Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS HIDROLIKA BANGUNAN BAGI-SADAP PADA

DAERAH IRIGASI CIHEA, JAWA BARAT


Hydraulic Analysis of Tapping Box at Cihea
Irrigation Region, West Java
Athiya Nabila Trinovia1, Dimas Bayu Prasetyo M1, Irgie Yudhistira1
Kamis(P2)-Kelompok5
1)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB
Dramaga, Bogor 16680
Email : irgie_yudhistira@apps.ipb.ac.id
PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor penting di negara agraris seperti
Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang
pertanian. Namun demikian hasil yang diharapkan dari sektor pertanian belum
optimal. Hal itu ditunjukkan dengan masih belum mencukupinya hasil pertanian
dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama beras sebagai makanan pokok
masyarakat Indonesia (Jannata et al. 2015).. Faktor penting dalam masalah
pertanian yang tidak boleh diabaikan adalah faktor pengairan karena sektor
pertanian tanpa adanya pengairan yang baik tidak akan memberikan hasil yang
maksimal, sehingga tujuan dari peningkatan produksi pertanian tidak akan
terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa pengairan yang baik tidak akan
memberikan hasil yang maksimal.Hal ini penunjukkan bahwa pengairan
memegang peranan penting dalam usaha peningkatan sektor pertanian (Chayati
dan Faradj 2017). Dalam proses menopang peningkatan hasil produksi pertanian
maka dibutuhkan proses irigasi karena irigasi merupakan salah satu faktor penting
dalam meningkatkan produksi bahan pangan (Jannata et al. 2015).
Irigasi bertujuan mengalirkan air untuk keperluan pertanian dan membagi air
ke sawah-sawah serta membuang air yang tidak diperlukan lagi melalui saluran
pembuang. Sistem irigasi yang baik merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil pertanian. Sistem jaringan irigasi yang baik sangat diperlukan
untuk menunjang ketersediaan air yang lebih optimal, sehingga air dapat
didistribusikan dengan baik dan dapat memenuhi semua areal pertanian yang
sudah direncanakan (Romah et al. 2017). Pengelolaan sistem irigasi yang baik erat
kaitannya dengan peningkatan produksi daerah irigasi karena itu dalam
pengoperasian suatu jaringan irigasi hendaknya selalu diperhatikan mengenai
ketersediaan air, kebutuhan air dan bagaimana cara membagi air yang ada tersebut
sejauh mungkin adil dan merata agar semua tanaman dapat tumbuh dengan baik
(Prabawanti et al. 2015).
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan
untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaannya. Konsep dasar dalam perencanaan suatu sistem
tata jaringan irigasi adalah merencanakan sistem tata jaringan yang efisien, murah,
serta handal dari aspek kekuatan konstruksi dan handal dari aspek pendistribusian
air keseluruh areal layanan secara cepat, adil, merata dan sesuai debit kebutuhan
air yang direncanakan (Sejati 2021). Keberadaan bangunan irigasi diperlukan
untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Daerah irigasi Cihea
memiliki dua jaringan irigasi, yakni Jaringan Irigasi Cisokan dan Jaringan Irigasi
Ciranjang. Pada Daerah Irigasi Cihea terdapat bangunan bagi sejumlah 3 buah,
bangunan bagi atau sadap sejumlah 10 buah, serta bangunan sadap sejumlah 101
buah. Oleh karena itu, praktikum ini bertujuan menganalisis bangunan bagi dan
bangunan sadap yang terdapat di Daerah Irigasi Cihea.

TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Irigasi Cihea
Daerah Irigasi Cihea di Kabupaten Cianjur adalah salah satu bangunan irigasi
teknis tertua di Indonesia yang dibangun oleh Pemerintahan Belanda pada tahun
1879 sampai dengan 1904 dan mulai berfungsi pada tahun 1914. Secara geografis,
Daerah Irigasi Cihea terletak diantara dua kecamatan, yaitu Kecamatan
Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang. Daerah Irigasi Cihea mengairi 3
kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 28 buah, kecamatan yang dilayani
sendiri adalah kecamatan Bojong Picung seluas 1.863 ha dengan 11 desa yang
ada, kecamatan Haurwangi seluas 1.852 ha dengan 8 desa dan kecamatan
Ciranjang seluas 1.769 ha dengan 9 desa. Daerah Irigasi Cihea mampu mengairi
5.484 hektar yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Jaringan Irigasi Cisokan yang
mengairi 3.712,60 hektar areal sawah dan Jaringan Irigasi Ciranjang yang
mengairi 1.769,40 hektar areal sawah. Daerah Irigasi Cihea ini menjadi salah satu
daerah irigasi yang kewenangannya dipegang oleh pemerintah pusat dikarenakan
luas areanya yang lebih dari 3.000 hektar, hal ini sejalan dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Sumber air daerah irigasi Cihea berupa sungai Cisokan yang dibendung dengan
dua buah bangunan utama (bendung), yaitu bendung Cisokan dan bendung
Ciranjang dengan kapasitas debit rencana sebesar 7000 L/detik. Secara
keseluruhan, daerah irigasi Cihea memiliki panjang saluran sebesar 57.265 km.
Daerah Irigasi Cihea memiliki beberapa infrakstuktur antara lain ada bendung
sejumlah 2 buah (bendung Cisokan dan Ciranjang), bangunan bagi sejumlah 3
buah, bangunan bagi atau sadap sejumlah 10 buah, bangunan sadap sejumlah 101
buah, bangunan terjun sejumlah 96 buah, bangunan ukur sejumlah 11 buah,
bangunan talang sejumlah 9 buah, bangunan puplesi sejumlah 22 buah, siphon
sejumlah 3 buah, gorong-gorong sejumlah 23 buah, dan petak tersier sejumlah
146 buah. Hingga saat ini pemerintah melakukan perbaikan dan renovasi jaringan
irigasi Cihea dengan melibatkan P3A Mitra Caise sebagai bentuk kerjasama
antara pemerintah dengan masyarakat.
Bangunan Bagi Sadap
Bangunan bagi sadap dapat berfungsi membagi air juga berfungsi untuk
menyadap air. Bangunan bagi sadap tersebut dibangun pada saluran primer dan
saluran tersier. Bangunan bagi dan bangunan sadap dapat digabung menjadi satu
rangkaian. Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi untuk
membagi air dari saluran primer atau saluran sekunder ke dua buah saluran atau
lebih yang masing-masing debitnya lebih kecil. Bangunan bagi terletak pada
saluran primer atau pada saluran sekunder pada suatu titik cabang (Mawardi
2010). Sedangkan bangunan sadap merupakan bangunan yang digunakan untuk
menyadap air dari saluran primer ke saluran sekunder atau saluran sekunder ke
saluran tersier. Bangunan sadap yang menyadap aliran dari saluran primer ke
saluran sekunder disebut bangunan sadap sekunder yang terletak di saluran
primer. Bangunan sadap yang menyadap aliran dari sekunder ke saluran tersier
disebut bangunan sadap tersier yang terletak di saluran sekunder (Mawardi 2010).
Bangunan bagi sadap terdiri dari bangunan sadap tersier, bangunan/ pintu
sadap ke saluran sekunder dengan kelengkapan pintu sadap dan alat ukur, serta
bangunan/ pintu pengatur muka air (Subari et al. 2013). Tata letak bangunan bagi
sadap dapat dibuat dua alternative, yaitu bentuk menyamping dan bentuk numbak.
Bangunan bagi sadap bentuk menyamping yaitu posisi bangunan/pintu sadap
tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan saluran dengan arah aliran
ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus (pada umumnya)
sampai 45°. Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah lurus
menjadi lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika diterapkan
sistem proporsional kurang akurat. Sedangkan kelebihannya peletakan bangunan
ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung diletakkan pada
saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan. Bangunan bagi sadap dengan
bentuk numbak yaitu meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan
bangunan pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya searah. Bentuk
seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap bangunan
adalah sama. Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk system
proporsional. Tetapi bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang
luas, semakin banyak bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan
(Sejati 2021).

