Anda di halaman 1dari 30

Fenomenologi dalam Perspektif Edmund Husserl

Muhammad Toni Crisbiantoro


Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
tonicrisbiantoro@gmail.com

Abstract
This article discusses the importance of Edmund Husserl's Phenomenology and its
contribution to the world of philosophy. It is intriguing because the discussion of
phenomenology provides an interesting insight into how we can objectively understand
human conscious experience. Concepts such as epoché and eidetics invite us to see the
world and ourselves in a deeper way, unaffected by subjective interpretations, thereby
providing new insights into the realm of knowledge. Some explanations of
phenomenology as a philosophical approach popularized by Husserl are also presented
in this article. The literature review approach is utilized, which involves examining
research issues from various sources, including journals, reference books, the internet,
and related literature. The purpose of this research is to explore the understanding,
thoughts, and key concepts in Husserl's phenomenology.

Keywords: Edmund Husserl, Phenomenology, Contribution.

Abstrak
Artikel ini membahas pentingnya Fenomenologi Edmund Husserl dan kontribusinya
dalam dunia filsafat. Menjadi menarik karena pembahasan fenomenologi ini sebab
memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana kita dapat memahami
pengalaman kesadaran manusia secara obyektif. Konsep seperti epoche dan eidetik
mengajak kita untuk melihat dunia dan diri kita sendiri dengan cara yang lebih
mendalam dan tidak terpengaruh oleh interpretasi subjektif sehingga memberi wawasan
baru mengenai ilmu pengetahuan. Beberapa penjelasan mengenai fenomenologi
sebagai pendekatan filosofis yang dipopulerkan oleh Husserl juga telah dipaparkan
dalam artikel ini. Tinjauan literatur atau studi literatur adalah pendekatan yang
digunakan dalam artikel ini, yang berkaitan dengan masalah penelitian dari berbagai
sumber, termasuk majalah, buku referensi, internet, dan literatur terkait. Tujuan
penelitian ini adalah menggali pemahaman, pemikiran dan konsep utama dalam
fenomenologi Husserl.

Keywords: Edmund Husserl, Fenomenologi, Kontribusi.

1
Pendahuluan
Fenomenologi, sebagai salah satu topik dalam filsafat manusia, memainkan
peran penting dalam memahami dan menganalisis watak atau hakekat manusia. Dalam
perspektif ontologis, filsafat manusia mengeksplorasi esensi manusia, eksistensi, dan
pengalaman manusia sebagai subjek yang aktif.1 Fenomenologi, sebagai cabang dalam
filsafat manusia, berfokus pada penelitian tentang pengalaman langsung dan kesadaran
subjektif manusia. Fenomenologi ini bertujuan untuk memahami dunia melalui
pengamatan fenomena secara langsung, tanpa terpengaruh oleh interpretasi subjektif
atau asumsi sebelumnya. Melalui pendekatan fenomenologi, kita dapat mengeksplorasi
bagaimana manusia berinteraksi dengan dunia dan bagaimana pengalaman subjektif
membentuk pemahaman kita tentang realitas.2 Fenomenologi memungkinkan kita untuk
memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang pengalaman manusia, persepsi, emosi,
dan cara manusia memberikan makna pada dunia di sekitarnya.
Edmund Husserl, seorang filsuf Jerman, dikenal sebagai pendiri aliran
fenomenologi.3 Filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Husserl memiliki
dampak yang signifikan di Eropa dan Amerika. Salah satu konsep penting dalam filsafat
fenomenologi adalah reduksi fenomenologis, yaitu pendekatan transisi dari dunia nyata
ke "kesadaran" adalah reduksi fenomenologis. Di satu sisi, jika seseorang hanya
"menerima apa adanya" ketika berhadapan dengan peristiwa alam, maka menangguhkan
"kepercayaan" di dunia nyata adalah reduksi fenomenologis.4 Konsep ini
memungkinkan seseorang memahami objek secara obyektif, tanpa terpengaruh oleh
interpretasi subjektif.
Pengaruh filsafat fenomenologi dalam kajian agama terlihat melalui dua konsep
dasar yang diajukan oleh Edmund Husserl, seorang filsuf fenomenologi. Konsep
pertama adalah "epoche", yang melibatkan penangguhan atau keraguan terhadap
pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konsep ini memungkinkan seorang
fenomenolog untuk secara serius mempelajari fenomena agama dan memberikan

1
Arif Rahman, Dase Erwin Juansah, and Lukman Nulhakim, “PERJALANAN MENUJU PEMAHAMAN YANG
MENDALAM MENGENAI ILMU PENGETAHUAN: STUDI FILSAFAT TENTANG SIFAT REALITAS” (2023). 732
2
Silvi Mefita, Much Yulianto, and Jl H Soedarto, “FENOMENA GAYA HIDUP SELEBGRAM (STUDI
FENOMENOLOGI SELEBGRAM AWKARIN),” Interaksi Online 6, no. 4 (2018). 570
3
Firda Nisa Syafithri et al., “Empirisme dan Fenomenologis dalam Perspektif Filsafat Hukum Naturalism,”
AHKAM 2, no. 2 (May 12, 2023): 273.
4
Ryan Arief Rahman et al., “Diskursus Fenomenologi Agama Dalam Studi Agama-Agama,” Al-Adyan:
Jurnal Studi Lintas Agama 16, no. 2 (December 28, 2021): 155.

2
kontribusi positif dalam pemahaman manusia tentang agama. Konsep kedua adalah
"eidetik", yang merujuk pada dasar pandangan Husserl. Pendekatan fenomenologi
terhadap agama menekankan pada pengalaman dan pemahaman individu yang memeluk
agama tersebut.
Dengan menggunakan konsep epoche dan pendekatan eidetik, filsafat
fenomenologi dapat memberikan landasan yang kuat dalam memahami dan
mempelajari agama dengan memperhatikan pengalaman subjektif individu. Hal ini
memungkinkan pengkajian agama menjadi lebih inklusif dan memberikan ruang untuk
pemahaman yang lebih mendalam tentang keyakinan, pengalaman religius, dan praktik
agama dari perspektif mereka yang mempraktikkannya.5 Pengaruh ini dapat
berkontribusi dalam mengembangkan wawasan yang lebih baik tentang agama dan
mempromosikan dialog dan pemahaman antaragama yang lebih baik pula.
Menarik untuk dibahas tentang fenomenologi ini sebab memberikan gambaran
yang menarik tentang bagaimana kita dapat memahami pengalaman kesadaran manusia
secara obyektif. Konsep seperti epoche dan eidetik mengajak kita untuk melihat dunia
dan diri kita sendiri dengan cara yang lebih mendalam dan tidak terpengaruh oleh
interpretasi subjektif. Konsep-konsep ini dapat memberikan wawasan baru tentang
bagaimana kita memahami dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Konsep
reduksi fenomenologis dapat membantu kita untuk memahami objek secara obyektif,
tanpa terpengaruh oleh interpretasi subjektif.6 Hal ini dapat menjadi landasan untuk
mengembangkan rasa saling memahami terhadap setiap perbedaan, keyakinan, dan
pandangan dunia. Dengan memahami dan menghargai perbedaan, kita dapat mendorong
kerukunan dan menghindari konflik yang berbasis agama.
Penelitian ini akan mengkaji konsep penting dalam filsafat fenomenologi dalam
perspektif Edmund Husserl. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
dalam tinjauan literatur atau studi literatur. Pendekatan ini memerlukan pengumpulan
teori yang berkaitan dengan masalah penelitian dari berbagai sumber, termasuk majalah,
buku referensi, internet, dan literatur terkait. Tujuan penelitian ini adalah menggali
pemahaman, pemikiran dan konsep utama dalam fenomenologi Husserl. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan, di mana informasi dikumpulkan melalui
5
Irma Novayani, “PENDEKATAN STUDI ISLAM ‘PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM KAJIAN ISLAM’” 3,
no. 1 (2019) 50.
6
Isa Anshori, “Melacak State Of The Art Fenomenologi Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Sosial,” Halaqa: Islamic
Education Journal 2, no. 2 (December 5, 2018): 174.

