Anda di halaman 1dari 37

TUGAS BESAR

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR


“Laporan ini diajukan sebagai syarat untuk mengukuti ujian mata kuliah Rekayasa Irigasi
Dan Bangunan Air Pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sulawesi Barat”

Dosen Pengampu : Ir. Imam Rohani, S.T., M.T

Dikerjakan Oleh:

KELOMPOK : III

ROHANA SALAMA : D0121047


ERWIN : D0121379
MARDIANA : D0121064
JUANSAH : D0121042
MUSDALIFAH : D0121408
FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL (S-1)

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, dan hidayah Nya
sehingga dapat menyelesaikan tugas besar Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air ini. Tugas
besar perencanaan ini disusun dari beberapa literatur dan catatan-catatan mengenai
perencanaan sistem irigasi dan bangunan air di Indonesia, dengan harapan agar memudahkan
para mahasiswa untuk mempelajari dan mengerti tentang mata kuliah Rekayasa Irigasi dan
Bangunan Air

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih terdapat kekurangan dalam
beberapa hal, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis terima sebagai
sebuah masukan yang berarti. Kami mengharapkan agar apa yang kami tulis ini dapat
bermanfaat bagi seluruh mahasiswa departemen Teknik Sipil

Majene, 28 February 2024

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan dan saluran-saluran ke sawah-sawah atau ke ladang-ladang dengan cara teratur
dan membuang air yang tidak diperlukan lagi, setelah air itu dipergunakan dengan sebaik-
baiknya. Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam
tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah
maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan
tanaman. Sekitar 86% produksi beras nasional berasal dari daerah sawah beririgasi. Jadi
sawah irigasi merupakan faktor utama dalam pencapaian ketahanan pangan nasional.
Agar produksi beras di lahan beririgasi maksimal, maka jaringan irigasi harus dikelola
dengan baik.
Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai perubahan
kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan utama yang
muncul perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh
pemerintah. Namun jika di kaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas
perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan internasional. Dominasi pemerintah
dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi hijau dipandang sebagai penyebab utama
kegagalan pembangunan irigasi termasuk di Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut
adalah ekspansi besar-besaran daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana
untuk melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian
pemindahan tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan dari pemerintah
kepada petani (P3A) di pandang sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan sector irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya di adopsi oleh pemerintah
Indonesia di sector irigasi atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation Management
Transfer (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ketersediaan air irigasi dalam pertanian padi sawah ?
1.2.2 Bagaimana pengelolaan jaringan irigasi dalam pertanian padi sawah yang meliputi
pengaliran dan pembagian irigasi padi sawah ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Ketersediaan air Irigasi dalam pertanian padi sawah
1.3.2 Untuk mengetahui pengelolaan jaringan irigasi dalam pertanian padi sawah yang
meliputi pengaliran dan pembagian irigasi padi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah wawasan berfikir dan pengalaman penulis kami tentang irigasi.
1.4.2 Memberikan informasi yang berarti tentang ketersediaan irigasi bagi masyarakat
terutama bagi petani.
1.4.3 Dapat menjadi masukan yang berarti bagi Instansi terkait dan pengurus P3A.
1.4.4 Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil terutama bagi
peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan yang sama pada lokasi yang
berbeda.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Maksud Irigasi


Irigasi berasal dari Irrigatie (Bahasa Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) yang
diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya guna
keperluan pertanian mengalirkan dan membagikan air secara teratur, setelah digunakan
dapat pula dibuang Kembali melalui saluran pembuang.
Maksud irigasi yaitu memenuhi kebutuhan air (water supply) untuk keperluan
pertanian, meliputi pembasahan tanah, perabukan/pemupukan, pengatur suhu tanah,
menghindarkan gangguan hama dalam tanah dan sebagainya.
Tanaman yang diberi air irigasi umumnya dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
a. Padi

Irigasi di Indonesia umumnya digunakan pemberian air kepada muka air tanah dengan
cara menggenang (flooding method)

b. Tebu
c. Palawiija (jagung, kacang-kacangan, bawang , cabe, dan lain sebagainya)
Khusus tanaman padi, cara penggenangan (flooding method) memberikan
keuntungan yaitu tidak terlalu banyak biaya yang dibutuhkan dan dapat mencegah hama
untuk bersarang dalam tanah dan di akar tanaman. Tetapi bila tanah terendam terlalu lama
akan menjadi kurang baik, sehingga perlu sewaktu-waktu dikeringkan. Hal tersebut
tergantung pada cara pengambilan air di sungai.
2.2 Tingkatan Jaringan Irigasi
Irigasi di persawahan dapat dibedakan menjadi Irigasi Pedesaaan dan Irigasi
Pemerintah. Sistem irigasi desa bersifat komunal dan tidak menerima bantuan dari
pemerintah pusat. Pembangunan dan pengelolanya(seluruh jaringan irigasi) dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. Sistem Irigasi (SI) bantuan pemerintah berdasarkan cara
pengukuran aliran air, pengaturan, kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi di Indonesia
dapat dibedakan dalam 3 tingkatan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu (1) irigasi teknis,
(2) irigasi semi teknis, dan (3) irigasi sederhana. Ketiga tingkatan jaringan tersebut di
uraikan pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Tingkatan Jaringan Irigasi


KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI
NO. URAIAN
TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA

Bangunan
Bangunan Bangunan Bangunan
1 Permanen/ Semi
Utama Permanen Sementara
Permanen

Kemampuan
Bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
Mengukur dan
Mengatur Debit

Saluran Irigasi
Saluran Irigasi dan Saluran Irigasi
3 Jaringan Saluran dan Pembuang Pembuang Tidak dan Pembuang
Terpisah Sepenuhnya Jadi Satu
Terpisah

Belum Ada
Dikembangkan Belum
4 Petak Tersier Jaringan yang
Sepenuhnya Dikembangkan
Dikembangkan

Efisiensi Secara
5 50-60 % 40-50% <40%
Keseluruhan

Tak Ada
6 Ukuran Sampai 2000 Ha <500 Ha
Batasan
(Sumber KP 01: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi)

Standarisasi Irigasi di Indonesia hanya meninjau Irigasi Teknis, karena dinilai lebih
maju dan cocok untuk di praktekkan di Sebagian besar Pembangunan Irigasi di Indonesia.
Mengacu pada KP 01 (Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi), dalam suatu jaringan
Irigasi terdapat empat unsur fungsional jaringan irigasi, yaitu :
a. Bngunan-bangunan utama (Headworks) dimana air dari sumbernya (umumnya
Sungai atau waduk) diletakkan ke saluran.
b. Jaringan pembawa irigasi berupa saluran-saluran (primer, sekunder, tersier,
kwarter) yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.
c. Petak-petak tersier dengan system pembagian air dan system prembuangan
kolektif, air irigasi di bagi-bagi dan di alirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air
di tampung di dalam suatu system pembuangan di dalam petak tersier.
d. System pembuang yang terdapat di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan
air irigasi ke Sungai atau saluiran-saluran alamiah sekitar.

2.2.1 Irigasi Teknis


Prinsip darin jaringan irigasi tedknis adalah sebagai berikut :
a. Jaringan irigasi yang mendapatkan pasokan air terpisah dengan jaringan
pembuangan/pematus.
b. Pemberian airnya dapat diukur, diatur dan terkontrol pada beberapa titik
tertentu.
c. Dalam irigasi teknis, petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan
irigasi teknis.
d. Semua bangunan bersifat permanen contoh :
• S.I Jatiluhur
• S.I Pemal.Comal
• S.I Rentang
• S.I Sampean, dll.

(sumber : Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.1 Sistem Irigasi Teknis


2.2.2 Irigasi Semi Teknis
Prinsip dari jaringan irigasi semi teknis adalah sebagai berikut:
• Pengaliran ke sawah dapat diatur tetapi banyaknya air tidak dapat diukur
• Pembagian air tidak dapat dilakukan secara seksama
• Memiliki sedikit bangunan permanen
• Hanya satu alat pengukur aliran yang ditempatkan pada bangunan bendung
• System pemberian air dan sistem

(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.2. Sistem Irigasi Semi-Teknis


2.2.3 Irigasi Sederhana
Prinsip dari jaringan irigasi sederhana adalah sebagai berikut :
• Biasanya menerima bantuan pemerintah untuk Pembangunan dan atau
penyempurnaan, tetapi dikelola dan di operasikan oleh aparat desa.
• Memiliki bangunan semi permanen dan tidak mempunyai alat pengukur dan
pengontrol aliran sehingga aliran tidak diatur dan diukur.
Jaringan irigasi yang sederhana mudah diorganisasi tetap memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Kelemahan pertama terdapat pemborosan
air, karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang
terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah/hilir yang lebih subur.
Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan biaya lebih banyak
dari masyarakat karena setiap desa/kelurahan membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengambilan bukan bangunan
tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.

(sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)


Gambar 2.3 Sistem Irigasi Sederhana
2.3 Unsur Jaringan Irigasi
Uraian fungsional umum mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan membantu bagi
para perekayasa/perencana dalam menyiapkan perencanaan tata letak dan jaringan irigasi.
Unsur-unsur jaringan irigasi tersebut meliputi :
2.3.1 Peta ikhtisar
Peta ikhtisar adalah cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi
saling dihubungkan . peta ikhtisar dapat disajikan pada peta letak. Peta ikhtisar
proyek irigasi tersebut memperlihatkan :
• Bangunan utama
• Jaringan dan trase saluran irigasi
• Jaringan dan trase seluran pembuang
• Petak-petak primer, sekunder, dan teksier
• Lokasi bangunan
• Batas-batas daerah irigasi
• Jaringan dan terse jalan