METODOLOGI
Praktikum Mata Kuliah Bangunan Hidrolika dilaksanakan di rumah
masing-masing via online melalui aplikasi Zoom Virtual Meeting dengan
menggunakan laptop dan internet. Praktikum pertemuan 12 dilaksanakan pada
hari Kamis, 18 November 2021 dari pukul 13.30 WIB hingga pukul 15.30 WIB.
Praktikum kali ini membahas secara spesifik mengenai box bagi dari mulai
gambar teknik, material penyusun, aplikasi, hingga rancangan anggaran biaya atau
RAB pada lokasi studi kasus masing-masing. Alat dan bahan yang digunakan
yakni seperangkat laptop dengan perangkat lunak Ms. Office, mesin pencari
Google dan literatur. Data yang digunakan pada praktikum ini merupakan analisis
kondisi upstream/downstream aliran sebelum dan sesudah bangunan bagi, tipe
dan dimensi bangunan, kondisi aliran baik tinggi muka air sebelum dan sesudah
bangunan bagi sadap, gambar teknik, dan rancangan anggaran biaya (RAB) dari
bangunan bagi sadap. RAB menjadi langkah yang perlu dilakukan guna
memperkirakan dan mempertimbangkan sisi ekonomis dalam pembangunan dan
membandingkannya dengan manfaat yang diperoleh. Untuk memudahkan dapat
dilihat pada diagram alir berikut ini Gambar 1.
Mulai

Literatur mengenai topik bangunan hidrolika dicari

Data sekunder dari kondisi upstream/downstream aliran sebelum dan sesudah


bangunan bagi sadap di D.I Cihea dicari

Dimensi eksisting berdasarkan Debit rencana untuk dibawa dari saluran


primer dianalisis kecukupannya.

Gambar teknik dari pembangunan bagi sadap di D.I Cihea di buat


berdasarkan kondisi eksisting

RAB dan arahan konstruksi dalam pembangunan bangunan bagi sadap D.I
Cihea diestimasi berdasarkan kondisi eksisting

Gambar 1 Diagram alir analisis hidrolika jaringan perpipaan irigasi Agropolitan

PETA LOKASI
Fokus pembuatan analisis bangunan bagi sadap dilakukkan di Daerah Irigasi
(DI) Cihea, Desa Jatisari, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Secara Secara geografis
daerah irigasi ini terletak antara 6◦52’46.56” LS dan 107◦14’25.44”. Secara
administratif daerah irigasi bendungan Cihea terbagi atas daerag urugasu
kecamatan Haurwangi (1.132,932 ha), bojongpicung (1.544,203 ha) dan terkahir
Ciranjang (1.529,792 ha).
Gambar 2 Peta lokasi Daerah Irigasi Cihea

HASIL DAN PEMBAHASAN


Daerah irigasi Cihea memiliki panjang saluran sebesar 57.265 km yang terdiri
atas saluran primer yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bendung, saluran
sekunder, dan saluran tersier yang berfungsi untuk mengalirkan air menuju petak-
petak tersier. Saluran sekunder pada D.I Cihea memiliki panjang 29.579 km yang
terdiri dari berbagai saluran sekunder yaitu Cidukuh, Cidukuh Timur,
Cibarengkok, Cibarengkok A, Cidawulan, Cikoronjo, Ngamprah, Cibanteng,
Cipetir Barat, dan Cipetir Timur. Saluran sekunder pada daerah irigasi Cihea
termasuk sebagai bangunan pembawa untuk mengalirkan air menuju petak irigasi.
Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer
menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir. Saluran sekunder
Saluran Sekunder Cibarengkok terbagi menjadi dua yaitu Cibarengkok dan
Cibarengkok A. Saluran Sekunder Cibarengkok memiliki panjang 3,771 km
sedangkan Saluran Sekunder Cibarengkok A memiliki panjang 1,324 km. Saluran
sekunder Cibarengkok pada D.I Cihea memiliki dimensi rata rata + 1,5 m untuk
lebar dasar saluran (B) dan ketinggian saluran rata-rata sebesar + 2m dengan
kemiringan talut rata rata + 0,010%. Pada daerah irigasi Ciheam dalam
pembagian debit terhadap petak pelayanan tersier dilakukan dengan adanya
bangunan bagi dan sadap. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan
teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu
dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air,
sedangkan pintu-pintu sadap lainnya mengukur debit. Bangunan bagi sadap yang
akan dianalisis pada fokus bahasan merupakan bangundan bagi sadap tersier yang
akan melayani dan memberi air kepada petak-petak tersir dengan kapasiras
berkisar antara 50 L/det – 250 L/det.
Bangunan bagi sadap yang dianalisis berupa bangunan dengan kode B.CBK.3
pada saluran sekunder Cibarengkok dengan petak tersier layanan yaitu CBK.3
Kiri dan CBK.3 Kanan. Layout dan debit pelayanan dari bangunan bagi sadap
pada saluran sekunder Cibarengkok dapat dilhat pada Tabel 1 dan Gambar 3
sebagai berikut.
Tabel 1 Bangunan bagi/sadap pada Saluran Sekunder Cibarengkok
Luas Lahan Debit
Saluran Sekunder Bangunan Bagi/Sadap Petak Pelayanan
(Ha) (L/det)
BCBK A.1 CBK A1 KI 11,00 15,0
BCBK A.2 CBK A2 KI 9,00 13,0
Cibarengkok A
CBK A3 Ki 17,00 24,0
BCBK A.3
CBK A3 Ka 17,00 24,0
CBK 1 Ki 37,65 53,0
BCBK 1
CBK 1 Ka 41,25 58,0
CBK 2 Ki 22,50 32,0
BCBK 2
CBK 2 Ka 42,25 59,0
Cibarengkok BCBK 3 CBK 3 Ki 60,50 85,0
CBK 3 Ka 21,00 29,0
BCBK 4 CBK 4 Ka 24,00 34,0
CBK 5 Ki 58,50 82,0
BCBK 5
CBK 5 Ka 12,00 17,0