3
tulisan akademik dan sumber pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian. 7 Secara
definisi, penelitian ini bersifat deskriptif yang berfokus pada pemberian justifikasi
metodis atas fakta-fakta yang ditemukan selama investigasi.8
Dua sumber data primer dan data sekunder digunakan dengan cara ini untuk
mengumpulkan data penelitian. Data primer untuk penelitian ini dikumpulkan dari
jurnal, artikel, dan bacaan terkemuka. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari buku-
buku yang relevan dengan permasalahan penelitian. Proses penarikan kesimpulan dari
data setelah diperoleh selanjutnya.9 Penulis penelitian ini menggunakan metode analisis
isi, khususnya analisis mendalam terhadap isi informasi tekstual. Berbagai macam
komunikasi, termasuk teks dalam media, dapat dianalisis dengan menggunakan analisis
isi.10

Fenomenologi Edmund Husserl

a. Biografi Edmund Husserl

Edmund Gustav Albrecht Husserl, seorang filsuf Jerman, dilahirkan pada


tanggal 8 April 1859 di Prostějov, Moravia, Austria-Hongaria (kini Republik
Ceko). Ia meninggal pada tanggal 26 April 1938 di Freiburg, Jerman. Husserl
dikenal sebagai bapak fenomenologi dan telah memberikan kontribusi penting
dalam hampir semua bidang filsafat. Selain sebagai filsuf, Husserl juga merupakan
seorang matematikawan dan mengajar di Universitas Göttingen dan Universitas
Freiburg.

Husserl adalah pelopor gerakan filsafat fenomenologi, yang berfokus pada


pengalaman subjektif manusia. Salah satu konsep penting dalam filsafat
fenomenologi adalah reduksi fenomenologis, sebuah metode untuk memisahkan
objek dari interpretasi subjektif. 11 Konsep ini memungkinkan seseorang untuk
memahami objek secara obyektif, tanpa terpengaruh oleh interpretasi subjektif.

7
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014). 48
8
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktiknya (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013).
70
9
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis (Jakarta: Selemba Empat, 2016). 108
10
Afifudin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2012). 24
11
Abdul Latif, “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DI PESANTREN DALAM PEMIKIRAN K.H
ABDURRAHMAN WAHID” 2, no. 2 (2022): 499.

4
Husserl menikah dengan Malvine Steinschneider pada tahun 1887 dan memiliki
tiga anak.

Pada suatu waktu, ia dan istrinya pindah agama dari Yahudi ke Protestan.
Sayangnya, salah satu anak mereka meninggal dalam Perang Dunia I. Husserl
sendiri meninggal pada tanggal 26 April 1938 di Freiburg, Jerman. Karya-
karyanya, yang terdiri dari lebih dari 50.000 halaman naskah, diselamatkan oleh
Herman Leo Van Breda dan dibawa ke Leuven, Belgia 12.

b. Perspektif-Perspektif Edmund Husserl Tentang Fenomenologi

Husserl adalah seorang filsuf yang terkenal dengan kontribusinya dalam


filosofi fenomenologis, dan dia memiliki banyak gagasan yang penting. Salah satu
perspektif Husserl yang pertama adalah tentang Epoche. Epoche berasal dari kata
Yunani yang berarti menangguhkan atau membersihkan pikiran dari prasangka.
Dalam hal ini, Husserl berpendapat bahwa epoche adalah sudut pandang yang
alami, yang merujuk pada hal-hal yang muncul dalam kesadaran tanpa campur
tangan faktor luar.13

Perspektif Husserl yang kedua berhubungan dengan psikologi naturalistik.


Dia percaya bahwa psikologi kehilangan pemahaman tentang ciri-ciri yang sedang
diselidiki, sama seperti dalam ilmu alam, dan hal yang sama berlaku untuk
sosiologi karena mereka gagal menyadari keterbatasan mereka. Menurut Husserl,
pendekatan yang diambil oleh fisiologi memiliki kekurangan karena tidak
memasukkan fenomena (pengalaman) yang sebenarnya dimiliki oleh individu
sebagai bagian dari prosedur dan konsepnya. Husserl menyatakan bahwa
pendekatan yang benar dalam ilmu harus mengikuti esensi dari ilmu dan subjek
yang dipelajari, daripada menggunakan logika atau prasangka untuk
memahaminya.14

Husserl berpendapat bahwa fenomenologi tidak perlu hanya menjadi


psikologi deskriptif untuk menjadi filsafat transendental. Filsafat harus berani
bersaing dengan cabang ilmu lain dalam hal ini, sehingga tidak puas dengan

12
A Hardiansyah, “TEORI PENGETAHUAN EDMUND HUSSERL,” Jurnal Substantia 15, no. 2 (2013). 229.
13
Syamsul Amal, “METODE BRACKETING EDMUN HUSSERL,” DIALEKTIKA 12, no. 1 (June 8, 2019): 81.
14
Heddy Shri and Ahimsa Putra, “FENOMENOLOGI AGAMA: PENDEKATAN FENOMENOLOGI UNTUK
MEMAHAMI AGAMA,” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 2 (2017). 277.

5
membatasi diri pada spekulasi filosofis semata. Karena fenomenologi
transendental mencoba mengidentifikasi struktur yang paling mendasar dalam hal
ini, fenomenologi lebih dikenal sebagai aliran filsafat daripada psikologi
naturalistik.

Perspektif Husserl yang ketiga berkaitan dengan fenomena itu sendiri.


Dalam hal ini, Husserl menerapkan filsafat transendental dan mengikuti kerangka
pemikiran Kant. Filsafat transendental dapat dipahami dalam kerangka pemikiran
filosofis tanpa batasan dan tanpa merujuk pada asal atau sifat pengetahuan. Husserl
berusaha untuk memeriksa fenomenologi dari berbagai perspektif faktual. Dia juga
menegaskan bahwa fenomenologi akan tetap relevan bahkan setelah akhir dunia,
karena fenomenologi mempelajari kerangka hukum makna yang memungkinkan
kesadaran untuk menghindari membahas hal-hal yang benar-benar ada di dunia
nyata. Selain itu, ia mencari fenomenologi murni yang tidak terikat pada hal-hal
yang bersifat imperatif.15 Dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah ilmu yang
mempelajari sifat-sifat esensial kesadaran terhadap suatu objek sebagai jembatan
antara kesadaran itu sendiri. Dalam situasi ini, muncul pertanyaan tentang
bagaimana mencapai esensi tanpa bantuan psikologi dan naturalisme.

Perspektif keempat Husserl mengenai ajaran fenomenologi adalah


mengenai pengajaran. Menurut Husserl, dalam penggunaan kata-kata oleh manusia
terdapat dua makna yang berbeda. Makna pertama adalah intenteirende bedeutung,
yang digunakan ketika seseorang merujuk pada sesuatu yang tidak dapat dilihat
secara langsung. Makna kedua adalah erfullende bedeutung, yang digunakan
ketika seseorang dapat melihat sesuatu dengan jelas dan langsung. Biasanya
disebut sebagai sifat kesengajaan, ini berarti bahwa kata-kata mengacu pada objek
di luar dirinya sendiri yang memberikan keunikan bagi objek tersebut. 16

Husserl berpendapat bahwa Noema adalah nama benda yang terwujud


dalam kesadaran manusia. Noema adalah satu-satunya yang ada dalam konteks ini,
terlepas dari kemungkinan subjektivitas manusia yang dapat mempengaruhi.
Husserl mengungkapkan bahwa noema adalah hal yang nyata. Meskipun Noema

15
Donny Gahral Adian, Pengantar Fenomenologi (Depok: Koekoesan, 2016). 14.
16
Abdul Hafiz Alfatoni, “NILAI -NILAI PENDIDIKAN DALAM FENOMENALOGI EDMUND HUSSRL,”
PANDAWA : Jurnal Pendidikan dan Dakwah 3, no. 3,( 2021). 502.

6
memiliki elemen-elemen tertentu, mereka bukan esensial karena objek yang diacu
mungkin ada atau mungkin juga tidak. Benda transenden adalah benda yang benar-
benar ada dan berada di luar pemahaman manusia. Di luar itu, setiap pernyataan
manusia adalah kreatif, menunjukkan bahwa manusia menciptakan sesuatu ketika
mereka merasakan sesuatu. Husserl berpendapat bahwa tidak ada satu pun objek di
dunia ini yang dapat sepenuhnya dipahami, sehingga tidak ada kepastian tentang
realitas.17 Oleh karena itu, sulit untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang satu
realitas. Untuk menghadapi tantangan yang ada, kita perlu melakukan penyaringan
terakhir terhadap segala sesuatu yang terkait dengan suatu hal.

c. Reduksi Fenomenologis

Reduksi fenomenologis adalah konsep yang penting dalam pemikiran


Edmund Husserl, pendiri aliran fenomenologi. Tujuannya adalah untuk mencapai
pemahaman yang lebih murni tentang fenomena atau pengalaman yang sedang
diamati. Dalam reduksi fenomenologis, Husserl mengajarkan kita untuk
menangguhkan penilaian dan asumsi sebelumnya tentang dunia dan fokus pada
pengalaman langsung yang ada di hadapan kita. 18

Kita dapat melihat fenomena secara lebih objektif dan memahami esensi
atau hakikat yang murni dari pengalaman tersebut dengan melakukan reduksi ini.
Dalam konteks fenomenologi, reduksi fenomenologis membantu kita memahami
fenomena sebagai mereka muncul dalam kesadaran kita, dan bukan sebagai objek
eksternal yang terpisah dari kesadaran. Dengan demikian, reduksi fenomenologis
membantu kita memahami hubungan antara kesadaran dan dunia fenomenal.

