Anda di halaman 1dari 57

KINERJA PENGAMBILAN AIR KE TAMPUNGAN AIR

BERBASIS INTERNET OF THINGS DI PONCOKUSUMO


KABUPATEN MALANG

Disusun oleh:
Rizky
181222019151376

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian yang melimpah harus dirawat dengan baik agar membuahkan

hasil yang diinginkan serta meningkatkan perekonomian negara. Pengairan

termasuk salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertanian di Indonesia.

Menurut Noerhayati & Suprapto (2018:3) definisi dari irigasi adalah suatu proses

manipulasi air hujan untuk meningkatkan produksi pertanian. Secara umum,

kebutuhan air tanaman diperoleh dari air hujan. Namun, terlalu banyak air hujan

juga bisa merusak tanaman. Oleh karena itu, kelebihan air hujan akan dibuang di

saluran drainase, jika hujan tidak turun atau air hujan terlalu sedikit, maka

tanaman diairi oleh air irigasi. Fungsi irigasi yaitu: (1) menambah air/lengas tanah

untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, (2) menjamin ketersediaan air/lengas

apabila terjadi betatan, (3) menurunkan suhu tanah, (4) pelarut garam dalam

tanah, (5) mengurangi kerusakan karena frost, dan (5) melunakkan lapis keras

tanah (Noerhayati & Suprapto, 2018:2).

Dalam upaya untuk menghindari hilangnya produktivitas yang disebabkan

oleh tekanan air, petani menyemprot lebih banyak air daripada yang dibutuhkan

dan akibatnya bukan hanya produktivitas yang tertantang, tetapi juga air dan

energi terbuang sia-sia. Irigasi presisi, pada gilirannya dapat menggunakan air

secara lebih efisien dan efektif, menghindari irigasi yang kurang dan irigasi yang

berlebihan.

Distribusi air, tenaga kerja, dan waktu yang belum efisien dalam

pengelolaan irigasi menjadi salah satu kendala yang dihadapi bangsa Indonesia.

Jumlah air yang relatif terbatas memicu persaingan antar sektor (pertanian, air
minum, domestik, dan industri), antar waktu dan antar wilayah tidak sebanding

dengan permintaan air yang terus meningkat. Oleh karenanya, cara

mengantisipasinya yaitu pemanfaatan air yang efisien perlu dirancang dengan

salah satu cara menggunakan sprinkler irrigation atau biasa disebut dengan irigasi

curah. Kurniati et al. (2007:43-44) menyatakan, “penggunaan air irigasi dapat

meningkat dengan adanya teknologi irigasi curah dan keseragaman irigasi yang

diberikan lebih dari 80%, selain itu kehilangan lahan akibat pemasangan irigasi

dapat dikurangi”. Kinerja irigasi sprinkler yang optimal merupakan hasil dari

perancangan dan pengelolaan sistem irigasi yang baik.

Petani di berbagai daerah terutama di pulau Jawa mengalami penderitaan

akibat kemarau panjang. Kemarau membuat area persawahan kering, sungai

mengering, pasokan air bersih menurun drastis. Supriyatna, 2019 menjelaskan

bahwa “kekeringan dengan intensitas sedang hingga tinggi melanda 28 provinsi

dengan cakupan luas lahan 11.774.437 hektar. Hasil monitoring hari tanpa hujan

selama Juli 2019 di 28 provinsi menunjukkan kondisi dengan kriteria ekstrim dan

terpanjang”. Faktor musim kemarau menyebabkan kekeringan melanda hampir

semua wilayah, hal ini menyebabkan embung dan sumur kekurangan pasokan air

bahkan mengering sehingga menyebabkan beberapa lahan pertanian kekurangan

pasokan air dan gagal panen (Iswari et al., 2016).

Irigasi pipa merupakan alternatif teknologi aplikasi irigasi yang mampu

meningkatkan nilai efisiensi irigasi lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi

permukaan dengan menggunakan saluran terbuka (Herwindo & Rahmadani,

2013). Dengan sistim irigasi pipa kehilangan air disepanjang saluran akibat

kebocoran, rembesan dapat ditekan. Permasalahan air yang tidak seimbang


dengan kemampuan pasokan air yang semakin menurun dapat diatasi dengan

penerapan irigasi pipa. Hal tersebut juga diperparah oleh rusaknya daerah aliran

sungai serta perubahan iklim global.

Dalam merencanakan jaringan pipa perlu memperhatikan beberapa

parameter utama. Menurut Klaas Dua K.S.Y (2009), parameter utama yang perlu

ditentukan dalam perencanaan jaringan pipa antara lain meliputi: penentuan tinggi

tekan, penentuan debit aliran dan penentuan diameter pipa. Namun disamping

ketiga parameter tersebut masih terdapat parameter penting lainya yang perlu

diperhatikan dalam perencanaan jaringan pipa antara lain pemilihan jenis dan

mutu bahan pipa itu sendiri. Hal tersebut akan sangat terkait dengan hasil

rancangan jaringan pipa yang optimal, baik dari umur teknis maupun sisi

ekonomis. Perencanaan jaringan pipa dapat menerapkan persamaan kontinuitas

dan teorema bernouli dengan mempertimbangkan kehilangan energi. Kehilangan

energi ini dapat berakibat pada semakin kecilnya nilai tinggi tekan, sehingga

kecepatan aliran menjadi rendah, dan akhirnya dapat berpengaruh terhadap besar

kecilnya debit yang terjadi di outlet atau titik pengambilan.

Tampungan air irigasi menjadi salah satu komponen penting yang harus

diperhatikan. Air di dalam tampungan yang digunakan untuk aliran irigasi tidak

boleh meluap dan terbuang sia-sia. Pipa outflow yang terhubung dengan

tampungan air harus diberi katub untuk meminimalisir tumpahan air yang berasal

dari tandon serta menghindari kelebihan air terbuang percuma yang mengalir di

pipa outflow. Pada dasarnya aliran fluida dalam pipa akan mengalami penurunan

tekanan seiring dengan panjang pipa ataupun disebabkan oleh gesekan dengan

permukaan saluran, kehilangan tekanan (head loss) dan juga ketika aliran
melewati sambungan pipa, belokan, katub, difusor, dan sebagainya (Waspodo,

2017).

Seiring dengan berkembangnya industry 4.0, teknologi modern sangat

berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan teknologi

pengairan irigasi yang berkembang pesat, para petani dapat mengontrol

tanamannya dengan mudah.

(1) Menurut Kansara, dkk (2015:5331), irigasi otomatis perlu diterapkan

untuk mengefisiensi kebutuhan air. Berikut beberapa alasan irigasi

otomatis dibutuhkan.

(1) Mudah dan praktis untuk megoperasikannya.

(2) Hemat energi dan dan sumberdaya, sehingga dapat dimanfaatkan

sesuai dengan kebutuhan.

(3) Petani dapat memberi air dengan jumlah dan waktu yang tepat

dengan irigasi pembibitan otomatis.

(4) Hindari pendistribusian air irigasi di waktu yang salah, untuk

meningkatkan kiberja tanaman.

(5) Sistem irigasi otomatis menggunakan katup-katup untuk

menghidupkan dan mematikan mesin dan tidak membutuhkan

tenaga kerja karena sudah dikendalikan jarak jauh.

(6) Metode ini sangat tepat untuk irigasi dan dapat mengontrol

kelembaban tanah secara akurat khususnya untuk produksi

sayuran di rumah kaca.

(7) Menghemat waktu, kesalahan akibat manusia dapat diminimalisir.

(2) Kamienski, dkk (2019:2) mengatakan bahwa


Munculnya IoT adalah fenomena yang disebabkan oleh konjungsi

dari beberapa faktor seperti perangkat murah, teknologi nirkabel

berdaya rendah, ketersediaan pusat data cloud untuk penyimpanan

dan pemrosesan, kerangka kerja manajemen untuk menangani

data tidak terstruktur dari jaringan sosial, kinerja tinggi sumber

daya komputasi dalam platform komoditas, dan anggota algoritma

yang kompeten untuk menangani jumlah data yang monumental

(aka big data analytics).