Gambar 3 Layout bangunan bagi-sadap B.CBK.3 pada saluran Sekunder


Cibarngkok

Berdasarkan tabel 1, bangunan bagi-sadap BCBK 3 pada saluran Cibarengkok


melayani petak pelayanan CBK 3 Kiri dengan luas petak pelayanan tersier sebesar
60,5 Ha dan debit (Q) pelayanan sebesar 85 L/det (0,085 m3/det) dan CBK 3
Kanan dengan luas petak pelayanan tersier sebesar 21 Ha dan debit (Q) pelayanan
sebesar 21 L/det (0,021 m3.det). Bangunan bagi-sadap BCBK 3 memiliki 3 outlet
yaitu menuju CBK 3 Kanan dan CBK 3 Kiri serta satu menuju bangunan bagi
sadap lainnya yaitu BCBK 4 dan BCBK 5 sehingga perencanaan untuk
menganalisis Q rencana yang keluar dari outlet tersebut merupakan debit
akumulatif dari daerah pelayanan yang dilayani oleh BCBK 4 dan BCBK 5 yaitu
sebesar 133 L/det (0,133 m3/det). Pada pererncanaan bangunan – bagi sadap,
parameter desain yang harus diperhatikan yaitu Elevasi muka air di depan pintu ,
tinggi air di depan pintu (h1), elevasi saluran saluran di depan pintu, bukaan air
rencana (h), serta debit rencana yang digunakan dalam pelayanan petak tersier.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka untuk perencanaan bagunan bagi-sadap
BCBK. 3 dengan adanya tiga outlet keluar sesuai dengan fungsi pelayanan adalah
sebagai berikut.
Bangunan Bagi-Sadap BCBK. 3
Debit keluar (Q ruas CBK 3 Kiri) = 85 L/det (0,085 m3/det)
Debit keluar (Q ruas CBK 3 Kanan) = 21 L/det (0,021 m3/det)
Debit keluar (Q ruas BCBK 4 – BCBK 5) = 133 L/det (0,133 m3/det)
Berdasarkan kondisi dari debit keluar dari setiap outlet maka dapat
direncanakan lebar ambang (b) berdasarkan persamaan rencana dimensi pintu
sorong dengan data asumsi dari tinggi bukaan pintu rencana (a) dan tinggi air
depan pintu (h). Sehingga berdasarkan hal tersebut maka lebar ambang (b) dari
setiap outlet adalah sebagai berikut.
Ruas CBK 3 Kiri
Q ruas CBK 3 kiri = 0,085 m3/det (debit rencana dinaikan 10% untuk
antisipasi kenaikan debit sehingga Q = 0,0935 m3/det)
Bukaan pintu rencana (h) = 0,15 m
K (asumsi) =1
µ = 0,85
z = 0,20 m
Kecepatan rencana (v) = 0,41 m/det
Dengan menggunakan persamaan perencanaan dimensi pintu sorong, maka
diperoleh lebar ambang (b) sebagai berikut.
Q = K. . 𝑏. ℎ × √
0,0935 = 1 x 0,85 x b x 0,15 x √
b = 0,43 m atau 0,4 m (berdasarkan kriteria perencanaan KP-08, maka
untuk tipe standariasi pintu sorong dengan lebar 0,4 m – 0,6 m maka tinggi pintu
< 0,8), sehingga tinggi pintu sorong diambil sebesar 0,75 m. Selanjutnya, dengan
elevasi muka air pada saluran sekunder sebesar +295,60 mdpl maka diperoleh
elevasi muka air di belakang pintu sebesar +295,40 mdpl dan kedalaman muka air
hilir (1,2 – 0,20) = 1 m
Ruas CBK 3 Kanan
Q ruas CBK 3 Kanan = 0,021 m3/det (debit rencana dinaikan 10% untuk
antisipasi kenaikan debit sehingga Q = 0,0231 m3/det)
Bukaan pintu rencana (h) = 0,10 m
