12170320998
KELAS : AUDIT B (H)
TUGAS : RESUME BUKU
BAB 6
KAJIAN FENOMENOLOGI : “MENDAPATKAN MAKNA KINERJA”
A. PENDAHULUAN
Penelitian dalam fenomenologi bertujuan memahami respon atas keberadaan
manusia atau masyarakat, serta pengalaman yang dipahami dalam berinteraksi.
Selanjutnya Sanders (1982) menyatakan ada tiga komponen fundamental dalam
desain riset fenomenologis. Komponen fundamental yaitu, menentukan batasan dan
siapa yang diinvestigasi, pengumpulan data dan analisis data fenomenologis. Konsep-
konsep praktis dianalisis dengan mengkomparasikan temuan atau pemahaman atas
kenyataan sosial organisasi yang bersifat empiris dengan konsep pemahaman.
B. PARADIGMA FENOMENOLOGI UNTUK MENEMUKAN MAKNA
KINERJA
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan
bagaimana pandangan peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti
terhadap ilmu atau teori. paradigma diartikan sebagai kerangka referensi atau
pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Terdapat dua
pendekatan dalam praktek penelitian ilmiah untuk menjawab permasalahan penelitian
yang timbul sebagai suatu fenomena yang harus mencari jawaban, yakni: penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif. Paradigma adalah pandangan fundamental tentang
yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan. Paradigma membantu
mempelajari dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan.
Paradigma menggolongkan, mendefinisikan dan menghubungkan antara teori,
metode serta instrumen yang terdapat dalam penelitian. Paradigma kuantitatif disebut
juga dengan paradigma tradisional (traditional), eksperimental (experimental), atau
empiris (empiricist). Penelitian kuantitatif satu-satunya pengetahuan (knowledge)
yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan
berdasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk
kemudian nalar (reason) mengolahnya menjadi suatu bermakna.
Penelitian pendekatan kualitatif adalah satu model penelitian humanis yang
menempatkan manusia sebagai subjek utama dalam peristiwa sosial atau budaya. Sifat
humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia
sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Untuk dapat memperoleh
makna dari realitas sosial yang terjadi maka tahap pengumpulan data perlu dilakukan
secara tatap muka langsung dengan individu atau kelompok. Individu atau kelompok
yang dipilih sebagai responden atau informan yang dianggap mengetahui atau paham
tentang entitas tertentu, seperti: kejadian, orang, proses, atau objek, berdasarkan cara
pandang, persepsi, dan sistem keyakinan yang mereka miliki.
Dalam kajian-kajian sosial termasuk juga kajian pendidikan, membagi tiga
paradigma, yaitu: paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma
perilaku sosial. Peneliti yang bekerja dalam paradigma fakta sosial memusatkan
perhatiannya kepada struktur makro (macrokospik) masyarakat. Peneliti yang
menerima paradigma definisi sosial memusatkan perhatiannya pada aksi dan interaksi
sosial yang dihasilkan dari proses berfikir. Perilaku sosial sebagai pokok persoalan
kajian dan kecenderungan bergerak dalam kajian mikro, teori yang digunakan antara
lain; teori aksi, interaksionisme simbolik, dan fenomenologi, metode pengumpulan
data menggunakan observasi dan wawancara. Paradigma perilaku sosial merupakan
bentukan dari fakta sosial dan definisi sosial yang melahirkan paradigma. Paradigma
penelitian yang merupakan suatu kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana
pandangan peneliti terhadap fakta perilaku sosial. Fakta perilaku sosial dalam kajian
penelitian harus mengintegrasikan kinerja.
C. TINJAUAN ONTOLOGI DALAM FENOMENOLOGI
Fenomenologi mempelajari sifat-sifat alami kesadaran maka secara ontologis
fenomenologi membawa ke dalam permasalahan mendasar jiwa dan raga.
Fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl bahwa kita harus kembali
kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), selanjutnya objek-objek harus
diberikan kesempatan untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari
hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan
bagian dari kenyataan melainkan asal kenyataan.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan) artinya
kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran
timbul perlu pengandaian tiga hal yaitu: ada subjek, ada objek, dan subjek yang
terbuka terhadap objek-objek.
Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat objek-objek
memerlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu
dalam mencapai wessenchau yaitu: Reduksi pertama, menyingkirkan segala sesuatu
yang subjektif, sikap kita harus objektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak
bicara. Reduksi kedua, menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang objek yang
diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada. Reduksi
ketiga, menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan.
D. KAJIAN EPISTEMOLOGI DALAM FENOMENOLOGI
Epistemologi yang bertugas untuk membantu menentukan pengetahuan maka
fenomenologi terutama membantu dalam mendefinisikan fenomena. Fenomenologi
dalam kajian kinerja dengan memperhatikan teori social yang terciptanya kinerja
yang mengandung unsur-unsur sosial, sehingga organisasi mampu mengintegrasikan
unsurunsur sosial dalam kinerja. Fenomenologi percaya bahwa dalam fenomenalah
pengetahuan itu berada. Fenomenologi telah mengklain dirinya sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan mengenai sifat-sifat alami kesadaran dan jenis-jenis khusus
pengetahuan orang pertama, melalui bentuk-bentuk intuisi.
Epistemologi fenomenologi Husserl yang menggunakan intuisi sebagai sarana
untuk mencapai kebenaran dan pengetahuan. fenomenologi menggunakan metode
berpikir yang bebas dari pengaruh tradisi ilmiah yang ada/idola yang ada/prasangka.
Objek yang ingin diketahui harus dicermati secara rohani terus menerus melalui
reduksireduksi. objek mengalami dirinya sendiri dan mencapai kebenaran merupakan
kesesuaian antara yang terlihat, terpikir dan dialami dengan makna yang diberikan
padanya. Inilah yang dinamakan dengan substansi, tolak ukurnya adalah
intersubjektif, sehingga demikian fenomenologi sebagai epistemologi untuk bertugas
mengeluarkan makna dari sesuatu yang sifatnya material.