Efisiensi distribusi air sangat diperhatikan dalam proses pengairan

tanaman. Maka dari itu, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu

mengembangkan penelitian sebelumnya tentang sprinkler dari segi kontrol operasi

tampungan air untuk meminimalisir terbuangnya air dengan percuma dari jarak

jauh berbasis internet of things (IoT) yang diaplikasikan pada android. Perbedaan

musim dapat berpengaruh terhadap banyaknya air yang akan dialirkan ke

tanaman. Pada musim kemarau tanaman kebutuhan air semakin meningkat dan

tampungan air atau tandon harus memenuhi kebutuhan air. Sebaliknya pada

musim penghujan akan membutuhkan air lebih sedikit dan tampungan air bisa

meluap dan terbuang percuma jika tidak dikontrol dengan baik. Dengan demikian

inovasi tersebut diharapkan mampu menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi

distribusi air, waktu, dan tenaga kerja.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Debit inflow dan outflow tampungan air belum seimbang dengan kebutuhan air

irigasi yang ada.


2. Kurang efisien jika menggunakan tenaga manusia sebagai alat kontrol manual,

sehingga perlu adanya inovasi baru dibidang irigasi.

3. Belum ada alat kontrol volume tampungan air irigasi otomatis di desa

Poncokusumo.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Perancangan tidak mendesain dan merencanakan ulang pipa irigasi sprinkler.

2. Perancangan tidak menghitung analisis biaya.

3. Aplikasi yang dibuat tidak untuk mengontrol keseluruhan sistem irigasi, hanya

pada bagian ketinggian air tampungan.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis menentukan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah besar debit eksisting yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

air tanaman?

2. Apakah jumlah air yang keluar dari tampungan sesuai dengan kebutuhan

tanaman yang telah ditentukan IoT?

3. Bagaimana langkah-langkah pengoperasian IoT pada tampungan?

4. Bagaimana tipe aliran yang terjadi pada pipa irigasi?

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Sesuai dengan judul dan uraian di atas, maka tujuan yang diharapkan pada

penulisan skripsi ini adalah:

1. Mendapatkan besar debit yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air

tanaman.
2. Mengetahui jumlah air yang keluar dari tampungan sesuai/tidak dengan

kebutuhan tanaman yang telah ditentukan IoT

3. Mengetahui langkah-langkah pengoperasian IoT pada tampungan.

4. Mengetahui tipe aliran yang terjadi pada pipa irigasi.

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari tugas akhir ini adalah:

Menambah pengetahuan dibidang perencanaan irigasi sprinkler,

khususnya dalam operasi tampungan air yang berbasis internet of things

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai referensi pada sistem operasi

irigasi sprinkler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Berikut adalah penelitian terdahulu yang sangat relevan dan dijadikan

pendukung serta pembanding pada penelitian ini.

Noerhayati, et al. (2019) tentang “Irigasi Sprinkler dengan

Mikrokontroler NodeMCU ESP8266”. Penelitian ini membahas tentang

keseragaman distribusi air untuk irigasi sprinkler. Pengumpulan data

dilakukan secara manual dan otomatis. Pengujian dilakukan di laboratorium

dengan metode observasi langsung dan sistem kendali jaringan irigasi

sprinkler dilakukan secara otomatis dengan mengalirkan air dari reservoir ke

ketinggian air sprinkler tangki yang berkisar antara 30 cm sampai 90 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran distribusi sprinkler otomatis

dibandingkan dengan uji manual nilai T hitung <T tabel Nilai Ho yang

diterima berarti desain irigasi sprinkler mekanik dapat berjalan dengan baik.

Hubungan antara diameter emisi dengan debit air yang mengalir pada

pipeline sprayer melalui penggunaan software Minitab adalah Y = -319.6 +

0.017131 X (release), nilai R = 97.78% dan R2 = 97,56% yang berarti

hubungan statistik antara diameter emisi dengan debit aliran air pada pipa

sprayer sangat signifikan.

Kurniati, dkk, (2007) dalam penelitiannya tentang “Desain Jaringan

Irigasi Curah (Sprinkler Irrigation) Pada Tanaman Anggrek” menyatakan,

“kebutuhan air pada tanaman anggrek ditentukan dengan metode langsung

yaitu dengan metode kadar air”. Prinsip kerja pada metode ini, kebutuhan air

tanaman adalah selisih antara air yang diberikan pada tanaman dengan yang
digunakan oleh tanaman. Hasil dari penelitian yang dilakukan meliputi, (1)

kebutuhan air tanaman anggrek adalah 121,98 ml/hari, (2) komponen irigasi

curah pada anggrek yaitu sprinkler, pipa lateral, pipa utama dan pompa, (3)

debit sprinkler 5,65 × 10-9 m3/dt, pipa lateral sebesar 5,65 × 10-8 m3/dt, dan

pipa utama sebesar 2,82 × 10-7 m3/dt (4) head loss sprinkler sebesar 2,44 ×

10-4 m, pipa lateral 1,41 × 10-6 m, dan pipa utama 5,52 × 10-7 m, (5) head

total pompa sebesar 10,00024631 m.

Pada penelitian Tusi dan Lanya, 2016 “Rancangan Irigasi Sprinkler

Portable Tanaman Pakchoy” menjelaskan, bahwa “rancangan irigasi

sprinkler portable mengunakan nozzle head sprinkler jenis impact sprinkler

plastic & stick riser dari pipa PVC, pipa lateral menggunakan jenis selang

elastis, pipa utama dan sub-main menggunakan pipa PVC, dan pipa hisap

pompa menggunakan jenis pipa cacing plastik”. Kemudahan untuk

dipindahkan dari satu blok ke blok lain dan juga sumber air irigasi merupakan

keunggulan dari sistem irigasi sprinkler portable. Sistem ini telah berhasil

diaplikasikan pada budidaya tanaman sayuran pakchoy di kecamatan Jati

Agung, Lampung Selatan dengan nilai keseragaman air irgasi mencapai 80%

pada tekanan 1 bar dan laju penyiraman 4,5 mm/jam.

Wahyudi, dkk (2020), meneliti tentang “Sistem Kinerja Curah

(Sprinkler) Berbasis Mikrokontroler IoT (Internet Of Things). Penelitian ini

membahas tentang rancangan irigasi yang bisa dikendalikan jarak jauh secara

otomatis. Metode observasi dilakukan secara langsung di lapangan dan

laboratorium. Variabel yang digunakan sebagai acuan kinerja irigasi curah

secara manual dan otomatis dengan masing-masing bukaan kran 900 – 450.
Hasil pengamatan di dapatkan nilai volume rata-rata sprinkler 1-4 otomatis

dan manual 900 – 450 = 38,4760 cm3, data rata- rata debit sprinkler 1-4

otomatis dan manual 900 – 450 = 0,6413 liter/detik. Kehilangan energi pada

rangkaian sprinkler Headloss percobaan bukaan 900 = 0,5418 m, percobaan

450 = 0,4734 m. Nilai CU 84,387 %, nilai DU 75,175 %. Jarak rata-rata

sebaran sprinkler otomatis dan manual yaitu 1,7686 m2.

2.2 Analisis Hidrologi


Langkah pertama yang dilakukan sebelum menghitung kebutuhan air

air tanaman, yaitu menganalisis daur hidrologi yang berlangsung pada daerah

penelitian. Data hidrologi yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk

mendapatkan besarnya debit eksisting yang dibutuhkan untuk kebutuhan air

tanaman.

Besar nilai curah hujan dan analisis statistik diperoleh dari analisis

data curah hujan yang diperhitungkan dalam kebutuhan air tanaman. Data

curah hujan yang digunakan dalam perhitungan berasal dari hujan yang

terjadi di daerah penelitian.

2.2.1 Uji Konsistensi Data


Menurut Soewarno, data hujan yang diperlukan untuk menganalisis

disarankan menggunakan minimal 30 tahun data runtut waktu. Data tersebut

seharusnya tidak mengandung kesalahan dan harus dicek kembali sebelum

digunakan untuk menganalisis hidrologi lebih lanjut. Agar tidak terjadi

kesalahan dan tidak terjadi data kosong, harus dilakukan pengecekan kualitas

data. Beberapa kesalahan yang sering terjadi adalah disebabkan oleh faktor

manusia, alat dan faktor lokasi. Jika terjadi kesalahan data maka dapat data

tesebut tidak konsisten. Uji konsisten sendiri berarti adalah pengujian


kebenaran data. Data hujan dikatakan konsisten jika data tersebut terukur dan

dihitung secara teliti dan benar sesuai dengan saat hujan terjadi.