Menurut Husserl, ada empat tahap dalam melakukan reduksi


fenomenologis.19 Secara singkat, langkah pertama adalah mengesampingkan
banyak teori dan sudut pandang dalam kehidupan sehari-hari. Ini mengharuskan
kita menjadi objektif dan tidak membiarkan pengetahuan kita dipengaruhi oleh
pandangan atau sikap sebelumnya. 20 Dengan demikian, kita dapat membuka diri

17
Ibid. 502.
18
Supriadi Supriadi, “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DALAM
PANDANGAN EDMUND HUSSERL,” Scriptura 5, no. 2 (December 1, 2015): 55.
19
Mujib, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM.". 47.
20
Ibid. 47.

7
untuk melihat fenomena dan pengalaman manusia dengan cara yang baru dan lebih
memadai.

Langkah selanjutnya yang kedua dalam fenomenologi adalah menunda atau


menahan diri dari membuat pilihan atau penilaian. Ini berarti ketika kita
mengamati suatu objek, kita tidak langsung mengambil sikap atau pendapat
tertentu. Sebagai pengamat, kita berusaha untuk melihat objek dengan lebih
objektif, tanpa menghubungkannya secara langsung dengan penilaian atau
interpretasi subjektif yang mungkin kita miliki sebelumnya. 21 Dengan cara ini, kita
dapat mengamati objek secara lebih netral dan menyeluruh, membuka peluang
untuk pemahaman yang lebih mendalam dan bebas dari keterikatan pada
pandangan sebelumnya.

Selanjutnya langkah ketiga, melibatkan menerjemahkan informasi yang


kita sadari menjadi realitas transendental dalam kesadaran murni. Artinya, kita
berupaya melihat peristiwa-peristiwa tersebut sebagai sensasi murni yang muncul
dalam kesadaran kita, tanpa dipengaruhi oleh faktor eksternal atau penilaian yang
kita buat sendiri.

Langkah terakhir dalam pencarian esensi fakta adalah menemukan inti atau
esensi dari hal yang terlihat. Pada tingkat ini, kita berupaya agar fakta-fakta objek
mewakili inti dari objek tersebut. Dengan fokus pada esensi tersebut, kita dapat
memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan tidak memihak terhadap objek-
objek tersebut.22

Peran reduksi fenomenologis adalah untuk membantu kita mencapai


pemahaman yang lebih murni tentang fenomena atau pengalaman yang sedang
diamati. Dengan melakukan reduksi fenomenologis, kita dapat mengesampingkan
sementara teori, pendapat, dan pandangan yang telah diketahui sebelumnya oleh
setiap orang. Tujuannya adalah untuk melihat fenomena secara lebih objektif dan
memahami esensi atau hakikat yang murni dari pengalaman tersebut. 23

21
Ibid. 47.
22
Ibid. 47.
23
Supriadi, “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DALAM
PANDANGAN EDMUND HUSSERL. ". 58.

8
Melalui reduksi fenomenologis, kita dapat memfokuskan perhatian kita
pada pengalaman langsung yang ada di hadapan kita, tanpa terpengaruh oleh
penilaian atau asumsi sebelumnya. Dengan demikian, reduksi fenomenologis
membantu kita memahami fenomena sebagai mereka muncul dalam kesadaran
kita, dan bukan sebagai objek eksternal yang terpisah dari kesadaran. Selain itu,
reduksi fenomenologis juga membantu kita memahami hubungan antara kesadaran
dan dunia fenomenal. Dengan mengesampingkan relevansi dunia nyata dalam
pemahaman fenomena, kita dapat melihat fenomena sebagai korelat bagi
kesadaran, sebagai fenomena yang muncul dalam kesadaran kita.

d. Intensi dan Kesadaran


Dalam fenomenologi, kesadaran memainkan peran sentral dalam
memahami pengalaman subjektif manusia. 24 Konsep ini menyoroti pentingnya
kesadaran sebagai kemampuan manusia untuk menyadari diri sendiri dan
lingkungannya. Kesadaran memungkinkan manusia untuk memiliki pengalaman
langsung dan menjadi saksi dari dunia yang ditemui.

Selain kesadaran, konsep intensi juga penting dalam pemahaman


fenomenologi. Intensi mengacu pada arah kesadaran yang ditujukan pada objek
yang menjadi fokus pengamatan.25 Dalam pengalaman manusia, intensi
memungkinkan kita untuk memfokuskan perhatian pada objek-objek tertentu, baik
itu benda fisik, peristiwa, ide, atau pengalaman subjektif lainnya. Intensi
membimbing arus kesadaran dan menentukan objek yang menjadi pusat perhatian.

Kesadaran dan intensi bekerja secara bersama-sama dalam membentuk


pengalaman manusia. Kesadaran memungkinkan manusia untuk menyadari diri
sendiri sebagai subjek yang memiliki pengalaman, sedangkan intensi mengarahkan
perhatian kesadaran pada objek yang dihadapi. Melalui proses ini, manusia
memberikan makna pada pengalaman dan mengkonstruksi pemahaman tentang
dunia.

24
Haris Munandar, “Studi fenomenologi subjective well-being pada pekerja perempuan,” Psikoislamika:
Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam 19, no. 1 (2022). 366.
25
Abdul Mujib, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM,” Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 2
(2015). 174.

9
Pengamatan dan analisis terhadap pengalaman subjektif manusia sangat
penting dalam konteks fenomenologi. Dengan memahami peran kesadaran dan
intensi, kita dapat menjelajahi struktur dan makna dalam pengalaman manusia
secara lebih mendalam.26 Fenomenologi memberikan kerangka kerja yang
memungkinkan kita untuk memahami pengalaman manusia dalam konteks
objektivitas, tanpa terjebak dalam interpretasi subjektif atau prasangka
sebelumnya.

Intensionalitas adalah konsep penting dalam filsafat fenomenologi yang


mengacu pada sifat kesadaran yang selalu mengarah pada objek atau yang
ditujukan pada objek. Dalam konteks kesadaran sadar, intensionalitas
menggambarkan kemampuan kesadaran untuk memfokuskan dirinya pada objek
yang spesifik, baik objek fisik maupun objek mental seperti pikiran, konsep, atau
keyakinan.

Dalam fenomenologi, intensionalitas menunjukkan bahwa setiap tindakan


kesadaran memiliki arah dan tujuan tertentu, yaitu objek yang dihadapinya.
Misalnya, ketika kita melihat sebuah bunga, kesadaran kita secara intensional
mengarah pada bunga tersebut. Kita dapat mengamati keindahan, warna, dan
bentuk bunga dengan kesadaran yang ditujukan pada objek tersebut.

Intensionalitas juga mencerminkan fakta bahwa kesadaran memiliki


kemampuan untuk menghadirkan objek secara mental dalam pikiran kita. 27
Misalnya, ketika kita membayangkan pemandangan indah atau mengingat
pengalaman masa lalu, kesadaran kita mengarah pada objek yang tidak hadir
secara fisik di hadapan kita, tetapi tetap dapat menjadi objek kesadaran kita.

Pentingnya intensionalitas dalam memahami realitas adalah bahwa melalui


kemampuan ini, kesadaran kita dapat mempersepsi dan memaknai objek-objek
yang ada di dunia. Intensionalitas memungkinkan kita untuk menghubungkan diri
dengan dunia di sekitar kita, menginterpretasikan makna dari pengalaman-
pengalaman kita, dan membentuk pemahaman subjektif tentang realitas.

26
Galang Surya Gumilang, “METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM BIDANG BIMBINGAN DAN
KONSELING” Vol 2, no. 2 (2016). 153.
27
Supriadi, “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DALAM
PANDANGAN EDMUND HUSSERL.” 60

10
Selain itu, intensionalitas juga memperlihatkan bahwa kesadaran tidak
hanya terbatas pada objek-objek fisik, tetapi juga dapat berhubungan dengan
objek-objek mental seperti konsep, nilai-nilai, atau keyakinan. 28 Ini menunjukkan
bahwa realitas yang kita alami juga melibatkan dunia pikiran dan pemahaman
abstrak.

Dapat dipahami, intensionalitas merupakan konsep penting dalam


memahami kesadaran sadar yang mengarah pada objek. Melalui intensionalitas,
kesadaran kita dapat memfokuskan dirinya pada objek fisik maupun objek mental,
memungkinkan kita untuk mempersepsi, memaknai, dan membentuk pemahaman
subjektif tentang realitas di sekitar kita.

Kesadaran sadar memainkan peran sentral dalam memahami realitas.


