Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah Fenomenologi Agama
Disusun oleh:
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
A. KESIMPULAN ..........................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah ini diharapkan dpat bermanfaat bagi para pembaca serta menjadi dasar
untuk memahami dan menggali lebih dalam terkait pengetahuan tentang fenomenologi
Edmund Hussserl.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Fenomenologi?
2. Bagaimana fenomenologi menurut pandangan Edmund Husserl?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui definisi dari fenomenologi
2. Untuk mengetahui fenomenologi menurut pandangan Edmund Husserl
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI FENOMENOLOGI
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa yunani yakni “phenomenon” dan
“logos”. Phenomenom yang berarti yang muncul dalam kesadaran manusia sedangkan
logos berarti ilmu. Jadi, fenomenologi merupakan suatu fenomena yang sedang
menampakkan diri atau menggejala.1 Fenomenologi hakikatnya ingin mencapai
pengertian yang benar, yaitu pengertian yang menangkap realitas seperti dikehendaki
oleh realitas itu sendiri.2
Husserl pada awalnya sangat setia dengan psikologi deskriptif Brentano, Kant
merasa bahwa empirisme dan akal itu berbenturan, akal itu menentang indra (yang
tampak). Lalu dalam memahami sesuatu, menurut Hegel dan Kant yakni ternyata indra
itu terbatas dan dibatasi oleh akal, kemudian Husserl membuat konsep dalam memahami
sesuatu bahwasanya dibutuhkan pengalaman dalam memahami sesuatu karena
pengalaman atau kesadaran itu ada walau tidak tersentuh dan harus betul-betul sesuatu itu
muncul dengan sendirinya atau menampakkan dirinya sendiri. Maka dari itu muncul lah
ilmu fenomenologi
1
Maraimbang Daulay. Filsafat Fenomenologi:Suatu Pengantar, (Medan: Panjiaswara, 2010) hlm. 17
2
Sudarman. “Fenomenologi Husserl Sebagai Metode Filsafat Eksistensial”, Al-AdYan, Vol IX, No. 2, Juli-
Desember 2014, hlm. 107-108
3
Husserl disebut sebagai bapak fenomenologi karena Awal mula fenomenologi
itu merupakan bagian dari filsafat, akan tetapi Husserl melepaskan keilmuan
fenomenologi dari filsafat dan fenomenologi berdiri sendiri dengan tujuan ingin
menghilangkan sifat objektif dan subjektif dan terlepas daripada objek dan subjek,
kemudian Husserl membuat metode atau cara kerjanya sendiri dengan tujuan ingin
memurnikan esensi dari objek atau sesuatu itu.
Awalnya bagi Husserl, kata “realitas” itu sebenarnya merupakan perluasaan dari
kata “nature” yang artinya hanya menggunakan realitas dari benda-benda material dalam
ruang dan waktu yang diatur oleh suatu hukum-hukum yang konsisten. Pemahaman
Husserl singkatnya yakni tidak setiap kebenaran adalah kebenaran naturalistik dan
seluruh pemikiran Husserl itu diarahkan kepada sebuah aliran atau cara berfilsafat yang
baru yaitu fenomenologi.3
3
Donny Gahral Adian. Pengantar Fenomenologi, (Depok: Koekoesan, 2010) hlm. 25
4
Ibid, Hlm. 26
5
Syamsul Amal. “Metode Bracketing Edmund Husserl”, Dialektika: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial, Vol
12, No. 01, tahun 2019 , hlm. 78
4
kesadaran terarah pada realitas, dimana kesadaran bersifat intensional yakni realitas yang
menampakkan diri.
Husserl berpendapat lebih jauh lagi bahwasanya ada kebenaran untuk semua
orang dan manusia dapat mencapainya. Untuk menemukan kebenaran ini, seseorang
harus kembali kepada realitas sendiri. Dalam bentuk slogan dan jargonnya Husserl
mengatakan “Zurruk Zu den Sachen Selbt” yang artinya (kembali kepada benda-benda
itu sendiri).6 Merupakan intisari dari pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan
realitas dengan apa adanya.
Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi
fenomena, yaitu metode Epoche dan Eidetich Vision. Kata “epoche” berasal dari bahasa
yunani yang berarti “menunda semua penilaian” atau “pengurungan” (bracketing). Hal
ini berarti bahwa fenomena itu tampil dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa
dicampuri oleh presuposisi peneliti, biarkanlah sesuatu itu menampakkan dirinya sendiri.
Karena pada dasarnya membawa konsep-konsep dan konstruk-konstruk pandangan
adalah hal yang dapat mempengaruhi dan merusak penilaian atau esensi dari benda itu.
“eiditich vision” yakni mengambil esensi dari fenomena tersebut.