Beberapa cara yang dapat dilakukann dalam pengecekan kualitas data

hujan antara lain: (1) melaksanakan pengecekan di lapangan, (2)

melaksanakan pengecekan ke kantor pengolahan data, (3) membandingkan

data hujan dengan data iklim dengan daerah yang sama, (4) analisis kurva

masa ganda (lengkung masa ganda), dan (5) analisis statistik,

Pengujian konsistensi data dapat mengguankan cara analisis kurva

masa ganda. (double mass curve analysis) dan RAPS (Rescaled Adjusted

Partical Sums). Dengan melekukan pengujian tersebut maka dapat diketahui

apakah terjadi perubahan lingkungan atau perubahan dalam cara menakar.

Jika tidak terjadi perubahan lingkunggan ataupun perubahan dalam cara

penakaran maka data dapat dikatakan konsisten.

Tahapan ini sangat memerlukan keceratan dalam pengujian dan

perhitungan hidrologi. Dalam suatu rangkaian data pengamatan hujan, dapat

timbul non-homogenesis dan ketidaksesuaian, yang akan mengakibatkan

penyimpangan dalam perhitungan.

Penyebab faktor non-homogenesis sendiri adalah. Sebagai berikut:

a. Perubahan letak stasiun.

b. Perubahan sistem pendataan.

c. Perubahan iklim.

d. Perubahan dalam lingkungan sekitar.

1. Metode Kurva Massa Ganda (Double Curve Analysis)


Uji konsistensi data dapat diselidiki dengan menggunakan cara

membandingkan curah hujan tahunan kumuatif dari suatu stasiun dengan


harga kumulatif curah hujan rata-rata dari suatu stasiun yang sama. Pada

umumnya, metode ini disusun dengan urutan kronologis mundur dan dimulai

dari tahun terakhir atau data terbaru hingga data terakhir.

Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan

lingkungan di sekitar tempat penakaran hujan dipasang, misalnya penakaran

hujan terlindung oleh sesuatu, terletak bersampingan dengan gedung yang

tinggi, terjadi ketidak telitian penakaran dan pencatatan, pemindahan letak

penakaran dan lain-lain, sehingga dapat memungkin terjadinya penyimpangan

terhadap data semula. Hal ini dapat diselidiki menggunakan lengkung masa

ganda.

Jika tidak terjadi perubahan terhadap lingkungan sehingga akan

diperoleh garis ABC yang berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah

garis, maka data tersebut dapat dikatakan konsisten. Namun jika terjadi

perubahan terhadap lingkungan dan terjadi patahan yang didapat garis patah

ABC’ yang tidak disebabkan oleh perubahan iklim atau hidrologis maka

dapat dikatakan data tersebut tidak konsisten dan diperlukannya koreksi.

Jika data hujan tersebut tidak konsisten, maka dapat dilakuka koreksi

dengan menggunakan rumus:

Yz = Fk × Y
tan 𝛼
Fk =( )
tan 𝛼𝑜

Yz = data hujan yang diperbaiki (mm)

Y = data hujan hasil pengamatan

(mm)

Tgα = kemiringan sebelum ada perubahan

Tgαo = kemiringan setelah ada perubahan


2. Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
Metode ini merupakan cara menghitung hujan yang dipakai dalam

perhitungan ini, yang mana data-data yang tersedia akan di uji keakuratannya

terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan curah hujan andalan dan

curah hujan efektif. Dalam melakukan uji konsistensi ini akan dilakukan

metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sams) yang dinilai lebih efektif

karena hanya menggunakan satu stasiun hujan untuk menghitung uji

konsistensi. Perhitungan ini menggunakan data curah hujan sekunder 10

tahun terakhir mulai dari tahun 20010-2019. Data stasiun hujan yang dipakai

untuk perhitungan ini, yaitu stasiun hujan Wonomulyo/Poncokusumo.

Adapun metode ini dilakukan dengan cara menghitung nilai kumulatif

penyimpangannya terhadap nilai rata-rata (mean) dengan persamaan berikut:

S*o =0
S*k = ∑𝑘 (𝑦𝑖 − 𝑦)
𝑖=1

dengan :

k = 1,2,3,……,n

𝑆 ∗𝑘
S**k . = (2.1)
𝐷𝑦 .......................................................................................

𝑘
2
∑𝑖=1 (𝑦𝑖−𝑦)2
Dy = …………………………………………..(2.2)
𝑛

keterangan:

yi = data hujan ke-i,

Sk** = hasil nilai uji RAPS,

𝑦 = data hujan rerata-i,

Dy = standar deviasi,
n = jumlah data.

Pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu

pengujian dengan komulatif penyimpangan dibagi dengan akar komulatif

rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, adapun rumus nilai

statistik Q dan R:

Q = maks │S**k│ untuk 0 ≤ k ≤ n

R = maks S**k – min S**k, 0 ≤ k ≤ n

keterangan :

S*o = simpangan awal

S*k = simpangan mutlak

S**k = nilai konsistensi data

n = jumlah data

Dy = simpangan rata-rata

Q = nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≤n

R = nilai statistik (range)

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/√𝑛 dan

R/√𝑛. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/√𝑛 syarat dan R/√𝑛

syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten.

Tabel 2. 1 Nilai Q/√n dan R/√n

𝐐⁄√𝐧 𝐑⁄√𝐧
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.1 1.22 1.42 1.34 1.43 1.6
30 1.12 1.24 1.46 1.4 1.5 1.7
40 1.13 1.26 1.5 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.5 1.62 1.86
∞ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2
Sumber: Sri Harto Br, 2009

Perhitungan curah hujan digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien

kepencengan (Cs) koefisien kepuncakan (Ck), dan koefisien keseragaman

(Cv). Penentuan curah hujan rancangan dengan menggunakan periode ulang

tertentu dihitung menggunakan metode Normal, Log Normal, Gumbel atau

Log Person III. Sedangkan untuk menguji diterima atau tidaknya distribusi,

maka dilakukan pengujian simpangan horizontal, yaitu menggunakan Uji

Smirnov Kolmogorov, dan uji simpangan vertikal menggunakan Chi-Square.

2.1.2 Curah Hujan Rerata


Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam

penakaran hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan

tidak mengalir (BMKG, 2016). Menurut Triadmodjo; 2008, stasiun penakaran

hujan hanya memberikan kedalaman hujan dititik dimana stasiun itu berada,

sehingga hujan pada suatu lauasan harus diperkirakan dari titik pengukuran

tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu stasiun

pengukuran yang di tempatkan secara terpecar, maka hujan yang tercatat

dimasing-masing setiap stasiun bias saja tidak sama. Dalam analisis hidrologi

dapat dilakukan dengan 3 metode untuk menentukan hujan rerata pada daerah

tersebut, yaitu:
1. Metode Rerata Aritmatika (Aljabar)

Gambar 2.1 Metode Aljabar


Sumber : Bambang Triatmodjo

Metode aljabar ini adalah sebuah metode dengan cara mencari rata-

rata dari suatu stasiun hujan. Metode ini adalah metode yang paling sederhana

dalam perhitungan hujan rerata pada suatu daerah. Pengukuran dilakukan di

beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan kemudian dijumlahkan dan

dibagi dengan jumlah stasiun.

