dan Bahan-Bahan Diagnostik Untuk Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 23);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Untuk menjamin wilayah Negara Republik Indonesia bebas secara lestari dari
penyakit hewan, pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang meliputi penolakan,
pencegahan, pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan.
Pasal 3
Pasal 4
1) Pemindahan hewan/ternak, bahkan asal hewan dan hasil bahan asal hewan dari suatu
wilayah propinsi ke wilayah propinsi lainya dalam negara republik indonesia harus
disertai surat keterangan kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu, dengan memenuhi tatacara karantina hewan.
2) Setiap orang harus mencegah timbulnya dan menjalarnya penyakit hewan yang dapat
dibawa oleh hewan/ternak, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan dalam
perjalanan atau pengangkutan antar pulau/wilayah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
1) Setiap orang harus melaporkan adanya persangkaan atau adanya kasus kepada pejabat
atau instansi yang berwenang.
2) Keharusan melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kewajiban bagi
pemilik atau peternak, pejabat pamong praja, dan pejabat atau ahli yang karena
tugasnya ada hubunganya dengan pengobatan dan perawatan penyakit hewan.
BAB III
WEWENANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN
Pasal 6
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
BAB VI
KATENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
1) Hal-hal yang belum cukup diatur di dalam peraturan pemerintah ini akan diatur lebih
lanjut oleh Menteri atau bersama-sama dengan Menteri lain yang bersangkutan.
2) Selama ketentuan pelaksana peraturan pemerintah ini belum ditetapkan, maka
ketentuan yang ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa peraturan
pemerintah ini.
Pasal 12
Pasal 13
Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya
setiap orang mengetauhinya, memerintahkan pengudangan peraturan pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
ttd ttd
I. UMUM
Pemerintah menyadari akan pentingnya hewan/ternak sebagai salah satu sumber
kemakmuran, sehingga oleh karena itu adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk
memelihara dan megembangkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat dicapai maksud
penggunaan hewan/ternak secara lestari.
Pada umumnya sampai saat ini, mengenai pemeliharaan hewan/ternak masih
banyak dipergunakan peraturan-peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
pemerintah Hindia Belanda, yang dalam beberapa hal sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dewasa ini, baik ditinjau dari segi teknis biologis, maupun dari
segi sosial ekonomi.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadakan pengaturan yang mengarah kepada
kelestarian sumber kemakmuran yang berwujud hewan/ternak yang disesuaikan dengan
perkembangan keadaan secara Nasional dan Internasional. Pengaturan tersebut meliputi
penolakan masuknya penyakit hewan ke dalam wilayah negara republik indonesia, antar
wilayah Indonesia, pencegahan timbulnya penyakit hewan, pemberantasan penyakit
hewan dan pengobatan hewan/ternak yang menderita penyakit. Untuk keperluan
pelaksanaan usaha-usaha tersebut diperlukan tenaga ahli, sarana, prasarana dan organisasi
serta tatakerja yang sebaik-baiknya.
Berhubungan penyakit hewan dapat cepat menular secara luas tanpa mengenal batas
lokal, regional dan batas negara, yang disebabkan oleh sifatnya penyakit itu sendiri dan
oleh perkembangan lalu-lintas perhubungan yang modern dan cepat, sehingga oleh
karena itu pemerintah bertanggung jawab atas masalah penolakan, pencegahan,
pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan/ternak dan apabila perlu untuk
mempercepat pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut, dapat dilimpahkan wewenang
pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah tingkat I
Angka 1 dan 2
Cukup jelas
Angka 3
Angka 10
• Termasuk dalam pengertian “bahan asal hewan” ialah daging, susu, telur, bulu,
tanduk, kuku, kulit, tulang, mani, madu, dan hasil dari ikan.
Angka 11
• Termasuk dalam pengertian “hasil bahan asal hewan” ialah:
• Bahan asal hewan yang untuk makanan manusia antara lain daging yang
diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan, misalnya: daging rebus,
dendeng, susu kental manis, krupuk kulit, telur dan madu.
• Bahan asal hewan guna keperluan industri seperti kulit, bulu hewan, kuku dan
tanduk, tulang, darah, usus, dan pupuk hewan.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kasus ialah suatu keadaan, dimana terdapat seekor atau
lebih hewan/ternak yang terjangkit oleh suatu penyakit hewan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (1)
Dalam hal ini Menteri akan mengatur lebih lanjut tentang:
• Pelaksanaan usaha pencegahan dan pengawasan timbulnya penyakit hewan,
sehingga dapat terjamin keselamatan hewan secara lestari;
• Pelaksanaan pemberantasan penyakit hewan yang memuat penyakit dan cara-
cara pencegahan, pemberantasan dan pemusnahan penyakit hewan;
• Pelaksanaan pengobatan dan penyakit hewan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan wilayah bebas (free zone) adalah suatu daerah terbatas
yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan peraturan pemerintah ini, dimana
hewan/ternak ada dibawah pengawasan instansi yang berwenang yang ditunjuk
oleh menteri dan di dalam daerah tersebut selama waktu tertentu tidak terdapat
sesuatu penyakit hewan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan ahli pengawas adalah dokter hewan, baik yang menjabat pegawai
negeri maupun yang ditunjuk khusus untuk melakukan pengawanan kesehatan hewan.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
TENTANG
MENTERI PERTANIAN,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
d. Kesehatan masyarakat veteriner yang disingkat kesmavet adalah segala unsur yang
berhubungan dengan hewan dan bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
e. Pemasukan daging adalah pemasukan daging dari luar negeri ke wilayah negara
Republik Indonesia.
Pasal 2
2) Importir dan/atau pengedar daging asal luar negeri, harus mencegah kemungkinan
timbul dan menjalarnya penyakit hewan yang dapat ditularkan malalui daging yang
diimpor dan/atau diedarkannya, serta ikut bertanggung jawab atas keamanan dan
ketentraman batin konsumen.
BAB II
SYARAT PEMASUKAN DAGING
Pasal 1
Pemasukan daging harus memenuhi persyaratan teknis yang terdiri dari persyaratan:
a. Negara asal;
b. Rumah potong asal daging;
c. Kualitas daging;
d. Cara pemotongan;
e. Pengemasan;
f. Pengangkutan;
dan disertai surat keterangan kesehatan dan dokumen lainya dari negara asal.
Pasal 4
Daging asal luar negeri, harus berasal dari suatu negara yang:
a. Sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir dinyatakan
bebas dari penyakit hewan menular utama Mulut Dan Kuku (Foot And Mouth
Disease) dan Riderpest:
b. Dalam waktu 3 (tiga) tahun terakhir secara berturut-turut, negara tersebut tidak
melakukan vaksinasi terhadap penyakt hewan menular utama Mulut dan Kuku dan
Riderpest.
c. Telah memiliki sistem pengawasan kesehatan daging baik di Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) maupun dalam peredaran sekurang-kurangnya memenuhi standart dan
ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 6
Daging asal luar negeri harus berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang
berasal di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang di negara asal, dan RPH
tersebut telah diakui oleh pemerintah Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya
setara dengan standart RPH klas A di Indonesia.
Pasal 7
Daging asal luar negeri harus disertai Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter Hewan
yang berwenang di negara asal, yang menyatakan bahwa:
1. situasi penyakit di negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular utama
yang dapat menulari jenis ternak asal daging yang bersangkutan;
2. daging tersebut berasal dari ternak yang lahir dan dipelihara atau telah berada di
negar tersebut sekurang-kurangnya selama 4 (empat) bulan;
3. daging tersebut berasal dari ternak yang dipotong di RPH seperti tersebut pada pasal
6 serta telah lulus dari pemeriksaan ante mortem dan post mortem, serta diproses
menurut persyaratan sanitasi sehingga layak untuk dikonsumsi manusia dan tidak
berbahaya sebagai bahan penularan penyakit;
4. daging tersebut tidak mengandung pengawet atau bahan lain yang dapat
membahayakan kesehatan manusia;
5. masa penyimpanan daging tersebut tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sejak pemotongan
ternak hingga batas waktu pemberangkatan.
Pasal 9
Daging asal luar negeri harus dikemas, dan kemasan daging tersebut harus:
1. asli dari negara asal dan diberi segel;
2. mencantumkan Nomor Kontrol Veteriner;
3. mencantumkan tanggal pemotongan.
4. mencantumkan jenis dan kualitas daging dan peruntukannya.
Pasal 10
1) Daging asal negeri harus diangkut secara langsung dari negara asal ke pelabuhan
tujuan pemasukan di Indonesia, dan tidak boleh diturunkan di negara transit.
2) Pemasukan daging dengan cara transit di atau reekspor melalui negara lain, dapat
disetujui dengan pertimbangan khusus, setelah diadakan penilaian dan pengamatan
terlebih dahulu, serta tidak bertentangan dengan pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 surat
keputusan ini.
Pasal 11
1) Daging asal luar negeri yang diangkut dengan kontainer, maka kontainer tersebut
harus disegel oleh dokter hewan yang berwenang, dan segel tersebut hanya dapat
dibuka oleh petugas Karantina Hewan pada tempat pemasukan.
2) Daging yang mempunyai Sertifikat Halal tidak boleh dicampur dalam satu wadah
atau kontainer dengan daging yang tidak mempunyai Sertifikat Halal.
3) Selama dalam pengangkutan, temperatur dalam kontainer atau alat angkut harus
dijaga stabil, untuk daging segar berkisar antara 00C sampai dengan 40C, dan untuk
daging beku berkisar antara 180C sampai dengan 220C dibawah nol.
Pasal 12
Pasal 13
1) Setiap orang atau badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai importir
umum dapat melakukan pemasukan daging dari luar negeri ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
2) Direktur Jendral Peternakan melakukan penilaian terhadap situasi penyakit, sistem
pengawasan kesehatan dan tata cara pemotongan daging, RPH dan Perusahaan
Pengolahan Daging di negara atau bagian suatu negara asal daging, serta jenis,
kwalitas, dan peruntukan daging yang akan dimasukkan dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
3) Penilaian oleh Direktur Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan persyaratan teknis tersebut pada Bab II dan dapat disesuaikan menurut
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat dilaksanakannya penilaian.
4) Untuk keperluan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada importir
mengajukan permohonan rencana pemasukan daging secara tertulis kepada Direktur
Jendral Peternakan dengan mencantumkan Negara Asal, Nama, Alamat dan Nomor
Kontrol Veteriner RPH atau Perusahaan Pengolahan Daging daerah pemasukan, jenis
dan peruntukan, serta jumlah dan rencana pemasukan daging serta melampirkan data
perusahaan dan data teknis yang dipersaratkan.
Pasal 14
Pasal 16
1) Setiap pemasukan daging harus dilaporkan oleh pemiliknya kepada petugas Karantina
Hewan pada tempat pemasukan untuk dikenakan tindakan karantina, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan karantina yang berlaku.
2) Apabila tindakan karantina dilakukan diluar tempat pemasukan, maka Kepala Pusat
Karantina Pertanian menetapkan tempat penyimpanan daging yang telah memenuhi
persyaratan yang disediakan oleh importir, untuk ditetapkan sebagai instalasi
karantina dalam melakukan tindakan karantina.
3) Tempat penyimpanan daging yang ditetapkan sebagai instalasi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah mendapatkan ijin sebagai tempat
penyimpanan daging dari Dinas Peternakan Daerah Tingkat I setempat.
4) Penetapan instalasi karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memerlukan
rekomendasi lagi dari Dinas Peternakan setempat.
5) Ketentuan tersebut pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga untuk pemasukan
daging antar area di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 17
Pasal 18
1) Daging asal luar negeri dibebaskan untuk dapat dikeluarkan dari instalasi Karantina
Hewan, apabila semua tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, telah dilaksanakan serta tidak
ditemukan hewan menular, serta dianggap layak untuk dikonsumsi manusia.
2) Pembebasan daging asal luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai
sertifikat pelepasan (surat keterangan kesehatan daging) dengan menambahkan
penjelasan bahwa daging tersebut telah dilakukan pemeriksaan ulang (herkeuring)
sehingga layak untuk dikonsumsi manusia.
3) Sertifikat pelepasan daging (surat keterangan kesehatan daging) tersebut pada ayat (2)
disamping kepada pemilik daging dan tembusannya dikirimkan kepada Kepala Dinas
Peternakan Dati I yang bersangkutan.
Pasal 19
Pemasukan daging yang tidak memenuhi ketentuan pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan
16 ayat (1) harus segera ditolak atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku.
BAB IV
PENGAWASAN PEREDARAN DAGING ASAL LUAR NEGERI
Pasal 20
1) Pengawasan peredaran daging asal luar negeri yang telah dibebaskan dari tindakan
karantina dilakukan oleh Dinas Peternakan Dati II di tempat-tempat penyimpanan,
penjajaan, dan alat angkut dengan memperhatikan petunjuk Menteri.
2) Pengawasan peredaran daging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
mengamankan kepentingan konsumen dan dilakukan secara berkala atau sewaktu-
waktu apabila ditemui adanya kecurigaan terhadap penyimpangan persyaratan teknis
yang telah ditetapkan.
3) Kegiatan pengawasan peredaran daging asal luar negeri meliputi pemeriksaan daging,
dan pemeriksaan tempat penyimpanan, tempat penjajaan serta alat angkutnya.
Pasal 21
1) Pemeriksaan daging asal luar negeri meliputi pemeriksaan kesehatan dan kelayakan
serta pengujian laboratoris yang dilakukan 4 (empat) kali dalam setahun secara acak
sederhana (random sampling) berdasarkan importirnya, negara asal, jenis daging dan
merk dagang ditempat penyimpanan, pengangkutan, dan/atau penjajaan.
2) Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan kelayakan daging dilakukan secara
organoleptik sedangakan pengujian laborataris dilakukan terhadap pH daging,
kebusukan, pencemaran, mikro-biologi, kandungan residu dan uji lainnya yang
dianggap perlu.
Pasal 22
1) Pemeriksaan terhadap tempat penyimpanan, penjajaan dan alat angkut daging asal
luar negeri, meliputi pemeriksaan phisik, higiene, sanitasi dan persyaratan teknis serta
administrasi lainnya, yang dilakukan sekali dalam setiap tahun.
2) Persyaratan teknis dan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
1.Importir dan/atau pengedar daging asal luar negeri harus telah melaporkan fasilitas
tempat penyimpanan, dan / atau tempat penjajaan, dan / atau alat angkut daging
yang akan dipergunakan.
2.Suhu untuk daging segar dingin harus berkisar antara 00 C sampai dengan 40 C dan
untuk daging beku antara 180 C sampai dengan 220 C dibawah nol.
3.Penyimapanan, pengangkutan dan penjajaan, daging asal luar negeri yang
bersertifikat halal dan/atau yang untuk keperluan pakan hewan.
Pasal 23
1) Pengawasan peredaran daging asal luar negeri melaporklan hasil pemeriksaan daging
dan tempat penyimpanan, alat angkut dan penjajaan kepada Kepala Dinas Peternakan
Daerah Tingkat II.
2) Dinas Peternakan melaporkan hasil pengawasan peredaran daging asal luar negeri
kapada Direktur Jenderal Peternakan, Kepala Dinas Peternakan Daerah tingkat I dan
Kepala Pusat Karantina Pertanian sekali setiap tahun.
Apabila di dalam wilayah Dearah Tingkat II tidak ada atau belum dibentuk Dinas
Peternakan Daerah Tingkat II, maka pelaksanaan peredaran daging sebagaimana di
maksud dalam Surat Keputusan ini dilakukan oleh Dinas Peternakan Daerah Tingkat I.
BAB V
PENUTUP
Pasal 25
Pasal 26
Dengan berlakunya surat keputusan ini maka segala ketentuan yang bertentangan dengan
surat keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Ditetapkan di J a k a r t a
Pada tanggal 30 desember 1992
Menteri Pertanian,
Ir. W a r d o j o
TENTANG
PELARANGAN PENGGUNAAN TEPUNG DAGING, TEPUNG TULANG,
TEPUNG DARAH, TEPUNG DAGING DAN TULANG (TDT) DAN BAHAN
LAINNYA ASAL RUMINANSIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
MENTERI PERTANIAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Melarang penggunaan tepung daging, tepung tulang, tepung darah,
tepung daging, dan tulang (TDT/MBM) dan bahan lainnya asal
ruminansia sebagai pakan ternak ruminansia sesuai keputusan
ketetapan Internasional Aniamal Health Code OIE.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 juli 2002
MENTERI PERTANIAN,
TENTANG
MENTERI PERTANIAN,
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Melarang pemasukan ternak ruminansia dan produknya dari negara-
negara tertyular BSE.
KEDUA : Jenis ternak ruminansia dari produknya yang dilarang untuk
dimasukkan kewilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 juli 2002
MENTERI PERTANIAN
1. Ruminansia
a. Sapi
b. Kambing
c. Domba
MENTERI PERTANIAN
I. LANDASAN
1. Berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des
Epizooties/OIE), bahwa sejak awal tahun 2000 sampai saat ini telah terjadi wabah
penyakit hewan menular Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di beberapa negara Asia,
Afrika, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
2. Dengan berpedoman pada ketentuan dari OIE (OIE Animal Health Code) dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu :
a. Undang-undnag No.6 Tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
b. Undang-undnag No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan.
c. Undang-undng No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1977 tentang Penolakan dan Pencegahan
Penyakit Hewan
e. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner.
f. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 tentang Karatina Hewan
g. Keputusan Presiden No. 46 Tahun 1997 tentang Karantina Bahan Baku Kulit.
h. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 487/Kpts/Um/6/1981 tentang
Pencegahan Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
i. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 422/Kpts/LB.720/6/1988 tentang
Peraturan Karantina Hewan.
Komoditas hewan, bahan dan hasil hewan serta bahan ikutannya tersebut, sebagai
berikut :
1. Hewan, bahan asal dan hasil hewan serta bahan ikutannya
a. Hewan sejenis ruminansia, babi dan sebangsanya.
b. Hewan kesayangan seperti anjing, kucing, kuda dan sebagainya juga hewan
percobaan seperti cavia, kelinci, hamster dan mencit.
c. Hewan jenis unggas termasuk burung.
d. Bahan asal hewan yaitu daging, susu, semen, embrio dan telur.
e. Bahan hasil hewan yaitu kulit, tulang, bulu, wol, tanduk dan kuku yang mentah
atau sudah diolah
f. Organ tubuh, kelenjar, protein dan ekstraks dari ruminansia dan babi
g. Bahan ikutan hewan seperti kotoran hewan dan pupuk asal hewan.
4. Pelarangan ini berlaku untuk semua komoditi hewan tersebut diatas baik yang
diperdagangkan maupun sebagai tentengan
c. Susu olahan
Susu olahan berupa susu bubuk, skim, krim mentega, keju, yogurt dan
susu UHT serta susu yang telah /diolah dengan bahan makanan seperti
coklat dan biskuit yang tidak mengandung bahan asal hewan lainnya.
C. PEMBEBASAN MENYELURUH
Hewan, bahan asal dan hasil hewan serta bahan ikutan seperti dimaksud pada
butir A. Dapat dipertimbangkan pembebasannya secara menyeluruh dari
pelarangan yaitu apabila negara-negara yang bersangkutan telah mendapat
pernyataan resmi bebas Penyakit Mulut dan Kuku serta penyakit hewan menular
lain (daftar A) dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office Internartional des
Epizooties)
III. HIMBAUAN
Kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta dan pihak-pihak yang
berkaitan dengan surat edaran ini dihimbau untuk dapat mentaatinya dan dapat
membantu dalam upaya penolakan dan pencegahan masuknya Penyakit Mulut
dan Kuku ke wilayah Indonesia.
Demikian surat ini dikeluarkan untuk dapat diketahui dan dimaklumi oleh
semua yang berkepentingan.
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
(BUNGARAN SARAGIH)
MEMUTUSKAN
KEEMPAT : Surat keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan bahwa apabila dikemudian hari terdapat kekurangan
dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan seperlunya.
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
PADA TANGGAL : 29 JUNI 1995
Dr Drh S O E H A D J I
Nip : 080.013.186
PETUNJUK TEKNIS
PEMBERIAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV)
PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN/UNGGAS
DAN TEMPAT PEMROSESAN DAGING SERTA HASIL IKUTANNYA.
I. PENDAHULUAN
II. TUJUAN
Tujuan pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada setiap Rumah
Pemotongan Hewan/Unggas (RPH/RPU) dan tempat Pemrosesan Daging :
1. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat, baik/yang
melaksanakan kegiatan pemotongan hewan/ unggas dan pemrosesan/
pengelolaan daging maupun yang mengkonsumsi daging bahwa daging berasal
dari hasil pemotongan hewan/unggas di RPH/RPU dan tempat pemrosesan
daging yang telah memenuhi persyaratan.
2. Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pendirian/
pengelolaan RPH/RPU dan tempat pemrosesan daging
3. Mempermudah dan memperlancar pelaksanaan sistem pengawasan pemotongan
hewan/unggas dan peredaran daging
4. Meningkatkan daya guna dan produktivitas dalam mencapai mutu produk
(daging) dan hasil olahannya serta jasa pemotongan hewan/unggas yang
memenuhi syarat/standar
2. Ruang Lingkup
2.1 Rumah Potong Hewan/Unggas
Ruang lingkup pemberian Nomor Kontrol Veteriner mencakup semua
aspek dan kegiatan di RPH/RPU yang dilakukan oleh pengelola sesuai
1. Pembinaan
Pembinaan mempunyai tujuan meningkatkan, mengarahkan dan
mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan RPH/RPU, pelaksanaan pemotongan
hewan/unggas dan pemrosesan daging dengan sasaran untuk mewujudkan agar
pengelolahan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan. Pembinaan dilaksanakan oleh instansi teknis baik ditingkat Daerah
maupun ditingkat Pusat bekerjasama dengan pihak terkait.
2. Pengawasan
Pengawasan mempunyai tujuan untuk meningkatkan pelaksanaan
penerapan/pemberian NKV dengan lebih konsisten, memberikan umpan balik
dalam penyempurnaan sistem pemberian NKV yang sehat dan benar,
mempermudah pendeteksian timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan
pengelolahn RPH/RPU dan Tempat Pemrosesan Daging serta melindungi
konsumen dari jasa pemotongan hewan/unggas dan peredaran daging yang
dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan maupun kulitasnya rendah
Maksud dari pengawasan adalah untuk menjamin bahwa pemberian dan
penerapan NKV tetap memenuhi ketentuan yang berlaku dengan penuh
tanggung jawab.
Obyek yang diawasi adalah segala fasilitas dan kegiatan yang berkaitan dengan
pemberian NKV sesuai dengan pedoman dan peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Sanksi
Sanksi yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dikenakan
kepada pengelola RPH/RPU dan tempat Pemrosesan Daging yang telah
melakuakn penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan RPH/RPU dan
penerapan NKV sesuai dengan kategori penyimpangan yang tertuang dalam
ketentuan yag berlaku.
VI. PENUTUP
TENTANG
MEMUTUSKAN
KETIGA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan
dengan ketentuan bahwa apabila dikemudian hari terdapat
kekurangan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
seperlunya.
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
PADA TANGGAL : 26 FEBRUARI 1995
Dr Drh S O E H A D J I
Nip : 080.013.186
PETUNJUK TEKNIS
PEMBERIAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) USAHA
PENGIMPOR, PENGUMPUL/PENAMPUNG DAN PENGEDAR
DAGING SERTA HASIL OLAHANNYA
I. PENDAHULUAN
Untuk pemenuhan bahan makanan asal hewan khususnya daging, serta disamping
pemenuhan secara kuantitatif, diperlukan pula pemenuhan syarat – syarat kualitatif
(aspek nilai gizi), syarat-syarat kualitatif (aspek nilai gizi), syarat-syarat hygiene (aspek
kehalalan) serta syarat-syarat dan keadaan yang menjamin ketentraman bathin
masyarakat yang menggunakannya (aspek kehalalan).
Sebagaimana diketahui bahwa bahan makanan asal hewan khususnya daging
mempunyai sifat mudah sekali rusak dan dapat menjadi sumber penularan penyakit
hewan kepada manusia. Dengan demikian setiap usaha yang bergerak dan berhubungan
dengan bahan asal hewan tersebut harus memenuhi syarat-syarat kesehatan masyarakat
veteriner agar bahan-bahan tersebut tetap aman (safe), sehat (sound), utuh/murni
(wholesome) dan halal.
Dengan demikian, maka usaha pengimpor, pengumpulan penampungan dan
pengedar daging serta hasil olahannya merupakan sarana dalam penyediaan daging secara
benar serta memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya diperlukan adanya pengawasan pemerintah terhadap usaha
tersebut agar syarat-syarat yang telah ditetapkan ditaati. Dalam rangka pembinaan usaha
pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil olahannya di
Indonesia, maka dengan telah adannya landasan hukum yang kuat dan mantap, secara
bertahap dan berkesinambungan pemerintah bermaksud:
1. Menata persyaratan kesehatan dan ketentuan teknis lain yang mengatur kegiatan
usaha yang bergerak dan berhubungan dengan daging dan hasil olahannya;
2. Menetapkan setiap usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging
dan hasil olahannya harus memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV);
3. Menyeragamkan Peraturan-Peraturan Daerah, khususnya yang menyangkut
pengaturan usaha yang bergerak dalam penanganan daging dan hasil olahannya;
4. memberikan kepastian dan jaminan hukum, baik bagi pemerintah maupun
masyarakat.