Kesadaran sadar merujuk pada kemampuan manusia untuk memiliki kesadaran diri
terhadap pikiran, perasaan, dan persepsi yang terjadi dalam diri mereka sendiri dan
lingkungan sekitar. Pentingnya kesadaran sadar dalam memahami realitas dapat
dilihat dari beberapa aspek berikut:

Pertama, Memahami pengalaman subjektif. 29 Kesadaran sadar


memungkinkan kita untuk menyadari dan memahami pengalaman subjektif yang
kita alami. Setiap individu memiliki cara unik dalam mempersepsi dan memaknai
dunia, dan kesadaran sadar memungkinkan kita untuk memahami perbedaan-
perbedaan ini. Melalui kesadaran sadar, kita dapat menggali dan merasakan secara
langsung pengalaman-pengalaman yang membentuk realitas subjektif kita.

Kedua, Menghadapi bias dan prasangka.30 Kesadaran sadar membantu kita


untuk menghadapi bias dan prasangka yang mungkin ada dalam diri kita.
Seringkali, kita memiliki kecenderungan untuk mempersepsi dunia berdasarkan
keyakinan, nilai-nilai, dan interpretasi yang telah terbentuk sebelumnya. Namun,
dengan kesadaran sadar, kita dapat melihat realitas dengan objektivitas yang lebih
besar, mempertanyakan asumsi kita, dan mencoba memahami realitas yang lebih
luas.

28
Ibid. 60
29
Gumilang, “METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM BIDANG BIMBINGAN DAN KONSELING.” 153
30
Ibid. 153

11
Ketiga, Menjaga keterbukaan dan fleksibilitas. 31 Kesadaran sadar
memungkinkan kita untuk tetap terbuka dan fleksibel dalam memahami realitas.
Dengan menyadari pikiran, perasaan, dan persepsi yang muncul dalam diri kita,
kita dapat menghindari terjebak dalam pemahaman yang sempit atau terbatas.
Kesadaran sadar memungkinkan kita untuk menerima informasi baru,
mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda, dan mengintegrasikan
pengalaman baru dalam memahami realitas.

Keempat, memahami hubungan antara diri dan lingkungan. 32 Kesadaran


sadar membantu kita memahami hubungan kompleks antara diri kita dan
lingkungan sekitar. Dalam keadaan sadar, kita dapat menyadari bagaimana pikiran,
perasaan, dan tindakan kita berinteraksi dengan dunia luar. Kesadaran sadar
memungkinkan kita untuk memahami bagaimana realitas subjektif kita
membentuk realitas objektif yang kita alami, dan sebaliknya.

Kelima, Pengembangan diri dan pertumbuhan. 33 Kesadaran sadar memberi


kita kesempatan untuk mengembangkan diri dan tumbuh secara pribadi. Dengan
menyadari aspek-aspek dalam diri kita, baik yang positif maupun yang perlu
diperbaiki, kita dapat melakukan perubahan dan pertumbuhan yang lebih baik.
Kesadaran sadar memungkinkan kita untuk memperluas pemahaman tentang diri
kita sendiri, memperbaiki kualitas hidup, dan mencapai potensi pribadi yang lebih
tinggi.

Maka dari itu dapat dipahami bahwa kesadaran sadar memiliki peran
penting dalam memahami realitas. Melalui kesadaran sadar, kita dapat mengakses
pengalaman subjektif, menghadapi bias dan prasangka, menjaga keterbukaan dan
fleksibilitas, memahami hubungan diri dan lingkungan, serta mengembangkan diri
dan pertumbuhan. Dalam menghadapi dunia yang kompleks dan beragam,
kesadaran sadar menjadi landasan yang kuat untuk memahami realitas dengan
lebih mendalam dan menyeluruh.

Dengan mempelajari dan memahami peran kesadaran dan intensi dalam


fenomenologi, pembaca akan menemukan ilmu baru terkait kehidupan manusia,

31
Ibid. 153
32
Ibid. 153
33
Ibid. 153

12
persepsi, emosi, dan cara manusia memberikan makna pada dunia di sekitarnya.
Selain itu, pemahaman ini juga berkontribusi pada pengembangan disiplin ilmu
lainnya, seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi, karena pengalaman manusia
menjadi pusat perhatian dalam pemahaman fenomenologi.

e. Fenomenologi dalam Konteks Kehidupan Sehari-hari


Fenomenologi adalah sebuah metode penelitian yang memfokuskan pada
pengkajian pengalaman hidup individu dan bagaimana individu tersebut
memberikan makna subjektif terhadap pengalaman hidupnya. 34 Dalam kehidupan
sehari-hari, fenomenologi membantu kita untuk memahami bagaimana kita
melihat dan memberikan makna terhadap pengalaman hidup yang kita alami.

Sebagai contoh, ketika kita melihat sebuah bunga, kita dapat merasakan
keindahan dan wangi yang dimiliki oleh bunga tersebut. Namun, cara kita
memaknai pengalaman tersebut dapat berbeda-beda antara individu satu dengan
yang lainnya. Seorang seniman mungkin melihat bunga sebagai objek yang indah
yang dapat diabadikan dalam sebuah lukisan, sementara seorang ahli botani
mungkin melihat bunga sebagai objek yang dapat dipelajari secara ilmiah. 35

Dalam kehidupan sehari-hari, fenomenologi juga membantu kita


memahami bagaimana pengalaman hidup kita dipengaruhi oleh konteks sosial dan
budaya. Sebagai contoh, sebuah penelitian fenomenologi tentang alasan
perempuan memakai jilbab menunjukkan bahwa pemaknaan jilbab sebagai gaya
hidup dapat berbeda-beda tergantung pada latar belakang sosial dan budaya
individu tersebut, seperti yang terlihat pada sekelompok perempuan di Solo. 36

Dalam konteks pendidikan, fenomenologi juga bermanfaat bagi guru dalam


memahami cara siswa mempersepsi dan memberikan makna terhadap pengalaman
belajar mereka. Dengan memahami perspektif siswa, guru dapat merancang
pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa tersebut. 37

Fenomenologi membantu kita dalam memahami bagaimana kita melihat


dan memberikan makna subjektif terhadap pengalaman hidup kita. Dalam

34
Gahral Adian, Pengantar Fenomenologi. 5.
35
Hafiz Alfatoni, “NILAI -NILAI PENDIDIKAN DALAM FENOMENALOGI EDMUND HUSSRL.” 502.
36
Ibid. 502.
37
Ibid. 503

13
kehidupan sehari-hari, fenomenologi membantu kita untuk memahami bagaimana
pengalaman hidup kita dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya, serta
membantu guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
dan minat siswa.

f. Perkembangan Fenomenologi dalam Masyarakat


Menurut Edmund Husserl, perkembangan fenomenologi dalam realitas
sosial masyarakat memerlukan pemahaman yang lebih besar tentang pengalaman
individu dan interaksi interpersonal dalam konteks kehidupan sehari-hari. Husserl
menyadari bahwa sebelum kita dapat mempertimbangkan secara filosofis, penting
bagi kita untuk memahami bahwa dunia kehidupan terdiri dari hal-hal yang
membentuk pengalaman kita sehari-hari. Dalam konteks ini, Husserl menekankan
pentingnya memahami dan merenungkan pengalaman individu serta interaksi
sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai fondasi untuk
memahami realitas sosial secara lebih mendalam. Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia secara spontan dan langsung berinteraksi dengan realitas sosial
masyarakat. Namun, Husserl menekankan pentingnya menghentikan atau
menangguhkan sikap alami kita yang menganggap bahwa dunia ini benar-benar
ada sebagaimana kita melihat dan alami. Dalam konteks ini, Husserl mengajukan
konsep reduksi, di mana kita melakukan pengurangan sikap alami kita untuk dapat
memahami bagaimana interaksi subjek menciptakan realitas sosial dan
mengamatinya dengan lebih objektif.

Dengan melakukan reduksi ini, kita menghilangkan prasangka dan asumsi


subjektif kita tentang realitas sosial, yang memungkinkan kita untuk melihat secara
lebih jernih bagaimana interaksi antara individu-individu menciptakan makna dan
konstruksi sosial. Dengan memisahkan diri dari sikap alami, kita dapat melihat
realitas sosial dengan sudut pandang yang lebih obyektif, memahami peran
individu dalam menciptakan realitas ini, dan menganalisis dinamika sosial dengan
lebih mendalam. Dalam hal ini, reduksi yang diusulkan oleh Husserl membantu
kita memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang realitas sosial
masyarakat, memungkinkan kita untuk melihat melampaui pandangan sehari-hari

14
kita, dan membuka ruang bagi penelitian fenomenologi yang lebih obyektif dan
kritis terhadap konstruksi sosial yang ada. 38

Dalam konteks fenomenologi, proses berbagi pengalaman pribadi melalui


dialog atau diskusi dianggap sebagai komunikasi yang penting. Komunikasi antar
subjek menjadi krusial dalam mendefinisikan dan memahami proses sosial dalam
realitas sosial masyarakat. Melalui komunikasi, orang dapat saling bertukar
pengalaman, wawasan, dan pendapat tentang realitas sosial yang mereka alami.
Komunikasi dalam fenomenologi melibatkan interaksi aktif antara individu-
individu yang terlibat. Dalam dialog atau diskusi, mereka saling berbagi
pengalaman subjektif mereka, memperluas pemahaman mereka tentang realitas
sosial, dan memperoleh perspektif baru melalui pemahaman kolektif. Melalui
proses ini, orang dapat melihat sudut pandang yang berbeda, mengeksplorasi
pengalaman yang mungkin belum mereka sadari sebelumnya, dan membangun
pengetahuan bersama tentang realitas sosial yang lebih kaya.