Hujan rerata dapat dirumuskan:


𝑝1+𝑝2+⋯.+𝑝𝑛
P=
𝑛

Keterangan :

P = Tinggi curah hujan rata-rata

pn = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, ….n

n = banyaknya pos penakaran karena stasiun hujan yang ada

penempatannya tidak merata, maka cara ini tidak digunakan

dalam perhitungn.
2. Metode Polygon Thiessen

Gambar 2.2 Metode Polygon Thiessen


Sumber : Bambang Triatmodjo

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiunyang

mewakili luasan di sekitarnya. Metode ini digunakan apabila penyebaran

stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Menurut Soemarto: 1999,

untuk pemilihan stasiun hujan akan dipilih yang meliputi daerah aliran sungai

yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen tergantungdari luas daerah

pengaruh stasiun hujan yang dibatasi oleh polygon-poligon yang memtong

tegak lurus pada tengah garis penghubung stasiun. Setelah luas pengaruh tiap-

tiap stasiun didapat, maka koefisien thiessen dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:
A1𝑝1 +A2𝑝2+⋯+An𝑝n
P=
A1+A2+⋯+An

Keterangan :

P = hujan rerata kawanan

p1, p2, …, pn = hujan pada stasiun

A1, A2,…, A3 = luas daerah stasiun 1, 2, …, n


3. Metode Isohyet
Isohyet adalah sebuah garis yang menghubungka titik-titik dengan

kedalamn hujan yang sama. Dalam metode ini, hujan pada suatu daerah

diantara garis isohyet dianggap merata dan sama dengan nilai rerata kedua

garis tersebut. Metode ini adalah yang paling teliti dalam perhitungan

kedalaman hujan rerata, namun cara ini membutuhkan pekerjaan dan waktu

yang lebih banyak. Secara sistematis hujan rerata tersebutkan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

I1 I2 I2I3 InIn+1
A1 2 +A2 2 +⋯+An 2
P=
A1+A2+A3

Keterangan :

I1, I2, …, In = garis isohyet

A1, A2, …, An = luas daerah yang dibatasi oleh isohyet

2.3 Sprinkler Irrigation


Irigasi sprinker dapat mengurangi kehilangan air yang diakibatkan

oleh perkolasi dan run off (Noerhayati & Suprapto, 2018). Sistem irigasi

curah ini menggunakan energi tekan untuk membentuk dan mendistribusikan

air ke lahan. Tekanan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

kinerja sprinkler. Metode ini menggunakan tekanan antara 70-700 kPa untuk

menciptakan butiran-butiran yang menyerupai hujan. Sistem ini dapat

digunakan dalam berbagai kondisi permukaan lahan, baik datar dan

bergelombang (Tusi & Lanya, 2016).


Gambar 2. 3 Irigasi Sprinkler
Sumber :
https://8villages.com/full/petani/article/id/5b9f5382d7e3f7637ab4036a

Terjadinya inefisiensi di lapangan diakibatkan oleh pemberian air

irigasi secara berlebihan yang menyebabkan banyak air terbuang (Sirait &

Maryati, 2018). Keunggulan dari irigasi ini yaitu:

 pengukuran air lebih mudah,

 hemat lahan dan tidak mengganggu pekerjaan pertanian,

 tingkat efisiensi air tinggi,

 investasi dengan mempertimbangkan kebutuhan, dan

 jaringan distribusi luwes dan memungkinkan otomasi sehingga O&P

lebih murah.

2.4 Kesetimbangan Air


2.4.1 Debit Andalan
Ketersediaan air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air

permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) sebagian akan

menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir

melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau

danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan

(recharge) pada kandungan air tanah yang ada.


Acuan analisis ketersediaan air permukaan mengguankan debit

andalan (dependable flow). Data yang paling berperan dalam studi

ketersediaan air permukaan adalah rekaman debit aliran sungai. Rekaman

tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan

untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan

dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari

periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga

keandalan pasok air dapat diketahui.

Debit andalan adalah debit yang diharapkan tersedia sepanjang tahun

dengan besarnya resiko kegagalan tertentu dan berfungsi untuk menentukan

penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan besarnya

tampungan efektif yang diperlukan (Masrevaniah, 2010:56). Debit ini

mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol

yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk

pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah

80%, sedangkan keandalan yang dipakai untuk pengambilan dengan struktur

yang berupa tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%.

2.4.2 Metode Mock


Pada tahun 1973, Dr. FJ. Mock memperkenalkan cara perhitungan

simulasi aliran sungai dari data hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik

hidrologi daerah aliran sungai. Penelitian empiris ini membutuhkan data

hujan bulanan, evapotranspirasi potensial bulanan dan parameter fisik

bulanan lainnya sehingga menghasilkan debit aliran simulasi bulanan. Dalam

aplikasinya hasil perhitungan simulasi hujan aliran sungai model FJ. Mock,

perlu dilakukan kalibrasi dengan data pengamatan debit jangka pendek


minimal 1 tahun untuk mengetahui ketepatan nilai parameter sebagai input

pada model (Hadisusanto, 2010).

Pada prinsipnya, metode Mock memperhitungkan volume air yang

masuk, keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air

yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan

yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi

menggunakan metoda Penmann. Sementara soil storage adalah volume air

yang disimpan dalam pori-pori tanah hingga kondisi tanah menjadi jenuh.

Secara keseluruhan perhitungan debit dengan metode FJ. Mock ini mengacu

pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap,

hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi.

2.4.3 Water Balance


Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran

ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu

perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance).

Bentuk umum persamaan water balance adalah:

P = Ea + ΔGS + TRO

dengan:

P = presipitasi.

Ea = evapotranspirasi.

ΔGS = perubahan groundwater storage.

TRO = total run off.

Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu

kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan

groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater


storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu

tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:

P = Ea + TRO

Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan

Metoda Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu

(misalnya 1 tahun) adalah sebagai berikut:

 Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (ΔGS) harus sama

dengan nol.

 Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus

sama dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.

Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balance di

atas, maka prediksi debit dengan metoda Mock diharapkan dapat akurat.

2.4.4 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua peristiwa yaitu

evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan

tanah dan transpirasi adalah besarnya kehilangan air dalam tanaman melalui

stomata daun. Evapotranspirasi didefinisikan sebagai banyaknya air yang

digunakan untuk proses pertumbuhan tanaman dan evaporasi dari tanah/air

sebagai tempat tumbuhnya.

Menurut Direktorat Pengairan dan Irigasi (2006), besaran

evapotranspirasi dibagi menjadi dua: (a) Evapotranspirasi acuan yang

disimbolkan dengan ETo, merupakan besar evapotranspirasi dengan jumlah

air tersedia tidak terbatas untuk memenuhi pertumbuhan optimum. (b)

Evapotranspirasi aktual yaitu besarnya evapotranspirasi dengan kondisi

pemberian air terbatas untuk memenuhi pertumbuhan.


Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim, sedangkan untuk

transpirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman serta umur

tanaman. Dalam studi ini untuk menghitung besarnya evapotranspirasi

digunakan metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan dengan

keadaan daerah Indonesia (Suhardjono, 1990: 54).

Eto = c × Eto*......................................................................................(2.3)

Eto* = W (0.75.Rs – Rn1) + (1 – W). f(u). (ea – ed)

Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai berikut:

W = faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah

Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hari)

= (0,25 + 0,54. n/N). Ra

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir

(angka angot)

Rn1 = radiasi minum gelombang panjang (mm/hari)

= f(t) . f(ed) . f(n/N)

f(T) = fungsi suhu = σ. Ta4

f(ed) = fungsi tekanan uap

= 0,34 – 0,044 . (ed)1/2

f(n/N) = fungsi kecerahan

= 0,1 + 0,9 . n/N

f(u) = fungsi kecepatan angin angin pada ketinggian 2 meter (m/det)

= 0,27 (1 + 0,864 .u)

(ea–ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya

ed = ea . RH
RH = kelembaban udara relatif (%)

C = angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi siang dan

malam

Prosedur perhitungan ETo berdasarkan rumus penmann modifikasi adalah

sebagai berikut.

1. Mencari data suhu rerata bulanan (t)

2. Berdasar nilai (t) cari nilai (ea), (W), (1–W) dan f(t) dengan tabel

3. Cari data kelembaban relatif (RH)

4. Berdasar nilai (ea) dan RH cari (ed)

5. Berdasar nilai (ed) cari nilai f(ed)

6. Cari letak lintang daerah yang ditinjau

7. Berdasar letak lintang cari nilai (Ra)

8. Cari data kecerahan matahari (n/N)

9. Berdasar nilai (Ra) dan (n/N) cari besaran (Rs)

10. Berdasar nilai (n/N) cari nilai f(n/N)

11. Cari data kecepatan angin rerata bulanan (u)

12. Berdasar nilai (u) cari besaran f(u)

13. Hitung besar Rn1 = f(t).f(ed).f(n/N)

14. Cari besarnya angka koreksi (c)

15. Hitung Eto*

16. Hitung Eto

2.5 Persamaan Kontinuitas


Persamaan kontinuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk

aliran massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida per

satuan waktu adalah sama. Untuk pipa bercabang, berdasarkan persamaan


kontinuitas debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit

yang meninggalkan titik tersebut. Prinsip dasar persamaan kontinuitas adalah

massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, dimana massa

dalam suatu sistem yang konstan dapat dinyatakan dengan rumus:

ρ.A.V = m = konstan............................................................................(2.4)

Jika aliran fluida bersifat incompressible dan steady flow, maka persamaan

menjadi:

Q = A1 V1 = A2 V2........................................................................................................................(2.5)

dimana:

Q = Debit aliran (m3/s)

A = Luas penampang (m2)

V = Kecepatan aliran

(m/s)

ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)

1 = Masuk dalam sistem

2 = Keluar batas sistem

2.6 Persamaan Bernoulli


Air di dalam pipa selalu mengalir dari tempat yang memiliki tinggi

energi lebih besar menuju tempat yang memiliki tinggi energi lebih kecil.