K (asumsi) =1
µ = 0,85
z = 0,06 m
Kecepatan rencana (v) = 0,4 m/det
Dengan menggunakan persamaan perencanaan dimensi pintu sorong, maka
diperoleh lebar ambang (b) sebagai berikut.
Q = K. . 𝑏. ℎ × √
0,0231 = 1 x 0,85 x b x 0,1 x √
b = 0,25 m (agar mempermudah perencanaan konstruksi maka di rencanakan
untuk ruas CBK 3 kanan memiliki lebar ambang sama seperti lebar ambang pada
ruas CBK 3 kiri yaitu b = 0,4 m, maka berdasarkan kritetia KP-08 dengan lebar
0,4 m – 0,6 m maka tinggi pintu < 0,8), sehingga tinggi pintu sorong diambil
sebesar 0,75 m. Estimasi ketinggian air di hilir pintu , maka dengan elevasi muka
air pada saluran sekunder sebesar +295,60 mdpl maka diperoleh elevasi muka air
di belakang pintu sebesar +295,54 mdpl dan kedalaman muka air hilir (1,2 – 0,06)
= 1,14 m
Ruas BCBK 4 – BCBK 5
Q ruas CBK 3 kiri = 1,33 m3/det (debit rencana dinaikan 10% untuk
antisipasi kenaikan debit sehingga Q = 1,463 m3/det)
Lebar saluran sekunder menuju box bagi = 0,8 m
K (asumsi) =1
µ = 0,85
z = 0,25 m
Kecepatan rencana (v) = 0,6 m/det
Berdasarkan parameter di atas, maka diperoleh nilai luas penampang basah (A)
untuk estimasi kedalaman aliran (h) sebagai berikut.
Q = Axv
1,463 = A x 0,6
A = 2,44 m2
Dengan luas penampang trapesium pada saluran sekunder, maka diperoleh nilai
kedalaman aliran (h) yaitu :
A = (b + zy) y
2,44 = (0,8 + 1y) y
y = 1,2 m (Kedalaman muka air depan pintu pada bangunan bagi-sadap
di depan pintu ),
Selanjutnya estimasi dimensi pintu berdasarkan persamaan pintu sorong dilakukan
sebagai berikut.
Q = K. . 𝑏. ℎ × √
1,463 = 1 x 0,85 x 0,8 x h x √
h = 0,97 m (tinggi bukaan pintu rencana) (berdasarkan kriteria
perencanaan KP-08, maka untuk tipe standariasi pintu sorong dengan lebar 0,8 m
– 1,0 m maka tinggi pintu < 1,5 m), sehingga tinggi pintu sorong diambil sebesar
1m. Estimasi ketinggian muka air di hilir pintu, maka dengan z sebesar 0,25 dan
ketinggian air di depan pintu sebesar 1,2m diperoleh ketinggian muka air di hilir
sebesar 0,95 m. Pada daerah irigasi cihea, bentuk penampang dari bangunan bagi-
sadap merupakan bentuk meyanping, dengan posisi bangunan/pintu sadap tersier
atau sekunder berada disamping kiri atau kanan saluran dengan arah aliran ke
petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus. Gambar teknik dari
tampak atas dan potongan memanjang dari setiap outlet pada bangunan bagi-
sadap BCBK 3 pada saluran Cibarengkok dapat dilihat pada Gambar 3,4, dan 5
Lampiran 1. Hasil rekapitulasi perencanaan bangunan bagi-sadap terhadap tiga
outlet Q keluar dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2 Rekapitulasi hitungan bangunan bagi BCBK 3
Ruas Q (m3/det) µ h (m) z (m) b (m)
CBK 3 Kiri 0,0935 0,85 0,15 0,2 0,4
CBK 3 Kanan 0,0231 0,85 0,10 0,06 0,4
BCBK 4 - BCBK 5 1,4630 0,85 0,97 0,25 0,8