Yang dimaksud dengan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah registrasi Usaha
Pengimpor, Pengumpul/Penampung dan pengedar daging serta hasil olahannya yang
diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan masyarakat
veteriner.
Yang dimaksud dengan Usaha Pengimpor Daging/Hasil Olahanya adalah suatu
usaha yang kegiatannya melakukan daging/hasil olahannya dari luar negeri ke wilayah
negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan usaha Pengumpul/Penampung dan Pengedar Daging/Hasil
Olahannya adalah suatu usaha yang kegiatannya melakukan usaha distribusi
II. TUJUAN
Tujuan pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada setiap usaha Pengimpor,
Pengumpul/Penampung dan Pengedar Daging serta hasil olahannya adalah:
1. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat, baik yang
melaksanakan kegiatan usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar
daging serta hasil olahannya maupun masyarakat konsumen, bahwa daging yang
dibeli/dikonsumsi berasal dari hasil usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan
pengedar daging yang telah memenuhi persyaratan.
2. Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelola usaha
pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil olahannya.
3. Mempermudah dan memperlancar pelaksanaan sistem pengawasan usaha
pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil olahannya.
4. Meningkatkan daya guna, hasil guna dan produktivitas dalam mencapai mutu
produk (daging dan hasil olahannya) yang memenuhi syarat/standar.
1. Prinsip Dasar
2. Ruang lingkup
Ruang lingkup pemberian Nomor Kontrol Veteriner mencakup semua aspek dan
kegiatan di tempat usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta
daging hasil olahannya yang dilakukan oleh pengelola sesuai dengan peraturan mengenai
Penanganan Daging/Daging Unggas serta Hasil Ikutannya yang secara garis besar
meliputi:
1) Usaha Pengimpor, Pengumpulan/Penampungan dan Pengedar Daging serta Hasil
Olahannya.
a. Lokasi yang meliputi posisi Usaha Pengimpor, penngumpulan/penampungan dan
pengedar daging serta hasil olahannya tersebut, khususnya dengan keadaan sekitar
seperti jaraknya dengan sumber pencemaran (bau busuk, debu, asap) dan sumber
pencemaran lain.
1) Pada prinsipnya Nomor Kontrol Veteriner terdiri dari urutan 3 (tiga) jenis huruf/
angka yang menunjukkan jenis dan lokasi usaha pengimpor,
pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil olahannya serta nomor
urut pemberian NKV:
a. Jenis usaha yang dinyatakan dengan huruf, yaitu: I (import), D (distributor), P
(pengenceran) atau gabungan diantaranya.
1. Pembinaan
Pembinaan mempunyai tujuan meningkatkan, mengarahkan dan menkoordinasi
kegiatan usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil
olahanya dengan sasaran untuk mewujudkan agar pengelola dan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pembinaan dilaksanakan
oleh instansi teknis baik ditingkat daerah maupun Pusat bekerjasama dengan pihak
lain yang terkait.
2. Pengawasan
Pengawasan mempunyai tujuan untuk meningkatkan pelaksanaan
penerapan/pemberian NKV dengan lebih konsisten, memberikan umpan balik
dalam penyempurnaan sistem pemberian NKV, menciptakan iklim standarisasi
usaha pengimpor, pengumpul/penampung dan pengedar daging serta hasil olahanya
dengan pemberian NKV yang sehat dan benar, mempermudah pendeteksian
timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan usaha tersebut serta
melindungi konsumen dari jasa penanganan dan peredaran daging / hasil olahannya
yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan maupun yang kualitasnya
rendah.
Maksud dari pengawasan adalah untuk menjamin bahwa pemberian dan penerapan
NKV tetap memenuhi ketentuan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab.
Obyek yang diawasi adalah segala fasilitas dan kegiatan yang berkaitan dengan
pemberian NKV sesuai dengan janji pedoman dan peraturan perundangan yang
berlaku.
VI. PENUTUP
Diharapkan melalui sistem pemberian/penerapan Nomor Kontrol Veteriner (NKV),
yang merupakan dasar dan pedoman kegiatan pengelolaan usaha pengimpor, pengumpul /
penampung dan pengedar daging serta hasil olahanya keterpaduan derap langkah dalam
standarisasi usaha tersebut dan penanganan daging untuk penyediaan daging yang aman,
sehat, utuh murni dan halal dapat lebih ditingkatkan.
TENTANG
Menimbang :
a. Bahwa dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang dapat mengganggu
kesehatan dan menjamin ketentraman batinnya akibat menggunakan bahan
makanan asal hewan, serta melindungi peternak dari kerugian sebagai akibat
penurunan nilai/kualitas bahan makanan asal hewan yang diproduksi, maka
setiap usaha yang bergerak dan berhubungan dengan bahan tersebut harus
memenuhi syarat kesehatan masyarakat veteriner;
b. Bahwa dalam pelaksanaannya diperlukan adannya pengawasan terhadap
usaha-usaha tersebut agar syarat-syarat yang ditetapkan ditaati;
c. Bahwa untuk melaksanakan pengawasan dimaksud dipandang perlu
menetapkan petunjuk pelaksanaan pengawasan kesehatan masyarakat
veteriner.
Mengingat :
1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1967;
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974;
3. Peratuaran Pemerintah No. 15 Tahun 1977;
4. Peratuaran Pemerintah No. 22 Tahun 1983;
5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/Kpts/Um/10/1982;
6. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/Tn.240/9/1986;
7. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 557/Kpts/Tn.520/9/1987;
8. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 295/Kpts/Tn.240/5/1989;
9. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 413/Kpts/Tn.310/7/1992;
10. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 745/Kpts/Tn.240/12/1992;
11. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 306/Kpts/Tn.330/4/1994;
12. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/83;
13. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 77 /TN.120/ Kpts/ DJP/
deptan/1993.
Menetapkan :
Keempat: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan dengan ketentuan
bahwa apabila di kemudian hari terdapat kekurangan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan.
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
PADA TANGGAL : 26 FEBRUARI 1995
Dr Drh S O E H A D J I
Nip : 080.013.186
I. PENDAHULUAN
Peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner termasuk didalamnya pengawasan tentang usaha pemotongan
hewan dan penanganan daging serta hasil ikutannya dan pengawasan kualitas susu
produksi dalam negeri telah ditetapkan dalam beberapa ketentuan yaitu Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Menteri Pertanian, Surat Keputusan Bersama
Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian serta
Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan.
Pelaksanaan pengaturan di bidang pengamanan hasil peternakan dan tata cara
pengawasannya merupakan suatu upaya atau kegiatan yang harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terpadu mengingat saat ini perkembangan penyediaan,
pengolahan/pemrosesan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan bahan makanan asal
hewan dan hasil olahannya semakin meningkat dan beraneka ragam sering dengan makin
meningkatnya populasi, produksi dan konsumsi hasil ternak.
Tujuan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner antara lain untuk menjaga mutu
atau kualitas bahan makanan asal hewan dan hasil olahannya, membina dan menerbitkan
usaha penyediaan bahan makanan asal hewan dan mencegah terjadinya penyimpangan,
pemalsuan terhadap bahan makanan asal hewan.
Dalam kaitan tersebut agar pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan secara efektif
dan efisien, maka diperlukan adannya kesamaan persepsi tentang tata cara dan tindak
pengawasan. Untuk itu dianggap perlu adannya Petunjuk Pelaksanaan yang dapat
dijadikan pedoman dan pegangan bagi pengawas kesehatan masyarakat veteriner dan
semua unsur yang terlibat dalam kegiatan pengawasan mulai dari tingkat pusat sampai ke
daerah.
1. Dasar Hukum
Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner dilandasi dengan dasar hukum yang
kuat karena mulai dari Ordonasio atau Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sampai
kepada peraturan pelakasanaanya sudah ada. Dengan demikian segala tidakan yang
menyangkut pengawasan kesehatan masyarakat veteriner dapat dibenarkan dan
mendapat perlindungan hukum yang mantap dan bertanggung jawab.
Sebagai landasan pokok yang mengatur pelaksanaan pengawasan masyarakat
veteriner sudah ada yaitu Ordonasio 1912 No.432 dan No.435 yang dikenal dengan
pengaturan tentang campur tangan pemerintah dalam bidang kehewanan beserta
perubahan-perubahannya, antara lain Staatblad 1936 No. 714 dan No. 715 dan
Staatblad No. 1937 No. 512 yang secara khusus mengatur tentang campur tangan
pemerintah dibidang kehewanan termasuk urusan “Veteriner Hygine”. Selanjutnya
Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan
hewan yaitu Undang-Undang No. 6 Tahun 1967.
Pasal-pasal yang memperinci dan mengatur tata cara pelaksanaan pengawasan/
pemeriksaan yang termuat dalam landasan pokok dan landasan pelengkap dapat
diutarakan sebagai berikut:
Ayat 1
a. Pengawasan pemotongan hewan;
b. Pengawasan perusahaan susu, perusahaan unggas, perusahaan babi;
c. Pengawasan dan pengujian daging, susu dan telur;
d. Pengawasan pengolahan bahan makanan yang berasal dari hewan;
e. Pengawasan dan pengujian bahan makanan yang berasal dari hewan yang diolah;
Ayat 2
a. Pernberantasan rabies pada anjing, kucing dan kera dan lain-lain anthropozoonosa
yang penting;
b. Pengawasan terhadap bahan-bahan dari hewan yaitu: kulit, bulu, tulang, kuku,
tanduk dan lain-lain;
c. Dalam pengendalian anthropozoonosis diadakan kerjasama yang baik antara
instansi-instansi yang langsung atau tidak langsung berkepentingan dengan
kesehatan umum.
a. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar Propinsi dan
ekspor harus memperoleh surat izin usaha pemotongan hewan dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuknya.
b. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan atar
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam suatu Daerah Tingkat I harus
memperoleh surat izin pemotongan hewan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I yang bersangkutan.
c. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II harus memperoleh surat izin usaha
pemotongan hewan dari Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat yang
bersangkutan.
Daging hewan yang telah selesai dipotong harus segera diperiksa kesehatan oleh
petugas pemeriksa yang berwenang.
Daging yang lulus dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud, baru dapat diedarkan
setelah terlebih dahulu dibubuhi cap atau setempel oleh petugas pemeriksa yang
berwenang.
Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan daging yang tidak berasal dari rumah
pemotongan hewan kecuali daging yang berasal dari pemotongan untuk keperluan
keluarga, upacara adat, keagamaan dan penyembelihan darurat.
Setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat.
Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 yang berbunyi :
Setiap perusahaan susu harus memenuhi persyaratan tentang kesehatan sapi perah.
perkandangan, kesehatan lingkungan, kamar susu, tempat penampungan susu dan
alat-alat serta keadaan air yang dipergunakan dalam kaitannya dengan produksi susu.
Tenaga kerja yang menangani produksi susu, harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. berbadan sehat
b. berpakaian bersih
c. diperiksa kesehatannya secara berkala oleh Dinas Kesehatan setempat
d. tidak berbuat hal-hal yang dapat mencemarkan susu
e. syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri
Setiap orang atau badan yang mengedarkan susu harus mengikuti cara penanganan,
penyimpanan, pengangkutan dan penjualan susu yang ditetapkan oleh Menteri.
Menteri menetapkan syarat kelayakan tempat usaha dan tempat penjualan susu.
Setiap orang atau badan yang mengeluarkan telur harus mengikuti cara penyimpanan
dan pengangkutan telur yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Surat Keputusan ini diatur syarat pemotongan babi, pemeriksaan ante
mortem dan post mortem, cara penyembelihan babi, cara penanganan daging
babi dan hasil ikutannya, syarat-syarat pengangkutan daging babi, tempat
penjualan daging babi serta kesehatan karyawan dan lingkungan.
Dalam Surat Keputusan ini diatur mengenai syarat dan tata cara pemotongan
hewan potong, tata cara penanganan daging serta penanganan hasil ikutan dan
limbah. Disamping itu diatur pula perlakuan yang harus dikenakan terhadap
daging apabila menderita penyakit-penyakit tertentu serta tulisan tanda/stempel
daging hewan potong.
Dalam Surat Keputusan ini diatur mengenai syarat dan tata cara pemotongan
unggas, tata cara penanganan daging unggas serta Penanganan hasil ikutan
limbahnya. Disamping itu diatur pula perlakuan yang harus dikenakan terhadap
Dalam Suat Keputusan ini diatur mengenai syarat-syarat kesehatan sapi perah
dan kualitas susu yang diproduksikan, tata cara pengawasan dan pengujian
kualitas susu serta hasil pemeriksaan dan pengujian kualitas susu.
3) Melakukan pengawasan terhadap daging, susu dan telur serta hasil olahannya
yang beredar ditempat-tempat penjualan dan tempat lainnya, termasuk bahan-
bahan hayati yang ada sangkut pautnya dengan hewan dan bahan-bahan
pengawetan makanan.
4) Mengambil contoh sampel daging, susu dan telur/olahannya dan bahan asal
hewan lainnya guna pengujian laboratorium terhadap keamanan dan
kesehatannya.
5) Melakukan pengawasan terhadap pakan, bahan hayati, obat hewan dan pestisida
yang diberikan khususnya pada ternak-ternak penghasil daging, susu dan telur.
2) Melarang peredaran daging, susu, telur, bahan makanan asal hewan yang
diawetkan dan bahan asal hewan.
3) Menarik dari peredaran terhadap daging, susu, telur, bahan makanan asal hewan
yan diawetkan dan bahan asal hewan.
4) Menghentikan pemakaian pakan, bahan hayati, obat hewan pestisida yang tidak
sesuai dengan ketentuan.
a) Penilaian administratiif.
Pengorganisasian mengenai penilaian mutu secara administratif ditingkat
pusat adalah Direktorat Bina Kesehatan Hewan pada tingkat propinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kotamadya adalah Peternakan Daerah Tingkat
I dan II.
b) Pengujian mutu
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 466 / Kpts / OT.210 /
6 / 94 tertanggal 9 Juni 1994 telah ditetapkan bahwa yang berwenang
melakukan pengujian mutu bahan makanan asal hewan adalah Loka
Pengujian Mutu Produk Peternakan. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 110/Kpts/OT.210/2/93 tertanggal 19 Februari 1993
ditetapkan bahwa yang ditunjuk melakukan pengujian laboratoris bahan
makanan asal hewan dari cemaran mikroba dan kandungan residu bahan
hayati, kimia, logam berat. antibiotika, hormon dan obat lainnya adalah :
Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) Wilayah I Medan, BPPH
Wilayah II Bukit tinggi, BPPH Wilayah III Bandar Lampung, BPPH
Wilayah IV Yogyakarta, BPPH Wilayah V Banjar Baru, BPPH Wilayah
VI Denpasar, BPPH Wilayah V Maros dan Balai Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) Gunung sindur, Bogor.
2. Tindakan preventif
Dalam pelaksanaan tindak pengawasan perlu dipikirkan dan diperhitungkan
kemungkinan timbulnya implikasi yang merupakan efek samping dari pada
tindakan pengawasan tersebut.
Seperti telah di singgung bahwa efek samping ini dapat terjadi juga pada
bidang!aln. Namun yang penting kemungkinan efek samping tersebut diusahakan
untuk diperkecil celah-celahnya. Untuk mencegah hal demikian perlu
dipersiapkan metode pengawasan tertentu sehingga implikasi demikian tidak
sempat dimanfaatkan oleh yang tidak bertanggung jawab. Pencegahan ini tidak
saja terhadap pelaksana pengawasan di lapangan , tetapi juga dalam pelaksanaan
pengawasan fungsi pada pengorganisasian lain.
Di dalam pelaksanaan tindak pengawasan perlu disusun suatu rencana kerja yang
baik dengan menetapkan langkah-langkah yang akan diambil dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Setiap Pengawas Kesmanavet wajib menyusun rencana kerja tahunan yang dirinci
dalam kegiatan bulanan. Dalam kegiatan tersebut mencakup kegiatan pengawasan
terhadap seluruh usaha pemotongan hewan, perusahaan susu, perusahaan unggas,
perusahaan babi, perusahaan pengolahan dan Pengawetan bahan makanan asal
hewan dan bahan asal hewan yang ada di wilayah kerjanya.
Mengenai perusahaan susu, perusahaan unggas dan perusahaan babi yang diatur
tersendiri melalui Peraturan Pernerintah No. 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan, maka dalam pembinaan dan penerapan peraturan mengenai bidang
peternakan tersebut, kepentingan kesehatan masyarakat veteriner wajib
diperhatikan seperti kesehatan ternaknya, perkandangannya, kesehatan
lingkungan alat serta air yang digunakan kamar susu dan tempat penampungan
susunya.
Penertiban pengiriman bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan
termasuk penertiban terhadap perizinan impor/ekspor dan pengiriman antar
propinsi yang diberikan kepada perusahaan tertentu.
c. Apabila dalam jangka waktu 30 hari Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri Pertanian belum mengambil keputusan, maka Pengawas Kesmavet
dapat mernperpanjang penghentian sementara;
V. SASARAN PENGAWASAN
Secara umum yang menjadi sasaran pengawasan adalah sernua jenis kegiatan yang
menyangkut pengawasan keamaanan dan pengendalian mutu bahan makanan asal hewan
dan aspek-aspeknya. Sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada yang menjadi
sasaran pengawasan adalah kegiatan pemotongan hewan, perusahaan susu perusahaan
unggas, perusahaan babi, perusahaan pengawetan bahan makanan asal hewan kegiatan
Pada kegiatan pengawasan cemaran mikroba dan kandungan residu yang menjadi
sasaran pengawasan disamping yang telah disebutkan diatas termasuk juga dalam sasaran
pengawasan adalah perusahaan susu, perusahaan unggas, perusahaan babi serta hotel-
hotel, pasar swalayan dan restauran yang bahan makanan utama yang dijual/dihidangkan
mempergunakan bahan makanan asal hewan.
Di dalam melaksanakan pengawasan, maka yang menjadi sasaran pengawasan yakni :
d) Kegiatan penyembelihan:
i. Penyembelihan hewan/unggas dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan
atau tanpa pemingsanan terlebih dahulu dan apabila hewan tersebut bukan
babi, maka pemingsanannya dilakukan menurut cara yang sesuai dengan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
ii. Penyembelihan dilakukan oleh seorang Muslim menurut tata cara agama
Islam dan dilakukan menurut cara yang sesuai dengan Fatwa MUI tanggal 23
Oktober 1976 yaitu dilakukan dengan pisau yang tajam memutuskan hulqum
(tempat berjalan nafas), mari’ (tempat berjalan makanan) dan waldajain (dua
urat nadi) hewan yang akan disembelih dengan terlebih dahulu membaca
Basmallah.
Bagi unggas dilakukan menurut cara yang sesuai dengan Fatwa MUI tanggal 2
Desember 1993 mengenai Fatwa halal atas sistim pemotongan unggas.
5) Peredaran susu yang berasal dari sapi perah selama pengobatan antibiotika atau
hormon untuk dikonsurnsi manusia. Hendaknya susu dipergunakan kembali
setelah 7 (tujuh) hari dari saat pernberian antibiotika atau 3 (tiga) hari dari saat
pernberian hormon yang terakhir.
6) Peredaran daging yang berasaI dari sapi perah yang dipotong selama pengobatan
antibiotika atau hormon untuk konsumsi manusia, kecuali apabila ternak tersebut
dipotong setelah 7 (tujuh) hari dari saat pernberian antibiotika atau 3 (tiga) hari
dari saat pernberian hormon yang terakhir.
4. Perusahaan Babi
Hal-hal yang perlu ditertibkan dan diawasi antara lain:
1) Dokter Hewan atau tenaga teknis yang bertanggung jawab terhadap pengawasan
usaha peternakan babi terutama persyaratan kesehatan babi, kesehaian lingkungan
dan perkandangannya.
3) Peredaran daging yang berasal dari ternak babi selama pengobatan antibiotik atau
hormon kecuali apablila ternak babi tersebut dipotong setelah 7 (tujuh) hari saat
pernberian antibiotika atau 3 (tiga) hari dari saat pemberian hormon yang
terakhir.
4) Tempat pemrosesan daging yang mengolah babi harus jelas terpisah sama sekali
dengan tempat pemrosesan daging bukan babi.
2) Khusus mengenai pengeluaran daging hasil oiahannya untuk tujuan antar Propinsi
dan ekspor, maka dagingnya harus berasal dari RPH yang telah memenuhi
persyaratan untuk keperluan tersebut.
3) Cara dan sarana penanganan serta pengangkutan bahan makanan asal hewan harus
sesuai dengan persyaratan/ketentuan teknis yang tercanturn dalam sertifikat NKV.
4) Sanitasi dan suhu ruangan dimana bahan makanan asal hewan diletakkan atau
disimpan.
5) Pengadaan air bersih dan sumber air yang digunakan dalam melakukan
pemrosesan bahan makanan asal hewan.
2) Apabila menjual daging dan hasil olahannya yang berasal dari Propinsi lain, maka
harus menunjukan Surat lzin Pengeluaran/Pengiriman Daging dari Direktur
Jenderal Peternakan yang dipunyai oleh pengirim.
8. Bahan makanan hasil hewan (daging, susu, telur dan bahan makanan hewan
yang diolah dan diawetkan).
1) Pengamatan mutu bahan makanan asal hewan (secara organoleptik) dan apabila
kecurigaan dilakukan pengambilan sampel/contoh untuk pengujian di
laboratorium yang ditunjuk/diakreditasi.
2) Stempel atau label pada bahan makanan asal hewan yang mencantumkan Nomor
Kontrol Veteriner (NKV) dan hasil pemeriksaan kesmavet.
VI. SANKSI
Disamping itu bila dianggap perlu pengawas bahan makanan asal hewan dapat
mengambil sampel bahan makanan asal hewan yang diproduksi, disimpan, diangkut dan
diedarkan di tempat-tempat penjualan atau pasar setiap saat dan setiap contoh untuk
bahan pengujian. Mengenai pembelian bahan makanan asal hewan yang dipergunakan
sebagai sampel disediakan anggaran melalui APBN atau sumber lain.
Apabila dalam pelaksanaan di lapangan ada hal-hal yang menyimpang baik berupa
pelanggaran ataupun kejahatan, maka para pengawas memiliki wewenang untuk
melakukan teguran, peringatan sampai dengan tindak penyegelan.
1. Sanksi Administratif
1) Teguran
Setiap pelanggaran yang ditemukan Pengawas Kesmavet harus diberikan
teguran secara tertulis dua kali berturut-turut selang 1 (satu) bulan. Apabila
teguran tertulis tersebut tidak dihiraukan maka tindakan selanjutnya dapat
dilakukan tindakan penyegelan sambil menunggu keputusan dan pemberi izin
usaha.
2) Pemanggilan
Pemanggilan penanggung jawab atau pimpinan perusahaan baik secara lisan
maupun tertulis.
2. Sanksi Pidana
VII. PELAPORAN
VII. PENUTUP
Ttd
TENTANG
Menimbang:
a. bahwa dalam upaya mempertahankan Indonesia dari Status Bebas Penyakit
Hewan Menular Utama diperlukan langkah-langkah kebijakan strategis melalui
pengawasan terhadap Lalu-Iintas pemasukan Hewan dan Bahan Asal Hewan dari
Luar Negeri:
b. bahwa dengan mengacu pada ketentuan Animal Health Code Office International
des Epizooties (OIE), maka dalam rangka pengawasan terhadap lalu-lintas
pemasukan Hewan dan Bahan Asal Hewan dari Luar Negeri tersebut dipandang
perlu menetapkan Prosedur Baku Importasi Hewan dan Bahan Asal Hewan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Produksi Peternakan.
Mengingat:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran
Negara Nomor 10, Tambahan Lembara Negara Nomor 2824);
Memperhatikan:
international Animal Health Code -Office International des Epizooties
(OIE) Tahun 1999.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERTAMA : Menetapkan Prosedur Baku Importasi Hewan dan Bahan Asal Hewan
sebagaimana tercantum pada Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Prosedur Baku Importasi Hewan dan Bahan Asal Hewan sebagaimana
dimaksud pada amar PERTAMA, merupakan pedoman bagi petugas
pelaksana dan para pelaku Importasi Hewan dan Bahan Asal Hewan
serta akan dilakukan peninjauan kembali berdasarkan ketentuan-
ketentuan Nasional, Internasional dan menurut perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal Ditetapkan
Ditetapkan : di Jakarta
Pada Tanggal : 30 Juni 2000
1. Kajian awal situasi penyakit hewan menular dilakukan berdasarkan laporan Office
International des Epizooties (OIE) dari setiap negara pengekspor hewan/ternak.
a. Importasi ternak ruminansia dan babi hanya dari negara yang bebas penyakit
hewan menular utama daftar A OIE (lampiran iii). Penyakit Hewan daftar B
OIE juga diperlukan sebagai bahan evaluasi Analisa resiko penyakit.
b. Importasi ternak unggas hanya dari negara yang bebas penyakit menular A
influenza.
c. Informasi tentang kesehatan farm dan lingkungan area farm di negara
pengekspor diperlukan untuk analisa resiko.