Peta ikhtisar umum dapat dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi
dengan garis-garis kontur dengan skala 1: 25000. Peta ikhtisar detail yang biasa
disebut “peta petak” dipakai untuk perencanaan dibuagt dengan skala 1 : 5000 dan
untuk petak tersier 1: 5000 atau 1: 2000

a. Petak tersier

Di daerah yang ditanami padi, luas pegtak teksier yang ideal adalah
50-100 ha, kadang-kadang 150 ha. Batas-batas petak tersier harus jelas
missal : parit, jalan, batas desa, Sungai,dll. Petak tersier dibagi menjadi petak
petak kwakter dengan luas 8-15 ha. Panjang saluran tersier sebaiknya 1500
m, kadang-kadang panjang saluran tersier mencapai 2000 m. Panjang
saluran Kwarter maksimum 500 m tetapi prakteknya kadang mencapai 800
m.
b. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh saluran sekunder. Petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas
petak sekunder umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas seperti
saluran pembuang. Luas petak berbeda-beda tergantung pada situasi
daerah. Saluran sekunder sering terletak dipunggung medan, mengairi
kedua sisi saluran, hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran
sekunder boleh juga direncana sebahai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah
c. Petak primer
Petak Primer terdiri dari beberapa petak sekunder , untuk itu petak-
petak ini akan mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satun saluran primer yang mengambil air langsung dari
sumber air (sungai)
2.3.2 Bangunan
a. Bangunan utama
Bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air
untuk membelokkan air kedalam jaringan saluran, agar dipakai untuk
keperluan irigasi, terdiri dari:

• Bangunan pengelak dengan peredam energi


• Pengambilan utama
• Pintu Bilas
• Kolam olak
• Kantong lumpur (bila perlu)
• Tanggul Banjir
• Bangunan pelengkap lainnya
Bangunan utama dapat diklasifikasikan kedalam sejumlah kategori tergantung
pada perencanaannya yaitu:
1. Bendung/ Bendung Gerak
- Bendung (weir), bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan
muka air sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air
dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier.
- Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi.
- Bendung Gerak: Bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang dapat
dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan
ditutup bila air kecil
- Bendung: Bangunan yang umum dipakai di Indonesia, untuk
membelokkan air sungai kesaluran irigasi guna keperluan irigasi
2. Pengambilan Bebas
Bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air Sungai ke
dalam jaringan irigasi tanpa mengatur tinggi muka air di Sungai. Dalam
keadaan demikian jelas bahwa muka air Sungai harus lebih tinggi dari
daerah yag dialiri dan jumalah air yang di belokkan dapat dijamin cukup.
3. Pengambilan air dari waduk
Waduk ( Reservoir ) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu
terjadi surplus air disungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi
kekurangan air.
Fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran Sungai, sedangkan
waduk yang berukuran besar sering memiliki banyak fungsi seperti, irgasi,
PLTA, pengendali banjir, perikanan, air baku, dsb.
4. Stasiun Pompa
Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi tidak bisa dilakukan.
b. Saluran Pembawa di Jaringan Irigasi
1. Saluran irigasi pada jaringan irigasi utama
- Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang di aliri.
- Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang
terakhir.
- Saluran sekunder, membawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
- Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.

(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)


Gambar 2.4 Gambar saluran Primer dan Sekunder
2. Saluran Irigasi pada Jaringan Irigasi Tersier
- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap ke petak tersier
lalu ke saluran kuarter
- Batas ujung saluran ini adalah boks bagi tersier yang terakhir
- Saluran kwarter memmbawa air dari boks bagi tersier ke boks bagi
kuarter
c. Saluran Pembawa di Jaringan Irigasi
1. Saluran irigasi pada jaringan irigasi utama
- Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang di airi
- Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang
terakhir
- Saluran sekunder, membawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut
- Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir
(sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)
Gambar 2.4 Gambar saluran Primer dan Sekunder
2. Saluran Irigasi pada Jaringan Tersier
- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap ke petak tersier
lalu kesaluran kuarter
- Batas ujung saluran ini adalah boks bagi tersier yang terakhir
- Saluran kwarter membawa air dari boks bagi tersier ke boks bagi
kuarter
d. Saluran Pembuang
1. Jaringan saluran pembuang tersier
- Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak teksier,
menampung air langsung dari sawah dan pembuangan air tersebut
kedalam sakuran pembuang tersier
- Saluran pembuangrin tersier terletak diantara petak-petak tersier
yang masuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung
air baik dari penampungan kuakter maupun dari sawa-sawah air
tersebut dibuang kedalam jaringan pembuang sekunder.
2. Jaringan pembuang utama
- Jaringan pembuang sekunder menampung air dari jaringan
pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuangan primer
atau langsung kejaringan pembuang alamiah dan keluar daerah
irigasi.
- Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran
pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Pembuangan primer
sering berupa saluran pembuang alamiah hyang mengalirkan
kelebihan air tersebut ke Sungai, anak Sungai atau ke laut.
e. Bangunan bagi / bagi-sadap/ sadap
Bangunan bagi/ bagi-sadap/ sadap pada jaringan irigasi teknis di lengkapi
dengan pintu dan alat ukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai
jumlah debit yang direncanakan. Tetapi pada keadaan tertentu isering
dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan (OP) sehingga
muncul usulan system proporsional, yaitu bangunan bagi dan sadap tanpa
pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut :
- Elevasi ambang kesemua arah saluran harus sama
- Bentuk ambang harus sama agar memiliki koefisien debit yang sama
- Lebar bukaan proporsional dengan luas area sawh yang diairi

Namun disadari bahwa system proporsional tidak bisa diterapkan pada daerah
irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan system
golongan. Untuk itu kriteria ini menetapkan agar tetap memakai pintu dan
alat ukur dengan memenuhi tiga syarat proporsional yaitu :

1. Bangunan bagi – bagi sadap terletak di saluran primer dan sekunder pada
suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran
atau lebih.
2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air irigasi dari saluran
primer/sekunder ke saluran tersier penerima.
3. Bangunan bagi/sadap mungkin untuk digabung menjadi satu rangakaian
bangunan.
4. Boks-boks bagi di saluran tersier dapat membagi aliran untuk dua saluran
atau lebih (tersier, subtersier dan/atau kuarter).
f. Bangunan – bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur pada bagian hulu (udik) salurann primer, di cabang
saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier.
Sesuai dengan KP 01 bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur
aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur aliran bawah
(underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk
mengatur aliran air. Bangunan ukur yang dapat dipakai sesuai KP 01
ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut. (penjelasan jenis-jenis alat ukur
dijelaskan pada bab 3).
Tabel 2.2 Alat-alat ukur

Tipe Mengukur dengan Mengatur

Bangunan ukur Ambang lebar Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Parshall Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Cipoletti Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Romijin Aliran atas Ya

Bangunan ukur Crump-de Gruyter Aliran bawah Ya

Bangunan sadap Pipa bawah Aliran bawah Ya

Constant-Head Oriflce (CHO) Aliran bawah Ya


Cut Throat Flume Aliran atas Tidak

(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Untuk memudahkan operasi dan pemeliharaan bangunan ukur yang


dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan
diharapkan pula pemakaian alat ukur tersebut dapat benar-benar mengatasi
permasalahan yang dihadapi oleh petani.