Komunikasi dalam fenomenologi juga memungkinkan individu-individu


untuk menciptakan artikulasi yang lebih baik tentang pengalaman mereka sendiri,
mengklarifikasi pemahaman mereka, dan mempertanyakan asumsi-asumsi yang
mendasari realitas sosial. Dengan saling mendengarkan, memahami, dan
merespons satu sama lain, komunikasi memainkan peran penting dalam
membentuk persepsi kolektif dan memperluas pemahaman tentang realitas sosial
masyarakat. Dengan demikian, melalui komunikasi, individu-individu dapat
berkontribusi pada pembentukan dan pemahaman realitas sosial yang lebih
lengkap. Proses berbagi pengalaman, wawasan, dan pendapat melalui komunikasi
memungkinkan pemantapan pemahaman bersama, memperkaya perspektif, dan
memperdalam pengetahuan tentang realitas sosial dalam konteks fenomenologi. 39
Hal ini membantu kita memahami bagaimana realitas sosial masyarakat terbentuk
dan bagaimana interaksi antar individu memengaruhi dinamika sosial dalam
masyarakat.

g. Kontribusi Pendekatan Fenomenologi dalam Studi Ilmu Agama Islam

38
Supriadi, “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DALAM
PANDANGAN EDMUND HUSSERL. ”. 55.
39
Ibid. 60.

15
Dalam konteks fenomenologi, Edmund Husserl adalah salah satu tokoh
utama yang memberikan kontribusi besar dalam pemahaman tentang pengalaman
manusia, termasuk pengalaman keagamaan. Husserl mengembangkan pendekatan
fenomenologi dengan tujuan untuk mengeksplorasi pengalaman subjektif manusia
secara mendalam, tanpa prasangka atau interpretasi terlebih dahulu.
Dalam perspektif fenomenologi Husserl, eksplorasi keragaman manusia
dan pengalaman keagamaan melibatkan kesadaran sadar yang diarahkan pada
pengalaman langsung (phenomenological reduction). Phenomenological reduction
mengajak kita untuk mengalami dunia dan realitas dengan cara yang tidak
terpengaruh oleh asumsi, keyakinan, atau interpretasi yang sudah ada
sebelumnya.40
Dalam konteks pengalaman keagamaan, Husserl menekankan pentingnya
memahami pengalaman individu yang mendasari keyakinan dan praktik
keagamaan mereka. Husserl memandang bahwa pengalaman keagamaan adalah
pengalaman langsung dan pribadi yang melibatkan hubungan individu dengan
yang Ilahi.
Dalam memahami pengalaman keagamaan, Husserl mengajak kita untuk
menunda penilaian atau interpretasi sebelum benar-benar memahami pengalaman
itu sendiri. Dia berpendapat bahwa dengan menyelidiki pengalaman langsung
individu, kita dapat memahami makna dan signifikansi yang mereka berikan pada
pengalaman keagamaan mereka.41
Selain itu, dalam perspektif fenomenologi Husserl, penting untuk
memahami pengalaman keagamaan dalam konteks keragaman manusia. Setiap
individu memiliki pengalaman keagamaan yang unik dan dipengaruhi oleh latar
belakang sosial, budaya, dan historis mereka. Oleh karena itu, Husserl
menekankan pentingnya menghargai dan memahami keragaman pengalaman
keagamaan yang ada dalam masyarakat.
Dalam penelitian fenomenologis tentang keagamaan, pendekatan
Husserlian menekankan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan
refleksi yang jujur dari partisipan. Tujuannya adalah untuk mencapai pemahaman

40
Mulyadi, “Kontribusi Filsafat Ilmu Dalam Studi Ilmu Agama Islam: Telaah Pendekatan Fenomenologi,”
Ulumuna 14, no. 1 (2017). 173.
41
Ibid. 173.

16
yang lebih dalam tentang pengalaman keagamaan individu, pemaknaan yang
mereka berikan, dan konteks sosial dan budaya yang membentuk keagamaan
mereka.42
Melalui perspektif fenomenologi Husserl, kita dapat mengembangkan
pemahaman yang lebih luas dan inklusif tentang keragaman manusia dan
pengalaman keagamaan. Pendekatan ini menghormati pengalaman individu,
memahami signifikansi yang mereka berikan pada pengalaman keagamaan, dan
mengakui konteks sosial dan budaya yang membentuk keagamaan dalam
masyarakat. Dengan demikian, fenomenologi Husserlian memberikan kontribusi
penting dalam mengeksplorasi keragaman manusia dan pengalaman keagamaan.
Pendekatan fenomenologi memberikan kontribusi yang signifikan dalam
kajian agama Islam dengan memberikan fokus pada pemahaman esensi manusia
dan pengalaman religius secara lebih holistik. Strategi filosofis yang
dikembangkan oleh Edmund Husserl dan filsuf fenomenologi lainnya memberikan
inspirasi untuk pendekatan ini. Dalam kajian agama Islam, pendekatan
fenomenologis memungkinkan para peneliti untuk melampaui formalisme agama
dan penekanan terhadap aspek eksterior (eksoterik) dari agama. Pendekatan ini
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang
keragaman manusia, termasuk dalam konteks pengalaman dan pemahaman religius
mereka. Metode fenomenologis memungkinkan peneliti untuk melibatkan
pengalaman subjektif individu dalam kajian agama Islam. Dengan menggali
pemahaman yang lebih dalam tentang pengalaman individu dalam praktik dan
keyakinan agama, pendekatan fenomenologi membantu mengungkapkan dimensi
subjektif yang sering kali terabaikan dalam pendekatan kajian tradisional.
Pendekatan fenomenologi juga memungkinkan peneliti untuk memahami agama
Islam dari perspektif orang-orang yang menjalaninya, dengan memperhatikan
konteks budaya, sosial, dan historis di mana pengalaman religius terjadi. Ini
membantu menghindari penilaian atau generalisasi yang terlalu luas, serta
memperkaya pemahaman tentang kehidupan spiritual dan praktek agama dalam
keragaman budaya yang berbeda..43

42
Ibid. 174.
43
Mulyadi, “Kontribusi Filsafat Ilmu Dalam Studi Ilmu Agama Islam: Telaah Pendekatan Fenomenologi,”
Ulumuna 14, no. 1 (2017). 174.

17
Salah satu kontribusi utama pendekatan fenomenologi dalam studi ilmu
agama Islam adalah kemampuannya untuk mengungkapkan pengalaman dan
pemahaman subjektif individu dalam konteks keberagamaan. 44 Pendekatan ini
memperhatikan bagaimana individu mengalami dan memaknai agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Melalui penelitian fenomenologis, kita dapat
memahami bagaimana individu merasakan hubungan mereka dengan Tuhan,
pengalaman spiritual mereka, dan peran agama dalam membentuk identitas
mereka. Pendekatan fenomenologi juga membantu mengatasi keterbatasan
pendekatan objektif dalam studi ilmu agama Islam. Sebagai pendekatan yang
berpusat pada pengalaman manusia, fenomenologi menekankan pentingnya
memahami perspektif individu dan konteks budaya mereka. 45 Dengan demikian,
pendekatan ini membuka ruang untuk pengamatan dan interpretasi yang lebih luas,
memperhitungkan berbagai faktor sosial, historis, dan budaya yang memengaruhi
praktik dan pemahaman agama Islam.
Selain itu, pendekatan fenomenologi juga memberikan kontribusi dalam
memahami aspek praktis dan ritus dalam agama Islam. 46 Melalui pendekatan ini,
kita dapat mengeksplorasi makna dan pengalaman individu dalam menjalankan
ibadah, seperti salat, puasa, atau haji. Fenomenologi memungkinkan kita untuk
memahami aspek keberagamaan dalam konteks realitas sosial dan budaya di mana
individu berada.
Agama adalah fenomena kompleks yang telah mempengaruhi kehidupan
manusia sepanjang sejarah. Untuk memahami agama dengan lebih baik,
diperlukan pendekatan yang mampu mengeksplorasi pengalaman religius manusia
secara mendalam. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam konteks ini
adalah pendekatan fenomenologis.47
Penerapan pendekatan fenomenologis dalam memahami agama memiliki
beberapa manfaat. Pertama, pendekatan ini memungkinkan kita untuk menghargai
keragaman pengalaman religius yang ada di dalam masyarakat. 48 Setiap individu
memiliki pengalaman yang unik dan interpretasi pribadi terhadap agama mereka.