2. Kunjungan ke negara pengekspor dilakukan oleh suatu Tim Akreditasi untuk
melakukan evaluasi (penilaian) situasi penyakit hewan menular dan sistem
epidemiologi penyakit di negara pengekspor.
3. Dilakukan kesepakatan bilateral antara kedua negara dalam bentuk kerjasama
"Memorandum of Understanding" (MOU) dan/atau Protokol Persyaratan Kesehatan
Hewan.
4. Dilakukan penilaian tentang kemungkinan importasi hewan/ternak berdasar evalusi
situasi penyakit hewan menular utama dan penetapan persyaratan teknis kesehatan
hewan lainnya seperti perlakuan dan pengujian laboratorium.
5. Pengawasan Karantina didasarkan atas Certificate of Health memuat tentang
persyaratan teknis kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang
dikuasakan dan dokumen lainnya yang syah dari negara pengekspor.
6. Pengawasan penyebaran dan pemeliharaan dilakukan oleh Dinas Peternakan
setempat.
1. Kajian awal situasi penyakit calon negara pengekspor bahan asal hewan dilakukan
berdasar laporan rutin Office International des Epizooties (OIE) atau Badan
Internasional yang lain.
a. Untuk ruminansia dan babi, importasi hanya dari negara yang bebas penyakit
hewan menular utama daftar A OIE (Lampiran III).
b. Untuk unggas, importasi hanya dari negara bebas pathogenic strain Avian
Influenza (Fowl plaque).
c. Informasi tentang kesehatan farm dan lingkungan juga diperlukan sebagai bahan
evaluasi.
2 DAGING
a. Sapi Australia, New Zaeland, USA, Kanada,
Irlandia, Argentina, Jerman
I. DAGING UNGGAS
1. USA:
1). Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA)
2). Islamic Food Authority.
2. AUSTRALIA:
3. NEWZEALAND:
1). The Federation of Islamic Associations.
2). Abu Baker Islamic Organization.
4. THAILAND:
1). Sheikul Islam Office.
5. CANADA:
1). The Islamic Food and Nutrition Council
2. AUSTRALIA:
1). The Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV)
2). The Australian Federation of Islamic Council (AFIC)
3). Suprerve Islamic Council of Halal Meat.
3. NEW ZEALAND:
1). The Federation of Islamic Associations of New Zealand.
2). Abu Baker Islamic Organization.
5. IRLANDIA:
1). Bray Islamic Society
2). Islamic Centre of Ireland
3). Waterford Islamic Centre Ireland
6. ARGENTINA:
SURAT EDARAN
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No.
TN.310/28/E/01.2002 tanggal 24 Januari 2002 telah ditetapkan negara-negara yang
tertular Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) serta jenis-jenis ternak dan produk
ternak yang pemasukan dihentikan sementara.
Berkenaan dengan itu, dalam perkembangan selanjutnya dapat kami sampaikan hal-hal
berikut :
1. Berdasarkan laporang mingguan OIE tanggal 10 mei 2002, pad tanggal 2 mei 2002
telah dideteksi kasus BSE pertama kali di Polandia dan diteguhkan dengan pengujian
laboratorium yang menunjukkan reaksi positif terhadap BSE
2. Berdasarkan laporan darurat (emergency report) OIE tanggal 4 Juni 2002, dilaporkan
kasus BSE untuk pertama kalinya pada sapi di negara Israel sesuai dengan hasil
pengujian laboratorium pendahuluan tanggal 28 mei 2002 dan 29 mei 2002 di Israel
yang diteguhkan dengan hasil pemeriksaan laboratorium rujukan OIE 4 Juni 2002
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka melindungi sumberdaya hayati
nasional serta mencegah masuknya penyakit BSE ke Indonesia, derogan ini dinyatakan
bahwa disamping negara-negara seperti yang telah ditetapkan dalarn Surat Edaran
Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. TN.310/28/E/01.2002, pemasukain
hewan ruminansia dan produknya dari Polandia dan Israel ke Indonesia dihentikan
sementara pemasukannya sebagaimana tercantum pada lampiran Surat Edaran Ini.
Khusus untuk Israel, negara tersebut belum bebas terhadap beberapa penyakit hewan
daftarA-OIE, seperti Peste des Petilts Ruminants, Blue Tounge, Cacar Kambing dan
Cacar Domba, sehingga berlaku juga penolakan pemasukan hewan, bahan asal hewan
dan hasil bahan asal hewan karena penyakit tersebut.
Dernikian Surat Edaran ini dikeluarkan untuk diketahui oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
VETERINER
hewan non pangan dan higiene, sanitasi dan kesejahteraan hewan serta residu
produk peternakan.
produk hewan non pangan dan higiene, sanitasi dan kesejahteraan hewan serta
hewan non pangan dan higiene, sanitasi dan kesejahteraan hewan serta residu
produk peternakan.
produk hewan non pangan dan hiygiene, sanitasi dan kesejahteraan hewan serta
b. Penyiapan bimbingan teknis di bidang lalu lintas dan analisis resiko produk
pangan hewani.
prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang lalu lintas PPH.
2. Penyiapan kriteria dan prosedur eksportasi PPH serta melakukan kajian kelayakan
prosedur dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang produk pangan hewan.
bidang lalu lintas dan analisis resiko produk hewan non pangan.
b. Penyiapan bimbingan teknis di bidang lalu lintas dan analisis resiko produk
a. Seksi Lalu Lintas Produk Hewan Non Pangan (PHNP) mempunyai tugas :
prosedur dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang lalu lintas produk hewan
non pangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagimana dimaksud Seksi Lalu Lintas Produk Hewan
menyelenggarakan fungsi :
hewan .
hewan.
kesejahteraan hewan
Sub Direktorat Higiene, Sanitasi, dan Kesejahteraan hewan (KSHK) terdiri dari :
sanitasi.
menyelenggarakan fungsi :
teknis dan evaluasi pemotongan hewan dan penanganan daging, susu dan telur
asal hewan.
menyelenggarakan fungsi :
menyelenggarakan fungsi :
pengujian residu.
ambang residu.
menyelenggarakan fungsi :
penetapan batas maksimun residu, cemaran mikroba dan logam berat pada
3. Penyiapan bahan kajian dan standar residu, cemaran mikroba dan logam
pengujian residu.
menyelenggarakan fungsi :
laboratorium kesmavet.
DIREKTORAT JENDERAL
BINA PRODUKSI PETERNAKAN
SETDITJEN
DIREKTORAT
KESEHATAN MASYARAKAT
VETERINER
SUB BAGIAN
TATA USAHA
KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
4.1. PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar negara-negara di dunia termasuk
juga Indonesia telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap keamanan dan
salah satu upaya untuk menjaga agar makanan yang akan dikonsumsi manusia
yang begitu cepat dalam teknik-teknik pengujian residu dan diikuti pula dengan
makin banyak jenis-jenis residu yang dapat dideteksi serta potensinya dalam
1. Konsumen makin tinggi pengetahuannya sehingga makin sadar dan makin kuat
residu sampai batas yang cukup rendah sehingga memungkinkan residu dapat
Disamping itu adanya kecenderungan dari negara - negara pengimpor bahan asal ternak
di era globalisasi untuk menjadikan residu kimia dalam makanan sebagai hambatan
semakin ketatnya persaingan antar negara dalam menghasilkan produk - produk yang
bermutu tinggi dan aman, maka makin ketat pula negara-negara pengimpor mengatur
standar perdagangan yang memenuhi persyaratan teknis yang diinginkan. Adanya batas
residu dan cemaran dalam makanan juga menyebabkan negara - negara pengimpor
Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif mengekspor produk hewan misaInya
ekspor babi ke Singapura, daging ayam ke Jepang dan juga mengimpor daging bermutu
dari Australia dan Selandia Baru dituntut untuk ikut aktif mengikuti kecenderungan pola
Untuk itu baik pemerintah maupun industri peternakan di Indonesia harus mampu
mengantisipasi situasi yang berkembang agar mampu bersaing di pasar global sekaligus
prinsip "Quality Assurance" (QA) sudah harus dilaksanakan oleh pihak industri
peternakan mulai dari tingkat pensuplai, produsen, sampai tingkat pengolah, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi produksi dan memperkuat daya saing dari bahan makanan
sebagai persyaratan yang sah dari produk - produk bahan makanan asal hewan yang akan
diperdagangkan. Yang dimaksud dengan MRL atau batas toleransi adalah batas angka
tertinggi residu yang masih diperbolehkan berada dalam makanan. Jumlah residu yang
berasal dari segala sumber makanan untuk dikonsumsi manusia tidak boleh melampaui
jumlah yang biasa terdapat dalam makanan sehari - hari atau "acceptable daily intake"
(ADI). Batasan MRL ini masih bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya,
sehingga perlu diperhatikan dengan cermat dalam perdagangan baik bagi negara
Pada masa sekarang dimana persaingan pasar semakin ketat, industri pangan asal hewan
aman dan memiliki kualitas nutrisi yang memenuhi persyaratan. Para produsen dan
pengolah bahan pangan harus mampu menghasilkan dan memasarkan makanan asal
hewan yang dapat bertahan terhadap pengujian dari konsumen yang kritis dan bahkan
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah terus berusaha memberikan jaminan terhadap
produk pangan asal hewan yaitu sejak tahun 1996 telah dilakukan monitoring dan
surveilans residu dan cemaran mikroba pada produk asal hewan dengan harapan dapat
dampaknya terhadap perdagangan produk asal hewan baik impor maupun ekspor.
1. Untuk mendapatkan gambaran secara garis besar kandungan residu yang ada
makanan asal hewan pada setiap tahap pemrosesan mulai dari bahan mentah
III. SASARAN
Adapun sasaran yang dituju dari monitoring dan surveilans residu ini adalah untuk
masyarakat meliputi :
dalam makanan ataupun lingkungan sekitar. Residu kimia dan obat hewan dalam
makanan yang berasal dari hewan seperti daging, susu dan telur merupakan masalah yang
menjadi perhatian utama dari konsumen baik di negara maju maupun di negara
berkembang.
industri peternakan akan tetapi juga pada pemerintah yang memiliki wewenang untuk
menjamin kualitas produk makanan yang aman dan murni dengan harga yang pantas baik
Penggunaan bahan kimiawi dalam upaya menangani penyakit yang ditularkan oleh
insekta maupun penanganan hama sangat umum dalam pola peternakan intensif dan
Dalam garis besarnya residu terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar yaitu:
1. Residu alamiah
Residu ini selalu didapatkan secara alamiah dalam lingkungan sekitar dan pada
umumnya terdiri dari residu mineral dan mikrobiologik. Sebagian besar residu
mineral adalah logam berat (timah, logam air raksa, cadmium dsb) dan dapat
a. Geogenik yaitu :
Logam yang secara alamiah terdapat dalam tanah dengan konsentrasi lebih
tinggi dari normal. Mineral ini diabsorpsi oleh tanaman dan masuk
b. Anthropogenik yaitu :
dan telur.
Residu ini tidak terdapat secara alamiah sebelum ada campur tangan
manusia. Kandungan sintetis ini dapat menimbulkan residu pada hewan apabila
senyawa dari hasil teknologi pertanian dan industri (dieldrin, dioxin, aldrin dan
3. Residu Sekunder
Residu ini mencakup semua zat baik yang tidak diinginkan maupun
diinginkan yang dihasilkan dalam jumlah berlebihan selama masa perlakuan dan
pencampuran antara nitrit dengan amina primer dalam daging selama masa
1. Homobiotik yaitu :
Zat-zat yang terjadi secara alamiah dalam hewan sasaran (contoh : hormon dan
vitamin). Zat - zat ini biasa digunakan untuk tujuan therapeutik, prophylaktik atau
perangsang pertumbuhan.
2. Xenobiotik yaitu :
Zat - zat yang tidak didapatkan secara alamiah dalam hewan sasaran (contoh:
antibiotika, pestisida).
Pada dasarnya residu berada dalam tubuh hewan melalui suatu proses absorpsi seperti
misalnya dari tanah diabsorpsi oleh tanaman dan tanaman kemudian dimakan oleh hewan
atau dari air yang diminum oleh hewan, kemudian diabsorpsi oleh jaringan tubuh. Cara
lain residu berada dalam tubuh hewan melalui pernafasan atau kontak kulit. Cara lain lagi
adalah melalui campur tangan manusia (injeksi). Setelah masuk tubuh hewan, residu
bagian tubuh. Setelah itu residu diekskresikan melalui urine, empedu atau faeces dan
pada hewan betina melalui air susu atau telur dengan lamanya waktu pengeluaran
Residu cenderung untuk melekat pada jaringan tubuh yang berbeda - beda seperti
Sejumlah cara telah dicoba untuk membuat urutan resiko ancaman akibat bermacam -
macam jenis residu ditinjau dari sifat toksikologinya maupun potensi bahayanya. Faktor -
1. Keracunan akut.
4. Efek karsinogenik
5. Induksi resisten
7. Potensi alergi
V. PELAKSANAAN
1. Monitoring dan surveilans residu dilaksanakan setiap bulan dengan cara
h. Perusahaan peternakan
i. Pasar swalayan
4. Sebagian jaringan tubuh maupun hasil eksresi dari tubuh hewan yang diambil dari
b. Ginjal
c. Hati
e. Lemak
g. Darah/serum
h. Urine
i. Faeces
diterima laporan kwartal berturut - turut pada bulan Juli, Oktober, Januari, dan
April .
jawab untuk mengkompilasi dan menganalisa data laporan kwartal yang dikirim
VI. METODOLOGI
peralatan Kromatografi cair kinerja tinggi ( HPLC) untuk antibiotika dan hormon,
Spectrophotometer (AAS) untuk pengujian logam berat. Pada saat ini yang
3. Pengambilan sampel dilakukan secara random (acak) yang dilakukan pada rantai
1. Jumlah sampel
Jumlah sampel dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 bervariasi pada tiap
laboratorium dengan total sampel pada tahun 1996 : 1.776 sampel, tahun 1997 : 2.482
sampel , tahun 1998: 1.368 sampel , tahun 1999 : 1.870 sampel , tahun 2000 : 1.575
sampel , tahun 2001 : 1.676 sampel dan tahun 2002 : 1.810 sampel. Total sampel
yang telah diperiksa dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 adalah 12.557
sampel.
Dilihat dari jumlah sampel yang diuji masih jauh dari persyaratan yang diharapkan
untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik sesuai dengan sampling plan yang
baik yaitu lebih kurang 5 % dari jumlah produk yang beredar dalam pasaran atau
2. Jenis sampel
Jenis sampel yang diperiksa pada setiap laboratorium bervariasi dan pada umumnya
sampel yang diperiksa adalah daging sapi, daging ayam, hati sapi, telur dan susu,
3. Asal sampel
Sampel yang diperiksa pada saat ini umumnya berasal dari pasar tradisional, pasar
swalayan, Rumah Potong Hewan, Rumah Potong Unggas, peternak dan importir
daging.
penguji yang telah melakukan pemeriksaan hormon adalah Balai pengujian Mutu
Produk Peternakan di Bogor. Residu hormon yang diuji adalah zeranol dan trenbolon
acetat. Pada tahun 2000 dilakukan pengujian pada 13 sampel yang terdiri dari 11
sampel daging sapi dan 2 sampel hati sapi yang semuanya merupakan daging dan hati
sapi yang diimpor dari Australia. Dari 13 sampel yang diuji keseluruhan hasil ujinya
negatip. Sedangkan pada tahun 2001 telah dilakukan pengujian pada 55 sampel
daging sapi dan hati sapi impor dari Australia, New Zealand dan USA, 16 sampel ( 29
melebihi batas maksimum yang telah ditentukan dalam SNI 01 - 6366 - 2000 tentang
Batas Maksimum Residu dan Cemaran Mikroba. Pada tahun 2002 dilakukan
pengujian daging sapi sejumlah 70 sampel dengan hasil uji positip trenbolon acetat
adalah zeranol dan trenbolon acetat, maka pengujian hormon khusus dilakukan
Dari UPT laboratorium Ditjen Bina Produksi Peternakan, BPPV belum dapat
melakukan pengujian karena SDM dan peralatan yang belum mendukung serta bahan
pengujian yang mahal. Untuk masa mendatang telah dipersiapkan agar BPPV dapat
Dari data hasil pengujian yang dapat dianalisa diketahui bahwa produk peternakan di
dalam negeri (baik produk lokal maupun impor) masih banyak mengandung residu
antibiotika maupun hormon yang melampaui ambang batas. Hal ini dapat disebabkan
oleh penggunaan antibiotika maupun hormon yang tidak sesuai dengan aturan dan
takaran yang tepat, baik dalam pengobatan penyakit ataupun penggunaan tambahan
pakan, khususnya menyangkut takaran (dosis), waktu henti obat dan pemilihan
antibiotika sesuai diagnosa yang tepat serta akibat penggunaan hormon penggertak
pertumbuhan.
dan Staphylococcus aureus. Dari hasil pemeriksaan cemaran mikroba , jumlah TPC
yang melebihi batas maksimum seperti ditentukan dalam SNI 01- 6366-2000
sampel susu pada peternak. Akan tetapi juga ditemukan pada sampel daging yang
berasal dari beberapa pasar swalayan di Lampung dan Jawa Timur. Hal ini
menunjukkan bahwa hygiene dan sanitasi di pasar swalayan juga masih perlu
diperbaiki, sedangkan hasil uji untuk Salmonella hingga saat ini menunjukkan hasil
negatip.
Dari hasil pemeriksaan cemaran mikroba ditemukan jumlah TPC yang melebihi batas
maksimum, hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi dari pekerja atau alat-alat yang
kurang bersih, adanya kontaminasi dari lingkungan yang kurang memenuhi syarat
menuju laboratorium.
antibiotika dan hormon secara kuantitatif, pengujian terhadap residu hormon baru
Bogor. Hal ini disebabkan karena peralatan HPLC untuk pengujian secara
dan adanya kesulitan dalam pengadaan bahan baku standar, khususnya untuk
residu antibiotika.
oleh laboratorium.
4. Biaya pengujian yang cukup mahal menyebabkan jumlah sampel belum sesuai
dengan yang diharapkan untuk memperoleh hasil monitoring residu dan cemaran
2. Data yang diterima dari laboratorium masih jauh dari lengkap untuk dapat
dievaluasi secara lebih komprehensif karena jenis pengujian yang masih terbatas
serta metode pengujian yang bervariasi, untuk itu perlu dilakukan pengkajian
Kesmavet serta dengan adanya otonomi daerah dimana Dinas banyak mengalami
Dalam rangka meningkatkan hasil monitoring dan surveilans residu dan cemaran
mikroba oleh laboratorium penguji perlu ditempuh beberapa langkah sebagai berikut :
pengujian.
Veteriner.
c. jumlah sampel ditetapkan 6 -30 sampel dengan berat minimal 500 gram
pengambilan sampel sejumlah 200 sampel untuk pengujian residu dan 200
pakan serta peningkatan hygiene pada segmen budidaya, khususnya kepada para
peternak.
XI. KESIMPULAN
1. Residu antibiotika dan hormon serta cemaran mikroba yang melampaui batas
ambang masih ditemukan pada beberapa sampel produk asal hewan, khususnya
terjamin.
3. Kesadaran produsen untuk memproduksi produk asal hewan yang aman dan bebas
4. Kesadaran konsumen serta pengetahuan tentang produk yang aman dan bebas dari
dengan ketentuan yang berlaku terhadap produsen yang memproduksi produk asal
6. Tindakan koreksi dapat dilakukan secara lisan, tertulis atau bahkan dengan
publikasi melalui mass media dengan tujuan untuk mendidik produsen agar
memproduksi produk yang aman. Tindakan koreksi ini dapat dilakukan oleh
Tabel 4. Hasil Monitoring dan Surveilans Residu (Jenis Sampel yang Positif) Masing-
masing Lab. Kesmavet Tahun 1996 – 2002
(FOODBORNE DISEASE)
I. PENDAHULUAN
Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan berupa
gangguan pada saluran pencernaan makanan dengan gejala umum sakit perut, diare
dan/atau muntah. Agen utama penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan
adalah bakteri (microbial foodbome disease), yang sebetulnya secara alami terdapat di
1. Terdapatnya agen penyebab penyakit pada saat pengolahan makanan yang ditularkan
Beberapa. bakteri utama penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan ini
0157:H7.
1. Melalui infeksi yakni termakannya sel-sel bakteri dalam jumlah yang cukup untuk
1. Salmonellosis
Agen Penyebab
Salmonellosis terjadl akibat infeksi bakteri Salmonella sp. yang terdiri dari
beberapa ratus serotipe. Seluruh serotipe tersebut memiliki potensi yang sama
Masa inkubasi berkisar antara 6-48 jam dengan gejala sakit berupa sakit
perut, diare, rasa mual, kedinginan, demam dan sakit kepala. Lamanya sakit
dapat berkisar antara 3-5 hari. Bayi, anak-anak, orang sakit dan orang tua lebih
Sumber
Salmonella dapat berasal dari ekskreta manusia maupun hewan dan air
makanan asal hewan, terutama daging, daging unggas dan telur, yang belum
ditemukan pada kulit telur dengan grade A. Sedangkan susu yang tidak
Salmonella
Infeksi
Keracunan makanan
Pencegahan
salmonellosis adalah : a) Seluruh jenis daging, ikan dan telur haruslah dimasak
dengan baik dan benar, b) Hindarilah kontaminasi antara makanan yang telah
dimasak dengan tetesan cairan (misalnya darah) yang berasal dari bahan
2. Intoksikasi Staphlococcus
Agen penyebeb penyakit
(Diagram 2)
Staphylococci
Tangan
Makanan
Penyimpanan dalam suhu ruangan
Mendukung perkembang biakan
Toksin
Keracunan makanan
seseorang dan dapat meliputi mual, muntah dan diare. Masa inkubasi berkisar
antara 30 menit-8 jam dan sakit dapat bertahan sekitar 1-2 hari.
Toksin S. Aureus lebih tahan terhadap proses pemasakan, suhu dingin dan
secara sempurna misalnya, toksin masih aktif dan diperlukan waktu sedikitnya
Sumber
manusia maupun hewan. Banyak orang memiliki kebiasaan kurang baik yaitu
Bakteri ini dapat pula ditemukan pada ;luka di kulit, melalui luka sayatan
atau pori-pori, bakteri ini masuk ke bagian dalam kulit, tumbuh dan berkembang
biak. Dalam kasus ini bakteri tetap dapat disebarkan walaupun tangan telah
dicuci.
Pencegahan
yang bersifat anaerobik, dapat tumbuh dan berkembang biak dengan sedikit atau
Gejala sakit timbul akbat toksin yang dihasilkan bakteri didalam usus
induk semang. Masa inkubasinya berkisar antara 9-15 jam dengan gejala
meliputi diare dan sakit perut yang dapat bertahan selama 1 hari. Gejala sakit
akan lebih parah pada orang lanjut usia dan penderita sakit lambung.
C. perfringens dapat ditemukan dalam bentuk sel vegetatif atau bentuk spora.
tanah dan debu hingga mencapai induk semang atau media perantara yang tepat.
