Dikerjakan Oleh:
KELOMPOK : III
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, dan hidayah Nya
sehingga dapat menyelesaikan tugas besar Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air ini. Tugas
besar perencanaan ini disusun dari beberapa literatur dan catatan-catatan mengenai
perencanaan sistem irigasi dan bangunan air di Indonesia, dengan harapan agar memudahkan
para mahasiswa untuk mempelajari dan mengerti tentang mata kuliah Rekayasa Irigasi dan
Bangunan Air
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih terdapat kekurangan dalam
beberapa hal, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis terima sebagai
sebuah masukan yang berarti. Kami mengharapkan agar apa yang kami tulis ini dapat
bermanfaat bagi seluruh mahasiswa departemen Teknik Sipil
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan dan saluran-saluran ke sawah-sawah atau ke ladang-ladang dengan cara teratur
dan membuang air yang tidak diperlukan lagi, setelah air itu dipergunakan dengan sebaik-
baiknya. Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam
tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah
maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan
tanaman. Sekitar 86% produksi beras nasional berasal dari daerah sawah beririgasi. Jadi
sawah irigasi merupakan faktor utama dalam pencapaian ketahanan pangan nasional.
Agar produksi beras di lahan beririgasi maksimal, maka jaringan irigasi harus dikelola
dengan baik.
Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai perubahan
kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan utama yang
muncul perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh
pemerintah. Namun jika di kaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas
perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan internasional. Dominasi pemerintah
dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi hijau dipandang sebagai penyebab utama
kegagalan pembangunan irigasi termasuk di Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut
adalah ekspansi besar-besaran daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana
untuk melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian
pemindahan tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan dari pemerintah
kepada petani (P3A) di pandang sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan sector irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya di adopsi oleh pemerintah
Indonesia di sector irigasi atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation Management
Transfer (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ketersediaan air irigasi dalam pertanian padi sawah ?
1.2.2 Bagaimana pengelolaan jaringan irigasi dalam pertanian padi sawah yang meliputi
pengaliran dan pembagian irigasi padi sawah ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Ketersediaan air Irigasi dalam pertanian padi sawah
1.3.2 Untuk mengetahui pengelolaan jaringan irigasi dalam pertanian padi sawah yang
meliputi pengaliran dan pembagian irigasi padi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah wawasan berfikir dan pengalaman penulis kami tentang irigasi.
1.4.2 Memberikan informasi yang berarti tentang ketersediaan irigasi bagi masyarakat
terutama bagi petani.
1.4.3 Dapat menjadi masukan yang berarti bagi Instansi terkait dan pengurus P3A.
1.4.4 Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil terutama bagi
peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan yang sama pada lokasi yang
berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
Irigasi di Indonesia umumnya digunakan pemberian air kepada muka air tanah dengan
cara menggenang (flooding method)
b. Tebu
c. Palawiija (jagung, kacang-kacangan, bawang , cabe, dan lain sebagainya)
Khusus tanaman padi, cara penggenangan (flooding method) memberikan
keuntungan yaitu tidak terlalu banyak biaya yang dibutuhkan dan dapat mencegah hama
untuk bersarang dalam tanah dan di akar tanaman. Tetapi bila tanah terendam terlalu lama
akan menjadi kurang baik, sehingga perlu sewaktu-waktu dikeringkan. Hal tersebut
tergantung pada cara pengambilan air di sungai.
2.2 Tingkatan Jaringan Irigasi
Irigasi di persawahan dapat dibedakan menjadi Irigasi Pedesaaan dan Irigasi
Pemerintah. Sistem irigasi desa bersifat komunal dan tidak menerima bantuan dari
pemerintah pusat. Pembangunan dan pengelolanya(seluruh jaringan irigasi) dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. Sistem Irigasi (SI) bantuan pemerintah berdasarkan cara
pengukuran aliran air, pengaturan, kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi di Indonesia
dapat dibedakan dalam 3 tingkatan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu (1) irigasi teknis,
(2) irigasi semi teknis, dan (3) irigasi sederhana. Ketiga tingkatan jaringan tersebut di
uraikan pada tabel 2.1 berikut.