44
Ibid. 165.
45
Ibid. 165.
46
Ibid. 167.
47
Mujib, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM.” 176.
48
Ibid. 176

18
Dengan menggunakan pendekatan fenomenologis, kita dapat mendekati
pengalaman-pengalaman ini dengan sikap terbuka dan tanpa prasangka.
Kedua, pendekatan fenomenologis memungkinkan kita untuk memahami
agama dari perspektif subjektif individu. 49 Dalam agama, pengalaman pribadi,
seperti doa, meditasi, atau pengalaman mistik, sering kali menjadi inti dari
hubungan individu dengan yang Ilahi. Dengan menggunakan pendekatan
fenomenologis, kita dapat mengeksplorasi makna dan signifikansi yang diberikan
individu pada pengalaman-pengalaman religius mereka.
Ketiga, pendekatan fenomenologis juga membantu kita memahami konteks
sosial dan budaya yang membentuk pengalaman religius individu. 50 Agama tidak
hanya dipengaruhi oleh keyakinan individu, tetapi juga oleh nilai-nilai, tradisi, dan
norma sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan mempelajari pengalaman
religius melalui pendekatan fenomenologis, kita dapat memahami bagaimana
faktor-faktor sosial dan budaya ini berkontribusi terhadap pemahaman dan praktik
agama individu.
Sebagai contoh, melalui pendekatan fenomenologis, kita dapat
mengeksplorasi pengalaman individu dalam beribadah, seperti pengalaman
kehadiran spiritual di tempat ibadah, pengalaman kesatuan dengan alam dalam
meditasi, atau pengalaman kebersamaan dalam upacara keagamaan. Kita juga
dapat memahami bagaimana individu memaknai konsep-konsep agama, seperti
tuhan, karma, atau takdir, berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
Dalam konteks akademik, penerapan pendekatan fenomenologis dalam
memahami agama juga berkontribusi pada studi agama yang lebih inklusif.
Pendekatan ini mengakui keberagaman pengalaman dan interpretasi dalam agama,
sehingga menghindari kesalahan generalisasi atau stereotip yang sering terjadi.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa pendekatan fenomenologis tidaklah
mutlak objektif, karena melibatkan interpretasi dan pengalaman subjektif peneliti.
Oleh karena itu, transparansi dan refleksi dalam proses penelitian sangat penting
untuk meminimalkan bias peneliti dan menghormati pengalaman individu yang
diteliti.
Maka dari itu, penerapan pendekatan fenomenologis dalam memahami
49
Novayani, “PENDEKATAN STUDI ISLAM ‘PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM KAJIAN ISLAM.’” 278.
50
Ibid. 278

19
agama memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengalaman religius
individu, makna yang mereka berikan, serta konteks sosial dan budaya yang
membentuk agama. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk menghargai
keragaman agama dalam masyarakat dan mempromosikan studi agama yang
inklusif. Dengan pendekatan fenomenologis, kita dapat memperluas wawasan kita
tentang agama dan mendapatkan pemahaman yang lebih kaya dan beragam tentang
fenomena religius.
h. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Pemikiran Edmund Husserl dari Fenomenologi
Dalam konteks pendidikan, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik
dari pendekatan fenomenologi Husserl, diantaranya:
Pertama, komunikasi interpersonal yang terbuka menjadi aspek penting
dalam pendidikan. Hal ini mencakup kemauan untuk mendengarkan apa yang
dikatakan orang lain, menghargai pendapat mereka, dan mengembangkan
hubungan positif.51 Komunikasi yang efektif antara siswa dan guru, serta antara
siswa itu sendiri, sangat penting untuk mengembangkan lingkungan belajar yang
beragam dan mendukung. Kemampuan untuk menerima kritik dan rekomendasi
dari orang lain sementara tidak memaksakan sudut pandang sendiri merupakan
aspek lain dari komunikasi interpersonal yang efektif.
Kedua, berpikir kritis menjadi keterampilan penting dalam pendidikan.
Menurut Husserl, para pemikir pendidikan harus melakukan penelitian, analisis,
dan kajian pendidikan secara terus-menerus untuk merancang rencana
pengembangan pendidikan yang efektif, baik secara konseptual maupun praktis.
52
Berpikir kritis dapat mengembangkan kemampuan untuk menganalisis informasi
guru dan murid, mempertanyakan asumsi, dan mencari solusi kreatif dalam
menghadapi tantangan yang muncul.
Ketiga, Guru memainkan peran penting dalam memotivasi siswa untuk
memperluas kapasitas berpikir mereka. Hal ini dapat dicapai dengan mengajak
siswa untuk terlibat dalam kegiatan yang menantang dan merangsang secara
kognitif.53 Guru dapat memupuk minat siswa dalam pemecahan masalah,
merangsang imajinasi dan kreativitas mereka, serta memberikan tugas yang
51
Abdul Hafiz Alfatoni, “NILAI -NILAI PENDIDIKAN DALAM FENOMENALOGI EDMUND HUSSRL,”
PANDAWA : Jurnal Pendidikan dan Dakwah 3, no. 3, (2021). 503.
52
Ibid. 503.
53
Ibid. 503.

20
menantang untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Keempat, guru harus memiliki keahlian dan pemahaman yang mendalam
dalam bidang keahliannya. Menjadi ahli dalam bidang tertentu memungkinkan
guru untuk memahami dengan baik materi yang diajarkan dan memberikan
pengajaran yang efektif.54 Selain itu, guru juga harus terus meningkatkan
keterampilan mereka dengan menerapkan pemikiran kritis setiap kali menghadapi
kesulitan. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam bidang keahlian
membantu guru dalam memberikan pengalaman pembelajaran yang berkualitas
kepada siswa.
Oleh karena itu, pelajaran dari pendekatan fenomenologi Husserl dalam
konteks pendidikan meliputi pentingnya komunikasi interpersonal yang terbuka,
berpikir kritis, mendorong pengembangan kapasitas berpikir siswa, dan menjadi
ahli dalam bidang keahlian. Dengan mengadopsi pendekatan ini, pendidikan dapat
menjadi pengalaman yang lebih bermakna dan efektif bagi siswa dalam
mengembangkan pemahaman, keterampilan, dan potensi mereka.

i. Tujuan-tujuan Fenomenologi Edmund Husserl


Dalam konteks kehidupan, terdapat beberapa tujuan-tujuan yang dapat
dipetik dari fenomenologi Husserl, diantaranya adalah sebagai:
Pertama, Sebagai Objek Pengetahuan: Husserl berpendapat bahwa realitas
itu sendiri merupakan objek pengetahuan. Fenomena bukanlah peristiwa semata.
Husserl berpendapat bahwa dengan menggunakan intuisi, realitas yang dapat
diamati dapat dipahami. Di sini, Husserl mendefinisikan intuisi sebagai kesadaran
yang sadar atau sebagai kepemilikan kesadaran yang sadar. 55
Kedua, Sebagai Tolak Ukur Kebenaran, Kebenaran dapat ditemukan dalam
pemahaman apa pun. Pandangan ini bervariasi tergantung pada cara dan konteks di
mana pengetahuan diterapkan. Nilai kebenaran dapat dipahami sebagai sikap
subjek yang diadopsi saat melaksanakan tugas atau sebagai alat yang digunakan
untuk memahami objek yang sedang dipelajari. Faktor-faktor seperti kualitas dan
karakter pembelajar, hubungan antara pembelajar dan subjek atau objek yang
dipelajari, kesesuaian isi nilai dengan pembelajar, serta kebenaran atau tujuan
54
Ibid. 503.
55
Noeng Muhadjir, Filsafat Illmu: Positivisme, Post Positivisme Dan Post Modernisme (Yogyakarta: Rake
Yasin, 2001). 65.