Sumber
Di dalam usus besar manusia atau hewan, organisme ini berada dalam
pembuangan. Melalui air dan tumbuhan dan serangga organisme ini mencapai
hewan, C. perfringens dapat pula dijumpai pada daging segar termasuk daging
Hewan Manusia
Lalat
Ekskreta
Karkas Tangan
Daging mentah
Spora yang bertahan dari pemasakan akan menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak
selama pendinginan dan penyimpanan
Keracunan makanan akibat toksin yang dihasilkan dalam usus induk semang
Suhu internal makanan perlu selalu diperhatikan. Bagi makanan yang akan
disajikan panas maka suhu internal dijaga agar suhu minimumnya 60°C, atau
4. Campylobacteriosis
Agen Penyebab Penyakit
berupa demem, sakit kepala dan pegal linu diikuti dengan diare (kadang-kadang
disertai dengan darah), sakit perut dan merasa mual. Biasanya gejala timbul
sekitar 2-10 hari setelah infeksi dan bertahan antara 1-10 hari
Sumber
Dapat ditemukan pada daging segar atau daging setengah masak, daging
ayam atau kerang. Dapat juga ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi, air
Pencegahan
5. Botulismus
Agen Penyebab Penyakit
golongan bakteri anaerobik dan dapat ditemukan dalam bentuk vegetatif atau
Toksin botulismus menyerang sistem syaraf dan dapat bersifat fatal bila
penderita tidak mendapat pertolongan. Masa inkubasi berkisar antara 12-48 jam
dengan gejala berupa penglihatan kabur, kesulitan untuk berbicara, menelan dan
antitoksin. Akan tetapi efek samping yang diakibatkannya cukup berat berupa
Sumber
dengan temperatur yang cukup tinggi untuk dapat menghancurkan spora. Akan
tetapi telah pula dilaporkan bahwa kejadian botulismus dapat juga diasosiasikan
dengan makanan masak dalam kemasan hampa udara yang disimpan terlalu
Pencegahan
dari: a) kemasan kaleng yang sudah bocor, menggembung atau sudah rusak, b)
kemasan botol yang sudah retak, tidak rapat lagi tutupnya atau sudah
Buang makanan dalam kemasan industri rumah tangga yang sudah tidak lagi
memenuhi persyaratan.
pada orang dewasa menyerupai gejala influenza yang terjadi secara tiba-tiba
disertai sakit perut dan diare. Pada bayi gejala sakit dapat berupa gangguan
pernafasan, tidak mau minum dan muntah. Komplikasi listeriosis dapat berupa
Sumber
Biasa ditemukan dalam usus manusia dan hewan, dalam susu dan di
Pencegahan
7. Hemorrhagic colitis
Agen penyebab penyakit
infeksi saluran kemih yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut pada
Sumber
telah terkontaminasi oleh faeces dan sejak lama telah diketahui menjadi
penyebab diare pada anak-anak. Salah satu serotipe bakteri ini, yaitu 0157: H7,
mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi dilaporkan menjadi salah satu sumber
Pencegahan
colitis adalah:
inkubasi adalah 1-7 hari dengan lama sakit antara 1-2 hari. Gejala dapat berupa
Sumber
Bakteri ini biasa ditemukan pada babi dan limbahnya, akan tetapi dapat
pula diisolasi dari hewan lain, baik liar maupun peliharaan, makanan laut, susu,
Pencegahan
dikonsumsi dengan sempurna dan seksama. Disamping itu personal hygiene dan
Disease yang mencantumkan masa inkubasi, lama sakit, gejala, cara penularan dan jenis
Staphylococcus 0,5-8 jam 1-2 hari Muntah yang Toksin Daging ham, es
aureus hebat, diare, dalam krim, keju
sakit perut dan Makanan
kejang
Clostridium 9-15 jam 1 hari Nyeri perut, Toksin Daging yang telah
perfringens diare, mual dalam usus dimasak dan daging
ayam
Clostridium 12-48 jam Kematian dalam Pandangan Toksin Susu segar dan
botolinum 1-8 hari, atau kabur, kesulitan dalam daging ayam
periode berbicara, makanan
penyembuhan menelan dan
lebih dari 6-8 bernafas
bulan
Bakteri penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan memerlukan suhu dan
zat gizi yang terdapat pada induk semangnya (manusia atau hewan) untuk tumbuh dan
berkembang biak. Akan tetapi mereka dapat dipindahkan ke induk semang lainnya secara
langsung atau tidak langsung melalui makanan. Beberapa jenis makanan, dalam bentuk
cair maupun padat, dapat bertindak sebagai media perantara tersebut dimana bakteri
tersebut dapat tumbuh bahkan berkembang biak apabila komposisi bahan makanan dan
pokok yaitu: a) sifat alamiah bahan makanan, b) suhu bahan makanan, dan c) lama
penyimpanan bahan makanan tersebut. Sedangkan jumlah atau dosis organisme yang
diperlukan untuk dapat menginfeksi atau menghasilkan toksin yang cukup untuk
keracunan makanan adalah makanan yang berasal dari hewan terutama daging dan
Kasus penyakit yang ditularkan melalui makanan pada umumnya diawali oleh
kontaminasi yang terjadi pada saat mempersiapkan makanan (daging dan daging unggas)
dan lamanya penyimpanan makanan yang telah dimasak sebelum dikonsumsi. Beberapa
jenis organisme. memiliki ekologi yang khas dan sering diasosiasikan dengan jenis
1. Clostridiurn
yang mengalami pemanasan ulang. Dalam proses pemasakan (misalnya direbus, dikukus
atau dipanggang), suhu makanan biasanya tidak lebih dari 100°C. Pada suhu ini masih
ada sebagian spora yang tetap bertahan dan dengan pemanasan kembali, bentuk spora
akan berubah menjadi bentuk vegetatif. Apabila makanan tersebut mengalami proses pen
dinginan lambat (didinginkan pada suhu ruangan) sebelum dikonsumsi, maka pada saat
suhu mencapai suhu ideal untuk berkernbang biak (dibawah 50°C) sel vegetatif akan
menjadi aktif dan berkemang biak dengan cepat. Untuk dapat menimbulkan gejala sakit,
diperlukan adanya sel vegetatif dalam jumlah banyak dalam makanan. Gejala sakit timbul
akibat toksin yang dihasilkan di usus pada saat pembentukan spora karena C. perfringens
Pembentukan toksin tejadi pada makanan. Beruntunglah bahwa toksin C. botulinum lebih
2. Staphylococcus aureus
Dalam intoksikasi staphylococcus, keracunan makanan umumnya dihubungkan
dengan daging masak yang dikonsumsi dalam keadaan dingin. Diduga organisme
tersebut berasal dari tangan orang yang terlibat dalam proses produksi, pengirisan atau
penyajian.
3. Salmonella sp
Hampir seluruh serotipe salmonella yang berhasil mencapai makanan berasal dari
bahan mentah. Daging unggas dan daging, pada umumnya sudah terkontaminasi ketika
masih di tempat pemrosesan karkas. Kontaminasi silang yang terjadi antara bahan mentah
dengan makanan yang telah dimasak dapat terjadi melalui tangan, permukaan peralatan
IV. PENGENDALIAN
Penyakit yang ditularkan melalui makanan pada umumnya terjadi akibat kesalahan
makanan sejak setelah dimasak hingga saat dikonsumsi, maka beberapa hal yang perlu
Pemisahan antara bahan mentah dengan makanan yang telah dimasak yang perlu
diterapkan dalam alur kerja secara umum di industri makanan. Untuk itu perlu adanya
Bagi para pengolah makanan harus selalu mencuci tangan dan peralatan setiap kali
Penanganan produk hewani dalam bentuk segar atau belum dimasak perlu
diperhatikan dengan seksama agar cairan yang berasal dari daging (drip) tidak
Pendinginan makanan secara cepat pada suhu 4-8°C (suhu lemari es)
dikonsumsi.
Bagi makanan yang akan disajikan panas suhu minimum harus tetap
60°C. Sedangkan makanan yang disajikan dalam keadaan dingin suhu internal
yang dimasak dalam jumlah besar (terutama daging sapi, daging kalkun) dibagi
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Rumah Pemotongan Hewan (RPH)/Rumah Pemotongan Unggas (RPU) adalah
suatu bangunan atau komplek bangunan dengan disain tertentu yang dipergunakan
sebagai tempat memotong hewan/unggas secara benar bagi konsumsi masyarakat luas
Hewan/Unggas sebagai unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat, aman
limbah organik yang dihasilkan dari proses pemotongan hewan/unggas dan apabila
umumnya limbah yang dihasilkan RPH/RPU berupa limbah cair, limbah padat, limbah
udara dan kebisingan. Limbah cair antara. lain dalam bentuk sisa-sisa darah, urine dan air
kotor yang merupakan sisa penggunaan air pada proses produksi/pembersihan serta
sisa-sisa pemakaian o1i pada peralatan pemotongan hewan atau generator listrik. Limbah
padat antara lain dalam bentuk kotoran hewan, bagian-bagian/irisan karkas yang diafkir
serta bangkai hewan mati akibat kasus-kasus tertentu. Sedangkan limbah udara dalam
bentuk bau kotoran hewan serta asap yang berasal dari pembakaran hewan yang
agar senantiasa ber-motto-kan “Meningkatkan dampak positif kegiatan yang terkait dan
(2) Usaha pemotongan hewan / unggas adalah kegiatan yang dilakukan Perorangan atau
pemotongan Hewan / Unggas milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa
(3) Hygiene adalah kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk
melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik
kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna
perikehidupan manusia.
mempertahankan kejadian suatu tempat atau benda vang sehat sehingga tidak
(5) Lingkungan hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
hidup lainnya.
(6) Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan menusia dan oleh proses alam, sehingga kualitas
(7) Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
hidup.
(8) Dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang dikaitkan oleh suatu kegiatan.
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi saat ini tanpa
dan aspirasinya.
(11)Limbah adalah buangan dari proses pemotongan hewan potong dan hasil ikutannya
perliter (mgr/liter) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri
(13)COD (Chemical Oxigen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam miligram perliter
Daerah.
Veteriner.
Lingkungan.
pemrakarsa atau konsultan di dalam menyusun dokumen UKL dan UPL suatu
Diharapkan dengan adanya pedoman teknis ini pemrakarsa dan atau konsultan ataupun
pengelola dapat lebih mudah menyusun UKL dan UPL bagi rencana usaha atau kegiatan
1. Lokasi
Umum Tata Ruang (RUTR) bila ada atau Pola Dasar Pembangunan Daerah
2. Lahan
Untuk mencegah timbulnya masalah sosial terutama keresahan masyarakat maka
status tanah harus jelas dan sesuai bagi kegiatannya / peruntukannya menurut
3. Bangunan
(1) jenis bangunan
Pada dasarnya jenis bangunan yang ada pada komplek RPH/RPU adalah
a. bangunan utamaRPH/RPU.
antemortem.
komplek RPH/RPU
Konstruksi bangunan dibuat dari beton, semen atau besi anti karat. Pada
a. berdinding dalam kedap air terbuat dari semen porselin atau bahan yang
b. berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan, agar air mudah
melengkung.
Tata letak dan kondisi tempat serta struktur bangunan sangat menentukan tata
lingkungan kota. Bentuk lahan, jenis tanah, pondasi agar sesuai untuk
yang tidak higienis. Komplek RPH/RPU dibatasi dengan dinding pagar atau
pagar kawat untuk keamanan lalu lintas hewan ataupun manusia. Komplek
RPH babi bila berada pada satu lokasi harus dipisahkan dengan tembok
4. Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk RPH/RPU yang berwawasan lingkungan selain
pemantauan lingkungan.
pada waktu pengulitan serta pakaian khusus untuk tukang sembelih dan
kebersihannya.
c. Penyediaan air bersih yang cukup dan khusus untuk RPH babi/unggas
c. Alat pengukur pH
yang ada atau laboratorium- laboratorium yang diberi wewenang dan dapat
5. Tenaga kerja
Tenaga kerja pada RPH/RPU terbagi atas:
hewan/paramedis peternakan) dan tenaga non teknis. Untuk tenaga non teknis
Dokter yang berwenang secara berkala dan dinyatakan sehat dengan surat
keterangan dokter.
Untuk kesehatan daging dan lingkungan semua yang terkait dengan kegiatan
6. Ternak
Ternak yang masuk pada komplek RPH/RPU harus sehat bebas dari penyakit
yang bebas dari penyakit hewan menular serta dalam keadaan bersih dan segar,
sedangkan makanan ternak yang berasal dari hasil olahan industri harus berasal dari
industri yang mempunyai izin. Penempatan hijauan makanan ternak dan makanan
8. Air
Air yang dipergunakan untuk RPH/RPU ada 2 golongan,yaitu :
(1) Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air minum dan
keperluan rumah tangga (termasuk air yang dipergunakan sejak awal sampai
cucian peralatan).
(2) Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan.
Penjelasan baku mutu air sebagaimana. dimaksud di atas dapat dilihat pada tabel 1).
Sumber air dapat berasal dari PAM atau sumur bor (dengan izin). Bila.
menggunakan sumur bor maka harus dibuat dengan jarak 15-30 meter dari septic
9. Perizinan
Surat Izin Usaha Pemotongan Hewan/Unggas, baru dapat diberikan bila
rujukan :
Pemerintah yang ada atau ke Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan
Produk Peternakan.
untuk itu.
11.Organisasi
Di dalam struktur organisasi RPH/RPU harus tergambar jelas bagian yang
a. Air
BOD/COD, warna, minyak dan lemak, amoniak, bau air, zat padat terlarut
(kekeruhan) dan bakteri Coli serta perubahan pH. Pengujian mutu kualitas
lingkungan air sebelun operasional dan pada saat operasional secara rutin perlu
dilakukan, untuk mengetahui perubahan mutu kualitas akibat suatu kegiatan. Bila.
perubahan yan terjadi melebihi ambang batas baku mutu maka di perkirakan telah
mutu pada saat prakonstruksi dan pada saat operasional harus pada tempat yang
Baku mutu air pada titik pembuangan pada badan limbah tidak boleh melebihi
b.Udara
kebisingan akibat suara hewan/unggas dan generator listrik yang dipergunakan saat-
saat tertentu (umumnya pada malam hari). Suara bising yang tidak menganggu
adalah di bawah 80 desibel dengan jarak 200 meter dari pusat kebisingn, diambil
dari titik arah berlawanan angin dominan. Parameter lain adalah Carbon monoksida.
(CO) yang timbul akibat pembakaran sisa-sisa potongan karkas yang diafkir,
c.Topographi
Air buangan harus memperhatikan keadaan topographi lokasi agar tidak timbul
Kualitas lingkungan perairan dapat tercermin dengan adanya plankton, benthos dan
ikan. Keberadaan biota perairan yang ada pada saat prakonstruksi perlu mendapat
Keberadaan biota darat pada saat prakonstruksi perlu diperhitungkan terutama pada
biota darat yang dapat menyebarkan hama lalat. Kenaikan jumlah biota tersebut
(1) Limbah cair berupa sisa-sisa. darah, air kencing (urine hewan dan air kotor
mesin diesel serta air yang berasal dari pembersihan pada kandang
kasus-kasus tertentu.
(3) Limbah udara dapat berupa bau kotoran hewan, bau urine, kebisingan yang
ditimbulkan oleh pemakaian mesin diesel pada. saat tertentu serta asap yang
Secara praktis; pengolahan limbah menurut kelas RPH/RPU dapat dilihat pada
tabel 2.
pengembangan limbah.
Yang dimaksud limbah cair adalah limbah yang berbentuk cair atau fluida yang
bulu.
unggas.
Limbah cair yang dihasilkan dari tempat ini dialirkan pada saluran yang
oksidasi sebelum dibuang pada kali/sungai yang ada. Air yang dibuang
tersebut.
tungku pembakaran.
a. Metoda Sedimentasi atau klasifikasi adalah cara perlakuan yang paling sederhana,
yaitu dengan memakai bak dengan ukuran tertentu untuk menampung aliran
(b) Bak stabilisasi untuk mengendapkan sisa kotoran padat yang tersuspensi dalam
limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan dari dalam bak untuk selanjutnya
(c) Bak indikator yang digunakan sebagal indikator kualitas limbah cair yang
dan selanjutnya dengan filtrasi untuk menyingkirkan yang halus. Koagulasi dan
Metoda ini menggunakan pasir, arang atau kombinasi keduanya sebagai filter.
d.Metoda Flow Equalization terdiri dari tangki penyimpanan dan alat pemompa untuk
mengurangi fluktuasi dalam laju aliran limbah ke sistern perlakuan. Proses akan
berjalan lebih baik jika jumlah air limbah yang ditambahkan bersifat konstan.
e.Metoda perlakuan biologik adalah proses anaerobik, laguna aerobik dan variasi serta
proses activited Sludge dan high rate traciling filter. Dapat diterapkan pula rotaring
biological contractor. Sistem anaerob memakai mikrobia anaerobik dan fakultatif yang
bekerja pada ketiadaan DO untuk mengurai limbah organik. Sistem anaerobik memiliki
daya menghilangkan sebagian besar BOD dan padatan tersuspensi dan sangat efektif
pada limbah yang mempunyi kadar inisial BOD dan padatan organik yang tinggi.
Proses ini ekonomik dan memerlukan lahan yang kecil. Sistem anaerobik memakai
laguna (tanggul tanah) dan tangki beton yang berisi campuran mikroorganisme dan air
limbah. Biasanya sistem ini dipakai pada tahap pertama yang kemudian diikuti dengan
laguna aerobik. Sistem ini menurunkan initial organic yang tinggi ke konsentrasi yang
f. Variasi dari proses "activited sludge"' digunakan bila jumlah air limbah relatif kecil.
Pada dasarnya proses ini merupakan suatu sistim yang memanfaatkan pertumbuhan
Yang dimaksud limbah padat pada setiap negara tidak sama, tergantung dari
kondisi, jenis, bentuk dan komponen limbah. Klasifikasi secara umum sebagai
berikut:
berupa bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan
b. sampah organik yang tidak membusuk (rubbish) yang lebih padat, cukup
Contoh limbah ini pada RPH/RPU antara lain: kertas, plastik, kaca, botol
d1l.
c. sampah bangkai binatang (dead animal) yaitu semua limbah yang berupa
bangkai hewan, bagian karkas yang diafkir serta afkiran sampel organ sisa
d. sampah abu (ashes) yaitu limbah yang mudah terbawa angin tetapi tidak
bulu).
Umumnya limbah padat yang dihasilkan oleh RPH/RPU sebagian besar dapat
diproses lebih lanjut sehingga. mempunyai nilai ekonomi. Cara penanganan limbah padat
berlantai semen bersudut miring sehingga mudah untuk dibersihkan, atau dalam
keadaan kering dapat dimasukkan dalam karung plastik untuk diolah menjadi kompos
(a) kertas dan plastik dapat dikumpulkan dan dijual untuk didaur ulang atau.
dibakar.
(b) botol obat-obatan setelah dibersihkan dapat dikumpulkan dan dijual atau
dikubur
(c) kuku dan tanduk dapat dikumpul untuk dijual sebagai bahan kerajinan
permukaan tanah atau dibakar. pada tungku pembakaran. Bulu kasar dikumpulkan
dikeringkan kemudian dimasukkan dalam karung plastik untuk diolah lebih lanjut
a. Gas Carbon Monoksida (CO) dan Nitrogen oksida (NO) yang dihasilkan
b. Bau timbul akibat kotoran maupun urine hewan yang tidak dikendalikan.
digunakan sewaktu-waktu.
a. Hasil pembakaran bangkai, afkiran karkas dan lain-lain akan menghasilkan gas
antara lain Carbon Monoksida (CO2) dan Nitrogen Monoksida (NO). Agar
cemaran tersebut tidak membahayakan manusia dan biota yang ada, tungku
maximal 80 dbA, atau dapat dibantu dengan penanaman pohon sekitar sumber
suara serta upaya penempatan sumber suara pada lokasi yang berjauhan dengan
pemukiman. Dari segi, kemesinan sebagai sumber suara dapat juga dipilih
mesin-mesin dengan RPM (Rotation Per Minute) yang rendah sehingga tingkat
c. Bau yang menyengat dapat dikurangi dengan menjaga tempat tersebut selalu
kering dan bersih, serta tidak membiarkan kotoran tersebut bertumpuk terlalu
lama.
reguler dengan:
priodik.
Kesehatan Hewan.
(2) Meningkatkan koordinasi hasil penanganan limbah dengan instansi terkait yaitu
masyarakat.
lingkungan segera melapor kepada aparat yang terkait untuk segera diambil
pemantauan awal serta metoda awal merupakan titik yang tetap dan selalu
kualitas kimia fisik. Data tersebut dapat diperoleh dari data sekunder yang berasal
dari institusi yang bertanggungjawab terhadapdata tersebut, serta data primer yang
(c) absah
(a) .Lokasi sampling, perlu didasarkan pada batas wilayah studi yang bertitik tolak
pada ruang rencana kegiatan serta diperluas ke ruang ekosistem serta ruang
i. Tata ruang di dalam wilayah studi. Tata ruang perlu diamati untuk melihat
ii .Tata air di dalam wilayah studi. Tata air di dalam wilayah studi perlu diamati,
untuk melihat sebaran/distribusi dari afluen dan emisi yang berasal dari
untuk menentukan waktu dan frekuensi yang tepat, perilaku pembuangan limbah
i. Alat pengambilan sampel setempat (point sampler). Selain botol biasa, ada pula
alat khusus yang dapat mengambil sampel air pada kedalaman yang
Ruttner.
tabung USDH.
iii. Alat pengambilan sampel automatik. Alat ini digunakan untuk memperoleh
karakteristik yang tidak banyak berubah di dalam suatu periode atau di dalam
batas jarak tertentu. Umumnya metoda ini dapat dipakai untuk sumber alamiah,
tetapi tidak mewakili air buangan sumber air yang banyak dipengaruhi air
menit sampai 1 jam atau lebih. Parameter yang dapat diukur dengan metode ini
adalah: pH, kadar gas terlarut, oksigen terlarut, CO2, sulfida, sianida dan
klorin.
sesaat yang diambil dari satu tempat yang sama pada waktu yang berbeda.
tetapi dalam beberapa hal dilakukan secara intensif untuk jangka waktu yang
Adalah gabungan sampel-sampel sesaat yang dari tempat berbeda pada waktu
yang sama. Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan rata-rata suatu daerah atau
kualitas air dari suatu penampang aliran sungai yang dalam atau lebar
Metoda ini tidak untuk pemeriksaan kualitas air danau atau waduk.
pH G - Analisa segera
Keterangan
P : Plastik Polipropilen
G : Gelas
(a) metoda basah (wet method), pada prinsipnya adalah sampel udara diabsorbsi oleh
suatu larutan kimia yang selektif terhadap jenis gas yang disampling, yang
Peralatan terdiri dari serangkaian impinger, pompa penghisap udara dan selang
penghubung.
(b) Metoda kering (dry method), yaitu sample udara di analisis dengan menggunakan
energi cahaya hasil reaksi kima secara langsung. Peralatan sampling terdiri dari
Di Indonesia talah ditetapkan nilai ambang batas kebisingan kerja sebesar 85 dbA.
kemugkinan terkena dampak, sehingga perlu pula diketahui komponen biologi secara
- Buat garis transek tegak lurus garis utama, pada ujung garis utama.
- Ukur jarak dan diameter pohon terdekat. Buat garis-garis transek berikutnya
- Pada setiap garis transek dibuat atau dikerjakan seperti cara di atas.
Total jarak
=
4 × Jumlah titik
10.000
=
rata − rata jarak
i. Sensus.
Adalah perhitungan semua jenis satwa yang meliputi suatu areal pada suatu waktu
terlebih dahulu.
H.n
N=
M
H = jumlah satwa yang ditandai
n = populasi yang tertanda dan tertangkap kembali
M = jumlah satwa yang ditangkap
dan bentos.
ii. Pengumpulan secara kualitatif, dengan cara air yang telah diketahui
Pengmpulan bentos dari dasar sungai, kolam atau sawah yang tergenang dapat
kemudian dituangkan dalam kantung plastik dan diberi pengawet Formalin 40%
Pengumpulan bentos pada air mengalir, misalnya sungai dapat menggunakan jala
Surber yang mempunyai luas 40 x 25 cm2. Jala tersebut harus diletakan pada
dasar perairan dari sungai dengan arah menentang aliran arus. Caranya: area
seluas 0,1 m2, kita aduk-aduk dengan hati-hati sehingga organisme bentos yang
melekat di batu-batu, pasir, atau lumpur tercuci akan hanyut dan terapung dijala
Surber, kemudian kita masukan dalam kantung plastik dan diberi formalin 40%
berbeda-beda, sesuai dengan periode kegiatan tersebut. Dampak yang timbul pada:
(a)Periode Prakonstruksi.
Pada periode ini umumnya dampak yang muncul adalah proses ganti rugi
pemilikan tanah. Untuk mengatasi hasil ini tokoh masyarakat informal perlu
masa akan datang dan untuk itu perlu diambil beberapa sampel pendapat
Umumnya tenaga yang dapat diserap dari masyarakat setempat adalah tenaga
kerja non teknis yang hanya dipekerjakan untuk sementara. Penggunaan tenaga
i.Pendapatan masyarakat.
ii.Kesehatan masyarakat.
wabah penyakit. Penyakit dimaksud dapat yang bersifat zoonosis maupun non
zoonosis.
iii. Keagamaan
Faktor religius merupakan faktor sangat mendasar terutama pada RPH babi.
masyarakat.
iv.Budaya
Berdasarkan hasil analisa yang didapat dengan metoda ilmiah yang dipilih dari
inilah yang menjadi tolak ukur dalam pengendalian dampak yang timbul akibat
suatu kegiatan. Pendataan data awal dan data selama kegiatan dengan metoda
lingkungan awal, sehingga bila terjadi kenaikan besaran dapat diketahui sedini
mungkin.