Aliran tersebut memiliki tiga macam energi yang bekerja di dalamnya, yaitu :

a. Energi ketinggian = h, dengan :

h = ketinggian titik tersebut dari garis referensi yang ditinjau (m)

b. Energi kecepatan =2gv2, dengan :

v = kecepatan (m/det)

b. g = percepatan gravitasi (m2/det)

Energi tekanan = wγP, dengan :


c. P = tekanan (kg/m2)

γw = berat jenis air (kg/m3)

Hal tersebut dikenal dengan prinsip Bernoulli bahwa tinggi energi total pada

sebuah penampang pipa adalah jumlah energi kecepatan, energi tekanan dan

energi ketinggian yang dapat ditulis sebagai berikut:

ETot = Energi ketinggian + Energi kecepatan + Energi tekanan

= h + 2gv2 + wγP

Gambar 2. 4 Diagram Energi Pada Dua Tempat


Menurut teori kekekalan energi dari hukum Bernoulli yaitu apabila

tidak ada energi yang lolos antara dua titik dalam satu sistem tertutup, maka

energi totalnya tetap konstan atau tetap. Hukum kekekalan Bernaulli menurut

gambar di atas dapat ditulis sebagai berikut (Haestad, 2002:267).


2
2
Z + P1 + v1
= Z + P2 + v2 + h............................................. (2.6)
1 γw 2g 2 γw 2g L

dengan:

w1/γp, w2/γp = tinggi tekan di titik 1 dan 2 (m)

v1.2/2g, v22/2g = tinggi energi di titik 1 dan 2 (m)

P1, P2 = tekanan di titik 1 dan 2 (kg/m2)

γw = berat jenis air (kg/m3)

v1, v2 = kecepatan aliran di titik 1 dan 2 (m/det)


g = percepatan gravitasi (m/det2)

Z1, Z2 = tinggi elevasi di titik 1 dan 2 dari garis yang ditinjau (m)

hL = kehilangan tinggi tekan dalam pipa (m)

Pada gambar di atas, terlihat garis yang menunjukkan besarnya tinggi

tekan air pada titik tinjauan yang dinamakan garis gradien hidrolis atau garis

kemiringan hidrolis. Jarak vertikal antara pipa dengan gradien hidrolis

menunjukkan tekanan yang terjadi dalam pipa. Perbedaan ketinggian antara

titik 1 dan 2 merupakan kehilangan energi yang terjadi sepanjang penampang

1 dan 2.
2
𝑃 = 𝑉 + 𝑔𝑧 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 ......................................................................(2.7)
𝜌 2

Keterangan:

P = Tekanan pada suatu titik aliran fluida (Pa)

ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)

V = Kecepatan aliran (m/s)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

z = Tinggi suatu titik permukaan (m)

2.7 Aliran Fluida


2.7.1 Pembentukan Aliran
Fluida yang mengalir dan masuk ke dalam pipa akan membentuk

boundary layer dan tebalnya akan bertambah besar sepanjang pipa. Pada

suatu titik sepanjang garis tengah pipa, lapisan akan bertemu dan membentuk

daerah yang terbentuk penuh.


Gambar 2. 5 Simulasi Aliran dalam Pipa
Sumber: Marfizal, 2018

Aliran viskos adalah aliran di mana kekentalan diperhitungkan (zat

cair riil). Keadaan ini menyebabkan timbulnya tegangan geser antara patikel

zat cair yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Aliran viskos dibagi dua

yaitu internal dan eksternal. Aliran internal adalah aliran dimana fluida yang

mengalir dilingkupi secara penuh oleh suatu batas padat, misalnya aliran

dalam pipa. Sedangkan aliran eksternal merupakan aliran fluida yang tidak

dilingkupi secara penu oleh benda padat dan ada sisi terbukanya, misalnya

aliran pada saluran terbuka.

2.7.2 Sifa-sifat Aliran Fluida


1. Laminer (Stabil)

Gerak partikel mengikuti lintasan yang teratur (Satu sama lain tak pernah

saling berpotongan).

2. Turbulen (Tidak Stabil)

Gerak partikel mengikuti lintasan yang tak teratur (Ada bagian yang

berpusar).
3. Transisi

Gabungan antara aliran laminar dan turbulen.

Gambar 2. 6 Sifat-sifat Aliran Fluida


Sumber: Marfizal, 2018

Sebelum mengetahui sifat atau tipe aliran, maka harus terlebih dalulu

menghitung bilangan Reynolds. Perbandingan antara gaya inersia

(Vsp) terhadap gaya viskositas (μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan

kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini

digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misalnya

laminar dan turbulen. Berikut persamaan bilangan Reynolds.


VD 𝑉𝐷
Re .= ρ =ρ = ρ 𝑄𝐷..............................................................................................(2.8)
μ 𝑣 𝑣𝐴

Keterangan:

Re .= Bilangan Reynolds

ρ = Kerapatan dari fluida (kg/m3)

V = Kecepatan fluida (m/s)

D = Diameter (m)

V = viskositas kinematis fluida (m2/s)


A = Luas penampang pipa (m2)

μ = viskositas dinamis fluida (Ns/m2)

Kondisi batas yang sering

digunakan:

 Laminer : Re ≤ 2300

 Transisi : 2300 < Re < 4000

 Turbulen : Re ≥ 4000

2.7.3 Aliran dalam Saluran Tertutup


Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk

mengalirkan fluida di bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh),

karena apabila tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair

di dalam pipa tidak penuh), maka aliran termasuk dalam pengaliran terbuka.

Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan

bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer

adalah tekanan dipermukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka. Pada pipa

yang alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi udara maka

sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka.

Untuk aliran tidak mampu mampat (incompressible) dan steady di dalam

pipa, dinyatakan dalam kerugian tinggi tekan. Untuk perhitungan dalam pipa

umumnya dipakai persamaan Darcy Weisbach. Persamaan Darcy Weisbach

adalah sebagai berikut.

𝐿 𝑉2
ℎ𝑓 = 𝑓 ×
𝐷 2𝑔
dimana:

L = Panjang pipa (m)

V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)


f = Faktor gesek (tidak berdimensi)

D = Diameter pipa (m)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.8 Kehilangan Energi (Head Loss)


Head loss adalah kehilangan energi mekanik persatuan massa fluida

(Widodo & Sulistyowati, 2016). Satuan head loss yaitu satuan panjang yang

setara dengan satu satuan energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu

satuan massa fluida setinggi satu satuan panjang yang bersesuaian.

Perhitungan head loss didasarkan pada hasil percobaan dan analisa dimensi.

Head loss dapat terjadi karena adanya belokan pada pipa. Semakin banyak

belokan maka head loss yang terjadi semakin besar. Secara garis besar, head

loss pada instalasi pipa disebabkan oleh dua hal yaitu major head loss dan

minor head loss. Major head loss disebabkan oleh dinding pipa yang

bergesekan dengan aliran fluida yang mengalir. Sedangkan minor head loss

disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya aliran masuk fluida ke dalam

pipa (inlet), aliran keluar fluida dari pipa (outlet), sambungan pipa (fitting)

atau sambungan pipa tanpa fitting (butt fusion), dan katub (valve).