Arahan konstruksi dari adanya pembangunan bangunan box bagi-sadap terdiri


atas beberapa tahapan, yaitu pembersihan lokasi, pekerjaan pembongkaran dan
galian, serta pekerjaan pemasangan box. Bahan yang digunakan pada perencanaan
bangunan bagi-sadap pada D.I Cihea berupa ferosemen sesuai dengan acuan dari
Muqorobbin dan Subari (2012), sehingga perlu adanya perencanaan campuran
bahan mix design. Pada pekerjaan pembersihan lokasi, maka sebelum dilakukan
pemasangan blok, dilakukan pembersihan lokasi untuk membersihkan dari sisa-
sisa bangunan bok lama yang telah rusak, bermacam tumbuhan dan lain-lain. Hal
ini dilakukan agar dalam melakukan pemasangan box tersebut tidak ada gangguan
dan dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya, pada pekerjaan pembongkaran
dan galian, dalam mempermudah pemasangan box, dilakukan pada lokasi tempat
box yang telah direncanakan dan disesuaikan dengan luas layanannya. Sedangkan
bahan/material bongkaran diangkut ke tempat yang tidak mengganggu akses jalan.
Dalam menentukan nilai dari elevasi dasar inlet dan outlet perlu dilakukan dengan
menggunakan alat ukur sipat data (waterpas).
Pengukuran dilakukan untuk proses penggalian dan penimpbunan, serta
pemadatan tanah dilakukan sebagai dasar tempat pemasangan blok dan tidak akan
terjani penurunan pada konstruksi Blok tersebut. Pekerjaan selanjutnya, berupa
pekerjaan pemasangan blok,diawali dengan pemasangan pelat dasar. Pada
pemasangan pelat dasar, keadaan horizontal harus dipastikan agar tekanan bisa
diterima merata, karena keseimbangan dari plat dasar adalah hal yang paling
menentukan ketegaknya dari box yang dipasang. Setelah plat dasar terpasang,
kemudian dinding-dinding dari bok dirangkai. Tahapan akhir, yaitu dalam
memberikan kepastian dari posisi box sudah stabil, maka dilakukan pengecekan
dengan menggunakan waterpas agar bok tersier dapat membagi air secara
proporsional, yaitu membagi air secara terus-menerus dengan bukaan proporsional
sesuai luas daerah layanan yang akan diberi air. Illustrasi arahan konstruksi dalam
pembuatan bangunan bagi-sadap dapat dilihat sebagai berikut.
(a) (b)

Gambar 6 (a) Pembersihan lokasi box bagi (b) Pekerjaan Pembongkaran dan
Penggalian

(a) (b)

Gambar 7 (a) Mobiliasi komponen box bagi ke tempat pemasangan (b)


pemasangan box pada lokasi perencanaan

Pada perencanaan bangunan bagi-sadap dengan fokus bahasan yaitu BCBK


3, maka rencana anggaran biaya (RAB) dari pekerjaan konstruksi meliputi
pekerjaan pembersihan, pembongkaran dan galian, pekerjaan tanah, dan pekerjaan
beton. Jumlah keseluruhan dari total estimasi RAB pada perancangan bangunan
bagi-sadap BCBK 3 adalah Rp. 21.762.582,- . Rekapitulasi hasil perkiraan
estimasi RAB adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Estimasi perkiraan RAB pada perencanaan bangunan bagi-sadap
No Pekerjaan Volume pekerjaan HSP (Rp) Total harga (Rp)
1 Pekerjaan pembersihan 12 Rp 36.000 Rp 432.000
2 Pekerjaan pembongkaran 10,8 Rp 165.416 Rp 1.786.493
4 Pekerjaan tanah
Galian tanah 10,8 Rp 127.896 Rp 1.381.277
Timbunan tanah 8 Rp 79.613 Rp 636.904
Pemadatan tanah 17 Rp 41.688 Rp 708.696
5 Pekerjaan beton
Pekerjaan plesteran 30,8 Rp 42.826 Rp 1.319.041
Pekerjaan ferrocement 16,2 Rp 721.694 Rp 11.691.443
Total Biaya Rp 17.955.853
Keuntungan (10%) Rp 1.795.585
Jumlah Rp 19.751.439
PPN (10%) Rp 1.975.144
Jumlah Keseluruhan Rp 21.726.582