V. LAIN-LAIN
1. Saran penyempurnaan dokumen UKL dan UPL dari rencana usaha atau kegiatannya
yang dibiayai baik oleh APBN atau swasta yang izin usahanya dikeluarkan oleh
instansi berwenang tingkat pusat, BUMN lingkup Dep. Pertanian, dilakukan oleh
2. Saran penyempurnaan dokumen UKL dan UPL dari rencana usaha atau kegiatan
yang dibiayai oleh APBD atau APBN apabila penyelenggara rencana kegiatan
tersebut diserahkan kepada daerah atau swasta yang izin usahanya dikeluarkan oleh
4. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ada saran penyempurnaan tertulis, maka
Susu dapat merupakan sumber penyakit bagi manusia, dan sebenarnya tanpa
konsumsi susu yang kurang higienis. Secara garis besar, penyakit yang dibawa oleh susu
1. Langsung dari sapi, karena banyak dari penyakit yang diderita sapi dapat
2. Dengan penularan susu dari sumber luar selama pengangkutan dari sapi
Beberapa penyakit yang dapat ditularkan langsung dari sapi adalah sebagai berikut :
Tuberkulosis
Dari semua penyakit yang ditularkan melalui susu, tuberkulosis adalah yang
paling menonjol. Mycobacterium bovis adalah penyebab penyakit pada sapi dan dapat
dipindahkan kedalam kedalam susu, terutama bila ambingnya kena infeksi. Sampai
ditemukannya prosedur pasteuriasi yang efektif, susu adalah salah satu bahan pangan
penyebab utama tuberculosis pada populasi sapi juga telah terbukti sangat efektif untuk
Salmonellosis
Salmonella merupakan komponen mikroorganisme yang sangat sering sebagai
penyebab keracunan makanan. Walaupun bakteri dapat dirusak oleh pasteurisasi, namun
bakteri dapat berasal dari lingkungannya untuk selanjutnya mencemaris susu. Sumber
utama kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari jenis burung dan binatang pengerat.
jalan kontrol yang ketat terhadap proses produksi dan higiene lingkungan.
Brucellosis
Brucellosis yang disebabkan karena infeksi pada sapi disebabkan oleh Brucella
bersifat menular dan gejala-gejala infeksi pada manusia adalah demam yang berselang-
Leptospirosis
Penyakit sapi ini disebabkan oleh jenis dari kelompok Leptospira dan pada
Demam Q
Demam Q adalah penyakit seperti radang paru-paru (pneumonia) yang berasal
dari Rickettsia. Organisme penyebabnya adalah Coxiella burnetti yang dapat disebarkan
melalui udara.
Staphylococcus aureus
Walaupun bakteri ini sendiri dapat dirusak oleh perlakuan pemanasan,
Stapylococcus aureus dapat menghasilkan toksin yang bersifat tahan panas sehingga akan
tetap bertahan dengan perlakuan pasteurisasi dan menyebabkan terjadinya keracunan. Hal
ini menunjukkan bahwa sekalipun bakteri tidak ditemukan dalam bahan pangan (susu),
namun tidak berarti bahwa bahan pangan tersebut bebas dari kemungkinan terjadinya
tinggi yakni 106/g. Organisme tidak dapat tumbuh dengan baik pada temperatur rendah.
Listeria monocytogenes
Sebagian besar bakteri pattogen pada produk susu bersifat mesophilik sehingga
tidak dapat tumbuh pada temperatur refrigerasi. Tetapi tidak sama halnya dengan bakteri
Listeria monocytogenes yang dapat tumbuh pada suhu 00C. L. monocytogenes bersifat
peka terhadap panas dan dapat dirusak dengan suhu pasteurisasi. Terajadinya cemaran
pada produk setelah perlakuan panas diduga akibat terjadinya cemaran setelah
pasteurisasi. L.monocytogenes juga dapat tumbuh pada media yang mengandung 10%
NaCl.
Bacillus cereus dan E.coli O157. Walaupun toksin yang dihasilkan oleh B.cereus sudah
diketahui beberapa tahun yang lalu, namun belakangan ini, organisme ini mengalami
peningkatan yang cukup nyata terutama pada produk susu sebagai akibat dari daya
Gram negatif tidak ada, masa simpan dari produk yang didinginkan akan dapat
diperpanjang, namun akan berdampak terhadap pertumbuhan bakteri B.cereus yang lebih
cepat.
Beberapa strain E.coli telah diketahui berkaitan dengan kejadian wabah keracunan
makanan, namun strain E.coli O157 yang dianggap sebagai bakteri patogen yang sejati.
Strain bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya hemolytic colitis dan hemolytic uremic
syndrome (HUS) terutama pada anak-anak. HUS merupakan penyakit ginjal yang meluas
yang dapat mengawali terjadinya gagal ginjal dan berakhir dengan kematian. Organisme
Organisme ini bersifat tidak tahan panas dan tidak dapat tumbuh pada suhu pasteurisasi.
spp dan Yersinia enterocolitica merupakan dua organisme yang dapat dirusak oleh suhu
pasteurisasi, namun kehadiran mikroorganiosme ini pada susu dianggap sebagai akibat
INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan munculnya paradigma baru pembangunan sektor pertanian,
pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan sektor pertanian harus pula
menyesuaikan dengan paradigma baru tersebut. Dalam hal ini, maka peran pemerintah
tentang Otonomi Daerah, akan lebih banyak terkait dengan rumusan-rumusan kebijakan
pembangunan komoditi ternak yang berbasis sumber daya alam lokal (jenis ternak
potong, kambing, domba ayam buras dan itik), 2) tiang pendukung adalah pembangunan
komoditi ternak yang memerlukan investasi dan teknologi tinggi (komoditi ternak ayam
ras petelur dan daging, babi dan sapi perah), dan 3) tiang pelengkap yaitu pembangunan
komoditi ternak yang memiliki potensi baru (komoditi aneka ternak seperti kelinci,
Pengembangan persusuan nasional telah dimuali secara intensif sejak tahun 1979
melalui usaha pengembangan usaha sapi perah yang berbasis pada peternakan rakyat.
yang cukup baik. Upaya tersebut melalui impor bibit sapi perah, penerapan teknologi IB,
perkreditan, dan pembenahan secara sistematis usaha persusuan meliputi aspek produksi,
Indonesia belum bisa mengimbangi laju konsumsi susu dalam negeri yang terus
meningkat. Pada tahun 1979, konsumsi susu dalam negeri adalah sebesar 532,7 ribu ton
sedangkan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) dalam tahun yang sama adalah
sebesar 72 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi SSDN terhadap konsumsi
susu dalam negeri adalah sebesar 13,5%. Pada tahun 2001, seiring dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat, maka konsumsi susu meningkat menjadi 1.330 ribu ton.
Sementara itu produksi SSDN mencapai 505 ribu ton atau meningkat 26 kali lipat dalam
kurun waktu 21 tahun. Jumlah ini hanya dapat memenuhi 30,8 % konsumsi susu nasional.
Rendahnya produksi susu dalam negeri disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan
dengan mutu bibit, belum berkembangnya manajemen sapi perah, kesehatan hewan,
kualitas pakan dan penerapan praktek hygiene sanitasi pada rantai produk susu.
kesehatan. Dengan tidak diberlakukannya lagi kebijakan rasio susu melalui Keputusan
Presiden No. 4/1998, diperlukan upaya-upaya strategis yang terkait dengan peningkatan
efisiensi dan produktivitas sapi perah rakyat melalui program yang terpadu, terfokus,
di pedesaan dalam skala kecil dengan rata-rata kepemilikan kurang dari 4 ekor sapi
laktasi / peternak. Sedangkan usaha sapi perah dalam skala besar masih sangat terbatas
secara kasar diperkirakan 64% produksi SSDN berasal dari peternak skala kecil.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian yang dilakukan BPS, jumlah rumah tangga peternak
sapi perah di Indonesia meningkat dari 31.438 KK pada tahun 1973 menjadi 64.663 KK
pada tahun 1983 dan meningkat lagi menjadi 98.000 KK pada tahun 1993.
ditemukan kondisi ternak dan praktek pemeliharaannya jauh dibawah standar, sehingga
tingkat produksi susunya masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi genetik bibit
yang mungkin dapat dihasilkan, disamping rendahnya kualitas susu akibat tingginya
cemaran mikroba.
Dari segi penyebaran usaha peternakan sapi perah di Indonesia, sekitar 97%
populasi dan produksi susu sapi perah terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan
penghasil susu diluar Jawa adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan
dengan taraf kontribusi terhadap susu nasional sebesar 3%. Kondisi ini menimbulkan
masalah pada penyediaan lahan sebagai basis ekologi budidaya sapi perah mengingat
Penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada sapi perah telah mulai
diintroduksikan sejak tahun 1969, dan sejak tahun 1979 IB dilakukan secara terprogram
dalam suatu paket kebijaksanaan untuk perbaikan mutu dan peningkatan populasi. Sejak
Tekonologi budidaya lain yang diterapkan pada usaha peternakan sapi perah
berasal dari impor memiliki mutu yang baik. Namun, seiring dengan berjalannya
waktu, performans mereka kian menurun akibat perkawinan silang yang kurang
memperhatikan pemilihan bibit yang baik, faktor agroklimat yang relatif kuarng
satuan ternak. Dewasa ini, rata-rata produksi susu baru mencapai 10-12
liter/ekor/hari, masih jauh dari kemampuan genetic mereka yang seharusnya dapat
juga menurun, hanya 42% dari total populasi sapi perah dan dari jumlah tersebut
70% yang laktasi. Relatif rendahnya produktivitas ditandai pula dengan calving
2. Skala Kepemilikan
Jumlah rata-rata pemilikan ternak relative rendah, yaitu sekitar 2-4
ekor/peternak. Padahal jumlah yang ideal pemilikan ternak berskala ekonomi atau
yang cukup sebagai usaha pokok menunjang kehidupan peternak adalah 10-15
kepemilikan lahan, terutama peternak sapi perah di pulau Jawa, yang rata-rata
itu, pengembangan usaha peternakan sapi perah ternyata belum terpola sesuai
dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detil Tata Ruang
(RDTR). Kondisi ini telah menimbulkan masalah yang cukup serius, khususnya
3. Teknologi
Keterampilan sumber daya manusia yang masih rendah, terutama ditinjau
dari asfek penerapan pengetahuan dan teknologi serta keterbatasan sarana dan
higiene dengan baik dan benar. Hal tersebut tercermin dari masih tingginya
jumlah cemaran mikroba, khususnya jumlah angka lempeng total (Total Plate
susu segar yang disalurkan ke IPS memiliki TPC sekitar 10-20 juta CFU/ml susu
segar, jauh diatas Standar Nasional Indonesia Susu Segar (SNI 01-3141-1998)
peningkatan produktivitas, kualitas dan efisiensi usaha. Disamping itu, unit susu
pada KUD banyak yang mendapat beban dari unit usaha lain dalam KUD tersebut
seperti usaha sayuran, palawija dan sebagainya yang sering merugi. Hal tersebut
koperasi.
Selama ini sekitar 85% produksi SSDN dijual ke IPS sebagai bahan baku
industri. Dengan adanya reformasi ekonomi, melalui Inpres No. 4 tahun 1998,
maka tata niaga susu dibebaskan sesuai mekanisme pasar, sehingga tidak ada lagi
kewajiban bagi IPS untuk menyerap susu produksi dalam negeri sebagai bahan
baku, dan produk SSDN dituntut untuk dapat bersaing dengan susu impor baik
dari segi kualitas maupun harganya. Apalagi, beberapa IPS besar akan
1. Sasaran Pengembangan
Dengan terjadinya reformasi ekonomi, maka sasaran pengembangan persusuan
liter/ekor/hari.
ekonomis
dibagi kedalam upaya jangka pendek, upaya jangka menengah dan upaya jangka
panjang.
a. Jangka Pendek
1) Reorganisasi Fungsi KUD
b. Jangka Menengah
1) Mempercepat program Sapi Pengganti (replacement program)
manajemen pemeliharaannya.
sistem HACCP
pemberdayaan ternak lain diluar sapi perah, seperti sapi potong yang
perah.
susu segar dan juga sebagai upaya transfer teknologi budidaya sapi
c. Jangka Panjang
1). Relokasi Usaha Peternakan Sapi Perah
iklim tropis
sapi perah dari luar negeri yang secara bertahap dan teratur
pelaksanaanya.
HEWAN QURBAN
dan Masyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Qurban adalah
sebagai berikut:
1. Jantan :
- tidak dikastrasi/dikebiri
2. Cukup Umur
a. Kambing/Domba
Umur lebih dari 1 (satu) tahun ditandai dengan timbulnya sepasang gigi
tetap.
b. Sapi/Kerbau
3. Sehat :
a. tidak cacat (pincang, mata buta/picak) telinga tidak rusak
d. muka cerah
f. lubang kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan
normal.
1. Persiapan
penjualan makanan dan minuman dan dibuatkan lubang yang cukup dalam
3. Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan dengan tata cara agama Islam sesuai dengan Fatwa
konsisten/kekenyalan daging.
III. HIMBAUAN
1. Dalam menghadapi Idul Adha (Hari Raya Qurban) masyarakat tidak perlu cemas,
sepanjang hewan yang akan disembelih tersebut telah diperiksa oleh dokter hewan
atau petugas yang ditunjuk atau mengikuti tata cara tersebut di atas atau
2. Daging hewan, termasuk daging hewan qurban agar dimasak dengan baik dan
3. Kepada anggota masyarakat yang merasa ada sesuatu gejala, atau kelainan yang
patut dihubungkan dengan penyakit Anthrax atau lainnya agar segera berkonsultasi
Dalam hukum Islam (Shari'ah) dikenal kesucian daging ternak untuk konsumsi manusia
1. Sembelih (Dhabh)
2. Dibunuh (Nahr)
3. Ditusuk
A. DISEMBELIH (DHABH)
Dhabh adalah bahasa Arab yang, artinya disembelih. Saat ternak disembelih
dengan tata cara Islamik, maka daging yang diperoleh secara hukum Islam
1. Pemotongan/Penyembelihan
a. Ternak yang dipotong harus dilakukan dengan belas kasih dan kebaikan. Nabi
mulia. Oleh karena itu ketika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik; dan
(Muslim)
tertekan, tidak ketakutan pada waktu dipotong dengan pisau tajam yang ada. di
hadapannya.
Tidak boleh ada anggota tubuh yang dilepas sebelum sempurna kematiannya
(Sahih Bukhari)
c. Penyembelihan harus dilakukan tanpa merusak sistim syaraf, otak atau syaraf
cara sebelum dipotong masih menjadi pertanyaan dan merupakan subjek Ijtihad.
d. Ternak harus bebas penyakit dan bebas pengaruh pengobatan hormon anabolic
2. Keyakinan Islam
Muslim percaya bahwa Allah SWT memerintah atas kehidupan dari seluruh alam
Kendarailah olehmu dalam kondisi baik dan bunuhlah olehmu serta makanlah
(Abu Dawud)
"Barang siapa yang membunuh anak burung tanpa alasan yang jelas, maka ia akan
mengadu kepada Allah pada hari pembalasan dan berkata Tuhanku, dia telah
a. Penyembelih harus seorang Muslim laki-laki atau perempuan yang sehat. Hal ini
Islam yang patut adalah melaksanakan karena Allah. Dalam Islam untuk
b. Ternak yang akan disembelih akan disukai bila menghadap Ka'bah (di Makkah,
c. Nama Allah harus secara khusyuk dimohonkan pada ternak yang disembelih
sebagai berikut:
Dalam membaca do'a adalah termasuk "Tasmiya: nama Allah dan Takbir:
disebutkan,…”(Al-Qur'an 6:121).
Harus dicatat bahwa sejak disembelih tidak menurut aturan belas kasih, belum
dapat dikatakan jalan kasih sayang. Pada waktu disembelih hanya diucapkan
3. Peralatan Pemotongan
Ternak yang akan disembelih harus menggunakan pisau tajam, sehingga
4. Prosedur Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan dari muka leher. Kerongkongan (oesophagus/Mirree),
pipa udara (trachea/Halkoom) dan kedua pembuluh darah balik (Vena jugularis
bahasa Arab Mirree, Halkoom dan dua Wajidan dipotong antara kerongkongan
dan kepala dari tulang dada (Libba). Pemotongan beberapa pembuluh darah
arteri yang menuju otak ternak dengan segera suplai darah ke otak berhenti.
Oleh karena itu otak akan segera kehilangan fungsi seperti kelemahan yang
Inilah yang menyebabkan ternak tidak sadar dan ternak tidak menderita sakit.
Darah yang mengalir akan segera mengering, kematian ternak terjadi karena
"Halal untukmu memakan daging dari ternak yang mengalir sempurna darahnya
(Sahih Bukhari)
Dalam ritual Islamik metoda penyembelihan pada kedua pembuluh darah balik
(Vena Jugularis) dan pembuluh darah carotid yang membawa, darah dari jantung ke
otak terputus sehingga darah akan segera mengering sehingga aliran darah ke otak
terhenti.
Ketika syaraf tulang belakang (spinal cord) tidak putus, perintah otak ke jantung
untuk mengalirkan darah lebih banyak lagi untuk segera keluar sehingga denyut
nadi, pernapasan menurun serta pengeluaran darah yang terjadi akibat kontraksi
otot. Tujuan pengeluaran darah segera mungkin dimaksudkan agar tidak menjadi
yang tumbuh 3 hingga 4 kali lebih sedikit dari pada ternak yang pengeluaran
Setelah selesai penyembelihan ternak harus ditangani dengan hati-hati, kepala, kulit
dan bagian lainnya dilepas hanya setelah benar-benar ternak telah mati dengan
sempurna.
36)
sempuma kematiannya".
Berkenaan hal tersebut, Ibn Hazm percaya bahwa, tidak halal makan bagian dari
dingin.
B. DIBUNUH (NAHR)
Nahr dalam bahasa Arab berarti melukai pembuluh darah balik (vena jugularis). Kata
Nahr disebutkan dalam Al-Qur’an 108:2. Dalam kasus ini terjadi pada ternak unta dan
jerapah yang dilakukan pembunuhan dengan ditusuk dalam rongga kerongkongan lalu
oleh AI-Daraqutni].
C. Ditusuk (Stabbing)
Ini salah satu bentuk zakall yang terjadi dengan melukai hewan yang berakibat
"Kami bersama Rasulullah SAW saat seekor unta lari tersesat jauh, lalu kami pergi
mengejar dengan beberapa kuda tetapi tidak berhasil. Akhimya seseorang dari kami
SAW bersabda "unta seperti itu dapat disamakan dengan binatang liar yang mana
(Authentic Hadiths dalam Sahih Bukhari mengatakan diantara hewan dapat dikatakan
1. Hewan/unggas yang disembelih harus sehat, bebas dari penyakit dan cacat;
saat disembelih;
3. Tidak ada bagian tubuh ternak yang dilepas sebelum mati sempurna;
disembelih, karena dapat mengarah kepada haram bila mati sebelum disembelih;
a. Menyebut nama "Allah dan Maha Besar" harus dilisankan dengan khusyuk oleh
Akbar";
ayunan yang cepat sehingga hewan tidak menderita sakit saat disembelih. Dalam
8. Pemotong harus mulai dari depan leher dengan memotong saluran makanan
pembuluh darah (vena jugularis dan arteri carotid /wajidan) di leher tanpa
terpotong kepalanya;
10. Setelah disembelih hewan unggas harus ditangani dengan hati-hati, kepala, kulit
dan bagian-bagian tubuh lainnya tidak boleh dilepas sebelum yakin benar-benar
sempurna kematiannya;
11. Setelah dilepas kulitnya, karkas harus dicap dengan cap resmi halal pemotongan
untuk memudahkan identifikasi. Karkas harus ditangani dan diawasi secara teliti,
14. Pengangkutan daging halal dan non halal tidak boleh dicampur dalam satu,
didalamnya hewan-hewan ternak) dapat merasakan sakit dan memiliki emosi atau rasa
takut. Pada khususnya binatang mamalia, termasuk ternak dalam kelompok ini, memiliki
struktur otak yang membuat mereka merasakan rasa takut dan penderitaan atas rasa sakit,
dan merasakan rasa sakit seperti halnya manusia. Rasa takut dan sakit adalah penyebab
utama stres pada hewan ternak dan stres ini mempengaruhi kualitas daging tersebut.
biasa atau pada keadaan-keadaan yang disebabkan oleh kesengajaan manusia, adalah
tanggung jawab moral manusia untuk memastikan penanganan hewan-hewan ini dengan
baik sehingga mereka tidak menderita secara berlebihan dan mereka tidak mengalami
teknik dan fasilitas-fasilitas yang dianjurkan, dan mengambil langkah-langkah yang dapat
mengurangi rasa sakit pada hewan dan kecelakaan yang mengakibatkan luka, akan
mengurangi stes pada binatang dan menjaga kualitas pada daging dan produk
sampingannya.
A. Kualitas Daging
Energi yang dibutuhkan untuk aktivitas otot pada hewan hidup didapatkan
dari gula (glikogen) yang terdapat pada urat. Pada binatang yang sehat dan cukup
hewan dipotong atau dijagal, kandungan glikogen dalam urat berubah menjadi
asam laktik dimana urat dalam daging akan mengeras (Rigor Mortis).
menjadi lezat dan empuk, menjaga kualitas daging yang baik dan memiliki warna
daging yang baik juga. Bilamana hewan stres sebelumnya dan selama penjagalan,
jumlah glikogon berkurang dan tingkat asam laktik yang berkembang pada daging
menjadi berkurang sesudah penjagalan. Hal ini akan mengurangi kualitas daging.
Daging Pucat Lembek Berair / Pale Soft Exudative (PSE) Meat (Gambar 1)
PSE pada babi disebabkan oleh stres singkat beberapa saat sebelum
Dalam hal ini hewan mengalami kegelisahan dan ketakutan yang tinggi
pada glikogen urat dan daging menjadi sangat pucat dengan pengerasan tingkat
asam (tingkat keasaman 5,4 – 5,6 sesudah penjagalan) dan aroma yang buruk.
Jenis daging ini sulit untuk dipakai dan sama sekali tidak dapat dipakai oleh
pedagang daging atau produser daging dan hanya dibuang pada tingkat terburuk.
Daging Gelap Keras dan Kering / Dark Firm and Dry (DFD) Meat
(Gambar 1)
Kondisi ini dapat ditemui pada daging sapi atau biri-biri dan kadang-kadang pada
daging babi dan burung unta sesaat sesudah penjagalan. Daging tampak lebih
gelap dan kering dari batas normal dan memiliki tekstur yang lebih keras.
Glikogen urat hilang pada saat penangkapan, pengiriman dan saat sebelum dijagal
dan sebagai akibatnya pada saat sesudah hewan dipotong, terdapat sedikit
Daging ini berkualitas tidak baik karena memiliki rasa yang berkurang
dan warna gelap. Daging tidak dapat diterima oleh para konsumen dan memiliki
daya tahan tidak lama untuk disimpan karena memiliki tingkat keasaman (pH)
yang tidak normal pada daging (6,4 – 6,8). DFD pada daging bersumber dari
bagi binatang untuk dapat beristirahat selama 24 jam sebelum penjagalan. Hal ini
babi, yang harus dikirim dan dipotong seminim mungkin dari stres, tetapi tidak
glikogen pada urat daging yang dipotong setinggi-tingginya. Asam ini memberi
tingkat keasaman (pH) yang ideal, diukur sesudah 24 jam sesudah penjagalan,
bahwa hewan telah stress, terluka atau terjangkit penyakit sebelum dipotong.
Asam laktik pada susunan urat memiliki efek atas pertumbuhan bakteri
bau, warna berubah, anyir dan kotor. Inilah yang disebut sebagai kerusakan
daging, dan hal ini mengakibatkan daya tahan daging berkurang, yang
Bilamana kriteria yang mengkontaminasi bahan makanan ini adalah jenis yang
beracun, konsuman daging ini bisa sakit yang mengakibatkan perawatan medis
yang mahal dan hilangnya jam kerja manusia itu untuk ekonomi nasional. Oleh
karena itu, daging dari binatang yang menderita stres atau luka-luka selama
lebih singkat yang disebabkan oleh kerusakan tersebut. Hal ini mungkin penyebab
Memar adalah hilangnya darah dari saluran darah yang rusak kedalam
serat urat-urat. Hal ini disebabkan oleh hentakan fisik dari tongkat atau batu,
tanduk binatang, gesekan besi, atau binatang terjatuh dan dapat terjadi setiap saat
Memar dapat beragam ukurannya dari yang ringan (diameter sekitar 10cm)
sampai dengan tingkat parah hingga lumpuh, kerusakan daging atau bisa juga
- Cepat rusak, karena daging yang berdarah adalah tempat yang baik
terluka atau dalam kasus-kasus terburuk daging secara keseluruhan tidak dapat
dipakai dan harus disingkirkan. Bilamana infeksi bakteri terjadi pada luka-luka
tersebut, ini menyebabkan timbulnya bisul bernanah dan septicemia dan daging
dari hewan ternak, selain dari bagian dagingnya, khususnya untuk kulit sapi dan
burung onta. Pada babi dan ayam, kulitnya adalah bagian dari daging yang dapat
dimakan.
Bahan kulit yang berguna hanyalah dapat dari kulit yang tidak rusak dan
diproses dengan baik. Penanganan yang baik pada bahan ini sangatlah penting
terhadap lapisan kulit dan kulit ini dapat merugikan perusahaan yang
menanganinya.
Kulit dan hewan potong (gambar 11) dapat rusak karena penanganan
1. Sebelum pemotongan
- Pengecapan yang buruk
buruk.
produk sampingannya.
