Anda di halaman 1dari 4

Karakteristik Kelompok atau

Partikularisme dan Ekslusivisme Kelompok


Tahukah Anda apa itu partikularisme dan Ekslusivisme? Menurut Edward T. Hall,
Partikularisme adalah sikap seseorang yang lebih mengedepankan aspek-aspek personal
dalam berhubungan dengan orang lain, dan lebih dilandasi dengan alasan emosional
dibanding dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan ekslusivisme adalah paham yang
mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat. Karakteristik suatu
kelompok tentu dipengaruhi oleh dasar pembentukannya. Lalu apa saja yang mempengaruhi
partikularisme dan ekslusivisme suatu kelompok soial? Simaklah pembahasannya berikut ini:
1. Perubahan Kelompok Sosial
Sifat dari kelompok sosial adalah dinamis artinya kelompok sosial selalu mengalami
perubahan dan perkembangan. Hal ini terjadi disengaja atau tidak disengaja. Pada dasarnya
setiap kelompok sosial pasti akan mengalami suatu konflik. Pertentangan terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok tersebut. Setia orang
ataupun suatu golongan di dalam sebuah kelompok pasti ingin mendapatkan kekuasaan di
dalam kelompoknya. Hal itu bisa mereka lakukan meski harus mengorbankan orang lain atau
golongan yang lain. Selain kekuasaan, konflik juga bisa disebabkan oleh adanya ketidakadilan
ataupun oleh perbedaan paham dalam mencapai tujuan kelompoknya.
Perubahan kelompok sosial bisa disebabkan oleh adanya faktor dari luar, misalnya
adanya ancaman secara fsik ataupun secara sosial. Jika hal itu tejadi akan memperkuat rasa
persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan diri sendiri. Kehadiran
musuh bersama ataupun dengan mengadakan kambing hitam akan mendorong suatu
kelompok untuk melawannya secara bersama-sama.
2. Dimensi Hubungan Antarkelompok
Manusia adalah makhluk sosial dimana mereka selalu membutuhkan orang lain. Manusia
selalu berinteraksi untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Interaksi ini yang
menimbulkan kelompok sosial di dalam masyarakat. Hubungan antarkelompok sosial bisa
menciptakan kerjasama maupun konflik. Menurut Kincloch, dalam melakukan hubungan
antarkelompok terdapat beberapa kriteria yaitu:
a. Kriteria fisiologis yaitu kriteria yang didasarkan pada persamaan jenis kelamin, usia
maupun ras.
b. Kriteria kebudayaan yaitu kriteria yang mencakup kelompok diikat oleh persamaan
kebudayaan seperti kebudayaan Sunda, Minangkabau, ataupun Dayak.
c. Kriteria ekonomi yaitu kriteria yang didasarkan atas persamaan ekonomi. Misalnya orang
kaya dengan orang kaya.
d. Kriteria pelaku yaitu kriteria atas dasar persamaan fisik seperti cacat fisik, cacat mental,
dan berbagai penyimpangan terhadap aturan masyarakat.
Kriteria-kriteria dalam melakukan hubungan sosial akan melahirkan dimensi-dimensi
tertentu dalam mengamati hubungan antarkelompok. Dimensi-dimensi tersebut antaralain
sebagai berikut:
a. Dimensi Sejarah
Dalam dimensi sejarah ada tiga hal yang bisa kita jadikan sebagi sudut pandang yaitu
stratifikasi etnik, stratifikasi jenis kelamin dan stratifikasi usia. Pada stratifikasi etnik
hubungan sosial sangat dipengaruhi oleh etnsentrisme, persaingan, dan perbedaan
kekuasaan. Stratifikasi usia, hubungan sosial sangat dipengaruhi oleh kekuasaan, hak
istimewa dan prestise. Stratifikasi etnik bisa dilihat bagaimana hubungan antara ras hitam
dan ras putih. Pengaruh-pengaruh tersebut akan semakin menghilang seiiring dengan
bertambahnya usia. Kemudian, stratifikasi jenis kelamin dipengaruhi oleh pembagian kerja
antara laki-laki dan perempuan. Contoh proses ini yaitu pembagian kerja pada zaman
penjajahan Belanda.
b. Dimensi Sikap
Dalam hubungan kelompok sosial pasti terdapat suatu prasangka dan stereotip. Kedua
hal itu pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu tentang sikap. Prasangka merupakan