6
Hardiansyah A. “Teori Pengetahuan Edmund Husserl”, Jurnal Substansia Vol 15, No 2, Oktober 2013, hlm. 231
5
Epoche memberikan tanda kurung pada semua pengalaman dan menunda semua
presuposisi dan asumsi normal tentang pengalaman tersebut. Contohnya, pengalaman
ketika melihat sebuah cangkir teh, menuntut penundaan kepercayaan bahwa cangkir itu
wadah untuk menampung teh dan tangkainya digunakan untuk memegangnya. Lalu, kita
memahami bahwasanya tanda kurung menunjukkan cara cangkir itu menampilkan
dirinya sendiri kepada kesadaran dalam sejumlah struktur kemungkinan. Saya tidak bisa
melihat cangkir dari arah depan dan belakang di satu waktu, tidak juga dari bagian atas
dan bawah. Artinya, saya hanya melihat satu dari berbagai kemungkinan presentasi-
presentasi diberbagai momen yang nampak.7
Contoh lagi, ketika kita mau meneliti perilaku seseorang, pertama kita harus
memiliki pengalaman bersama dengan orang tersebut dan biarkan objek itu
menampakkan dirinya dalam wujud sikap dan perilakunya, maka dari itu kita tinggal
mengambil esensi dari objek tersebut terkait perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Pokok-pokok pikiran Husserl mengenai fenomenologi yakni, fenomena adalah realitas
sendiri yang tampak, tidak ada batas antara subjek dengan realitas, kessadaran bersifat
intensional, dan terdapat interaksi antara neosis dengan neoma.
a. Menentukan fenomena yang ingin diteliti dan peran peneliti dalam penelitian
tersebut, peneliti adalah seseorang yang mampu mentransformasikan data
yang berasal dari partisipan menjadi gambaran yang murni dan utuh dari
fenomena
b. Proses pengumpulan data yang meliputi proses pemilihan partisipan atau
sampel dan metode pengumpulan data. Pada umumnya fenomenologi
menggunakan teknik purposive sampling, dimana setiap orang yang
mempunyai pengalaman tentang fenomena yang sedag diteliti berhak menjadi
partisipan. Pengumpulan data yang biasa digunakan yakni observasi dan
wawancara
7
Donny Gahral Adian. Pengantar Fenomenologi, (Depok: Koekoesan, 2010) hlm. 28
6
c. Menganalisa data
d. Studi literatur
e. Mempertahankan kebenaran hasil penelitian8
Ada tiga macam reduksi yang digunakan untuk mencapai realitas fenomena dalam
pendekatan fenomenologi yakni:
1. Reduksi fenomenologis
2. Reduksi Eidetis
3. Reduksi Transedental
8
Imalia Dewi Asih. “Fenomenologi Husserl: Sebuah Cara Kembali Ke Fenomena”, Jurnal Keperawatan Indonesia,
Vol 9, No. 2, September 2005, hlm. 79
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hal yang penting dan menarik dari fenomenologi Husserl ini adalah bahwa setiap
orang jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan sebelum mendialogkan masalah yang
dihadapi dengan secermat-cermat dan sedetail-detailnya. Husserl membuat konsep dalam
memahami sesuatu bahwasanya dibutuhkan pengalaman dalam memahami sesuatu
karena pengalaman atau kesadaran itu ada walau tidak tersentuh dan harus betul-betul
sesuatu itu muncul dengan sendirinya atau menampakkan dirinya sendiri. Maka dari itu
muncul lah ilmu fenomenologi.
Husserl disebut sebagai bapak fenomenologi karena Awal mula fenomenologi itu
merupakan bagian dari filsafat, akan tetapi Husserl melepaskan keilmuan fenomenologi
dari filsafat dan fenomenologi berdiri sendiri dengan tujuan ingin menghilangkan sifat
objektif dan subjektif dan terlepas daripada objek dan subjek, kemudian Husserl
membuat metode atau cara kerjanya sendiri dengan tujuan ingin memurnikan esensi dari
objek atau sesuatu itu.
Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi
fenomena, yaitu metode Epoche dan Eidetich Vision. Kata “epoche” berasal dari bahasa
yunani yang berarti “menunda semua penilaian” atau “pengurungan” (bracketing). Hal
ini berarti bahwa fenomena itu tampil dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa
dicampuri oleh presuposisi peneliti, biarkanlah sesuatu itu menampakkan dirinya sendiri.
Karena pada dasarnya membawa konsep-konsep dan konstruk-konstruk pandangan
adalah hal yang dapat mempengaruhi dan merusak penilaian atau esensi dari benda itu.
“eiditich vision” yakni mengambil esensi dari fenomena tersebut.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sudarman. “Fenomenologi Husserl Sebagai Metode Filsafat Eksistensial”, Al-AdYan, Vol IX,
No. 2, Juli-Desember 2014
Imalia Dewi Asih. “Fenomenologi Husserl: Sebuah Cara Kembali Ke Fenomena”, Jurnal
Keperawatan Indonesia, Vol 9, No. 2, September 2005
Hardiansyah A. “Teori Pengetahuan Edmund Husserl”, Jurnal Substansia Vol 15, No 2, Oktober
2013
Syamsul Amal. “Metode Bracketing Edmund Husserl”, Dialektika: Jurnal Pemikiran Islam dan
Ilmu Sosial, Vol 12, No. 01, tahun 2019