Simpulan
Daerah irigasi Cihea memiliki panjang saluran sebesar 57.265 km yang terdiri
atas saluran primer yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bendung, saluran
sekunder, dan saluran tersier yang berfungsi untuk mengalirkan air menuju petak-
petak tersier. saluran rata-rata sebesar + 2m dengan kemiringan talut rata rata +
0,010%. Pada daerah irigasi Cihea dalam pembagian debit terhadap petak
pelayanan tersier dilakukan dengan adanya bangunan bagi dan sadap. Bangunan
bagi sadap yang dianalisis berupa bangunan dengan kode B.CBK.3 pada saluran
sekunder Cibarengkok dengan petak tersier layanan yaitu CBK.3 Kiri dan CBK.3
Kanan. Berdasarkan hasil perhitungan maka lebar ambang (b) pada ruas CBK kiri
sebesar 0,4 m dan tinggi pintu sorong diambil sebesar 0,75 m sesuai dengan KP-
08 mengenai perencanaan pintu irigasi. Selanjutnya, pada ruas CBK 3 Kanan,
kondisi lebar ambang disesuaikan dengan CBK 3 kiri agar mempermudah
konstruksi dengan lebar ambang (b) 0,4 m dan tinggi pintu 0,75 m. Untuk ruas
BCBK 4 – BCBK 5, maka lebar ambang (b) sebesar 0,8 m dan tingg pintu sebesar
1 m. Nilai dari setiap ketinggian muka air di depan pintu dan di belakang pintu
dapat dilihat pada gambar teknik yang dibuat berdasarkan hasil perhitungan.
Arahan konstruksi dari adanya pembangunan bangunan box bagi-sadap terdiri atas
beberapa tahapan, yaitu pembersihan lokasi, pekerjaan pembongkaran dan galian,
serta pekerjaan pemasangan box Jumlah keseluruhan dari total estimasi RAB pada
perancangan bangunan bagi-sadap BCBK 3 adalah Rp. 21.762.582,-.

Daftar Pustaka
Chayati C, Faradj AM. 2017. Penentuan metode pemeliharaan Dearah Irigasi
Tambak Agung dengan evaluasi saluran primer dan bangunan bagi sadap.
Jurnal MITSU. 5(1): 20-23.
Jannata, Abdullah SH, Priyati A. 2015. Analisa kinerja pengelolaan irigasi di
Daerah Irigasi Lemor Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem. 3(1): 112-121.
Mawardi E. 2010. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Bandung: Alfabeta.
Prabawanti S, Juwono PT, Prasetyorini L. 2015. Studi perencanaan jaringan
irigasi dan pola operasi Embung Kokok Koak Daerah Irigasi Kokok Koak
Lombok Timur. Jurnal Tugas Akhir. 1(1): 1-10.
Romah SKH, Besperi, Gunawan G. 2017. Redesain bangunan bagi dan bangunan
sadap di Daerah Irigasi Bendung Air Kemumu Kabupaten Bengkulu Utara.
Jurnal Inersia. 9(2): 11-22.
Sejati W. 2021. Perencanaan bangunan bagi sadap di Daerah Irigasi Wariori,
Kabupaten Manokwari. Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah. 6(1): 122-131.
Subari, Deon M, Setianigwulan IS, Misgiyanta B. 2013. Kajian bangunan bagi
sada proporsional bentuk numbak di laboratorium. Jurnal Irigasi. 8(1): 24-
34.
Lampiran 1

Gambar 3 Tampak Atas Bangunan Bagi BCBK 3 D.I Cihea


Gambar 4 Tampak Pintu Sorong Pada outlet bangunan bagi BCBK 3
Ga

Gambar 5 Potongan Memanjang Outlet Bangunan Bagi BCBK 3

Anda mungkin juga menyukai