g. Bangunan Pengatur Muka Air


Bangunan-bangunan pengatur muka air berfungsi untuk
mengatur/mengontrol muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas
yang diperlukan agar dapat memberikan debit yang konstan terhadap
bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur mempunyai potongan pengontrol
aliran yang dapat disetel/diatur atau tetap. Untuk bangunan – bangunan
pengatur yang dapat disetel/diatur dianjurkan untuk menggunakan pintu
(sorong) radial atau yang lainnya. Bangunan-bangunan pengatur diperlukan
pada tempat-tempat dimana tinggi muka air pada saluran dipengaruhi oleh
bangunan terjun atau got miring (chute). Untuk mencegah perubahan muka
air di saluran dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapesiun (trapezoidal
notch).
h. Bangunan Pembawa
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke luar hilir
saluran. Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
1. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Bangunan pembawa dengan aliran tempat dimana lereng medannya
maksimum saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam
daripada kemiringan maksimal saluran. (Jika di tempat Dimana
kemiringan medannya lebih curam daripada kemiringan dasar saluran.
Maka bisa terjadi aliran superkritis yang akan dapat merusak saluran.
Untuk itu diperlukan bangunan peredam). Jenis-jenis bangunan pembawa
antara lain:
a) Bangunan terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi)
dipusatkakn di satu tempat bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak
atau terjun miring. Jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa
meter, maka konstruksi got miring perlu dipertimbangkan.
b) Got miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan
dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi
yang besar. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan
(lining) dengan aliran superkritis, dan umurnya mengikuti kemiringan
medan alamiah.
2. Bangunan Pembawa dengan Aliran Subkritis (bangunan silang)
a) Gorong-gorong
Gorong-gorong di pasang di tempat-tempat Dimana saluran lewat di
bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat
di bawah saluran. Aliran di dalam gorong-gorong umumnya aliran
bebas.
b) Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran
lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan atau Lembah-
lembah. Aliran di dalam talang adalah aliran bebas.
c) Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan
gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak Sungai atau
Sungai. Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk
mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi
tekan.
d) Jembatan sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi
tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung
di atas lembah yang dalam.
e) Flum (flume)
Tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air melalui situasi-situasi
tertentu, misalnya :
- Flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang
lereng bukit yang curam
- Flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi
lewat di atas saluran pembuang atau jalan air lainnya
- Flum, dipakai pabila batas pembebasan tanah (right of way)
terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk membuat
potongan melintang saluran trapesium biasa
f) Saluran yang tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu
daerah Dimana potongan melintang harus dibuat pada galian yang
dalam dengan lereng-lereng tinggi yang tidak stabil. Biasanya aliran
di dalam saluran tertutup adalah aliran bebas.
g) Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran
memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati
bukit-bukit dan medan yang tinggi. Biasanya aliran di dalam
terowongan adalah aliran bebas.
i. Bangunan lindung
Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari
luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan
yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat
kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dan luar saluran.
1. Bangunan pembuang silang
Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum
digunakan sebagai lindungan-luar, liat juga pasal mengenai bangunan
pembawa.Sipon dipakai jaika saluran irigasi kecil melintas saluran
pembuang yang besar. Overchute akan direncana jika elevasi dasar
saluran pembuang di sebelah hulu saluran irigasi lebih besar daripada
permukaan air normal di saluran.
2. Pelimpah (spillway)
Ada tiga tipe lindungan-dalam yang umum dipakai, yaitu saluran
pelimpah, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis. Pengatur
pelimpah diperlukan tepat diperlukan di hulu bangunan bagi, di ujung
hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang di
anggap perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja
otomatis dengan naiknya muka air.
3. Bangunan Penggelontor Sedimen
Bangunan ini dimaksudkan untuk mengeluarkan endapan sedimen
disepanjang saluran primer dan sekunder pada lokasi persilangan dengan
Sungai.
4. Bangunan Penguras
Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan
tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila
diperlukan.
5. Saluran Pembuang Samping
Aliran buangan biasanyan di tampung di saluran pembuang terbuka yang
mengalir pararel di sebelah atas saluran irigasi.
6. Saluran Gendong
Saluran gendong adalah saluran drainase yang sejajar dengan saluran
irigasi, berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) dari luar areal
irigasi yang masuk ke dalam saluran irigasi.
j. Jalan dan Jembatan
Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Biasanya jalan inspeksi
terletak di sepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling
menghubungkan jalan-jalan inspeksi di Seberang saluran irigasi/pembuang
atau untuk menghubungkan jalan inspeksik dengan jalan umum.
k. Bangunan Pelengkap
Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir
yang berasal dari Sungai atau saluran pembuang yang besar.pada umumnya
tanggul diperlukan di sepanjang Sungai di sebelah hulu bendung atau di sepa
njang saluran primer. Bangunan-bangunan yang dibuat di dan sepanjang
saluran meliputi:
1. Pagar, rel pengaman dan sebagainya guna memberikan pengaman
sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat
2. Tempat-tempat suci, tempat mandi ternak dan sebagainya, guna
memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng
3. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan
gorong-gorong Panjang) oleh benda-benda yang hanyut
4. Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk
5. Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani dan petugas
irigasi. Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
petani setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake.
2.4 Asal Air untuk Irigasi
Air yang mengalir pada alur dan air yang tertahan pada cekungan tanah digolongkan
dalam sumber permukaan (surface source). Air yang keluar dari dalam tanah digolongkan
dalam sumber bawah tanah (ground source). Asal air untuk irigasi dapat ditinjau pada
gambar 6.

Gambar 2.5 Sketsa Asal Air Untuk Irigasi

2.5 Kualitas Air Irigasi


Kualitas air irigasi tergantung pada campuran yang terbawa oleh air. Campuran yang
terbawa bisa dalam bentuk larutan (solution) dan suspension (suspension). Pada daerah
tertentu suspensi mempunyai pengaruh penting terhadap kualitas. Air irigasi dengan
kualitas tertentu cocok untuk suatu daerah irigasi sangat tergantung pada kondisi local dari
iklim, tanah, jenis tanaman yang tumbuh, jumlah/air yang dipakai. Suspensi akan tertahan
dipermukaan tanah daerah irigasi maka akan merusak sifat phisis tanah dan menyulitkan
pengolahan.
2.6 Kebutuhan Air untuk Irigasi
Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek yaitu dengan
jalan melakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi. Untuk daerah yang dipakai
sebagai contoh diselidiki pola tanam padi-padi-kedelai

Gambar 2.6 contoh pola tanam

Saluran air untuk irigasi dipengaruhi oleh beberapa factor :