pandangan yang tidak dilandasi oleh pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang
memadai. Contoh prasangka yaitu ketika kita menganggap orang-orang dari suku tertentu
sebagai orang yang pelit, kasar dan agresif. Prasangka bisa kita artikan sebagai
antagonisme dan antipati.
Pandangan yang kedua adalah streotip yang merupakan suatu citra yang kaku
mengenai suatu kelompok rasa atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran
citra tersebut. Hal ini diperparah oleh sikap yang cenderung terlalu menyederhanakan dan
tidak peka terhadap berbagai fakta. Meskipun demikian stereotip memiliki dua bentuk
yaitu bentuk positif misalnya wanita adalah seorang yang lemah lembut, cantik, penyayang
dan keibuan, sedangkan yang negatif misalnya adalah orang yang memakai tattoo di
tubuhnya sering dicap tidak baik oleh masyarakat.
c. Dimensi Institusi
Dimensi institusi memandang kelompok sosial berdasarkan tujuan didirikannya,
misalnya institusi politik dan ekonomi. Pada kehidupan masyarakat, institusi dapat
berperan untuk memperkuat pengendalian sosial, sikap dan hubungan antarkelompok. Di
dalam institusi, hubungan masyarakat bersifat birokratis dan tidak ada hubungan yang
bersifat personal. Misalnya seorang kasir bank tidak perlu mengenal orang-orang yang
berasal dari instansi lainnya ataupun konsumen yang ia layani.
d. Dimensi Gerakan Sosial
Pada saat melakukan hubungan antarkelompok pasti akan terjadi suatu gerakan sosial.
Hal itu bisa disebabkan oleh orang-orang yang menginginkan adanya perubahan maupun
yang ingin mempertahankan kondisi yang sudah tercipta atau sesuai dengan tradisi.
3. Terbentuknya Norma Kelompok
Setiap kelompok akan mempunyai norma-norma yang dibentuk melalui kesepakatan
bersama. Norma ini yang akan mempengaruhi perilaku dalam kelompok tersebut. Adanya
norma akan memberikan suatu pandangan kepada kelompok untuk membedakan perilaku
mana yang dianggap pantas atau tidak pantas untuk dijalankan oleh para anggotanya. Norma
yang ada di dalam kelompok dapat berupa keharusan, anjuran maupun larangan. Kesepakatan
yang telah dibentuk muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di antara anggota
kelompok. Ketika seseorang berperilaku tertentu maka pihak lain akan menilai
kepantasannya.
4. Pola Hubungan Antarkelompok Sosial
Hubungan antarkelompok berlangsung dengan berbagai cara, mulai dari persahabatan
dan perkawinan campuran sampai permusuhan. Dalam interaksi antarkelompok tentu akan
menciptakan suatu pola-pola hubungan yang khas seperti:
a. Amalgamasi (penggabungan), terjadi ketika kelompok mayoritas dan kelompok minoritas
bergabung membentuk grup baru. Melalui perkawinan campur selama beberapa generasi,
berbagai kelompok dalam masyarakat bergabung membentuk grup baru. Melalui
perkawinan campuran beberapa generasi, berbagai kelompok dalam masyarakat bergabung
membentuk grup baru.
b. Asimilasi adalah proses dimana seseorang meninggalkan tradisi budayanya sendiri untuk
menjadi bagian dari sebuah budaya yang berbeda. Umumnya, hal ini dilakukan oleh
anggota kelompok minoritas yang ingin menyesuaikan dengan standar kelompok dominan.
c. Segregasi mengacu pada pemisahan fisik dua kelompok orang dalam hal tempat tinggal,
tempat kerja, dan kegiatan sosial. Umumnya kelompok dominan memaksakan pola
tersebut pada kelompok minoritas. Contoh segregrasi pernah terjadi pada masyarakat
Afrika Selatan yang lebih dikenal sebagai Apartheid. Saat itu pemisahan untuk warga kulit
putih dan warga kulit hitam sangat jelas dilakukan, baik di bus, restoran hingga toilet.
d. Pluralisme didasarkan pada saling menghargai budaya di antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pola ini memungkinkan kelompok minoritas untuk mengekspresikan
kebudayaannya dan masih bisa berpartisipasi tanpa prasangka dalam masyarakat yang
lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai