Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

RESUME HUKUM LAUT INTERNASIONAL


“Prinsip-Prinsip Pengukuran Laut dan Sejarah Rezim-Rezim
Hukum Laut”

DISUSUN

OLEH :

NAMA : NUR AZIS

NIM : 183124330070054

SEMESTER 7

UNIVERSITAS MPU TANTULAR


JAKARTA
2021-2022
“Prinsip-Prinsip Pengukuran Laut dan Sejarah Rezim-Rezim
Hukum Laut”

1. PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN LAUT.

Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 mengatur mengenai


beberapa hal, pertama mengenai laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk
mengukur lebar laut teritorial harus sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus,
mulut sungai dan teluk atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-
ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan tempat berlabuh di
tengah laut. Dan penerapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang
pantainya berhadapan atau berdampingan, harus dicantumkan dalam peta
dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya
(pasal 16 ayat 1).
Kedua, untuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif penarikan garis batas
terliat ZEE dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan
penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batass
ekonomi eksklusif antar negar yang pantainya berhadapan (opposite) atau
berdampingan (adjacent) harus dicantumkan pada pea dengan sekala yang
memadai untuk menentukan posisi nya (Pasal 75 Ayat 1).
Ketiga, untuk landas kontinen. Penarikan garis batas terluar landas
kontinen dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan
penentuan batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan
(opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan
skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (pasal 84 ayat
1).
Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada
negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen
hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS
jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di
Indonesia berupaya untuk melakukan submission ke PBB mengenai batas landas
kontinen Indonesia diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi
geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai
dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) juga melahirkan
delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu,
1. Perairan Pedalaman (Internal waters),
2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional,
3. Laut Teritorial (Teritorial waters),
4. Zona tambahan ( Contingous waters),
5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone),
6. Landas Kontinen (Continental shelf),
7. Laut lepas (High seas),
8..Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area).

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur juga pemanfaatan laut sesuai


dengan status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara
yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh
atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial;
sedangkan untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan
kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan
zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara manapun, sedangkan kawasan dasar
laut Internasioal dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.

2. Sejarah Rezim-rezim Hukum Laut.

Pada abad ke 16 dan ke 17, Negara-negara kuat maritim diberbagai


kawasan Eropa saling merebutkan dan memperdebatkan melalui berbagai cara
untuk menguasai lautan di dunia ini. Negara-negara tersebut yaiut adalah
Negara-negara yang terkenal kuat dan tangguh di lautan yaitu antara Spanyol
dan Portugis.
• Spanyol dan Portugis yang menguasai lautan berdasarkan perjanjian
Tordesillas thn 1494, ternyata memperoleh tantangan dari Inggris (di bawah
Elizabeth 1) dan Belanda.
• Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah
“codification conference” (13 Maret – 12 April 1930) di Den Haag, di bawah
naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara.
• Konferensi ini tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial
dan hak menangkap ikan dari negaranegara pantai pada zona tambahan. Ada
yang menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara), dan
4 mil.
Setelah perdebatan panjang dan tidak menemukan kata kesepakatan
diantara negara-negara yang bersengketa tentang wilayah maritim, maka PBB
yang sebelumnya bernama Liga Bangsa-Bangsa mengadakan konfrensi hukum
laut pertama pada tahun 1958 dan konfrensi hukum laut yang kedua pada tahun
1960 yaitu yang lebuh dikenal dengan istilah UNCLOS 1 dan UNCLOS 2.

Dalam konfrensi hukum laut pertama ini melahirkan 4 buah konvensi, dan
isi dari konvensi Unclos pertama ini adalah, yaitu:
1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan (convention on the
territorial sea and contiguous zone) belum ada kesepakatan dan diusulkan
dilanjutkan di UNCLOS II
2. Konvensi tentang laut lepas (convention on the high seas)
a. Kebebasan pelayaran
b. Kebebasan menangkap ikan
c. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa
d. Kebebasan terbang di atas laut lepas
3. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut
lepas (convention on fishing and conservation of the living resources of the
high sea)
4. Konvensi tentang landas kontinen (convention on continental shelf). Konvensi
ini telah disetujui.

Pada tanggal 17 Maret – 26 April 1960 kembali dilaksanakn konfrensi hukum


laut yang kedua atau UNCLOS II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan
zona tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan untuk mencapai
kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi.
Pada pertemuan konfrensi hukum laut kedua, telah disapakati untuk
mengadakan kembali pertemuan untuk mencari kesepakatan dalam pengaturan
kelautan maka diadakan kembali Konferensi Hukum Laut PBB III atau Unclos III
yang dihadiri 119 negara. Dalam pertemuan ini, disapakati 2 konvensi yaitu:
• Konvensi hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum
laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica (10 Desember1982),ditandatangani
oleh 119 negara.
• Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar: Amerika Serikat, Australia, Indonesia,
New Zealand, Kanada, Uni Soviet, Jepang, Brazil, Mexico, Chili, Norwegia, India,
Filipina, Portugal, dan Republik Malagasi.
Dalam dekade abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha untuk memperoleh
suatu himpunan tentang hukum laut, diantaranya:
1. Konferensi kodifikasi Den Haag (1930) di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa
2. Konferensi PBB tentang hukum laut I (1958) UNCLOS I
3. Konferensi PBB tentang hukum laut II (1960) UNCLOS II
4. Konferensi PBB tentang hukum laut III (1982) UNCLOS III
Kepentingan dunia atas hukum laut telah mencapai puncaknya pada abad
ke-20. Faktor-faktor yang mempengaruhi negaranegara di dunia membutuhkan
pengaturan tatanan hukum laut yang lebih sempurna adalah:
• Modernisasi dalam segala bidang kehidupan
• Tersedianya kapal-kapal yang lebih cepat
• Bertambah pesatnya perdagangan dunia
• Bertambah canggihnya komunikasi internasional
• Pertambahan penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya
perhatian pada usaha penangkapan ikan.

Dari penjelasan-penjelasan sejarah konfrensi hukum laut diatas, terdapat


4 pengaturan hukum laut internasional yang telah disepakati oleh beberapa
Negara dalam konvensi-konvensi yang selanjut nya dikatakan sebagai rezim-
rezim hukum laut.
Daftar Pustaka

Peter Malacz Akehurst’s, Modern Introduction to International Law karangan


Routledge Press London, UK pada tahun 2003 (The Law of The Sea).

Anda mungkin juga menyukai