a. Klimatologi iklim
b. Kedudukan DI terhadap garis lintrang
c. Hujan
d. Temperature
e. Umur dan jenis tanaman
f. Kesuburan tanah
g. Kualitas air
h. Musim tumbuh
2.7 Saluran Irigasi
Saluran irigasi berasal dari intake sampai badan air yang diapakai untuk menerima air
yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada pada daerah irigasi. Cara
pengaliran ini digolongkan sebagai system gravitasi, Dimana air mengalir karena ada
perbedaan tinggi permukaan antara kedua ujung saluran. Menurut fungsinya saluran
irigasi dapat dibedakan :
a. Saluran pembawa
Saluran ini dimulai dari bangunan penangkap air intake pada bangunan
bendung yang mengalirkan air untuk diberikan ke daerah pertanian. Pada awal
saluran, dimensi saluran masih besar karena harus membawa seluruh air untuk
kebutuhan seluruh daerah irigasi, kemudian saluran ini pecah terbagi menjadi dua
atau tiga saluran yang lebih kecil. Seterusnya saluran-saluran cabang ini pecah lagi
menjadi dua atau tiga yang lebih kecil sesuai debit yang dialirkan dan terus ke petak
tanah yang diairi(sawah).
b. Saluran pembuang
Saluran ini dimulai dari saluran yang paling kecil, langsung menerima air sisa
dari lahan irigasi, disalurkan dan bertemu dengan saluran lain yang sama
karakteristiknya membentuk saluran yang lebih besar , dan seterusnya saluran
terakhir akan masuk ke Sungai atau pembuang terakhir. Saluran pembawa selalu
ditempatkan pada posisi tertinggi dari daerah yang akan diairi agar seluruh lahan
dapat diairi, sedang saluran pembuang ditempatkan pada posisi yang paling rendah
agar bisa menerima seluruh air yang sudah terpakai. (Gambar 7).
Gambar 2.7 Posisi saluran pembawa dan saluran pembuang
Macam saluran pembawa irigasi dapat dibedakan berdasarkan posisi dan arah mengalir
dari saluran (Gambar 2.8), yaitu :
a. Saluran punggung
Posisi saluran irigasi mengalirkan air pada punggung medan dengan kemiringan
mengarah kearah kontur yang lebih rendah. Saluran punggung umumnya merupakan
pencabangan dari saluran garis tinggi.
b. Saluran mengalir ke samping
Posisi ini menyerong dari punggung, akan tetapi tidak mengikuti garis tinggi ataupun
searah dengan garis tinggi.

Gambar 2.8 Posisi saluran garis tinggi, punggung, dan saluran menyamping
c. Saluran garis tinggi
Arah mengalir dan posisi saluran hamper mengikuti garis tinggi medan.
Saluran ini mempunyai kemiringan dasar saluran sesuai dengan kebutuhan rencana
untuk mendapatkan kecepatan aliran yang diinginkan.

Saluran garis tinggi banyak dipergunakan pada daerah pegunungan dimana


saluran ini ditempatkan pada kaki bukit atau pada lereng gunung untuk membawa air
dari suatu sumber ke lokasi di mana air tadi akan diberikan ke lahan pertanian yang
lokasinya jauh dari sumber tetapi perbedaan elevasinya tidak besar. Contoh: Saluran
Ngluweng dari DAM Ngluweng ke Telaga Sarangan (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Saluran irigasi tinggi

Saluran garis tinggi pada daerah pegunungan akan mengalami penambahan


debit dari aliran permukaan yang datang akibat hujan yang turun pada daerah bagian
atas saluran dan dari mata air yang keluar dari tebing atas sebagai air yang lepas dari
air bebas yang tadinya merupakan air gravitasi kemudian keluar memotong tebing
keprasan diatas saluran. Tambahan air dari hujan sangat besar dan kalau masuk ke
saluran irigasi sangat berbahaya sebab dapat mengakibatkan over toping yang akan
membuat tanggul luar tergerus sehingga dapat terjadi longsoran yang dapat
memutuskan saluran.
Apabila saluran garis tinggi putus maka akan sangat sulit untuk membangun
kembali, sebab lokasinya berada di atas kaki gunung. Kemungkinan lain untuk
mendapatkan air kembali, dengan menyambung saluran dengan menggunakan
bangunan bantu berupa talang swperti yang pernah dilakukan pada Saluran Talun
ketika mengalami longsor pada tahun tujuh puluhan. Saluran tersebut masih bisa
disambung dengan menggunakan talang beton (Gambar 2.10).

Gambar : 2.10 Talang untuk air pematusan

Air pematusan dari atas tidak boleh masuk ke dalam saluran irigasi karena air
pematusan membawa sampah dan sedimen yang jumlahnya cukup besar. Air ini
dialirkan kesaluran pematusan yang bisanya disebut Saluran Keliling atau saluran
sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan pada sisi kearah atas tebing
(Gambar 2.11).
Gambar : Pelimpah samping pada saluran garis tinggi

Saluran sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan pada sisi
kearah atas tebing. Saluran keliling ini tidak boleh mengikuti terus saluran garis tinggi
karena kalau terlalu panjang debit yang ada akan bertambah dan melimpah masuk
kesaluran garis tinggi. Dengan menggunakan talang kecil dari beton bertulang, air dari
saluran keliling dibuang keluar tebing. Menjaga agar tidak terjadi limpahan air diatas
tanggul luar saluran garis tinggi maka setiap jarak 200 m, harus dibuat pelimpah
samping untuk mengembalikan debit yang melalui saluran kembali pada debit rencana
sesuai kemampuan saluran (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Saluran punggung