Gambar 2. 7 Posisi Terjadinya Head Loss


Sumber : https://www.rucika.co.id/head-loss-pada-instalasi-pipa/

Major head loss tanpa fitting dapat dihitung menggunakan rumus

persamaan dari Hazen-Williams seperti di bawah ini:

10,67 × 𝑄1,85
ℎ𝑓 = ×𝐿
𝐶1,85 × 𝑑4,87
dimana:

hf = Kehilangan tekanan/head loss (m)

C = Koefisien pipa (Pipa PVC, PE, PPR = 150)

Q = Debit Air (lt/s)

D = Diameter pipa (mm)

L = Panjang instalasi pipa (m)

Jika instalasi pipa terdapat fitting (belokan dan percabangan) atau

terdapat aksesoris seperti valve maka perhitungan perlu ditambahkan

koefisien kehilangan tekanan dan penggunaan fitting atau aksesoris pipa

(minor head loss) yang besarnya disebut k value. Nilai k dipengaruhi oleh

bentuk dan jenis fitting serta beberapa aksesoris perpipaan yang

mempengaruhi aliran fluida yang ada di dalam pipa. Minor head loss dapat

dihitung dengan persamaan Darcy-Wisbach sebagai berikut.


V
hf = K 2 atau hf = 0,051 K V2
2g

Keterangan:

hf = Kehilangan tekanan/head loss (m)

K = Koefisien yang besarnya ditentukan oleh tipe sambungan dan atau

sudut belokan pipa

v = Kecepatan aliran (m/s)

g = Gaya gravitasi (m/s2)

Tabel 2. 2 Koefisien Hazen William


Nilai C Jenis Pipa Nilai C Jenis Pipa
140 Asbetos Cement 130 Glass Tube
130 Brass Tube 130 Lead Piping
100 Cast Iron Tube 140 Plastic Pipe
110 Concrete Tube 150 PVC Pipe
130 Copper Tube 140 General Smooth Pipe
60 Corrugated Steel Tube 120 Steel Pipe
120 Galvanized Tubing 100 Steel Riveted Pipe
2.8.1 Kehilangan Tinggi Tekan Mayor (Major Losses)
Fluida yang mengalir di dalam pipa akan mengalami tegangan geser

dan gradien kecepatan pada seluruh medan karena adanya kekentalan

kinematik. Tegangan geser tersebut akan menyebabkan terjadinya kehilangan

energi selama pengaliran. Tegangan geser yang terjadi pada dinding pipa

merupakan penyebab utama menurunnya garis energi pada suatu aliran

(major losses) selain bergantung juga pada jenis pipa.

Ada beberapa teori dan formula untuk menghitung besarnya

kehilangan tinggi tekan mayor ini yaitu dari Hazen-Williams, Darcy-

Weisbach, Manning, Chezy, Colebrook-White dan Swamme-Jain. Dalam

kajian ini digunakan persamaan Hazen-Williams (Haestad, 2001:278) yaitu :

Q ...= 0.85 . Chw . A . R0.63 . S0.64

V = 0.85 . Chw . R0.63 . S0.64

dengan :

Q = debit aliran pada pipa (m3/det)

V = kecepatan pada pipa (m/det)

0.85 = konstanta

Chw = koefisien kekasaran Hazen-Williams

A = Luas penampang aliran (m2)

R = Jari-jari hidrolis (m)

= A / P = (1/4  D2) / ( D)

R = D/4
S = kemiringan garis energi (m/m)

= hf / L

Untuk Q = AV, didapat persamaan kehilangan tinggi tekan mayor menurut

Hazen-Williams sebesar (Webber, 1971:121):

hf = k.Q1.85

dimana :

10.7 𝐿
k = 𝐶 1.85𝐷4.87
ℎ𝑤

dengan,

hf = kehilangan tinggi tekan mayor (m)

k = koefisien karakteristik pipa

Q = debit aliran pada pipa (m3/det)

D = Diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

Chw = koefisien kekasaran Hazen-Williams

2.8.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)


Faktor lain yang juga ikut menambah besarnya kehilangan tinggi

tekan pada suatu aliran adalah kehilangan tinggi tekan minor. Kehilangan

tinggi tekan minor ini disebabkan oleh adanya perubahan mendadak dari

ukuran penampang pipa yang menyebabkan turbulensi, belokan-belokan,

adanya katub dan berbagai jenis sambungan. Kehilangan tinggi tekan minor

semakin besar bila terjadi perlambatan kecepatan aliran di dalam pipa

dibandingkan peningkatan kecepatan akibat terjadi pusaran arus yang

ditimbulkan oleh pemisahan aliran dari bidang batas pipa. Untuk jaringan

pipa sederhana, kehilangan tinggi tekan minor ini tidak boleh diabaikan
karena nilainya cukup berpengaruh. Namun untuk pipa-pipa yang panjang

atau L/D > 1000, kehilangan tinggi tekan minor ini dapat diabaikan.

Persamaan umum untuk menghitung besarnya kehilangan tinggi tekan minor

ini dapat ditulis sebagai berikut :

2
ℎ𝐿𝑚 = 𝑘 𝑣
2𝑔

dengan:

hLm = kehilangan tinggi tekan minor (m)

k = koefisien kehilangan tinggi tekan

minor v = kecepatan rata-rata dalam pipa

(m/det) g = percepatan gravitasi (m/det2)

Besarnya nilai koefisien k sangat beragam, tergantung dari bentuk

fisik penyempitan, pelebaran, belokan, katub dan sambungan dari pipa.

Namun, nilai k ini masih berupa pendekatan karena sangat dipengaruhi oleh

bahan, kehalusan membuat sambungan maupun umur sambungan tersebut.

Tabel 2. 3 Koefisien Kekasaran Pipa Menurut Jenis Perubahan Bentuk Pipa

Jenis Perubahan Bentuk Jenis Perubahan Bentuk


K K
Pipa Pipa
Awal masuk pipa Belokan halus 900 0.16 – 0.18
Bell mouth 0.03 – 0.05 Radius belokan/D = 4 0.19 – 0.25
Rounded 0.12 – 0.25 Radius belokan/D = 2 0.35 – 0.40
Shard edge 0.5 Radius belokan/D = 1
Projecting 0.8
Pengecilan mendadak Belokan tiba-tiba (mitered)
D2/D1 = 0.80 0.18 θ = 150 0.05
D2/D1 = 0.50 0.37 θ = 30 0
0.10
D2/D1 = 0.20 0.49 θ = 45 0
0.20
Pengecilan mengerucut θ = 60 0
0.35
D2/D1 = 0.80 0.05 θ = 900 0.80
D2/D1 = 0.50 0.07
D2/D1 = 0.20 0.08 T (Tee)
Pembesaran mendadak Aliran searah 0.30 – 0.40
D2/D1 = 0.80 0.16 Aliran bercabang 0.75 – 1.80
D2/D1 = 0.50 0.57 Persilangan
D2/D1 = 0.20 0.92 Aliran searah 0.50
Pembesaran mengerucut Aliran bercabang 0.75
0
D2/D1 = 0.80 0.03 45 Wye
D2/D1 = 0.50 0.08 Aliran searah 0.30
D2/D1 = 0.20 0.13 Aliran bercabang 0.50
Sumber: Haested, 2001:292

Gambar 2. 8 Pengaruh Bentuk Belokan Pipa Pada Aliran


2.9 Belokan Pipa
Suatu jenis pipa yang dipasang untuk merubah arah aliran merupakan

belokan pipa (Waspodo, 2017). Perubahan arah aliran ini bisa dalam bentuk

sudut 450, 22 1/20, 11 3/40 ataupun 900. Belokan pipa juga ada dalam bentuk

short radius ataupun long radius. Secara umum belokan pipa (elbow) atau

bend pipe ini mempunyai berbagai macam ukuran standar dan juga tebuat

dari beberapa tipe material yaitu steel, cast carbon steel, plastic (PVC),

kuningan, tembaga, dan lain sebagainya. Penggunaan belokan pipa ini hampir

selalu ada dalam suatu sistem perpipaan dikarenakan fungsinya sebagai alat

untuk mengubah arah aliran. Penyambungan pipa-pipa dengan belokan pipa


ini ada dalam berberapa cara yaitu penyambungan menggunakan ulir,

pengelasan, perekat untuk jenis pipa PVC dan penyambungan menggunakan

flens.