Untuk tingkat yang lebih luas, tergantung spesies binatang tersebut. Pengetahuan dasar
dari tingkah laku binatang pada suatu situasi dari daerah peternakan hingga tempat
manusia, seperti di peternakan ataupun di pelelangan yang sesak, tidak akan gampang
lebih baik sewaktu diturunkan dari truk, kurungan dan arena yang memadai dibandingkan
binatang yang lebih jinak. Petugas yang menaikkan hewan tak jinak ke atas truk harus
tahu psikologi binatang untuk menghindari luka baik bagi hewan tersebut ataupun untuk
dirinya sendiri. Sedangkan binatang - binatang seperti lembu jantan, atau binatang
penarik pedati lainnya atau hewan yang lebih terjinakkan atau yang sering diacsinfeksi
(untuk menghilangkan kutu-kutu) dan binatang yang tinggal dekat manusia, seperti di
ini sangatlah sensitif terhadap kuning, hijau dan biru. Pengalaman telah membuktikan
bahwa hewan ternak, khususnya sapi dan babi, juga burung onta, sangatlah peka terhadap
cahaya kontras. Hal ini membuat mereka ragu - ragu dan menghindar dari got, juga
burung onta sangatlah peka terhadap cahaya kontras. Hal ini membuat mereka ragu-ragu
dan menghindar dari got, pintu gerbang dan perubahan dari basah ke kering atau dari
lantai semen ke lantai metal. Pencahayaan harus merata dan redup dan pencahayaan dari
Beberapa hewan ternak seperti sapi dan burung onta memiliki sudut pandang yang
luas dan untuk menghindari mereka dari rasa takut dari lingkungan di sekitarnya,
penyekat harus memiliki sisi-sisi yang kuat. Binatang juga takut terhadap benda bergerak
dan juga ruang gelap dimana mereka bisa menolak masuk ke ruangan gelap.
daerah yang terang. Pencahayaan ekstra dan tidak langsung akan memudahkan
untuk menerangi pintu masuk area kandang dan menyingkirkan lampu. untuk
tersebut. Semua spesies binatang akan ragu-ragu atau menolak untuk begerak bilamana
mereka melihat sesuatu di area yang membuat mereka merasa takut. Seperti cahaya yang
terang, rantai-rantai yang mengkilap, manusia atau peralatan yang bergerak, bayangan
atau air yang menetes. Hewan yang jinak akan berhenti bergerak dan memandang
gangguan itu yang telah membuat mereka takut. Jika angin berhembus ke arah mereka,
hal ini harus dihindari atau dihilangkan. Bilamana binatang-binatang ini ragu-ragu,
bergerak. Benda-benda yang bergerak dapat membuat hewan-hewan ini takut. Memaksa
mereka untuk mendekati kendaraan secara tiba-tiba, atau masuk ke kurungan atau.
Sapi domba dan burung onta memiliki pendengaran yang sensitive khususnya
terhadap suara dengan frekwensi tinggi. Suara yang tidak mempengaruhi pendengaran
binatang itu, mengurangi kebisingan yang terburuk tetapi paling mudah dikurangi.
Walaupun dapat dikatakan bahwa di daerah pedesaan dimana hewan-hewan hidup dekat
dengan manusia dimana mereka dikumpulkan setiap malam dan secara berkala
didesinfeksi, beberapa dari suara-suara itu berguna untuk mengumpulkan hewan tersebut.
Sebagai contoh di desa-desa dimana sapi-sapi terbiasa dengan teriakan dan suara keras
binatang. Hal inj juga terjadi pada saat peng' sebelum penjagalan itu sendiri. Penjagalan
pada tempat yang kecil, tenang mengurangi hormon stres hewan dibandingkan tempat
Dalam kaitannya dengan bau, bau yang menusuk khususnya yang aneh, bisa
membuat hewan gelisah dan panik. Hal ini dapat dilihat dari binatang yang mana mereka
tidak terbiasa satu dengan yang lain dan atau kondisi lingkungan baru dari satu sumber
pemindahan sapi - sapi itu ke area pemingsanan. Bilamana seekor menjadi gelisah dan
hiruk pikuk selama proses penjagalan, hewan-hewan berikutnya biasanya akan gelisah
juga dan hari penjagalan itu menjadi suatu rantai reaksi tak terputus dari
peralatan-peralatan telah dicuci hewan - hewan itu akan tenang. Bau stres pada darah
hewan yang sangat stres dapat dicium oleh binatang lain dan dapat menimbulkan
terhadap hewan lain. Riset terhadap sapi dan babi membuktikan bahwa hormon stress
terdapat pada air ludah dan kencing mereka. Babi dan sapi biasanya menghindari benda
atau tempat terkontaminasi oleh air kencing dari binatang yang stress.
Cara Memperlakukan
Prinsip Umum
Prinsip pertama terhadap penggiringan hewan adalah menghindari kepanikan pada
hewan-hewan tersebut. Dibutuhkan waktu sampai 30 menit bagi hewan untuk menjadi
tenang dan membuat detak jantung mereka menjadi normal sesudah proses penggiringan
yang sembrawut. Hewan yang tenang bergerak dengan mudah dan tidak susah
memindahkan mereka dari kurungan mereka. Petugas harus bergerak dengan lambat tapi
Hewan akan gelisah bilamana mereka dipisahkan dari yang lain. Bilamana hewan
yang dipisahkan menjadi gelisah, hewan lainnya harus digabungkan dengannya. Jolokan
listrik (frods) harus dipakai seminimal mungkin atau hanya dipakai untuk hewan yang
keras kepala saja. Adalah lebih manusiawi dan tidak menyakiti binatang bilamana
diberikan kejutan listrik ringan dibandingkan pukulan dengan tongkat atau plintiran pada
ekornya. Jolokan yang dijalankan dengan batere (gambar 6) lebih baik dari jolokan
dengan sambungan
listrik langsung (gambar 12). Voltase yang dipakai seharusnya tidak melebihi 32 V dan
tidak dipakai pada bagian-bagian sensitif hewan seperti mata, urat, anus atau vagina
Selain penjolok (prods), alat penggiring lain dapat juga dipakai cambuk dengan
ikatan (straps) (Gambar 13), kertas atau plastik yang digulung, tongkat dengan bendera
atau panil. Panil untuk mengiring babi adalah lembaran yang terbut dari bahan yang
keras, seperti kayu, plastik dan. lain-lain yang berukuran kurang lebih 1 M″ yang
dipegang oleh penggiring untuk menghalangi pandangan dan gerakan babi sehingga bisa
menuntun arah mereka. Tanpa panil ini, sangatlah sulit menggiring babi dengan cara
tangan sebagaimana menggiring domba atau sapi. Hewan yang ragu-ragu dapat digiring
kekurungan atau kendaraan dengan jalan, hewan yang jinak diberi jalan terlebih dahulu
Burung Onta sangatlah bersifat panik dan seharusnya ditangani dengan penuh
perhatian. Mereka memiliki tendangan yang kuat. Burung yang jinak dapat dituntun
penggembala (gambar 10) yang dikaitkan dengan di seputar leher adalah pembantu
penggiring yang sangat berguna atau dengan menempatkan tutup kepala akan membuat
dalam proses penggiringan. Kurungan dan lorong dari areal halaman seharusnya diisi
setengahnya. Penggiring harusnya juga tidak memaksakan masuk hewan ke area yang
sesak. Hewan harus dituntun ke arena penampungan tanpa didorong paksa. Bilamana
hewan-hewan itu didorong paksa ke pintu penampungan, proses penggiringan ini menjadi
sangat sulit. Hewan yang berjubel - jubel tidak dapat berputar untuk masuk ke arena
penampungan. Bilamana seekor hewan tidak mau masuk ke kurungan dengan satu jalur,
ia. mungkin ragu-ragu karena kendala yang ada di depannya, seperti orang yang sedang
bergerak.
itu ada di luar zone lari binatang itu. Bila orang memasuki zone, binatang itu akan
menghindar. Bila. seekor binatang dalam kurungan atau area pengumpulan menjadi
gelisah karena seseorang terlalu dekat dengannya, hal ini menunjukkan bahwa orang itu
ada pada zone lari hewan itu dan orang itu harus mundur menjauh. Pemasangan pagar
kokoh pada kurungan (gambar 12) dan pemingsanan (gambar 25) membantu hewan
menjadi tenang karena adanya batas antara mereka dengan orang-orang yang mendekat.
Ukuran zone lari tergantung seberapa liar atau jinak binatang itu. Binatang dengan
temperamen gerak yang tinggi akan memiliki zone lari yang lebih luas. Binatang yang
hidup dekat manusia akan memiliki, zone lari yang lebih sempit dibandingkan dengan
binatang yang jarang bertemu manusia. Binatang yang panik memiliki zone lari yang
lebih besar dari yang sedang tenang. Binatang yang terlalu jinak tidak memiliki zone lari
Untuk membuat hewan maju ke depan, penggiring harus berada di belakang titik
keseimbangan, yaitu di dekat pundak hewan. Untuk membuat hewan mundur, penggiring
pergerakan penggiring, yang mana dapat mengurangi pemakaian penjolok listrik. Sapi,
domba dan babi akan bergerak maju dalam area, bilamana seorang petugas berpapasan
dengan hewan pada arah yang berlawanan dengan kemauan pergerakan hewan, petugas
itu harus bergerak cepat untuk melampaui titik keseimbangan hewan dipundaknya untuk
membuat hewan itu bergerak ke depan. Hewan itu tidak akan bergerak sampai petugas itu
Gambar 19: Bentuk Pergerakan Penggiring untuk Membuat Hewan Bergerak ke Arah
Kurungan.
dipundaknya. Petugas berjalan pada arah berlawanan sepanjang lorong satu jalur
penggiringan.
Sebagai contoh pagar kurungan yang dibuat dengan. buruk (Garnbar 14) yang membuat
pelelangan dan rumah-rumah penjagalan yang dirancang dan dibangun dengan baik
(Gambar 15, 16, 17, 18, 20, 21) akan banyak memberikan sumbangan ke arah
Gambar 22: Lerengan untuk Babi dan Area untuk Menurunkan Muatan untuk Kendaraan
Menuju Kurungan untuk Babi.
pelelangan dan penjagalan harus memiliki ruang yang cukup untuk hewan untuk
Tabel 11. Kebutuhan Luas Tempat (m) untuk Ternak dengan Jenis yang Berbeda.
Terikat 3.0
Besar 0.9
Domba 0.7
Kerbau dan babi hutan harus dikandangkan secara. individu, dan bilamana diikat
mereka harus bisa berbaring. Air harus mudah dicapai. Bak minum dan mandi harus
cukup tinggi atau aman untuk menghindari hewan dari jatuh atau tenggelam. Pada daerah
dingin, kandang harus memiliki dinding dan atap untuk menghindari hewan dari stres
terhadap cuaca buruk. Untuk daerah tropis, atap sangatlah penting untuk suatu kandang
untuk melindungi hewan, khususnya babi, dari struk panas atau sengatan matahari
(Gambar 14) kandang burung onta harus sebagian tertutup agar lebih gelap sehingga
Gambar 26: Kandang Burung Onta yang Tertutup untuk Membuat Lebih Gelap.
Pemisah : Pagar atau pemisah terbuat dari besi bulat (Gambar 20), kayu atau beton
(Gambar 21, 22) harus halus dan tanpa tonjolan-tonjolan seperti engsel, ujung-ujung yang
rusak atau kawat. Ruangan-ruangan harus terhindar dari resiko terperangkap atau luka
bagi binatang-binatang.
Tabel 12. Jarak Pagar dan Tinggi untuk Hewan-hewan yang Berbeda.
Sapi 20 cm 1,5 m
Babi 15 cm 0,9 m
Lantai (Gambar 22, 23) Lantai kandang harus anti licin dan memiliki kecuraman tak
lebih dari 1 : 10. Jika hewan tergelincir dapat menyebabkan memar, patah tulang, terkilir
atau kerusakan kulit. Lantai beton harus memiliki ruas kasar ditutupi dengan celah-celah
Gambar 31:
Sapi yang Menunggu didepan Lorong Kotak
Pemingsanan.
Lerengan dan Panggung: Kedua struktur ini sangatlah penting untuk menaikkan dan
Lerengan harus mempunyai kemiringan pada sudut 20 derajat atau kurang (Gambar
15,16)
Gambar 33
Jalur-jalur untuk Babi Menuju Area Pemingsanan
perdagangan perternakan dan untuk tingkat yang lebih rendah pada daerah pedesaan atau
sektor terkait lainnya. Hewan-hewan ini perlu dipindahkan untuk sejumlah alasan seperti
dipindahkan dengan berjalan kaki, melalui jalan atau dengan kereta api. Dalam sejarah
penduduk dan perdagangan produksi hewan, pengiriman dengan kendaraan dan kereta
Pengiriman hewan tak dapat dipungkiri sangatlah stres hingga beresiko luka pada
mata rantai operasi dari peternakan dan rumah jagal dan membuat penderitaan pada
Efek Transportasi
Transportasi yang buruk dapat berdampak tak baik bagi hewan-hewan itu dan
dapat mengakibatkan kerugian pada kualitas dan produksi yang lumayan banyak.
c. Terinjak : Terjadi bila hewan terjatuh di atas lantai licin penuh sesak
(gambar 37,39);
e. Serangan jantung : Biasanya terjadi pada babi yang terlalu banyak makan sebelum
f. Struk karena panas : Babi sangat peka terhadap temperatur dan kelembaban;
k. Dehidrasi : Hewan yang melakukan perjalan jauh tanpa air minum yang
n. Perkelahian : Terjadi bila kendaraan penuh sesak dimuati babi atau di antara
hewan bertanduk.
Metode Pengiriman
Sapi
Metode yang paling tepat memindahkan sapi adalah dengan. berjalan kaki,
dengan kendaraan. motor atau melalui kereta api. Memindahkan hewan dengan berjalan
kaki atau yang disebut sebagai "trekking" (Gambar 28) hanya cocok bilamana tidak ada
infrastruktur seperti jalan atau rel kereta api, atau bilamana jarak dari peternakan. dan
tujuan dekat. Metode ini lambat dan beresiko bagi keselamatan hewan dan nilai dari
hewan-hewan itu. Transportasi dengan kereta api sangat berguna untuk perjalanan
singkat dimana lerengan penaikan hewan harus ada pada area dekat rel dan perjalanan
Memindahkan Sapi
dengan Berjalan Kaki
langsung ke tempat tujuan. Transportasi dengan kendaraan sangat jauh lebih baik dan
Cara yang paling memuaskan. adalah mengirim hewan dengan memakai kendaran
bermotor (Gambar 29, 30). Pengiriman melalui rel kereta (Gambar 31) membutuhkan
manjamen yang lebih hati-hati dan “trekking" hanya baik untuk jarak yang telah
diperhitungkan.
Gambar 35:
Kendaraan Bermotor
Melalui Jalan untuk
Pengiriman Sapi -sapi
(rusuk bersilang)
untuk Lantai
Menghindari
Tergelincirnya Hewan)
Gambar 37.
Roli Kereta Api untuk Mengangkut Sapi
Gambar 38.
Truk dengan Kandang Susun Dua
Pengiriman Domba/Kambing
melalui jalan kaki, rel atau kendaraan. Truk dengan. kendaraan susun dua. juga sesuai
Babi
Babi paling sulit dikirim, dan metode paling baik adalah dengan kendaraan atau. rel
Unggas
Ayam atau unggas lain seperti kalkun atau bebek dikirim paling baik dengan kendaraan.
yang bisa disusun. di atas satu dan yang lain dalam kendaraan dan dapat dengan mudah
Burung Onta
Kulit dan daging Burung Onta pada khususnya sangat berharga, sehingga pengiriman
Sesudah memilih cara pengiriman yang sesuai untuk hewan-hewan potong tersebut,
adalah penting untuk memperhitungkan faktor yang lain untuk menjaga kesehatan dan
Jenis-jenis Kendaraan
Setiap kendaraan yang dipakai untuk mengirim hewan potong haruslah
berventilasi baik, memiliki lantai anti licin dengan selokan air yang baik dan peneduh
membuat hewan stres bahkan mati lemas, khususnya bila udara panas. Sirkulasi udara
khususnya sangat sensitif terhadap panas, kelembaban. yang tinggi, dan stres akibat
keringat berlebihan. Kendaraan dengan. ventilasi yang baik sangatlah penting (Gambar
29,30,34). Perputaran. udara bebas pada lantai kendaraan sangatlah penting untuk
Gambar 39:
Lantai: Lantai anti-licin pada semua kendaraan penting untuk menghindari jatuhnya
hewan. Jeruji silang yang terbuat dari kayu atau besi (Gambar 29) sangat cocok. Jenis
bahan lain untuk menghindari terpeleset pada permukaan lantai kendaraan seperti rumput
atau bubuk gergajian tidaklah sesuai. Penyeimbang tambahan untuk hewan, untuk
pembatas-pembatas di dalam kendaraan yang boleh terbuat dari kayu atau besi bulat atau
papan-papan. yang kuat. Lantai yang rusak bisa mematahkan kaki atau luka yang lainnya
(Gambar 35). Lantai kendaraan harus tingginya sama dengan lerengan untuk menurunkan
hewan-hewan itu. (Gambar 16) atau hewan bisa terluka bila meloncat dari kendaraan
Luas Lantai: Hewan membutuhkan luas ruang lantai yang memadai sehingga mereka
bisa berdiri dengan nyaman tanpa perlu berdesak-desakan. Kelebihan. muatan dapat
Gambar 41:
Fasilitas Penaikan Hewan
yang Buruk
Gambar 42:
Truk dengan Kelebihan
Muatan Kambing.
Tabel 13. Perkiraan Luas Lantai untuk Transportasi Berbagai Jenis Hewan
luas untuk sejumlah binatang, pemisah harus dipasang agar binatang tidak
terpental-pental.
Sisi/pagar: Sisi-sisi kendaraan harus cukup tinggi untuk menjaga hewan-hewan itu,
khususnya babi, untuk melompat keluar dan melukai mereka sendiri. Pada bagian dalam
harus diberi pelapis pada bagian pinggang, sebagai contoh dengan ban tua untuk
mengurangi memar pada sapi dan burung onta. Juga tidak ada celah yang membuat kaki
mereka. keluar atau patah. Pintu masuk yang sempit juga bisa membuat memar pada
pinggang hewan. Roli karena harus juga dipasang pelapis untuk menghindari memar.
Atap: Atap tidaklah penting bagi kendaraan pengangkut untuk hewan-hewan yang tidak
terjemur berjam-jam dalam perjalanan (Gambar 29, 30). Kendaraan untuk babi harus
beratap untuk babi, kecuali jika babi-babi itu dikirim pagi-pagi sekali atau pada malam
hari. Unggas harus dilindungi dari sengatan matahari dan hujan. Pengiriman dengan
sangkar atau kurungan (Gambar 33) akan melindungi mereka dari luka-luka. Ukurannya
harus cukup besar sehingga mereka bisa duduk dan memutar-mutar kepalanya. Ventilasi
harus cukup.
Pada ukuran kecil dengan kondisi yang primitif, hewan-hewan dengan cara yang sangat
tidak sesuai, yang bisa menyebabkan sakit yang luar biasa, atau bisa juga kematian
karena lemas, stres akibat panas, dehidrasi dan lain-lain (Gambar 40, 41, 42,71).
Gambar 45 :
Transportasi Babi yang Tidak Baik
dalam Sebuah Keranjang.
Gambar 47:
Transportasi Ayam yang Tidak Baik
di Atas Becak.
hewan ke dalam kendaraan, yang akan mengurangi resiko luka dan stres pada hewan:
1. Kumpulkan sesaat sapi-sapi atau babi-babi supaya kesal satu dengan yang lain
dengan hewan lain yang mereka belum kenal. Sapi harus dikumpulkan dan didiamkan
yang menjadi korban atau masih liar harus disingkirkan pada saat itu perkelahian
diantara babi yang tidak mengenal satu dengan yang lain adalah lumrah, yang bisa
babi-babi itu dengan kotoran. atau cairan dari kandang yang sama sehingga mereka
berbau sama.
2. Kebanyakan hewan dapat diberi makan dan minum sebelum dikirim. Ini adalah efek
penenang. Tetapi babi jangan diberi makan sebelum dikirim karena makanan akan
meragi dan gas menyebabkan tekanan pada jantung yang berakhir ke serangan
3. Jangan mencampur binatang yang bertanduk dan tak bertanduk pada kendaraan karena
bisa menyebabkan memar atau luka-luka. Spesies binatang yang berbeda tidak boleh
juga dicampur. Domba, kambing dan sapi muda di bawah 6 bulan dapat dicampur dan
binatang per ekor dapat dikirim dalam keranjang longgar yang diikat pada lehernya.
Kaki tidak boleh diikat dan binatang-binatang itu harus dibalik setiap kurang lebih 3
menit. Babi tidak boleh dikirim (dengan hewan jenis lain bila tidak dipisahkan dengan
penyekat (Gambar 43). Kerbau tidak dibawa bersama-sama dengan ternak lain kalau
yang tidak sehat, kelebihan berat tidak dapat berperjalanan jauh karena mereka tidak
Pengoperasian Transportasi
Beberapa faktor harus dipertimbangkan selama perjalanan agar hewan-hewan itu tidak
1. Trekking - Hanya sapi, domba dan kambing agar bisa berjalan kaki
dengan lancar, dalam hal ini ada juga beberapa resiko. Perjalanan itu
waktu untuk merumput, minum dan beristirahat pada malam hari. Hewan
harus dijalankan pada saat sejuk sepanjang hari, dan bilamana berjalan
badan, umur dan lain-lain, tetapi jarak yang tercantum pada Tabel 14
terhadap panas dan tingkat kematian selama perjalanan. Sangatlah penting untuk
mengirim hewan pada pagi atau sore yang sejuk atau bahkan bisa pada malam hari.
Khususnya untuk babi, kombinasi kelembaban dan suhu yang panas bisa mematikan
untuk babi. Panas dapat meningkat pada kendaraan. Membasahi babi dengan air akan
3. Lama Perjalanan - Bila bisa berjalanan harus singkat dan langsung, tanpa
berkelahi. Sapi dan domba/kambing tidak boleh berperjalanan lebih dari 36 jam dan
harus diturunkan sesudah 24 jam untuk diberi makan dan minum, bila perjalanan lebih
panjang dari itu. Babi harus dilengkapi dengan kesempatan minum yang lebih sering
selama perjalanan yang lama, khususnya pada kondisi panas dan lembab.
4. Cara Menyetir - Kendaraan harus disetir dengan baik gas dan stop yang tiba-tiba.
Tikungan-tikungan harus dilampaui dengan hati-hati dan tenang. Harus ada petugas
kedua mengawasi bilamana ada hewan yang sakit sehingga kendaraan dapat dihentikan
untuk merawatnya. Pengemudi kereta harus menghindari truk yang menyalip dengan
muatan hewan.
5.Kedinginan - Angin bertiup pada hewan basah pada perjalanan musim dingin akan
mengakibatkan kedinginan (Wind Chill) dimana temperatur badan akan menurun dengan
bahan makanan dan bahan sampingan lainnya adalah untuk memotong atau menjagal
binatang itu dengan cara yang manusiawi serta memproses daging yang didapatkan
Pada saat pemotongan, hewan harus berada pada kondisi sehat dan secara
psikologi normal. Hewan jagalan harus telah beristirahat dengan baik sebelumnya.
Hewan-hewan ini harus diistirahatkan, sebaiknya dalam satu malam, khususnya bila
mereka telah menempuh perjalanan jauh. Tetapi, babi dan unggas biasanya dipotong pada
saat mereka tiba dimana jarak perjalanan biasanya singkat dan penangkaran bisa
membuat mereka stress. Hewan harus diberi cukup air selama penangkaran dan jika
diperlukan dapat pula diberikan makan. Penangkaran diijinkan untuk hewan yang terluka
atau menjadi korban hewan lain untuk diidentifikasi dan bagi hewan yang sakit dapat
dikarantina dulu.
Apabila siap untuk dijagal, hewan sebaiknya digiring menuju area pemingsanan
dengan tenang dan tanpa kehebohan dan keributan. (Gambar 8, 9, 26). Penggiringan
dapat dibantu dengan menggunakan tongkat kanvas (Gambar 8), kertas atau plastik yang
digulung, dan dapat pula digunakan penjolok (Gambar 6) untuk hewan-hewan yang keras
kepala atau susah untuk dijinakkan. Hewan tidak boleh dipukul atau dipelintir ekornya.
Hewan-hewan itu harus digiring dalam barisan (Gambar 24, 25, 27) ke dalam area
dipingsankan.
Kandang Penahanan
Sangat penting kalau hewan jagal dikurung dalam pilah-pilah atau kotak
penahanan khusus sebelum dipingsanan atau dipotong. Hal ini untuk menjaga stabilitas
Beberapa jenis kotak khusus ini disesuaikan untuk hewan-hewan yang berbeda seperti:
Sapi
Suatu kotak pemingsanan adalah metode umum untuk mengekang atau mengendalikan
sapi (Gambar 25, 44). Lebar ukuran kotak harus secukupnya agar hewan tidak bisa
berputar, agar mudah dipingsankan. Lantai kotak harus anti licin. Suatu cengkramaan
leher yang biasa dipakai para petani untuk menahan gerakan hewan, sudah cukup baik
untuk usaha sederhana (Gambar 45). Pengekangan sapi yang jinak diluar kotak
pengekang cukup efektif apabila dilakukan dengan cara mengamankan kepalanya pada
suatu haltar dan mengikat talinya dengan rantai besi yang ditanamkan ke lantai semen.