21
subyektif apa pun, tidak lagi menjadi faktor penentu utama. Menurut pandangan
fenomenologi Husserl, standar kebenaran bersifat intersubjektif. Baginya,
pengetahuan hanya dianggap benar jika seseorang menyelidiki sifat noumenon
yang menjadi dasar fenomena yang diamati. Ini dapat melibatkan pengembangan
metateori atau metasains. Istilah "noumenon" digunakan untuk merujuk pada
referensi yang konsisten dan berbeda dari berbagai sudut pandang. Ketika subjek
memandang sebuah objek, berbagai interpretasi dapat muncul. Namun, dari segi
intersubjektif, kesepakatan harus dicapai melalui dialog dan diskusi untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendekati kebenaran. 56
Ketiga, Sebagai Alat Menemukan Pengetahuan, Objek kehidupan sehari-
hari yang tampak nyata bagi subjek sangat erat terkait dengan realitas menurut
Husserl. Baginya, fenomena merupakan realitas yang dapat diamati. Ketika tidak
ada lagi hambatan yang menjauhkan seseorang terhadap kenyataan tersebut, maka
kenyataan tersebut menjadi terlihat terhadap seseorang itu. Prinsip filosofis
Husserl yang terkenal adalah "Zurück zu den Sachen selbst", yang berarti "kembali
kepada benda itu sendiri". 57 Dengan niat yang disengaja, kesadaran manusia dapat
menangkap aktualitas objek yang muncul di hadapannya.
Mengatakan bahwa realitas memanifestasikan dirinya sebenarnya
menunjukkan bahwa kesadaran memiliki tujuan. Intensionalitas merupakan
komponen mendasar dari kesadaran menurut Husserl. Istilah "intensionalitas"
berasal dari kata Latin "intentere", yang berarti "menuju". 58 Hal ini ingin
menekankan bahwa objek selalu diamati melalui intensionalitas. Gagasan
intensionalitas, yang juga digunakan dalam psikologi, menyatakan bahwa
pengetahuan tentang subjek yang melibatkan intensionalitas diperlukan untuk
mencapai pemahaman yang lebih luas. Ini berarti bahwa dalam pengamatan atau
pengalaman apapun, kita tidak hanya berhubungan dengan objek yang diamati
secara terisolasi, tetapi juga dengan aspek subjektif yang melibatkan kesadaran
kita.
Pendekatan ini juga menunjukkan bahwa tidak ada pengamatan yang terjadi
dalam kekosongan. Dalam konteks intensionalitas, ada sintesis yang terjadi antara
56
Abbas Hamimi Mintaredja, Teori Pengetahuan Menurut Berger (Yogyakarta: Penelitian Universitas
Gadjah Mada, 1983). 30.
57
Hardiansyah, “TEORI PENGETAHUAN EDMUND HUSSERL.” 234.
58
Ibid. 234.

22
subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Mereka saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi. Oleh karena itu, subjek dan objek tidak terpisah satu sama
lain dalam pengalaman intensionalitas. Pengamatan terhadap suatu objek
dipengaruhi oleh karakteristik dan perspektif subjek yang terlibat. Dalam
psikologi, gagasan intensionalitas digunakan untuk menekankan bahwa
pengalaman subjektif dan interpretasi individu memainkan peran penting dalam
pemahaman kita terhadap dunia. Objek yang diamati tidak hanya dilihat secara
obyektif, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan subjektif dan persepsi individu. Hal
ini mengakui bahwa setiap individu memiliki pengalaman dan perspektif unik
yang membentuk cara mereka memahami dunia.
Fenomenologi, dengan menghindari hal diatas justru menangguhkannya
untuk memastikan pemahaman esensinya. Pendekatan ini memulai dari
pengalaman pra-empiris dan membebaskan diri dari semua bentuk teori
pengetahuan. Menurut fenomenologi, esensi terletak dalam peristiwa itu sendiri,
bukan di belakangnya atau di atasnya. Husserl mendefinisikan intensionalitas
sebagai kesadaran transendental, yang merujuk pada kesadaran yang muncul
ketika semua aspek transenden, yaitu segala hal yang membentuk dunia luar,
dihapuskan. Setelah semua teori dan gagasan dibersihkan, satu-satunya hal yang
tersisa adalah bukti atau kejelasan. 59
Husserl menghubungkan konsep kesadaran dengan pemikiran Descartes.
Pikiran Descartes dikaitkan dengan kesadaran tertutup, di mana Descartes
mempertanyakan keberadaan segala bentuk kesadaran dan hanya menyisakan
"Aku yang sedang berpikir" konsep yang sangat subjektif dan mewakili kesadaran
terbatas Descartes. Sementara itu, kesadaran terbuka dalam pandangan Husserl
berfokus pada objektifikasi realitas atau kembali kepada objek itu sendiri setelah
pemisahan dari objek tersebut.60
Temuan yang diperoleh dari tinjauan fenomenologi Husserl memiliki
relevansi yang erat dengan subjek penelitian tersebut. Dalam tinjauan
fenomenologi Husserl, hasil temuan dapat mengungkapkan pemahaman,
pemikiran, dan konsep utama yang terkait dengan pendekatan fenomenologis
Husserl. Hal ini akan memperkaya wawasan kita tentang filsafat Husserl dan
59
Ibid. 235.
60
Ibid. 235.

23
memperdalam pemahaman kita tentang fenomenologi.
Hasil temuan telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
metode penelitian fenomenologi Husserl, seperti reduksi fenomenologis,
intensionalitas, kesadaran transendental, dan lain-lain. Dengan memahami konsep-
konsep ini, kita dapat menerapkan pendekatan fenomenologi secara lebih efektif
dalam penelitian kita sendiri. Selain itu, temuan yang diperoleh dapat memberikan
pemahaman yang lebih kaya tentang pengalaman subjektif, pemahaman realitas,
dan peran kesadaran dalam memahami dunia.
j. Pentingnya Fenomenologi dalam Memahami Realitas Melalui Kesadaran
Sadar
Fenomenologi merupakan sebuah metode penelitian yang mempelajari
pengalaman hidup seseorang atau bagaimana individu secara subjektif memaknai
pengalaman hidupnya. Dalam konteks memahami realitas melalui kesadaran sadar,
fenomenologi dapat membantu kita memahami bagaimana kita mempersepsi dan
memaknai realitas yang ada di sekitar kita.
Pertama, fenomenologi membantu kita memahami realitas subjektif. 61
Setiap individu memiliki cara sendiri dalam mempersepsi dan memaknai realitas.
Dengan menggunakan metode fenomenologi, kita dapat menyelami pengalaman-
pengalaman yang kita alami dan memahami bagaimana pengalaman-pengalaman
tersebut mempengaruhi cara kita memahami realitas. Sebagai contoh, ketika
melihat sebuah pemandangan, setiap individu dapat memberikan penafsiran dan
makna yang unik berdasarkan pengalaman dan latar belakang mereka.
Kedua, fenomenologi membantu kita memahami realitas sosial dan budaya.
Realitas yang kita alami juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya di sekitar
kita.62 Dengan menggunakan metode fenomenologi, kita dapat memahami
bagaimana faktor-faktor sosial dan budaya tersebut mempengaruhi cara kita
mempersepsi dan memaknai realitas. Sebagai contoh, norma-norma sosial dan
nilai-nilai budaya dapat membentuk pandangan kita terhadap realitas tertentu.
Dengan memahami faktor-faktor tersebut, kita dapat mengenali pengaruhnya
dalam memahami realitas yang ada di sekitar kita.

61
Mujib, “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM.” 55.
62
Mefita, Yulianto, and Soedarto, “FENOMENA GAYA HIDUP SELEBGRAM (STUDI FENOMENOLOGI
SELEBGRAM AWKARIN).” 571

24
Ketiga, fenomenologi membantu kita memahami realitas melalui kesadaran
sadar.63 Kesadaran sadar merujuk pada kesadaran kita terhadap realitas yang ada di
sekitar kita. Dalam konteks ini, fenomenologi membantu kita mengenali
bagaimana pengalaman-pengalaman yang kita alami membentuk pemahaman kita
tentang realitas. Dengan menggunakan metode fenomenologi, kita dapat
mengamati dan merefleksikan pengalaman-pengalaman tersebut secara objektif,
tanpa terpengaruh oleh asumsi atau penilaian sebelumnya.
Dengan memahami realitas melalui kesadaran sadar, kita dapat
mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan holistik tentang dunia di
sekitar kita. Fenomenologi memberikan kerangka kerja yang sistematis untuk
menyelami pengalaman hidup dan memahami bagaimana realitas dibentuk oleh
persepsi dan makna individu. Dalam hal ini, fenomenologi sangat relevan dalam
mengembangkan pengetahuan kita tentang diri kita sendiri, orang lain, dan dunia
yang kita tinggali.
Maka dari itu, fenomenologi memiliki peran penting dalam memahami
realitas melalui kesadaran sadar. Melalui pendekatan fenomenologi, kita dapat
memahami realitas subjektif, realitas sosial dan budaya, serta realitas melalui
kesadaran sadar. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang realitas ini, kita
dapat mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan
dunia di sekitar kita.
k. Pentingnya Fenomenologi dalam Memahami Realitas Melalui Kesadaran
Sadar
Di masa depan, terdapat potensi pengembangan fenomenologi yang dapat
memberikan kontribusi penting dalam memahami pengalaman hidup manusia.
Berikut adalah beberapa potensi pengembangan fenomenologi di masa depan:
Pertama, Pengembangan metode fenomenologi. 64 Fenomenologi dapat terus
dikembangkan sebagai metode penelitian yang lebih efektif dan efisien dalam
memahami pengalaman hidup manusia. Sebagai contoh, penggunaan teknologi
dalam penelitian fenomenologi dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan
data dan menganalisis data dengan lebih cepat dan akurat. Pengembangan metode-

63
Gahral Adian, Pengantar Fenomenologi. 14
64
Supriadi, “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL MASYARAKAT DALAM
PANDANGAN EDMUND HUSSERL.” 56.