Saluran punggung penempatannya dalam galian tanah pada pungung medan.
Penempatan posisi saluran ini terhadap permukaan tanah tergantung pada elevasi
permukaan air yang direncanakan terhadap permukaan tanah setempat. Dalam hal ini
posisi permukaan air yang dibutuhkan berada pada dibawah permukaan tanah
setempat. Apabila diperlukan suatu kondisi dimana elevasi permukaan air irigasi
rencana dan dasar saluran berada diatas permukaan tanah setempat, maka saluran
punggung akan terletak diatas timbunan (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Saluran punggung di atas timbunan

Pada beberapa kondisi kemungkinan posisi permukaan air irigasi akan berada
diatas permukaan tanah setempat, namun dasar saluran berada pada elevasi dibawah
permukaan tanah. Hal ini dikatakan saluran punggung sebagian di atas galian dan
sebagian dalam galian (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Saluran punggung Sebagian dalam galian


Menyeimbangkan antara tingginya timbunan dan galian pada suatu alur
saluran maka pada pososi tertentu diperlukan bangunan terjun (drop structure) dimana
pada lokasi ini merupakan tempat peralihan dari kondisi timbunan ke posisi galian.

Gambar 2.15 Bangunan terjun

Bangunan terjun memindahkan dasar saluran dari posisi di atas ke posisi


yang lebih rendah. Ada persyaratan hidrolis tinggi maksimum terjunan yang
diperkenankan untuk bangunan terjun, sehingga posisi bangunan ini harus benar-benar
tepat dalam batasan persyaratan hidrolis. Berdasarkan luas daerah irigasi yang
dilayanani oleh suatu saluran atau berdasarkan urutan hirarkinya (Gambar 2.16).
Saluran irigasi dibedakan klasifikasi tinggkatnya menjadi empat tingkatan, yaitu :

a. Saluran kwarter

Melayani pemberian air untuk satu kelompok petak irigasi yang secara
keseluruhan kelompok ini dinyatakan sebagai satu petak kwarter. Luas petak kwarter
bisa sampai 20 Ha. Petak-petak kwarter berupa sawah dan diperkenankan langsung
mengambil air dari saluran kwarter bersangkutan dengan alur atau pipa paralon atau
bambu debit saluran kwarter berkisar antara 10 sampai dengan 40 liter/detik.
Gambar 2.16 susunan saluran pada DI

b. Saluran tersier
Saluran ini melayani pemberian air untuk kelompok petak sawah yang
merupakan gabungan dua atau lebih petak kwarter. Air dari saluran tersier tidak boleh
diambil langsung untuk diberikan petak sawah sekalipun petak sawah tersebut
berdempetan dengan saluran. Saluran tersier hanya meneruskan air ke saluran kwarter
yang menjadi cabang dari saluran tersier itu sendiri. Luas suatu daerah irigasi tersier
biasanya tidak lebih dari 150 Ha dan debitnya kurang dari 300 liter/detik.
c. Saluran sekunder
Saluran ini berfungsi menyalurkan air ke saluran-saluran tersier yang menjadi
bagian dari kelompok petak sawah dalam sistim jaringan saluran tersebut. Saluran
sekunder mempunyai dimensi yang lebih besar dari saluran tersier. Debit saluran
umunya cukup besar karena melayani lebih dari satu petak tersier.
d. Saluran primer
Saluran ini melayani air untuk satu daerah irigasi dimulai dari bangunan
penangkap air sampai ujung hilir terakhir dimana saluran ini terbagi menjadi dua
saluran. Saluran primer sangat besar dimana lebar dasar saluran bisa mencapai 10 m
atau disebut Parit Raya.
2.8 Proses Terjadimya Saluran Irigasi
Dilihat dari proses terjadinya saluran irigasi dapat dibedakan menjadi:
a. Saluran alam
Terjadi secara alamiah dimana alur saluran terbentuk akibat adanya gerusan
oleh aliran air pada permukaan tanah. Saluran ini umunya mempunyai penampang
dan trace tidak teratur. Stabilitas lereng dan dasar saluran sudah terbentuk karena
tercapainya keseimbangan dimana tidak terjadi pengendapan atau sedimentasi terjadi
seimbang dengan butiran yang terangkut dari dasar saluran.
b. Saluran buatan
Saluran ini dibuat dengan dimensi dan bentuk penampangan saluran tertentu,
serta trace yang tertentu dan teratur mengarah ketempat tujuan pemberi air.
2.9 Nomenklatur / Aturan Tata Nama
Nomenklatur adalah nama-nama yang diberikan untuk saluran irigasi, saluran
pembuang, bangunan-bangunan dan daerah irigasi. Nama-nama yang berikan harus jelas,
logis, harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus
dipilih dan dibuat sedemikian rupa sehingga jika dibuat bangunan baru tidak perlu
mengubah semua nama yang sudah ada. Pemberian nama perlu ditunjukkan dalam peta
sedemikian rupa sehingga siapa saja yang terlibat dalam manajemen irigasi ini, dapat
dengan segera memahami struktur daerah irigasi yang bersangkutan.