Dianjurkan bagi petugas untuk berdiri di belakang pagar besi pengaman (Gambar 46).
Gambar 51 : Skala Kecil Operasi. Posisi Petugas Sebelum Pemingsanan yang Berada di
Belakang Pagar Besi Pengaman.
Domba/Kambing
Kurungan pemingsanan yang terbuat dari besi sangatlah tepat (Gambar 47). Tetapi,
Babi
Kurungan pemingsanan sangat tepat untuk babi (Gambar 48). Mengumpulkan beberapa
babi dalam suatu ruangan kecil sudah sesuai, tetapi hanya untuk pemingsanan dengan
cara pemingsanan listrik (Gambar 57,58). Tidak perlu dipertimbangkan untuk melakukan
secara manual.
Unggas
Ayam digantung pada kakinya di gantungan yang bergerak (Gambar 49). Harus
dilakukan dengan baik untuk menghindari luka dan stress. Pada perusahaan penjagalan
(Gambar 30).
Burung Onta
Hewan ini bertemperamen tinggi, dan karena mereka bisa menendang, mereka harus
dikekang dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggiring mereka menuju
kurungan yang berbentuk huruf V dan telah dilapisi pengempuk, dengan kepalanya
menghadap ujung kurungan dan langsung dijepit sesudah pemingsanan listrik dimulai.
lama dan seharusnya dipingsankan segera setelah diamankan. Petugas harus cukup dilatih
dan diawasi dengan baik. Di beberapa negara, petugas yang menangani proses
Metode Pengumpulan
Baik sekali kalau membuat hewan pingsan dahulu sebelum mereka dijagal untuk
mengurangi rasa sakit, ketidaknyamanan dan stres dari proses pemotongan ini.
Kebanyakan negara maju dan negara berkembang memiliki aturan penjagalan, dengan
perkecualian cara penjagalan keagamaan seperti kosher atau halal. Untuk situasi-situasi
Dalam metode pemotongan apapun, hewan harus dibuat tidak sadar dalam waktu yang
cukup sehingga hasil darah yang keluar dapat membuat hewan ini mati dan kekurangan
oksigen pada otak (cerebral anoxia). Dengan kata lain, kematian harus terjadi sebelum
hewan sadarkan diri dari pingsannya bukan pada saat keluamya darah. Ada tiga cara
(electrical) dan gas (gas). Dua cara pertama umumnya dipakai di negara-negara
berkembang.
Metode ini dilaksanakan dengan hentakan fisik pada otak hewan (gambar 51).
Captive Bolt
Metode ini bekerja seperti pinsip senapan yang menembakkan peluru kosong dimana
benda ini mementalkan semacam baut pendek (dari batang besi) dari laras bedil.
Tembakan baut itu menghentakkan tulang otak dan akan membuat hewan pingsan karena
telah merusak susunan otak atau meningkatkan tekanan yang membuat memar pada otak
(Gambar 52). Cara penembakan baut ini mungkin merupakan alat pemingsanan yang
paling serbaguna karena bisa dan cocok dipakai untuk sapi, babi, domba dan kambing
dan bisa juga untuk kuda dan onta, dan dapat dipakai di seluruh belahan dunia (walaupun
pemingsan listrik lebih baik dari pistol baut untuk memingsankan babi dan domba). Ada
berbagai pabrik pistol baut ini, dan biaya untuk pemakainnya sangatlah minim setelah
pengembalian modal untuk pembelian alat ini. Pemakai harus memiliki persediaan pelor
yang memadai, yang mungkin dengan kaliber berbeda untuk pestol pemingsanan dari
pabrik yang berbeda. Hal ini membuat alat ini sebagai suatu pilihan, khususnya di
negara-negara berkembang.
Ada dua jenis senapan ini. Satu memiliki pegangan dan pelatuk, dan satu lagi dengan
laras yang langsung digenggam yang ditempelkan ke tulang otak dan akan langsung
Jenis lain memiliki ujung yang rata menyerupai jamur (Gambar 55). Pingsan terjadi
melalui ketukan kuat pada kepala, otak tidak tertembus, karena hewan tidak terbunuh,
dimana metode ini dapat diterima dikebanyakan negara yang menerapkan pemotongan
halal. Bila dipakai, alat tembak ini diletakkan pada titik yang tepat pada kepala hewan
(Gambar 51, 53, 54). Perawatan alat yang buruk membuat pemingsanan yang buruk juga
dimana senapan harus dibersihkan dan diperbaiki secara berkala, sesuai dengan instruksi
pabriknya.
Untuk pemingsanan yang efisien, sangatlah penting untuk pemakai dilatih dengan
baik dalam pemakaian bedil pemingsanan ini. Bilamana pemakai tak terlatih, akuritas
untuk babi yang lebih besar dibutuhkan peluru yang lebih kuat karena rongga sinus pada
tulang kepala lebih besar. Kerbau besar memiliki ujung bertulang pada kepala depannya
dan membuat penembakan lebih susah. Penembakan seperti ini tidak sesuai untuk
memingsankan burung onta. Otak mereka terlalu kecil untuk cara ini.
Tembakan Senapan
Dalam situasi dimana hewan terlalu bringas untuk ditangani dengan cara-cara umum,
seperti misalnya bila mereka tidak mau masuk ke rumah jagal atau digiring kekurungan
penjagalan, tembakan dengan peluru bermoncong bulat sangat efektif. Peluru berkaliber
22 sudah cukup untuk binatang. Menembak dengan peluru bebas berbahaya bagi
penembak. Bilamana hewan ini akan dipotong, harus ditembak dengan tepat, pada saat
hewan itu sedang berdiri atau berbaring di atas tanah yang empuk untuk menghindari
Metode pemingsanan ini sangat cocok untuk babi, domba atau kambing, unggas
dan burung onta (pemakaian untuk sapi atau hewan yang lebih besar masih dalam tahap
pengembangan, tetapi bilamana tidak dipakai dengan tepat hal ini bisa menyebabkan
haemoorhage yang luar biasa pada urat-urat dan struktur tulang belakang.) Pemingsanan
elektronik menyebabkan shok elektroplektik atau epilektik pada otak. Situasi ini harus
berlangsung dalam waktu yang cukup untuk memotong hewan sehingga hewan ini mati
dari cerebral anoxia. Aliran listrik voltase rendah dipasang dengan menerapkan dua
Karena otak hewan berukuran kecil, elektroda-elektroda ini harus secara tepat dan
kuat dipasangkan ke kedua sisi kepala hewan, seperti domba, kambing, babi atau burung
Cara lain adalah menempatkan satu elektroda di bawah rahang dan yang satu lagi
pada sisi leher di belakang telinga. Tipe pemingsanan kepala ini sangat baik dan hewan
cepat pingsannya. Hewan harus dipotong sesegera mungkin sesudah pemingsanan ini.
Pemingsanan yang kurang baik menyebabkan serangan atau gangguan pada jantung,
melalui jepitan atau tang. Alat ini tidak boleh dipasang pada daerah-daerah sensitif
Burung onta sebaiknya hanya dipingsankan dengan cara elektronik saja. Jepitan
ditaruh pada kedua sisi kepala, di bawah dan di belakang mata atau atas dan di bawah
alat yang dioperasikan secara manual (Gambar 60) atau dengan memakai mandi air
atomatik (Gambar 61). Dalam hal ini unggas diseret melewati air yang dialiri listrik
bertegangan rendah.
Kekuatan tegangan listrik adalah kombinasi antara ampere dan voltase yang
sesuai dengan jenis hewannya. Alat ini dilengkapi dengan meteran yang mengukur
tegangan listrik yang benar. Petunjuk tegangan listrik / waktu untuk hewan-hewan yang
Tabel 15. Tegangan dan Waktu yang Dianjurkan untuk Pemingsanan Elektrik.
ke belakang, kepala lunglai dan mata tertutup. Sesudah 10 detik atau lebih, otot-otot
mulai melemas yang diikuti dengan gerak-gerak seperti mengayuh. Elektroda harus
dihentikan pada saat ini karena proses pemingsanan telah selesai (Gambar 58).
Cara alternatif lain yang dipakai untuk memingsankan unggas adalah dengan
memakai voltase tinggi (300 - 500 volts) yang menyebabkan perhentian jantung yang
seketika. Telah diakui bahwa melalui cara ini pemingsanan yang tak memadai, yang
dapat terjadi dalam beberapa kasus kalau memakai voltase rendah, dapat dihindari.
Elektroda-elektroda harus dalam kondisi baik dan tidak rusak, dan dibersihkan setiap
hari. Pemakai harus mahir untuk menguasai posisi yang tepat dan pemakaian yang baik
atas elektroda-elektroda ini. Pengaliran aliran listrik ke otak dibantu dengan memotong
rambut di atas bagian yang akan dikenakan atau membasahi elektroda-elektroda itu. Jika
semua bagian muka atau badan basah, aliran listrik akan konslet pada otak.
Kesalahan operator dalam memasang alat pada titik yang salah pada kepala
hewan, tidak akan membuat hewan itu pingsan, tetapi akan mengakibatkan shok gagal
atau “The Nighmore State or Leduc” atau “saat mimpi buruk Leduc”. Hewan menjadi
lumpuh dan tak bisa berbunyi tetapi belum pingsan. Alat pemingsanan walaupun
sesederhana apapun harus memiliki transpormer atau sirkuit listrik lainnya yang
insenbilitas.
dipakai.. Alat ini mungkin hanyalah kabel-kabel sederhana yang dipasang ke hewan atau
jepitan buatan sendiri tetapi tanpa transformer yang bisa mencapai ukuran listrik yang
tepat (Gambar 70). Alat pemingsan buatan sendiri yang sambung langsung ke sumber
listrik sangat menyakitkan bagi hewan dan juga sangat berbahaya bagi pemakai karena
pengembangan otot yang berlebihan. Hal ini khususnya terjadi jika teknologi yang tidak
canggih yang dipakai. New Zealand dan beberapa negara lain telah mengembangkan
metode-metode yang modern untuk memingsankan sapi untuk mengatasi masalah ini,
khususnya untuk expor daging sapi ke berbagai negara muslim atau pendirian rumah -
rumah penjagalan di negara - negara muslim dimana metode ini dapat diterima (Gambar
62,63). Tehnik New Zealand ini disebut sebagai 'The Ranguiru System1 atau Wairoa
1. The Ranguiry System adalah pemingsanan listrik yang telah dimodifikasi, yang
diterapkan pada penjagalan sapi cara barat, dimana pemingsanan dilakukan pada
otak dan jantung berhenti berdenyut, tidak dapat diterima sebagai halal bagi
Muslim.
melibatkan pemingsanan listrik pada kepala saja. Tidak membuat hewan sakit
walau akhirnya pemotongan dibatalkan. Jantung masih tetap berdenyut. Sistem ini
manusiawi, aman untuk petugas dan umumnya dapat diterima sebagai halal bagi
Muslim.
Pemakaian karbon dioksida (CO2) dapat dikatakan cara baru dalam pemingsanan
dan cocok untuk babi dan unggas. Tetpai hanya dapat dipakai pada perusahaan besar
karena perlengkapan yang dipakai cukup mahal. Pada dasamya hewan dipingsankan
dengan memakai beberapa konsentrasi CO2 pada udara. Kohsentrasi CO2 untuk
memingsankan babi paling tidak 80% dalam udara selama 45 detik dan 65% untuk
unggas selama 15 detik. Tetapi penerimaan cara ini dari sudut kemanusiaan masih
dipertanyakan. Untuk beberapa tipe gen babi mungkin memuaskan, dan bisa membuat
Pada saat ini gas Argon sedang diuji untuk tujuan pemingsanan. Diperkirakan gas
Argon memiliki beberapa kelebihan dibandingkan CO2, tetapi harganya lebih mahal.
CO2 yang tinggi dimana mereka akan pingsan (h), dinaikkan lagi c dan dikeluarkan dari
terowongan (a).
Tujuan untuk memingsankan hewan sebelum dipotong pada rumah jagal yang
baik dengan cara-cara seperti pemakaian alat penembak (captive bolt pistols), jepitan
besar adalah metode yang lumrah khususnya di negara-negara berkembang. Metode ini
hanya membutuhkan tenaga manual, tidak perlu perawatan alat-alat atau suku cadang
Pukulan palu pasti disukai untuk alasan itu, tetapi dibutuhkan petugas yang
terlatih. Sering kali pukulan tambahan dibutuhkan, bila hewan tidak dipukul pada sasaran
yang tepat. Metode palu ini terbukti memiliki tingkat kesalahan yang tinggi dan harus
digantikan dengan salah satu metode di atas. Khususnya cara salah dapat dilihat dari
pemotongan babi, dimana beberapa babi digiring ke kandang pemingsanan dan secara
sembrono dipukul dengan palu. Karena mereka bergerak kesana kemari, banyak hewan
tidak dipukul dengan tepat dan dibutuhkan pukulan-pukulan tambahan atau sampai pada
Pada banyak negara berkembang, pemingsanan hewan besar (sapi, kerbau) masih
dilaksanakan dengan memakai pisau yang lancip dan tajam, yang kadang - kadang
disebut sebagai “puntilla” atau “Spanish pike” atau belati (Gambar 68,69). Pisau dipakai
untuk menusuk urat syarat tulang belakang (spinal cord) melalui daerah (foramen
magnum) diantara tulang otak dan posisi leher tulang belakang. Pada saat menusukkan
pisau dan mengenai urat syarat tulang belakang (spinal cord) melalui daerah (foramen
magnum) diantara tulang otak dan posisi leher tulang belakang, hewan akan pingsan. la
tetap tak bergerak yang memudahkan pemotong, tetapi hewan tetap hidup hingga darah
Cara tak manusiawi yang sama terhadap pemingsanan hewan ini dilaksanakan
dengan menusuk tendon Achilles, yang membuat hewan tak sadarkan diri. Cara ini sering
dilihat pada rumah jagal onta. Pada penjagalan onta sering juga dilihat dimana mengikat
kaki-kaki mereka dengan kabel. Hal ini membuat hewan menderita dalam posisi duduk
Jepitan listrik tentu saja dapat dibuat oleh bengkel-bengkel lokal di negara-negara
berkembang, tetapi pemasangan parameter sangat perlu untuk pemingsanan yang efisien
dan manusiawi. Jepitan listrik tanpa parameter, memakai aliran listrik langsung tidak
hanya menyebabkan penderitaan luar biasa tetapi juga dapat menurunkan kwalitas daging
yang dihasilkan.
Sangat tidak dapat diterima cara-cara dengan memakai kabel listrik yang dipasang
ke tungkai kaki dan leher binatang dan membuat hewan mendapat shok listrik dengan
menyambungkannya ke aliran listrik utama. Hal yang sama juga tak baik kalau pemakai
penembak listrik yang langsung dipasang ke sumber listrik (Gambar 7) dengan memakai
voltase tinggi untuk "memingsankan" sapi juga tidak manusiawi. Lebih lagi, hal ini dapat
Satu cara menyiksa yang dipakai untuk memingsankan babi di beberapa negara
Asia, babi-babi, pada saat dipindahkan dari peternakan ke rumah jagal, dipaksa masuk ke
dalam kurungan yang terbuat dari best. Keranjang best ini hanya memuat satu ekor babi
tapi babi sama sekali tidak bisa bergerak di dalamnya, keranjang-keranjang itu ditumpuk-
tumpuk. Babi-babi didiamkan di dalam keranjang - keranjang tanpa air dan ventilasi.
Sampai akhir dijagal tanpa proses pemingsanan di dalam masing-masing keranjang itu
(Gambar 71).
mengatur pemingsanan hewan sebelum dipotong. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari
binatang langsung ditusuk dengan memakai pisau tajam pada tenggorokannya dan
memotong urat-urat darah. Hal ini menyebabkan kehilangan darah yang tiba-tiba dan
sangatbanyak yang diiringi dengan kehilangan kesadaran dan kematian. Tetapi banyak
autontas menganggapnya pemotongan ini tidak memuaskan dan hewan bisa tidak pingsan
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sampai hal ini dapat diterima seperti:
1. Hewan yang akan dipotong dengan cara Kosher atau Halal harus benar-benar
baik, pendarahan yang buruk/ dan proses pingsan yang lambat (jika terjadi) dan
rasa sakit. Ini adalah implikasi servis pada keadaan hewan. Pisau yang dipakai
memotong leher dan urat darah harus setajam silet dan tanpa gerigi-gerigi dan
kerusakan. Hal ini untuk memastikan potongan yang tepat dan halus pada leher
disamping rahang dan terjadinya pemuncratan darah yang cepat dan banyak.
2. Hewan tidak boleh dibelenggu dan dibasahi sebelum pemotongan. Hal ini
membuat mereka merasa tidak nyaman dan stres. Pembahasan harus dilaksanakan
untuk hewan.
dengan agama, dan pemerintah harus mengeluarkan surat ijin untuk penjagal.
detail dan memastikan bahwa metode, perlengkapan dari petugas yang tepat.
Senapan yang sesuai untuk pemingsanan bila memakai baut yang berbentuk jamur
(Gambar 55). Senapan ini adalah bentuk penyempurnaan dari baut baisa dimana baut ini
tidak merusak otak dan menyebabkan kematian. Hal ini seharusnya lebih bisa diterima
oleh pemuka-pemuka agama, dan pemakaian ini lebih mendorong cara pemotongan yang
dengan listrik untuk sapi, domba dan unggas, dimana daging disiapkann untuk komunitas
Muslim, karena binatang yang dipingsankan dapat hidup lagi bila pemotongan tidak
negara Muslim. Hal yang sama terjadi pada negara-negara dengan minoritas Muslim
Setiap jenis pemingsanan hewan yang akan dijagal tidak dapat diterima sesuai dengan
Pemotongan
Pemotongan adalah salah satu bagian dari proses penjagalan dimana saluran darah
utama pada laher dipotong yang membuat darah mengalir dari tubuh hewan yang
menyebabkan kematian pada hewan. Pisau pemotong harus selalu diasah. Pisau tumpul
akan melamakan proses ini dan ujung-ujung saluran darah tidak terpotong dengan baik.
Hal ini akan menyebabkan penggumpalan darah prematur dan menyumbat saluran-
menuju pingsan dan insentivitas. Proses harus cepat dan tepat. Pada unggas, domba dan
kambing dan burung onta, leher dipotong di sebelah rahang (Gambar 72, 73, 74).
Cara standar untuk memotong sapi adalah dengan menusuk kulit diantara dada
dan geraham dengan potongan membujur sepanjang 30 cm. Lalu dengan alasan higieens,
pisau bersih hams dipakai dan dimasukkan dengan kemiringan 45° untuk mencapai urat
Pada babi, tusukan membujur dibuat ke dalam dada untuk mencapai urat-urat
Untuk semua tusukan, urat-urat leher jugular dan carotid hams benar-benar
tertembus. Jika semua urat darah tidak terpotong, pengeluaran darah mungkin belum
berakhir, yang menyebabkan penggumpalan darah dalam jaringan tubuh, yang dapat
khususnya bila hewan dipingsankan dengan cara elektrik. Sebagai contoh unggas
yang dipingsankan dengan listrik akan sadarkan diri dalam waktu 1-3 menit.
harus dibuat sesingkat mungkin. Waktu di bawah satu menit sangat baik (Gambar
77).
darah, dan jaringan darah akan rusak dan menyebabkan haemorrhage pada urat.
Darah berlebihan ini pada jaringan tubuh akan meningkatkan kerusakan pada
Gambar 80: Pengaturan Pemingsanan yang Baik dan Pemotongan Langsung untuk Babi
pada Rumah Jagal ukuran Menengah.
Adalah penting untuk mengetahui bila seekor binatang telah tak sadar sesudah
proses pemingsanan, karena pemotongan dan pengirisan tidak boleh dimulai hingga
Bila sapi, domba, kambing dan babi dipingsankan dengan captive bolt/senapan,
hewan itu akan pingsan langsung. Hewan tetap bernafas seperti biasa. Tidak akan ada
kedipan refiek bila matanya disentuh. Tanda-tanda belum pingsan harus diperhatikan
sebelum proses pemotongan, biasanya pada saat tubuh hewan digantung pada rel
pemotongan.
Pada hewan domba, kambing, babi dan burung onta yang dipingsankan secara
elektrik, serangan “Grand Mal” yang menyebabkan pingsan yang cepat. Hal ini
menyebabkan kekejangan urat-uat yang berakhir sampai 30 detik. Hewan tidak boleh
dikatakan pingsan selama 30 detik ini. Hewan tidak mengeluarkan suara, seperti
mengembek dan lain – lain. Bersuara bertanda bahwa hewan itu masih merasakan sakit.
dengan cara apapun. Bila hewan memiliki gerakan refleks menendang, kepalanya
masih dapat dipakai sebagai ukuran bahwa mereka masih sadar. Seekor binatang yang
Petugas yang menilai tingkat kepingsanan ini harus berkonsentrasi dengan melihat
ke kepala hewan. Hembusan napas dapat diijinkan, ini adalah tanda-tanda kematian otak.
Bilamana lidah menjulur ke luar, lembek dan lunglai, hewan itu memang benar-benar
pingsan.
Kepala unggas yang telah dipingsankan dengan listrik harus lunglai sesudah
oleh gangguan Paroxysmul pada aktifitas electrik pada otak. Hal ini mengakibatkan
penderitaan penyakit sawan yang kadang-kadang datang atau “Periodic convulsion” pada
tidak peka terhadap penderitaan dan memiliki kecenderungan menjadi kasar atau
terhadap pekerjaannya maka mereka harus selalu dimonitor. Para manajer harus menjaga
pemotongannya. HACCP atau Hazard Analysis and Critial Control Points adalah suatu
sistem yang secara mendasar dipakai pada perusahaan – perusahaan yang berkaitan
melaksanakan sistem ini dengan Critical Control Points (CCPs) pada proses ini, berbagai
tahap – tahap penting, yang dilaksanakan oleh petugas yang menangani dan memotong
hewan, dapat dimonitor untuk meyakinkan bahwa hal ini dilaksanakan dengan baik, yang
menuju perbaikan – perbaikan yang pasti pada kualitas perlakuan terhadap binatang dan
pengoperasiannya. System penilaian yang obyektif terhadap standar yang telah diterima
Lima kontrol utama dalam menangani dan pemotongan hewan secara singkat
dijelaskan disini.
pingsan sebelum dan sesudah pemotongan (memakai kreteria sama seperti nomor
1)
4. Suara – Persentase sapi atau babi yang mengeluarkan selama proses pemingsanan
seperti tembakan yang meleset, pemakaian jepitan listrik yang berlebihan, tekan
yang berlebihan pada kotak pemingsanan yang tak berhasil, dan lain sebagainya.
Setiap hewan diskor sebagai yang bersuara dan tak bersuara selama penanganan
dan pemingsanan, tidak selama berada dalam penangkaran atau kurungan. Skor
suara untuk domba tidak dipakai karema mereka biasanya berbunyi pada itu.
5. Terpeleset dan Terjatuh – Persentase hewan yang terpeleset atau terjatuh selama
penelitian.
penghalau listrik
Pengawasan dan audit terhadap CCPs ini harus dilaksanakan secara regular.
(skor semua babi, domba atau burung onta atau minimum 100 pada perusahaan besar)
krangkeng.
(skor minimum 20 hewan atau 20% pada perusahaan besar). Skor setiap hewan yang
mengeluarkan suara sebagai YA dan yang tidak mengeluarkan suara sebagai TIDAK
Skor setiap hewan YA untuk yang bersuara dan TIDAK untuk yang tidak mengeluarkan
suara.
Untuk mengurangi tingkat babi yang bersuara meningkatkan kwalitas daging babi
hewan.
Skor YA untuk yang bersuara dan TIDAK untuk yang tidak bersuara (Tabel 16 dan 17)
Pendahuluan
dari penyediaan ternak potong yang sehat melalui pemeriksaan hewan sebelum
penyediaan alat angkutan daging yang memadai, dan tersedianya kios daging
agar teknak yang akan disembelih hanyalah ternak sehat, normal dan memenuhi
syarat. Sedangkan ternak yang sakit hendaknya ditolak untuk dipotong. Tujuan
dari pemeriksaan ante mortem agar daging yang akan dikonsumsi masyarakat
adalah daging yang benar-benar sehat dan bermutu. Khusus untuk pemotongan
ternak sapi, selain kondisinya harus sehat dan normal, juga harus memenuhi
syarat.