Gambar 2. 9 Elbow 90o dan Elbow 45o


Sumber: Waspodo (2017)

2.10 Blynk
Layanan aplikasi Blynk dapat digunakan untuk mengonrol

mikrokontroler dan menggunakan jaringan internet (Prayitno dkk, 2017).

Kemudahan lain yang didapatkan dari aplikasi ini yaitu dengan mudah input

atau output komponen dengan cara drag and drop tanpa perlu pemrograman

(Aisyah, 2018). Selain sebagai “cloud IoT” yang dirancang untuk membuat

remote control dan data sensor dari perangkat arduino atau ESP8266 dengan

cepat dan mudah, Blynk juga merupakan solusi penghemat waktu dan sumber

daya (Arafat, 2016). Terdapat tiga komponen utama dalam platform yaitu

Blynk App, Blynk Server, dan Blynk Library (Supegina & Setiawan, 2017).
Gambar 2. 10 Skema Antarmuka Blynk
Sumber: Supegina & Setiawan (2017)
Berikut adalah tahapan pembuatan aplikasi untuk monitoring tandon.

1. Membuka aplikasi Blynk.

Gambar 2. 11 Halaman utama Blynk


app Sumber: Blynk app

2. Memasukkan email dan password untuk log in atau sign in.

Gambar 2. 12 Log in aplikasi


Sumber: Blynk app
3. Membuat project baru dengan memilih new project.

Gambar 2. 13 New
project Sumber: Blynk
app
4. Membuat nama proyek dan input hardware yang digunakan.

Gambar 2. 14 Halaman new project


Sumber: Blynk app
5. Tampilan monitoring tandon setelah dibuat tools.

Gambar 2. 15 Tampilan monitoring tandon


Sumber: Blynk app

6. Memunculkan notifikasi jika tandon penuh/habis.

Gambar 2. 16 Notifikasi monitoring tandon


Sumber: Blynk app
7. Monitoring tandon di lapangan.

Gambar 2. 17 Tampilan monitoring tandon


Sumber: Blynk app

2.11 Internet Of Things


Menurut Rao & Sridhar (2018:478), “IoT dapat mengontrol sistem

dengan remot di daerah terpencil sekalipun. IoT dapat mengontrol sensor

yang bekerja pada daerah rel kereta api dan mengontrol sistem air. Sehingga

dapat meminimalisir terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh manusia dan

menghindari kesalahan selama sistem beroperasi”. Sistem penelitian ini

memfokuskan pada variasi kelembaban yang berkorelasi dengan data

perubahan suhu oleh sensor dan sistem kontrol irigasi. Metode yang

digunakan pengamatan langsung di lapangan dan kontrol IoT menggunakan

Raspberry pi dan sistem berbasis cloud untuk memantau data real time yang

berasal dari bidang tanaman. Untuk menyediakan komputasi berbasis cloud

ke sistem, tingkat presisi telah meningkat sesuai dengan penggunaan sistem


oleh petani. Selama waktu pengamatan, sistem operasi harus dilakukan dan

memastikan semua koneksi Raspberry pi sudah terhubung. Sensor suhu dan

kelembaban ditempatkan di crop lalu data akan dikumpulkan dalam bentuk

analog sehingga nilai analog diberikan ke IC3208 yang mengubah nilai

analog menjadi nilai digital 12 bit. Nilai digital akan diberikan input ke

Raspberry pi kemudian data dikirim ke database menggunakan wifi. Data

akan disimpan di basis data cloud.

Tiga elemen utama yang mencakup konsep internet of things yaitu

modul sensor yang telah diintregasi oleh benda fisik atau nyata, koneksi

internet, dan penyimpanan data atau informasi pada server dari aplikasi

(Setiadi & Muhaemin, 2018). Sedangkan menurut Syafiqoh, et al., 2017

mendefinisikan “internet of things atau dikenal juga dengan singkatan IoT

adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari

konektivitas internet yang tersambung secara terus-menerus”. Adapun

kemampuan seperti berbagai data, remote control, dan sebagainya, termasuk

juga pada benda di dunia nyata. Contohnya benda atau peralatan elektronik,

bahan pangan, koleksi, peralatan lain yang tersambung ke jaringan lokal dan

global melalui sensor yang tertanam dan selalu aktif.

Pada penelitian Noerhayati, dkk, 2019 menyatakan “media elektronik

yang digunakan sebagai penelitian adalah android”. Android dipasang

aplikasi untuk mengontrol serta mengatur berapa debit air yang akan

dikeluarkan dan disesuaikan dengan kondisi lengas tanah.


BAB III
METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan

langsung di laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Unisma dan di lahan

sawah yang berada di Desa Poncokusumo. Data yang digunakan pada

penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari

sumber atau instansi terkait.

3.1 Lokasi Penelitian


Desa Poncokusumo terletak di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten

Malang. Poncokusumo merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian

±800 dpl di wilayah lereng Gunung Semeru. Secara administrasi wilayah

Kecamatan Poncokusumo terbagi atas dua puluh empat wilayah kecamatan,

tiga ratus dua puluh lima wilayah desa, lima kelurahan.

Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kecamatan Poncokusumo


Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Malang

44
Lokasi tandon berada pada lokasi ± 8° 3‘ 5.78“ lintang selatan dan
112° 49‘ 6.13“ bujur timur dengan ketinggian + 940 m dpl.

Gambar 3. 2 Lokasi Tandon


Sumber: Dokumen Pribadi

Wilayah agropolitan Poncokusumo memiliki luas lahan ±670 Ha.

Sebagian besar jenis tanaman ialah apel dan sayuran.

Gambar 3. 3 Peta daerah layanan


Sumber: UPT SDA 2014

Diameter pipa yang digunakan pada jaringan irigasi Desa

Poncokusumo yaitu 8 inchi, 6 inchi, 4 inchi, 3 inchi, 1 inchi, dan ½ inchi.


Diameter 8 inchi digunakan pada jaringan yang mengalirkan air dari

tampungan (reservoir). Lalu diameter 6 inchi digunakan untuk jaringan pipa

sekunder yang mengalirkan air dari jaringan utama ke tiap pipa tersier.

Saluran tersier menggunakan pipa berdiameter 4 inchi dan 3 inch digunakan

pada tiap pipa tersier. Sedangkan pipa berdiameter 1 inchi dan ½ inchi

digunakan pada pipa irigasi sprinkler.

Gambar 3. 4 Peta Jaringan Pipa Desa Poncokusumo


Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Malang

3.2 Data Yang Diperlukan


3.2.1 Data Klimatologi
Data klimatologi yang dibutuhkan untuk penelitian meliputi data suhu,

kelembaban relatif, kecepatan angin, dan kecerahan sinar matahari. Data

tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi dan kebutuhan

air tanaman di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari BMKG

Kabupaten Malang.

3.2.2 Data Hidrologi


Data hidrologi dapat berupa data curah hujan jangka waktu 10 tahun

terakhir, yaitu tahun 2008 sampai 2019. Fungsi adanya data tersebut yaitu
untuk menganalisa besarnya curah hujan rancangan dan curah hujan efektif.

Data sekunder tersebut diperoleh dari BMKG Kabupaten Malang.

3.2.3 Data Tanah


Data tanah digunakan untuk menghitung nilai perkolasi. Data tersebut

diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cipta

Karya Kabupaten Malang dan merupakan data sekunder.

3.2.4 Data Jenis Tanaman


Data ini digunakan untuk mengetahui jenis dan pola tata tanam di

daerah irigasi sprinkler dan mengetahui besar kebutuhan air tanaman yang

diperlukan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Pengairan Kabupaten

Malang.

3.2.5 Debit Sungai


Data ini digunakan untuk mengetahui debit air sungai yang dialirkan

menuju tandon irigasi sprinkler. Data tersebut merupakan data primer yang

diperoleh dengan pengukuran langsung di lapangan.

3.2.6 Data Topografi


Data topografi digunakan untuk mengetahui luas daerah irigasi

sprinkler dan kontur tanah pada lokasi penelitian. Data tersebut diperoleh dari

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cipta Karya Kabupaten

Malang dan merupakan data sekunder.

