Anda di halaman 1dari 8

PERBANDINGAN PENYUSUTAN LUKA BAKAR DERAJAT II DENGAN

PEMBERIAN EKSTRAK MENTIMUN (Cucumis Sativus) DAN SALEP


SILVER SULFADIAZINE 1% PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus
Norvegicus)

Ikhsan Wahyu Nugroho1


1
Fakultas kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang
Email : ikhsanwahyunugroho.unimus@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang : Luka bakar adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas
yang tinggi, senyawa kimia, listrik, radioaktivasi dan eksposure berlebihan oleh sinar
matahari. Mentimun mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang
meningkatkan angiogenesis dan merangsang pembentukan kolagen yang berperan
dalam proses penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan
pengaruh pemberian ekstrak mentimun terhadap penyembuhan luka bakar derajat II.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode Post Test Only Control Group Design.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 30 ekor., sampel dibagi dalam 3
kelompok yaitu tanpa perlakuan (K), diberi ekstrak mentimun (P1), dan diberi salep
silver sulfadiazine 1% (P2) di berikan perlakuan selama 30 hari. Data dianalisis
dengan uji Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan uji statistika Mann Withney.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai uji kruskal wallis pada hari ke 5
p=0,003 (p<0.05), pada hari ke 10 p=0,001 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat
perbedaan bermakna pada tiap kelompok. Untuk uji Mann Whitney menunjukan hasil
P1 terhadap P2 adalah p=0,007 (P<0,05) sehingga terdapat perbedaan bermakna
antara P1 dan P2 pada hari ke-10.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok ekstrak


mentimun (Cucumis Sativus) dan salep Silver Sulfadiazine 1% pada tikus putih jantan
(Rattus Norvegicus) pada hari ke-10.

Kata kunci : luka bakar, ekstrak mentimun, salep silver sulfadiazine 1%


COMPARATIVE DEPRECIATION of THE DEGREE of BURNS II WITH the
INTRODUCTION of Cucumber EXTRACT (Cucumis Sativus) AND SILVER
SULFADIAZINE OINTMENT 1% IN MALE WHITE RATS (Rattus
Norvegicus)
Ikhsan Wahyu Nugroho1
1
Faculty of Medicine, Universitas Muhammadiyah Semarang
Email: ikhsanwahyunugroho.unimus@gmail.com

ABSTRACT
Background: Burns are tissue damage caused by high heat, chemical compounds,
electricity, radioactivation and excessive exposure to sunlight. Cucumber contains
flavonoids and saponins which increase angiogenesis and stimulate collagen
formation which plays a role in the wound healing process. The purpose of this study
was to prove the effect of cucumber extract on healing second degree burns.

Methods: This study uses the Post Test Only Control Group Design method. The
sample used in the study was 30 individuals. The samples were divided into 3 groups,
namely without treatment (K), given cucumber extract (P1), and given 1% silver
sulfadiazine ointment (P2) and treated for 30 days. The data were analyzed using the
Kruskal Wallis test and then continued with the Mann Withney statistical test
Result: The results show that the crucial test value of Wallis on day 5 p = 0,003 (P <
0.05), on day 10 p = 0.001 (P < 0.05) indicating there is a meaningful difference in
each group. For a test of Mann Whitney showing the results of P1 against P2 was P =
0,007 (P < 0.05) So there was a meaningful difference between P1 and P2 on the 10th
day.
Conclusion: There was a significant difference between the cucumber extract
(Cucumis Sativus) and Silver Sulfadiazine 1% ointment in male white rats (Rattus
Norvegicus) on days 10.