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa
penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama atau
sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Contohnya adalah Daerah Irigasi
Jatiluhur atau Dl. Cikoncang Apabila ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi
tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terkenal di daerah-daerah
layanan setempat. Untuk pemberian nama-nama bangunan utama berlaku peraturan yang
sama seperti untuk daerah irigasi, misalnya bendung elak Cikoncang melayani D.I
Cikoncang. Sebagai contoh, lihat Gambar 2.2. Bendung Barang merupakan salah satu
dari bangunanbangunan utama di sungai Dolok. Bangunanbangunan tersebut melayani
daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama sesuai dengan nama-nama desa
utama di daerah itu.
(sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.17. Contoh Nomenklatur dalam Skema Irigasi


Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani, contoh: saluran primer Makawa. Saluran sekunder sering diberi nama sesuai
dengan nama desa yang terletak di petak sekunder. Petak sekunder akan diberi nama
sesuai dengan nama saluran sekundernya. Sebagai contoh saluran sekunder Sambak
mengambil nama desa Sambak yang terletak di petak sekunder Sambak.

Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Misalnya, RS 2 adalah


Ruas saluran sekunder Sambak (S) antara bangunan sadap BS 1 dan BS 2 Bangunan
pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir di suatu ruas. Bangunan itu diberi nama
sesuai dengan ruas hulu tetapi huruf R (Ruas) diubah menjadi B (Bangunan). Misalnya
BS 2 adalah bangunan pengelak di ujung ruas RS 2.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.18. Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-bangunan Irigasi

Bangunan-bangunan yang ada di antara bangunan-bangunan bagi sadap


(goronggorong. jembatan, talang bangunan terjun, dan sebagainya) diberi nama sesuai
dengan nama ruas di mana bangunan tersebut terletak juga mulai dengan huruf B
(Bangunan) lalu diikuti dengan huruf kecil sedemikian sehingga bangunan yang terletak
di ujung hilir mulai dengan "a" dan bangunan-bangunan yang berada lebih jauh di hilir
memakai hurut b, c, dan seterusnya. Sebagai contoh BS2b adalah bangunan kedua pada
ruas RS2 di saluran Sambak terletak antara bangunan-bangunan bagi BS 1 dan BS 2.

Untuk jaringan irigasi tersier, petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap
tersier dari jaringan utama. Misalnya petak tersier S1 ki mendapat air dari pintu kiri
bangunan bagi BS 1 yang terletak di saluran Sambak. Tata nama untuk jaringan tersier
sesuai penjelasan dibawah ini:

a. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara
kedua boks. misalnya (T1 - T2), (T3 - K1),(lihat Gambar 1.19).
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.19. Sistem Tata Nama Jaringan Tersier


b. Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai
dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2 dan sebagainya
c. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut arah
jarum jam.
d. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai
dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi: K1, K2
dan seterusnya.
e. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi
dengan huruf kecil, misalnya a1,a2 dan seterusnya.
f. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang
airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan
seterusnya.
g. Saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam sesuai
gambar 2.20.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 2.20. Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang


BAB III

ANALISIS PERHITUNGAN

3.1 Peta kontur


3.2 Data curah hujan
Adapun data curah huajn yang kita dapat sebagai berikut :
BULAN
TAHUN
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
2014 0.0 3.4 4.2 2.1 2.6 810.6 1070.3 1.0 0.9 808.2 0.0 0.0
2015 2373.1 2093.3 528.4 891.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.5 2.5 1198.6
2016 2019.5 1724.3 1512.6 1350.5 805.8 599.1 743.1 622.0 591.4 486.9 539.7 4.6
2017 2020.5 1625.9 1350.1 5.2 624.2 599.1 0.0 582.4 581.0 486.9 557.3 581.9
2018 2021.0 1428.5 1350.1 1269.7 597.6 586.6 887.0 873.6 287.0 592.5 592.5 595.9
2019 836.1 1271.7 1189.4 597.6 575.6 1187.4 860.3 287.0 592.5 592.5 595.9 1720.8
2020 1850.1 1651.6 2053.8 1979.1 713.3 3095.3 3.6 1111.8 4043.1 346.7 1188.3 580.4
2021 1285.5 1650.7 1593.5 1842.5 1722.4 1783.0 3728.3 2017.3 2670.2 865.4 1231.5 1793.3
2022 1155.3 1276.6 1778.5 3639.3 1860.9 6.1 4.7 1537.4 1652.4 753.1 1785.5 2973.1
2023.0 501.8 1592.2 1536.3 1535.3 864.8 1909.5 862.8 306.5 0.3 614.1 2371.6 1151.8

Anda mungkin juga menyukai