3.2.7 Data Reservoir (tandon)


Data ini meliputi dimensi dan kapasitas tandon. Data tersebut

digunakan untuk merencanakan dan mendesain pipa outflow dari tandon

irigasi sprinkler. Data primer tersebut diperoleh dari pengamatan langsung di

lokasi penelitian.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan pada penelitian.

1. Current meter

Gambar 3. 5 Current meter


Sumber: Dokumentasi
pribadi

2. Sensor ultrasonik, untuk mengukur ketinggian muka air yang akan

dikirimkan sinyal tersebut ke smartphone yang sudah terkoneksi dengan

aplikasi Blynk.

Gambar 3. 6 Sensor Ultrasonik


Sumber: Dokumentasi pribadi

3. Modul NodeMCU V3 Lolin (mikrokontroler)

4. Peralatan mikrokontroler

5. Kabel penghubung mikrokontroler dengan listrik AC/DC

6. Box kontrol mikrokontroler

7. Peralatan tulis untuk mencatat data pengamatan


3.4 Tahapan Penyelesaian
1. Persiapan

Persiapan merupakan tahap awal dan salah satu hal penting yang harus

dilakukan untuk melakukan penelitian. Tahap ini meliputi:

a. studi literatur mencakup hal seputar penelitian, seperti irigasi sprinkler dan

kehilangan air,

b. pengumpulan data penunjang penelitian,

c. pembuatan proposal skripsi, dan

d. survey lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran umum dan

informasi terkait penelitian yang akan dilaksanakan.

2. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini mencakup data primer yang

diperoleh dari pengamatan langsung dan data sekunder diperoleh dari instansi

terkait. Contoh data primer yang dibutuhkan yaitu data debit sungai dan data

reservoir irigasi sprinkler. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu data

klimatologi, hidrologi, tanah, jenis tanaman, dan topografi.

3. Perhitungan dan Perencanaan

Perhitungan terkait penelitian serta perencanaan pipa dilakukan

dengan manual dan bantuan software Microsoft Excell dan AutoCad 2010.

Hasil dari perencanaan berbasis internet of things diharapkan dapat dikontrol

jarak jauh melalui android dengan aplikasi Blynk.

4. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan tahap akhir dalam penelitian yang berisi

ringkasan hasil penelitian yang dipaparkan secara jelas dan runtut.

3.5 Diagram Alir


3.5.1 Diagram Alir
Penelititan
Mulai
Data Data Debit Data
Data Jenis
Klimatologi Hidrologi Data Tanah Tanaman Sungai (Q) Topografi

Pengukuran debit saluran irigasi


Evapotranspirasi sprinkler dengan IoT
Potensial (Eto)
Eto = c × Eto* Kebutuhan Air
Irigasi (Qr) Perhitungan inflow dan outflow
Qr = ∑ kebutuhan
air tiap hektar EI
Volume air tampungan (V)
V=p×l×t

Pengaturan pintu pada


tampungan

Syarat Keamanan Tidak


Alat 50 cm ≥ hair ≤
370 cm

Ya

Analisa Debit di
Saluran (Teori) (Qt) Data Pengukuran
Q = V/T Debit di Saluran (Qa)

A
A

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3. 7 Diagram Alir Penelitian


Sumber: Hasil Penelitian

3.5.2 Diagram Alir Blynk App

Mulai

Install aplikasi Blynk app

Daftar akun di aplikasi untuk mendapatkan token

Buat program di Arduino IDE dan input token

Upload ke nodeMCU

Tidak
Connect ke
Blynk app

A
A

Baca input LCD dan Sensor

Tampilkan info ketinggian air pada tampungan

Buat tools untuk notifikasi

Tidak

Notifikasi
muncul

Ya
Data ketinggian air pada tampungan

Analisa data

Selesai

Gambar 3. 8 Diagram Alir Blynk


App Sumber: Hasil Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Intan Nur. 2018. “Prototipe Buka Tutup Pintu Air Otomatis Pada Irigasi
Alternate Wetting And Drying Dengan Monitoring Ketinggian Air Melalui
Aplikasi Blynk”. Digital Repository Universitas Jember. 10.
Arafat. 2016. “Sistem Pengamanan Pintu Rumah Berbasis Internet Of Things
(IoT) Dengan ESP8266”. Technologia. 7 (4): 265.
Hadisusanto. 2010. “Aplikasi Hidrologi”. Malang: Jogja Mediautama.

Herwindo Wildan, Rahmadani Dadan. 2013. “Kajian Rancangan Irigasi Pipa


Sistem Gravitasi”. Jurnal Irigasi. 8 (2): 127.
Iswari Adhelina Rinta, Hani’ah, Nugraha Arief Laila. 2016. “Analisis Fluktuasi
Produksi Padi Akibat Pengaruh Kekeringan Di Kabupaten Demak”. Jurnal
Geodesi Undip. 5 (4): 234.
Kamienski Carlos, Soininen Juha-Pekka, et al. 2019. “Smart Water Management
Platform: IoT-Based Precision Irrigation for Agriculture”. Sensors. 19
(276): 2.
Kansara Karan, Zaveru Vishal, et al. 2015. “Sensor based Automated Irrigation
System with IOT: A Technical Review”. International Journal of Computer
Science and Information Technologies. 6 (6): 5331.
Kurniati Evi, Suharto Bambang, Afrillia Tunggal. 2007. “Desain Jaringan Irigasi
Curah (Sprinkler Irrigation) Pada Tanaman Anggrek”. Desain Irigasi Curah
Pada Anggrek. 8 (1): 39.
Noerhayati Eko, Margianto, et al. 2019. “Sprinkler Irrigation Test With
Microcontroller Nodemcu Esp8266 Android”. International Journal of Civil
Engineering and Technology (IJCIET). 10 (10): 271.
Noerhayati Eko, Suprapto Bambang. 2018. “Perencanaan Jaringan Irigasi
Saluran Terbuka”. Malang: Intelegensia Media.
Prayitno Wahyu Adi, Muttaqin Adharul, dan Syauqy Dahnial. 2017. “Sistem
Monitoring Suhu, Kelembaban, dan Pengendali Penyiraman
Tanaman Hidroponik menggunakan Blynk Android”. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 1 (4): 293.
Rao R. Nageswara, Sridhar B. 2018. “Iot Based Smart Crop-Field Monitoring
And Automation Irrigation System”. Proceedings of the Second
International Conference on Inventive Systems and Control (ICISC 2018).
478.
Setiadi David, Muhaemin Muhamad Nurdin Abdul. 2018. “Penerapan Internet Of
Things (Iot) Pada Sistem Monitoring Irigasi (Smart Irigasi)”. Jurnal
Infotronik. 3 (2): 96.
Sirait Sudirman, Maryati Sri. 2018. “Sistem Kontrol Irigasi Sprinkler Otomatis
Bertenaga Surya Di Kelompok Tani Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat”. Jurnal Irigasi. 13 (1): 56.

Supegina Fina, Setiawan Eka Jovi. 2017. “Rancang Bangun Iot Temperature
Controller Untuk Enclosure Bts Berbasis Microcontroller Wemos Dan
Android”. Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana. 8 (2): 147.
Supriyatna Herry. 2019. “Kemarau 2019 Lebih Dahsyat Ketimbang 2018: Ada
yang Untung, Ada yang Buntung”. https://akurat.co/news/id-720321-read-
kemarau-2019-lebih-dahsyat-ketimbang-2018-ada-yang-untung-ada-yang-
buntung. Diakses pada tanggal 8 Desember 2019.
Syafiqoh Ummi, Yudhana Anton, Sunardi. 2017. “Smart Irrigation Menggunakan
Wireless Sensor Network Berbasis Internet Of Things”. Seminar Nasional
Teknologi Informasi dan Komunikasi - Semantikom 2017. Hal:168.
Tusi Ahmad, Lanya Budianto. 2016. “Rancangan Irigasi Sprinkler Portable
Tanaman Pakchoy”. Jurnal Irigasi. 11 (1): 44.
Waspodo. 2017. “Analisa Head Loss Sistem Jaringan Pipa Pada Sambungan Pipa
Kombinasi Diameter Berbeda”. Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik. 7.
Widodo Edi, Sulistyowati Indah. 2016. “Rekayasa Instalasi Pompa Untuk
Menurunkan Head Loss”. Prosiding SNTT FGDT
2016

Anda mungkin juga menyukai