Memenuhi syarat disini dimaksudkan agar ternak sapi yang akan dipotong
mengatur tentang pemotongan ternak antara lain : 1) Staatsblad Nomor 614 tahun
adalah ternak besar betina bertanduk, yaitu sapi dan kerbau betina dilarang
dipotong. Peraturan lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Bibit, dan Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 1 Oktober
Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit (Arka, dkk., 1983).
adalah :
3. Mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian dari hewan yang menderita
4. Menentukan status hewan dapat dipotong, difunda atau tidak boleh dipotong,
cahaya minimum 540 luks), terhindar dari panas matahari dan hujan.
diperlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang harus dimiliki selain kandang
pengumpulan ternak harus cukup terang agar pemeriksa dapat bergerak dengan
ternak dalam keadaan diam/istirahat atau dalam keadaan bergerak. Kandang jepit
kesehatannya, dan untuk memperkirakan umur ternak betina yang akan dipotong.
mortem ulang.
dengan cara :
lain) hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari
atau tidak. Demikian pula, catat jika ada kotoran pada mata, keluar
dipisahkan dan atau diberi tanda. Seluruh ternak yang abnormal dari
b) Kulit dan keadaan bulu. Dilakukan dengan melihat kondisi kulit secara
mulut, hidung, preputium atau vulva dan rectum terhadap warna dan
kebasahan/kelembaban.
d) Mata dan telinga. Melihat adanya kelainan pada mata dan telinga.
kelompok ternak yang sehat, normal dan memenuhi syarat (tidak melanggar
peraturan pemotongan).
• Kelompok kedua, adalah ternak yang ditolok untuk dipotong, yaitu kelompok
pemotongan. Contoh untuk kelompok ini adalah ternak sakit, ternak cacat,
ternak betina produktif, bibit, bunting dan pedet yang umurnya terlalu muda.
• Kelompok ketiaga, adalah ternak yang menderita kelainan lokal seperti patah
mortem dikelompokkan menjadi hewan boleh dipotong, ditunda, atau tidak boleh
f) Sarana air bersih dan saniter atau air panas (>82C) untuk mensuci-
hamakan pisau,
digunakan untuk pemeriksaan, serta jika tercemar van atau jeringan yang
2) pemeriksaan khusus.
yang lebih seksama terhadap karkas dan organ-organ tubuh dari ternak yang lebih
(emergency slaughter), baik karena mengalami kelainan lokal atau karena kondisi
setelah disembelih.
yang terletak pada pipi bagian bawah, dekat kelenjar liur, limfoglandula parotis
memastikan apakah bagian kepala ternak ini tidak mengalami penyakit infeksi,
parasit. Untuk memastikan ada tidaknya infestasi parasit pada bagian kepala
ternak, dapat dilihat pada bagian mata (cacing Thelazia sp). Adanya cysticercus
pada bagian kepala ternak dapat diperiksa secara teliti pada otot pipi, dan otot
pangkal lidah. Otot pipi diiris bagian luar dan bagian dalamnya sejajar dengan
tulang rahang bawah (os mandibula). Permukaan lidah diperiksa, apakah terdapat
peradangan, abses dan lain-lain. Konsistensi jeringan masa lidah dipalpasi, apakah
kecil sebesar biji jagung/beras pada otot pipi dan otot lidah yang dikenal dengan
sebagai berikut :
kenyal, ukuran normal, lokasi tidak terfixir dan apabila disayat warna
Selanjutnya dilakukan palpasi dan insisi pada kedua lobus paru untuk
(pink), konsistensi lunak dan terdapat suara krepitasi pada saat dipalpasi.
bunga karang karena pada bagian alveoli banyak terdapat udara. Untuk
irisan pada limfoglandula bronchialis yang terletak pada bagian bronchus kiri
Irisan juga perla dilakukan dari dasar paru-paru sampai bagian ujungnya
(apex) untuk melihat kemungkinan adanya aspirasi, misalnya darah atau sisa
ventrikel kanan dan ventrikel kiri) untuk melihat degenerasi, peradangan dan
dengan pengamatan langsung, yaitu melihat warna dan bentuk dari jantung
arah tegak lurus terhadap bidang pemisah atrium dan ventrikel. Bekuan darah
yang ada pada jantung dikeluarkan, karena merupakan media yang baik untuk
lgl.mesenterica. Usus disayat untuk melihat lumen dan mukosa usus terhadap
Menurut Arka dkk. (1985), lambung dan usus yang sehat, secara inspeksi
hati untuk melihat warna, ukuran, konsistensi dan kelainan-kelainan. Jika perlu
tipis dan tajam, parenkimnya berwarna merah coklat sawomateng. Hati terdiri
atas 5 (lima) lobus (multi lobularis) yang berwarna coklat sampai sawomateng.
abnormal yang terdapat pada bagian luar dan bagian dalam hati.. Hati yang sehat,
portalis (jumlahnya 3-5 buah) terletak pada bagian dorsal hati, melekat pada
permukaan limpa untuk melihat warna, ukuran limpa, dan konsistensi. Jika perlu
Menurut Arka dkk. (1985), limpa yang sehat (normal) berbentuk pipih,
tipis dan memanjang. Bila dipalpasi, konsistensinya terasa lembut elastis. Tepi-
elastis. Penyimpangan yang mungkin terjadi pada limpa antara lain limpa
berubah, dan usapan pada parenkimnya rapuh. Irisan pada limpa dibuat ditengah-
tengah secara memanjang, pada limpa yang sehat, bidang irisannya terlihat
kering.
permukaan bagian luar dan dalam karkas serta limfoglandula untuk mengetahui
dilihat pada tendo dan mukosa), oedema, kista cacing dan pembengkakan
a) Lgl. Prescapularis superior (terletak diantara dada, leher dan kaki depan),
c) Lgl. Axillaris propius (terletak diketiak antara kaki depan dan dada),
dan kelainan lainnya. Demikian pula pemeriksaan dilakukan pada rongga dada
dan rongga perut. Dalam keadaan sehat, selaput serosa rongga dada dan rongga
di atas persendian pundak, agak tertanam ke dalam bantalan lemak, serta tertutup
penyayatan. Kemungknan yang ditemukan antara laian nefritis, tumor, kista dan
calculi renalis.
terasa kenyal. Ginjal yang sehat, selaputnya mudah dikupas (tidak lengket). Irisan
irisan ginjal, yaitu pada bagian cortex dan medullanya. Pada bagian medulla,
kemungkinan terdapat batu ginjal, cacing atau timbunan lemak. Indikator adanya
penyakit pada ginjal dapat dilihat pada limfoglandula renalis. Limfoglandula ini
diperlukan. Bila tidak ditemukan adanya kelainan pada karkas dan jeroannya
yang disebabkan oleh penyakit atau ketidak normalan lainnya, maka selanjutnya
karkas lulus uji dan dianggap layak untuk dikonsumsi dan diberi cap.
Formula tinta yang digunakan untuk stempel/cap pada daging yang dinyatakan
• Akuades ad ……………………1.000 cc
Pada kelainan yang dianggap lokal, karkas diijinkan untuk dikonsumsi bila
1. Karkas dan organ-organ tubuh yang sehat dapat diteruskan ke pasaran umum
3. Bagian-bagian yang sakit dan abnormal secara local hendaknya disayat dan
umum.
4. Karkas dan organ-organ tubuh yang sakit dan abnormal secara umum/
(afkir) semuanya.
5. Karkas dan organ-organ tubuh yang sehat akan akan diteruskan ke pasaran
Ternak yang akan disembelih harus benar-benar sehat, normal dan memenuhi syarat
2) Tenaga personal Rumah potong, harus memeriksakan kesehatan secara berkala, dan
4) Daging yang dihasilkan dari RPH harus diangkut dengan menggunakan alat angkutan
daging khusus (Idealnya berupa bus tertutup yang dilengkapi dinding aluminium, kait
5) Daging tersebut hendaknya dijual dikios-kios daging khusus yang memenuhi syarat
I. LATAR BELAKANG
Secara nasional ada tiga faktor yang berpengaruh, yaitu (1) pertumbuhan
penduduk, (2) terjadinya transformasi struktur perekonomian dan (3)
globalisasi.
Mengacu kepada hasil-hasil yang dicapai maupun harnbatan dan tantangan yang
dihadapi selama PJP I, serta sejalan pula reorientasi pembangunan pertanian,
maka pada PJP II dilakukan REORIENTASI dalam pembangunan peternakan
yang meliputi sejumlah perubahan-perubahan yang mendasar.
Berdasarkan corak usaha tani ternak maka pada saat ini telah
berkembang 4 tipologi usaha peternakan yakni peternakan sebagai (a)
usaha sambilan, (b) cabang usaha, (c) usaha pokok dan (d) usaha
industri.
(b) Tenaga
(c) Kelembagaan
a. Aspek Ekonomi
b. Aspek Teknis
a. Wawasan
b. Pendekatan
c. Sistem Pembinaan
Dalam kurun waktu PJP I terjadi peningkatan permintaan daging sapi dan
kerbau sebagai akibat dari kenaikan jumlah penduduk, dan pendapatan
Data konsumsi dan produksi daging dalam tahun 1990-1995 menunjukan bahwa
pertumbuhan penyediaan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan permintaan.
Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1%, laju pertambahan penduduk 1,8%
dan elastisitas permintaan daging terhadap pendapatan 1,3% maka pertumbuhan
permintaan daging menjadi sebesar 6,89% (6,9%). Sementara itu pertumbuhan
produksi dalam negeri hanya naik (3,9% ) per tahun.
Tabel 20
Perkembangan dan Perubahan Struktur
Populasi Ternak Tahun 1969-1994
Sapi Perah 52 38.119 0,32 369 266.200 0,78 330 250.000 0,7
Sapi Potong 6.447 4.888.760 41,32 11.696 8.661.300 25,38 11.010 8.349.000 24,4
Kerbau 2.940 2.669.814 22,56 3.408 3.060.300 9.02 3.109 2.823.000 8,3
Kambing 7.554 866.051 7,32 11.640 1.320.400 3,90 11.886 1.365.000 4,0
Domba 2.998 376.249 3,18 6.911 840.500 2,48 6.485 814.000 2,4
Kuda 642 441.311 3,73 646 448.900 1,32 585 402.000 1,2
Babi 2.878 576.600 4,86 9.122 1.727.000 5,10 9.010 1.802.000 5,3
Ayam Buras 61.788 1.235.760 10,44 280.058 5.186.400 15,30 229.991 4.598.000 13,5
Ayam Petelur 688 13.760 0,12 59.101 1.094.700 3,22 54.950 1.099.000 3,2
Ayam Pedaging 25.462*) 509.240 4,30 627.672 10.539.200 31,06 592.788 11.856.000 34,7
Itik 7.269 218.070 1,85 28.577 829.700 2,44 27.277 818.000 2,4
Jumlah 11.832.734 100,00 33.924.500 100,00 34.176.000 100,00
Yang juga menarik untuk disimak adalah menurunnya pangsa populasi sapi
potong dari 41,3% menjadi 24,4%, Kerbau dari 22,5% menjadi 8,3%, kambing
dari 7,3% menjadi 4,0%, domba daari 3,1% menjadi 2,4% dan kuda dari 3,7%
menjadi 1,2%.
Dari tabel-2 ini dengan jelas digambarkanbahwa produksi daging untuk semua
jenis temak meningkat dengan cukup pesat, kecuali produksi daging kerbau dan
kuda yang relatif sedikit peningkatannya.
Secara keseluruhan pangsa daging unggas naik dari 12,7% pada awal PJP I
(1969) menjadi 54,02% pada. akhir PJP I (1993) dan 55,7% pada tahun 1994.
Kenaikan pangsa ini terutama naiknya pangsa, produksi daging ayam, buras
(dari 9,5% menjadi 21,2-%) dan daging ayam pedaging (broiler) dan belum
dikenal pada awal PJP I menjadi 33,7% pada tahun 1994
Konsumsi bahan pangan hewan asal ternak khususnya. daging meningkat sesuai
dengan perkembangan produksi. Sesuai standar nasional tahun 1988 konsumsi
protein hewani per kapita adalah 55 gram protein yang terdiri dari 80% (44
gram) protein nabati dan 20% (11gram) protein hewani, yang terbagi atas 6.5
gram protein asal ikan dan 4,5 gram protein asal ternak. Dari 4.5 gram perkapita
khusus dari daging sebesar 7,6 kg/kapita/tahun. Pencapaian sasaran konsumsi
daging pada tahun 1994 mencapai 7,40 kg (97,4%). Konsumsi protein asal
ternak dari standar 4,5% gram/kapita/ hari , pada. tahun 1994 baru dapat dicapai
3,77 gram/kapita/ hari (83,8%).
1. Keamanan Pangan
(a) Toksisitas
(b) Residu
(1) Produsen
(2) Konsumen
Suplai daging dari peternakan rakyat (PIR) dipasok yang utama ke pasar
umum, sebagian lagi ke pasar khusus dan industri. Suplai daging dari
lindustri peternakan rakyat (PIR) dipasok terutama pada pasar khusus dan
sebagian lagi ke pasar umum dan industri.
Situasi pasokan tahun 1994 adalah 89% dari peternakan rakyat, 8% dari
industri peternakan rakyat dan 3% impor. Untuk pasokan tahun 1995
adalah 78% dari peternakan rakyat, 16% dari industri peternakan rakyat
dan 6% dari impor. Sedangkan untuk pasokan tahun 1996 diperkirakan
78% dari peternakan rakyat, 17% dan industri peternakan rakyat dan 5%
dari impor.
(3) Perlakuan
b. Kehalalan Daging
c. Kualitas Daging
Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini,.
Perlu ditanamkankan kepada pelaku agribisnis "perdagingan" sejak
dari hulu sampai hilir bahwa. di dalam daging yang akan dipasarkan
ini harus terdapat unsur jaminan penerapan standarisasi. Di dalam
mengantisipasi tuntutan pasar yang bebas maka pemerintah melalui
DSN (Dewan Standarisasi Nasional) telah membuat Sistem
Standarisasi Nasisonal (SSN) yang merupakan dasar dan Pedoman
bagi setiap kegiatan standarisasi di Indonesia.
(a) Sistim
(b) Infrastruktur
i. Perangkat keras
ii. Kelembagaan
Selain itu Sumber daya manusia dari masyarakat sendiri, baik sebagai
peternak, pedagang, pengolah atau pelaksana pemotongan hewan
ternak diperlukan pula pembinaan dan upaya peningkatan kesadaran
dan rasa tanggung jawabnya sesuai dengan profesi masing- masing.
(3) Uji coba sistem dan prosedur dengan format baru januari 1996.
IV. KESIMPULAN
7. Situasi tata niaga daging sapi menurut mekanisme pasokannya terdiri dari:
(1) Segmen pasar umum yakni pasar, daging hasil peternakan rakyat.
(2) Segmen pasar khusus yakni hotel restauran, pasar swalayan, offshore dan lain-
lain, pasar bagi hasil industri peternakan rakyat.
8. Motto dalam pengaturan daging adalah Tiga Gaung dari Lampung berupa :
10. Untuk pemenuhan daging bagi kebutuhan masyarakat luas maka disamping
pemenuhan secara kuantitatif diperlukan pula pemenuhan syarat-syarat kualitatif
(aspek nilai gizi), syarat- syarat hygyene (aspek kesehatan) dan perlu pula
memenuhi syarat dan keadaan yang menjamin ketenteraman bagi masyarakat
yang menggunakan (aspek kesehatan).
11. Keamanan bahan pangan asal ternak khususnya daging merupakan hal yang
kompleks dan sekaligus merupakan dampak dari hasil interaksi antara toksisitas
mikrobiologik, kimia, status gizi dan ketenteraman bathin. Oleh karena itu dipilih
sistem dalam menangani daging sejak diproduksi, diolah, diproses, diangkut,
disimpan, didistribusikan dan dipasarkan serta dihidangkan kepada konsumen
serta ditentukan 3 (tiga) unsur utama, yang terlihat dalam pengendaliannya, yaitu
(a) sistem/proses produksi, (b) infra struktur dan (c) sumber daya manusia dan
kelembagaannya.
12. Persyaratan mengenai kehalalan sebagai salah satu hukum syariat agama Islam
yang dipakai/digunakan umat manusia terhadap pemanfaatan barang (termasuk
makanan) telah secara tegas dan jelas diamanahkan dalam Kitab 'Suci
AI~Qur’An. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang pemotongan hewan dengan
menggunakan pemingsanan (mekanik dan e1ektrik menjadi dasar
operasionalisasinya dalam penymbelihan yang halal untuk memproduksi daging
yang halal pula.
JAKARTA.
I. PENDAHULUAN
1. Pembangunan peternakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan
sektoral dituntut antara lain menyediakan bahan pangan asal hewan yang berkualitas
dan aman bagi masyarakat konsumen. Hal tersebut merupakan dampak dari pada
tuntutan kualitas hidup dan kehidupan yang semakin meningkat. Untuk pemenuhan
kebutuhan bahan pangan asal hewan diperlukan suatu sistim pengawasan baik
setiap mata rantai pengadaan bahan pangan asal hewan. Kegiatan pengawasan dalam
Berbagai langkah pembinaan dan regulasi telah ditetapkan namun masih diperlukan
Point) merupakan salah satu alternatif untuk mengevaluasi sistim pengawasan mulai
konsep ini diantaranya dapat ditempuh dengan dukungan teknis melalui pelatihan
bagi personal yang berhubungan dengan bahan pangan dan memerlukan suatu
liberalisasi perdagangan dimana kita akan dihadapkan pada daya saing harga dan
tuntutan kualitas yang semakin disadari oleh masyarakat konsumen. Dengan telah
menuju satu pasar global (One Global Market) maka mau tidak mau harus memenuhi
penurunan tarif. konversi hambatan nontarif menjadi tarif maupun hal lain seperti
kesepakatan mengenai aplikasi SPS yang memang konsisten dengan aturan GATT.
yang perlu dijalankan oleh masing-masing negara anggota WTO dalam bidang
Bentuk ini diterjemahkan dalam standar-standar yang semakin ketat melalul dua
bentuk yaitu ISO 9000 untuk non pangan dan berbagai variasinya dan HACCP untuk
pangan. Jadi tuntutan pasar akan mutu dan persyaratan kesehatan semakin tinggi.
Oleh karena itu dalam upaya merebut pasaran domestik maupun Internasional
masalah mutu dan kesehatan harus diperhatikan dan menjadi acuan dalam proses
konperensi nasional tentang "Food Protection" Kemudian konsep ini berkembang dan
dimanfaatkan oleh kalangan industri makanan di Inggris dan baru tahun 1993, codex
menetapkan konsep HACCP sebagai "A Food Safety Management Tool". Beberapa
negara Asean telah pula menerapkan konsep HACCP sebagai upaya menunjang
program jaminan mutu (Quality Assurance). Prinsip dasar penerapan konsep ini pada
(inspection).
pendekatan kepada identifikasi dan penetapan "hazard" serta resiko yang ditimbulkan
pencemararn baik yang sifat mikrobiologi, kimia maupun phisik yang secara
potensial dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Critical Control Point (CCP)
dikehendaki.
Pada prinsipnya konsep HACCP dapat diterapkan pada semua mata rantai
ditimbulkan (hazard analysis) pada mata rantai pangan serta menetapkan langkah
2. Menetapkan Critical Control Point (CCP) / titik tindak pengawasan yang diperlukan
kemungkinan akan berpeluang menimbulkan resiko bagi kesehatan. Ada 2 tipe titik
tindak pengawasan :
produk.
ditetapkan tersebut telah berjalan sesuai prosedur. Yang penting dilakukan pada tahap
ini adalah menetapkan tindakan yang sesuai sehingga. adanya "hazard” dapat diatasi.
pada makanan diproses dengan pemanasan, water activity pada beberapa produk
batas kadar klorine air pendingin makanan kaleng, pengaturan temperatur untuk
dicantumkan pada label produk agar diketahui para konsumen. Semua kriteria
tersebut tertulis dengan jelas dan mudah dimengerti oleh operator diikuti
diperlukan untuk mencek apakah pengawasan pada setiap CCP telah dilaksanakan.
mengantisipasi keadaan yang tidak diinginkan baik sebelum suatu proses dimulai
5. Menetapkan dan menerapkan tindakan yang perlu diambil apabila ternyata menurut
hasil monitoring menunjukan bahwa kriteria yang ditetapkan untuk mengawasi CCF
(Quality Control) atau pihak lain sebagai unsur pengawas (pemerintah atau lembaga
Dalam penerapan sistim HACCP diperlukan suatu evaluasi "hazard" yang berkaitan
pertumbuhan mikroorganisme.
pengadaan pangan.
konsumen.
Agar pelaksanaan evaluasi secara teknis dapat berjalan efektif diperlukan suatu sistim
audit yang detail terhadap pelaksanaan proses produksi termasuk peralatan teknis, dan
prosedur operasionainya. Sistim audit tersebut akan berjalan dengan baik apabila
dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari para analisis dari berbagai disiplin ilmu
(ahli mikrobiologi pangan bekerjasama dengan ahli teknologi pangan dan lain-lain).
dan pendistribusiannya.
dibuat oleh tim HACCP yang mampu mengidentifikasi titik kerawanan berkaitan
dengan "hazard” pada setiap tahapan proses dan mampu mengkaitkan titik tersebut
pengawasan.
tidak bertentangan dengan bagan alir yang telah ditetapkan dan memperbaiki bagan
operasionalnya.
pengawasannya.
menggunakan "CCP Decision Tree” yaitu sistim untuk menganalisa "hazard" yang
8. Penetapan Critical Limit (limit kristis) yaitu batas toleransi yang harus dipenuhi untuk
10. Penetapan tindakan yang perlu diambil apabila pada hasil monitoring tersebut
Ya Tidak
Tidak Ya
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak diidentifikasi
sebagai CCP
Ya
URAIAN PRODUK
(PROSES PRODUKSI)
MONITORING
VERIFIKASI
RECORDING/DOKUMENTASI
PENGANGKUTAN/TRANSPORTASI
ISTIRAHAT
PEMERIKSAAN
PROSES PENYEMBELIHAN
PELAYUAN/PENIRISAN
PENGEPAKAN KONSUMEN
PENGEPAKAN KONSUMEN
PENDINGINAN
Ccp1 PENDINGINAN
(COLD STORAGE) Ccp1
(COLD STORAGE)
PENGANGKUTAN Ccp1
PENGANGKUTAN Ccp2
KONSUMEN
KONSUMEN
Kecil kemungkinan terkontaminasi (minor contamination)
Besar kemungkinan terkontaminasi (mayor contamination)
CCP1 Merupakan CCP yang efektif
CCP2 Tidak absolut
2. Pengangkutan/ − Penyebaran penyakit − Hanya hewan sehat yang − Pengawasan kesehatan hewan yang
transportasi*) dipotong dimilai dari peternakan dengan
melakukan seleksi hewan yang akan
dipotong
− Stress − Hindari mengangkut − Sesuaikan daya tampung/kapasitas
hewan dalam jumlah kendaraan angkut dengan jumlah
banyak ternak
3. Istirahat*) Stress setelah menempuh Beri istirahat yang cukup − Hewan diistirahatkan pada kandang
perjalanan jauh paling sedikit 12 jam yang bersih dan tenang serta diberi
sebelum disembelih makanan yang cukup
− Perlakukan hewan yang akan
dipotong dengan baik
− Sebaiknya hewan dicuci sebelum
disembelih (untuk menghindari
kontaminasi karkas)
10 Pembelahan karkas Kontaminasi karkas dari alat Mencegah kontaminasi Pencucian alat dan tangan petugas
. (gergaji) dan pekerja/petugas pada karkas sebelum pembelahan karkas
Pemeriksaan jeroan Kontaminasi karkas dan Mencegah kontaminasi − Pencucian alat dan tangan
11 dan karkas (post jeroan dari alat (pisau) dan pada karkas dan jeroan pekerja/petugas sebelum
. mortem) petugas/pekerja pemeriksaan post mortem
− Sesuai dengan SK Menteri
Pertanian No.
413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang
pemotongan hewan potong dan
penanganan daging serta hasil
ikutannya dan SK Menteri
Pertanian No.
295/Kpts/TN.240/5/1989 tentang
pemotongan babi dan penanganan
daging babi dan hasil ikutanya
Penanggulangan − Peralatan yang kotor − Upayakan peralatan − Sterilisasi semua peralatan yang
lalat/insekta pemotongan/penangan
1 2 3 4 5
− Penerapan pemberantasan
lalat/insekta
Apabila CCP melampaui batas toleransi yang harus dipenuhi maka harus dilakukan
tindakan koreksi. Hasil monitoring/pemantauan dan tindakan koreksi harus dicatat dan
sebagaimana direncanakan.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan
yang Disebabkan oleh Bakteri (Mikrobial Foodborne Disease). Manual
Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-4868. Direktorat Bina Kesehatan Hewan.
Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 19-33
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Pedoman Teknis Sanitasi Lingkungan Rumah
Pemotongan Hewan / Unggas. Manual Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-
4868. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 34 – 68
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1995. Kebijakan Mengenai Keamanan dan Kualitas
Daging Indonesia. Manual Kesmavet. No. 45/1995. ISSN : 0216-4868.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen
Pertanian. Jakarta. Hal 94 – 131
Gradin, P.G.C.T. 2001. Petunjuk untuk Penanganan, Pengiriman dan Pemotongan Hewan
yang Manusiawi. (diterjemahkan oleh Marjaya W). Food and Agriculture of
The United Nations Regional Office for Asia and The Pacific. 84 hal.