25
metode baru, seperti penggunaan sensor atau perangkat wearable, dapat
memberikan informasi yang lebih mendalam tentang pengalaman subjektif
manusia.
Kedua, Penerapan fenomenologi dalam bidang-bidang baru. 65
Fenomenologi dapat diterapkan dalam bidang-bidang baru yang belum banyak
dijelajahi sebelumnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan
sosial, muncul bidang-bidang baru yang membutuhkan pemahaman tentang
pengalaman hidup manusia. Misalnya, dalam bidang teknologi informasi,
fenomenologi dapat membantu kita memahami bagaimana teknologi informasi
mempengaruhi cara kita mempersepsi dan memaknai pengalaman hidup kita.
Dalam bidang kesehatan, fenomenologi dapat membantu kita memahami
bagaimana pengalaman hidup pasien mempengaruhi cara mereka memandang
kesehatan dan penyakit. Dalam bidang lingkungan, fenomenologi dapat membantu
kita memahami bagaimana pengalaman hidup manusia mempengaruhi cara kita
memandang lingkungan dan alam.
Ketiga, Pengembangan teori fenomenologi. 66 Fenomenologi dapat terus
dikembangkan sebagai teori yang lebih komprehensif dan dapat menjelaskan
pengalaman hidup manusia dengan lebih baik. Pengembangan teori dapat
melibatkan integrasi dengan teori-teori lain, seperti teori kognitif atau teori
psikologi. Misalnya, pengembangan teori fenomenologi eksistensial dapat
membantu kita memahami bagaimana pengalaman hidup manusia terkait dengan
eksistensi dan makna hidup. Melalui pengembangan teori yang lebih canggih,
fenomenologi dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam dan komprehensif
tentang pengalaman hidup manusia.
Berdasarkan pernyataan diatas, fenomenologi memiliki potensi
pengembangan di masa depan yang dapat memberikan kontribusi penting dalam
memahami pengalaman hidup manusia. Pengembangan metode fenomenologi,
penerapan fenomenologi dalam bidang-bidang baru, dan pengembangan teori
fenomenologi adalah beberapa potensi pengembangan fenomenologi yang dapat
dijelajahi di masa depan. Dengan pengembangan ini, kita dapat memperluas
pemahaman kita tentang realitas subjektif dan sosial yang membentuk pengalaman
65
Ibid. 56.
66
Ibid. 56.

26
hidup manusia.

27
Penutup

Berdasar pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fenomenologi


Edmund Husserl adalah bahwa pendekatan fenomenologi yang dikembangkannya
memiliki kontribusi yang signifikan dalam pemahaman tentang pengalaman manusia
dan realitas. Husserl menekankan pentingnya memahami fenomena langsung dan
subjektivitas manusia dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Melalui konsep seperti epoche, reduksi fenomenologis, dan penangkapan


fenomenologis, Husserl berusaha untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang objek dan pengalaman subjektif manusia. Ia menekankan pentingnya
membebaskan diri dari prasangka dan mengamati objek secara obyektif. Pendekatan
fenomenologi Husserl juga menyoroti pentingnya komunikasi interpersonal, pemikiran
kritis, dan pengembangan kapasitas berpikir dalam konteks pendidikan.

Selain itu, Husserl berupaya untuk mengatasi keterbatasan psikologi naturalistik


dan mengembangkan filsafat transendental yang melibatkan pemeriksaan fenomena
dari berbagai perspektif faktual. Ia menganggap fenomenologi sebagai aliran filsafat
yang berusaha mengidentifikasi struktur mendasar dalam kesadaran manusia.

Kontribusi Husserl dalam fenomenologi mengubah cara kita memahami dan


mempelajari pengalaman manusia, realitas sosial, agama, pendidikan, dan disiplin
lainnya. Pendekatan fenomenologi yang dikembangkannya mengajarkan kita untuk
melihat dunia dengan cara yang lebih objektif, menghargai kompleksitas subjektivitas
manusia, dan mendorong pemikiran kritis dalam memahami fenomena. Fenomenologi
Husserl tetap relevan dan memberikan kontribusi penting dalam pemahaman kita
tentang diri kita sendiri, masyarakat, dan dunia di sekitar kita..

28
Daftar Pustaka

Afifudin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Amal, Syamsul. “METODE BRACKETING EDMUN HUSSERL.” DIALEKTIKA 12, no. 1 (June 8,
2019): 77.

Anshori, Isa. “Melacak State Of The Art Fenomenologi Dalam Kajian Ilmu-Ilmu Sosial.” Halaqa:
Islamic Education Journal 2, no. 2 (December 5, 2018): 165–181.

Gahral Adian, Donny. Pengantar Fenomenologi. Depok: Koekoesan, 2016.

Gumilang, Galang Surya. “METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM BIDANG BIMBINGAN


DAN KONSELING” 2, no. 2 (2016).

Hafiz Alfatoni, Abdul. “NILAI -NILAI PENDIDIKAN DALAM FENOMENALOGI EDMUND


HUSSRL.” PANDAWA : Jurnal Pendidikan dan Dakwah 3, no. 3. 2021 (n.d.).

Hardiansyah, A. “TEORI PENGETAHUAN EDMUND HUSSERL.” Jurnal Substantia 15, no. 2 (2013).

Latif, Abdul. “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DI PESANTREN DALAM PEMIKIRAN


K.H ABDURRAHMAN WAHID” 2, no. 2 (2022): 100.

Mefita, Silvi, Much Yulianto, and Jl H Soedarto. “FENOMENA GAYA HIDUP SELEBGRAM (STUDI
FENOMENOLOGI SELEBGRAM AWKARIN).” Interaksi Online 6, no. 4 (2018).

Mintaredja, Abbas Hamimi. Teori Pengetahuan Menurut Berger. Yogyakarta: Penelitian Universitas
Gadjah Mada, 1983.

Muhadjir, Noeng. Filsafat Illmu: Positivisme, Post Positivisme Dan Post Modernisme. Yogyakarta: Rake
Yasin, 2001.

Mujib, Abdul. “PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM.” Jurnal Pendidikan Islam
6, no. 2 (2015).

Mulyadi. “Kontribusi Filsafat Ilmu Dalam Studi Ilmu Agama Islam: Telaah Pendekatan Fenomenologi.”
Ulumuna 14, no. 1 (2017).

Munandar, Haris. “Studi fenomenologi subjective well-being pada pekerja perempuan.” Psikoislamika:
Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam 19, no. 1 (2022).

Novayani, Irma. “PENDEKATAN STUDI ISLAM ‘PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM


KAJIAN ISLAM’” 3, no. 1 (2019).

Rahman, Arif, Dase Erwin Juansah, and Lukman Nulhakim. “PERJALANAN MENUJU PEMAHAMAN
YANG MENDALAM MENGENAI ILMU PENGETAHUAN: STUDI FILSAFAT TENTANG
SIFAT REALITAS” (2023).

Rahman, Ryan Arief, Rodhi Hakiki Bin Cecep Mustopa, Muhammad Dhiaul Fikri, Amir Reza Kusuma,
and Abdul Rohman. “Diskursus Fenomenologi Agama Dalam Studi Agama-Agama.” Al-Adyan:
Jurnal Studi Lintas Agama 16, no. 2 (December 28, 2021): 147–178.

Sanusi, Anwar. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Selemba Empat, 2016.

Shri, Heddy, and Ahimsa Putra. “FENOMENOLOGI AGAMA: PENDEKATAN FENOMENOLOGI


UNTUK MEMAHAMI AGAMA.” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 2
(2017).

29
Sujarweni, Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014.

Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Supriadi, Supriadi. “PERKEMBANGAN FENOMENOLOGI PADA REALITAS SOSIAL


MASYARAKAT DALAM PANDANGAN EDMUND HUSSERL.” Scriptura 5, no. 2
(December 1, 2015): 52–61.

Syafithri, Firda Nisa, Fakhri Aulia Rahman, Aip Piansah, and Diki Firmansyah. “Empirisme dan
Fenomenologis dalam Perspektif Filsafat Hukum Naturalism.” AHKAM 2, no. 2 (May 12, 2023):
267–281.

30

Anda mungkin juga menyukai