Bangunan
Bangunan Bangunan Bangunan
1 Permanen/ Semi
Utama Permanen Sementara
Permanen
Kemampuan
Bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
Mengukur dan
Mengatur Debit
Saluran Irigasi
Saluran Irigasi dan Saluran Irigasi
3 Jaringan Saluran dan Pembuang Pembuang Tidak dan Pembuang
Terpisah Sepenuhnya Jadi Satu
Terpisah
Belum Ada
Dikembangkan Belum
4 Petak Tersier Jaringan yang
Sepenuhnya Dikembangkan
Dikembangkan
Efisiensi Secara
5 50-60 % 40-50% <40%
Keseluruhan
Tak Ada
6 Ukuran Sampai 2000 Ha <500 Ha
Batasan
(Sumber KP 01: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi)
Standarisasi Irigasi di Indonesia hanya meninjau Irigasi Teknis, karena dinilai lebih
maju dan cocok untuk di praktekkan di Sebagian besar Pembangunan Irigasi di Indonesia.
Mengacu pada KP 01 (Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi), dalam suatu jaringan
Irigasi terdapat empat unsur fungsional jaringan irigasi, yaitu :
a. Bngunan-bangunan utama (Headworks) dimana air dari sumbernya (umumnya
Sungai atau waduk) diletakkan ke saluran.
b. Jaringan pembawa irigasi berupa saluran-saluran (primer, sekunder, tersier,
kwarter) yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.
c. Petak-petak tersier dengan system pembagian air dan system prembuangan
kolektif, air irigasi di bagi-bagi dan di alirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air
di tampung di dalam suatu system pembuangan di dalam petak tersier.
d. System pembuang yang terdapat di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan
air irigasi ke Sungai atau saluiran-saluran alamiah sekitar.
Peta ikhtisar umum dapat dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi
dengan garis-garis kontur dengan skala 1: 25000. Peta ikhtisar detail yang biasa
disebut “peta petak” dipakai untuk perencanaan dibuagt dengan skala 1 : 5000 dan
untuk petak tersier 1: 5000 atau 1: 2000
a. Petak tersier
Di daerah yang ditanami padi, luas pegtak teksier yang ideal adalah
50-100 ha, kadang-kadang 150 ha. Batas-batas petak tersier harus jelas
missal : parit, jalan, batas desa, Sungai,dll. Petak tersier dibagi menjadi petak
petak kwakter dengan luas 8-15 ha. Panjang saluran tersier sebaiknya 1500
m, kadang-kadang panjang saluran tersier mencapai 2000 m. Panjang
saluran Kwarter maksimum 500 m tetapi prakteknya kadang mencapai 800
m.
b. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh saluran sekunder. Petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas
petak sekunder umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas seperti
saluran pembuang. Luas petak berbeda-beda tergantung pada situasi
daerah. Saluran sekunder sering terletak dipunggung medan, mengairi
kedua sisi saluran, hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran
sekunder boleh juga direncana sebahai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah
c. Petak primer
Petak Primer terdiri dari beberapa petak sekunder , untuk itu petak-
petak ini akan mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satun saluran primer yang mengambil air langsung dari
sumber air (sungai)
2.3.2 Bangunan
a. Bangunan utama
Bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air
untuk membelokkan air kedalam jaringan saluran, agar dipakai untuk
keperluan irigasi, terdiri dari:
Namun disadari bahwa system proporsional tidak bisa diterapkan pada daerah
irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan system
golongan. Untuk itu kriteria ini menetapkan agar tetap memakai pintu dan
alat ukur dengan memenuhi tiga syarat proporsional yaitu :
1. Bangunan bagi – bagi sadap terletak di saluran primer dan sekunder pada
suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran
atau lebih.
2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air irigasi dari saluran
primer/sekunder ke saluran tersier penerima.
3. Bangunan bagi/sadap mungkin untuk digabung menjadi satu rangakaian
bangunan.
4. Boks-boks bagi di saluran tersier dapat membagi aliran untuk dua saluran
atau lebih (tersier, subtersier dan/atau kuarter).
f. Bangunan – bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur pada bagian hulu (udik) salurann primer, di cabang
saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier.
Sesuai dengan KP 01 bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur
aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur aliran bawah
(underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk
mengatur aliran air. Bangunan ukur yang dapat dipakai sesuai KP 01
ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut. (penjelasan jenis-jenis alat ukur
dijelaskan pada bab 3).
Tabel 2.2 Alat-alat ukur
a. Klimatologi iklim
b. Kedudukan DI terhadap garis lintrang
c. Hujan
d. Temperature
e. Umur dan jenis tanaman
f. Kesuburan tanah
g. Kualitas air
h. Musim tumbuh
2.7 Saluran Irigasi
Saluran irigasi berasal dari intake sampai badan air yang diapakai untuk menerima air
yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada pada daerah irigasi. Cara
pengaliran ini digolongkan sebagai system gravitasi, Dimana air mengalir karena ada
perbedaan tinggi permukaan antara kedua ujung saluran. Menurut fungsinya saluran
irigasi dapat dibedakan :
a. Saluran pembawa
Saluran ini dimulai dari bangunan penangkap air intake pada bangunan
bendung yang mengalirkan air untuk diberikan ke daerah pertanian. Pada awal
saluran, dimensi saluran masih besar karena harus membawa seluruh air untuk
kebutuhan seluruh daerah irigasi, kemudian saluran ini pecah terbagi menjadi dua
atau tiga saluran yang lebih kecil. Seterusnya saluran-saluran cabang ini pecah lagi
menjadi dua atau tiga yang lebih kecil sesuai debit yang dialirkan dan terus ke petak
tanah yang diairi(sawah).
b. Saluran pembuang
Saluran ini dimulai dari saluran yang paling kecil, langsung menerima air sisa
dari lahan irigasi, disalurkan dan bertemu dengan saluran lain yang sama
karakteristiknya membentuk saluran yang lebih besar , dan seterusnya saluran
terakhir akan masuk ke Sungai atau pembuang terakhir. Saluran pembawa selalu
ditempatkan pada posisi tertinggi dari daerah yang akan diairi agar seluruh lahan
dapat diairi, sedang saluran pembuang ditempatkan pada posisi yang paling rendah
agar bisa menerima seluruh air yang sudah terpakai. (Gambar 7).
Gambar 2.7 Posisi saluran pembawa dan saluran pembuang
Macam saluran pembawa irigasi dapat dibedakan berdasarkan posisi dan arah mengalir
dari saluran (Gambar 2.8), yaitu :
a. Saluran punggung
Posisi saluran irigasi mengalirkan air pada punggung medan dengan kemiringan
mengarah kearah kontur yang lebih rendah. Saluran punggung umumnya merupakan
pencabangan dari saluran garis tinggi.
b. Saluran mengalir ke samping
Posisi ini menyerong dari punggung, akan tetapi tidak mengikuti garis tinggi ataupun
searah dengan garis tinggi.
Gambar 2.8 Posisi saluran garis tinggi, punggung, dan saluran menyamping
c. Saluran garis tinggi
Arah mengalir dan posisi saluran hamper mengikuti garis tinggi medan.
Saluran ini mempunyai kemiringan dasar saluran sesuai dengan kebutuhan rencana
untuk mendapatkan kecepatan aliran yang diinginkan.
Air pematusan dari atas tidak boleh masuk ke dalam saluran irigasi karena air
pematusan membawa sampah dan sedimen yang jumlahnya cukup besar. Air ini
dialirkan kesaluran pematusan yang bisanya disebut Saluran Keliling atau saluran
sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan pada sisi kearah atas tebing
(Gambar 2.11).
Gambar : Pelimpah samping pada saluran garis tinggi
Saluran sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan pada sisi
kearah atas tebing. Saluran keliling ini tidak boleh mengikuti terus saluran garis tinggi
karena kalau terlalu panjang debit yang ada akan bertambah dan melimpah masuk
kesaluran garis tinggi. Dengan menggunakan talang kecil dari beton bertulang, air dari
saluran keliling dibuang keluar tebing. Menjaga agar tidak terjadi limpahan air diatas
tanggul luar saluran garis tinggi maka setiap jarak 200 m, harus dibuat pelimpah
samping untuk mengembalikan debit yang melalui saluran kembali pada debit rencana
sesuai kemampuan saluran (Gambar 2.12).
Pada beberapa kondisi kemungkinan posisi permukaan air irigasi akan berada
diatas permukaan tanah setempat, namun dasar saluran berada pada elevasi dibawah
permukaan tanah. Hal ini dikatakan saluran punggung sebagian di atas galian dan
sebagian dalam galian (Gambar 2.14).
a. Saluran kwarter
Melayani pemberian air untuk satu kelompok petak irigasi yang secara
keseluruhan kelompok ini dinyatakan sebagai satu petak kwarter. Luas petak kwarter
bisa sampai 20 Ha. Petak-petak kwarter berupa sawah dan diperkenankan langsung
mengambil air dari saluran kwarter bersangkutan dengan alur atau pipa paralon atau
bambu debit saluran kwarter berkisar antara 10 sampai dengan 40 liter/detik.
Gambar 2.16 susunan saluran pada DI
b. Saluran tersier
Saluran ini melayani pemberian air untuk kelompok petak sawah yang
merupakan gabungan dua atau lebih petak kwarter. Air dari saluran tersier tidak boleh
diambil langsung untuk diberikan petak sawah sekalipun petak sawah tersebut
berdempetan dengan saluran. Saluran tersier hanya meneruskan air ke saluran kwarter
yang menjadi cabang dari saluran tersier itu sendiri. Luas suatu daerah irigasi tersier
biasanya tidak lebih dari 150 Ha dan debitnya kurang dari 300 liter/detik.
c. Saluran sekunder
Saluran ini berfungsi menyalurkan air ke saluran-saluran tersier yang menjadi
bagian dari kelompok petak sawah dalam sistim jaringan saluran tersebut. Saluran
sekunder mempunyai dimensi yang lebih besar dari saluran tersier. Debit saluran
umunya cukup besar karena melayani lebih dari satu petak tersier.
d. Saluran primer
Saluran ini melayani air untuk satu daerah irigasi dimulai dari bangunan
penangkap air sampai ujung hilir terakhir dimana saluran ini terbagi menjadi dua
saluran. Saluran primer sangat besar dimana lebar dasar saluran bisa mencapai 10 m
atau disebut Parit Raya.
2.8 Proses Terjadimya Saluran Irigasi
Dilihat dari proses terjadinya saluran irigasi dapat dibedakan menjadi:
a. Saluran alam
Terjadi secara alamiah dimana alur saluran terbentuk akibat adanya gerusan
oleh aliran air pada permukaan tanah. Saluran ini umunya mempunyai penampang
dan trace tidak teratur. Stabilitas lereng dan dasar saluran sudah terbentuk karena
tercapainya keseimbangan dimana tidak terjadi pengendapan atau sedimentasi terjadi
seimbang dengan butiran yang terangkut dari dasar saluran.
b. Saluran buatan
Saluran ini dibuat dengan dimensi dan bentuk penampangan saluran tertentu,
serta trace yang tertentu dan teratur mengarah ketempat tujuan pemberi air.
2.9 Nomenklatur / Aturan Tata Nama
Nomenklatur adalah nama-nama yang diberikan untuk saluran irigasi, saluran
pembuang, bangunan-bangunan dan daerah irigasi. Nama-nama yang berikan harus jelas,
logis, harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus
dipilih dan dibuat sedemikian rupa sehingga jika dibuat bangunan baru tidak perlu
mengubah semua nama yang sudah ada. Pemberian nama perlu ditunjukkan dalam peta
sedemikian rupa sehingga siapa saja yang terlibat dalam manajemen irigasi ini, dapat
dengan segera memahami struktur daerah irigasi yang bersangkutan.
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa
penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama atau
sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Contohnya adalah Daerah Irigasi
Jatiluhur atau Dl. Cikoncang Apabila ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi
tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terkenal di daerah-daerah
layanan setempat. Untuk pemberian nama-nama bangunan utama berlaku peraturan yang
sama seperti untuk daerah irigasi, misalnya bendung elak Cikoncang melayani D.I
Cikoncang. Sebagai contoh, lihat Gambar 2.2. Bendung Barang merupakan salah satu
dari bangunanbangunan utama di sungai Dolok. Bangunanbangunan tersebut melayani
daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama sesuai dengan nama-nama desa
utama di daerah itu.
(sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)
Untuk jaringan irigasi tersier, petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap
tersier dari jaringan utama. Misalnya petak tersier S1 ki mendapat air dari pintu kiri
bangunan bagi BS 1 yang terletak di saluran Sambak. Tata nama untuk jaringan tersier
sesuai penjelasan dibawah ini:
a. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara
kedua boks. misalnya (T1 - T2), (T3 - K1),(lihat Gambar 1.19).
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)
ANALISIS PERHITUNGAN