Keywords: burns, cucumber extract, silver sulfadiazine ointment 1%


1. PENDAHULUAN
Luka bakar adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas yang
tinggi, senyawa kimia, listrik, radioaktivasi dan eksposure berlebihan oleh
sinar matahari.(Rs Mohill,2012) Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor)
tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai
macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus.(Effendi,1999)
Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2013 mencatat, luka
bakar menempati urutan keenam penyebab cedera tidak disengaja
(unintentional injury) dengan tingkat prevalensi 0,7 persen dari jumlah
penduduk Indonesia dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5%
dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi
adalah Papua (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%), sedangkan prevalensi di
Jawa Tengah sebesar 0.6%.(Depkes RI,2013)
Luka bakar berdasarkan kedalaman dibagi menjadi: derajat I, derajat II
dan derajat III. Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis yang ditandai
dengan hiperemis, kering dan nyeri. Luka bakar derajat II superfisial meluas
ke epidermis dan sebagian lapisan dermis yang disertai lepuh dan sangat
nyeri. Luka bakar derajat III meluas ke epidermis, dermis, dan jaringan
subkutis, seringkali kapiler dan vena hangus dan darah ke jaringan tersebut
berkurang. Secara klinis ditandai dengan tampak putih, kasar dan mati rasa.
(Corwin,2000)
Silver sulfadiazin 1% (SSD 1%) merupakan bahan yang biasa digunakan
sebagai agen topikal pada luka bakar.(Bare & Smeltzer,2002) Selain efektif
terhadap luka bakar, bahan ini juga diketahui memiliki efek samping. Menurut
Tsauri menyebutkan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan agar
perawatan terhadap luka tidak banyak menimbulkan efek samping adalah
dengan menggunakan bahan-bahan dari alam. Keunggulan pengobatan alami
adalah bahan mudah didapat, ekonomis, mudah digunakan, dan hanya
menimbulkan efek samping minimal.(Tsauri,2008)
Mentimun mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai sintesis
kolagen dan sebagai anti-oksidan.(Hernani Dan Raharjo,2006) Mentimun
mengandung senyawa flavonoid dan saponin. Kandungan flavonoid pada
mentimun dapat mempercepat penyembuhan luka pada tikus dengan cara
mempercepat proses epitelisasi dan kontraksi luka.(Patil,2011) Kandungan
saponin dapat berfungsi sebagai antibakteri, antiseptik, antijamur, dan juga
merangsang pembentukan kolagen.(Afrianti,2013)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat ekstrak mentimun
terhadap penyembuhan luka bakar derajat II. Pada penelitian ini dilakukan
pada luka bakar derajat II karena, luka bakar derajat II dapat sembuh bila
dilakukan pengobatan topikal atau tanpa dilakukan operasi.
2. METODE
Pemeliharaan Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan metode Post Test Only Control Group Design.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium FMIPA Universitas Negeri
Semarang dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret
2020. Subjek pada penelitian ini adalah tikus wistar putih jantan yang dengan
usia 2-3 bulan. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 30 ekor.,
sampel dibagi dalam 3 kelompok yaitu tanpa perlakuan (K), diberi ekstrak
mentimun (P1), dan diberi salep silver sulfadiazine 1% (P2) di berikan
perlakuan selama 30 hari.

Pembuatan Ekstrak
Ekstrak mentimun 10% dibuat dengan menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 96%. Buah mentimun dicuci dengan larutan garam,
kemudian dibilas dengan air mengalir, dan diiris tipis. Buah mentimun yang
sudah diiris kemudian dikeringkan selama 2-3 hari dalam suhu ruangan dan
dijauhkan dari cahaya matahari langsung. Setelah itu, mentimun yang sudah
kering di blender dan diayak dengan saringan agar diperoleh serbuk yang
lebih halus. Serbuk tersebut kemudian direndam atau dimaserasi dalam etanol
96% selama kurang lebih 48 jam dengan diaduk sesekali. Hasil maserasi
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan hasil penyaringan
tersebut kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor sehingga
didapatkan ekstrak kental mentimun, kemudian dicampur dengan basis gel
berupa vasseline sehingga menghasilkan ekstrak dalam bentuk sediaan salep.
(Lucky Puspitasari,2015)

Pembuatan Luka Bakar


Sebelum dilakukan pembuatan luka bakar, bulu di sekitar area perlukaan
dicukur terlebih dahulu. Sebelum pencukuran, tikus dianastesi menggunakan
ketamin (50mg/kg) dan xylazin (5mg/kg) intramuskular. Setelah prosedur
pencukuran selesai, tikus dikembalikan ke kandang selama 24 jam untuk
membiarkan reaksi edema menghilang akibat proses pencukuran. Setelah 24
jam dilakukan anastesi kembali dengan ketamin (50mg/kg) dan xylazin
(5mg/kg) intramuskular per ekor tikus agar tikus tidak terlalu merasakan sakit
saat pembuatan luka bakar derajat II. Luka bakar didapatkan dari logam bulat
berdiameter 10 mm. Logam tersebut dipanaskan dengan suhu 98 oc selama 3
menit, selanjutnya logam tersebut ditempelkan pada kulit tikus yang telah
dicukur selama 10 detik. (Lucky Puspitasari,2015)

3. HASIL
Pada penelitian ini analisis bivariat yang digunakan untuk melihat rerata
perbedaan persentase penyusutan diameter luka antar kelompok perlakuan
adalah uji non parametrik Kruskal Wallis karena persentase pentupan diameter
luka dengan sebaran data tidak normal yaitu data pada hari ke-5, 10, dan 15.
Hasil analisis bivariat persentase penyusutan diameter luka disajikan pada
tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil uji Kruskal Wallis perbedaan penyusutan luka bakar

Kelompok perlakuan Jumlah (ekor) Nilai P


Hari ke-5 Kontrol 10
Ekstrak 10 0,003
Silver sulfadiazine 1% 10

Hari ke-10 Kontrol 10


Ekstrak 10 0.001
Silver sulfadiazine 1% 10

Hari ke-15 Kontrol 10


Ekstrak 10 0,995
Silver sulfadiazine 1% 10

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat di atas, dapat disimpulkan bahwa


pada hari ke-5 dan 10 ditemukan perbedaan bermakna dari persentase
penutupan luka bakar antar kelompok percobaan (p<0,05). Perbandingan
persentase penyusutan diameter luka disajikan dalam gambar dibawah ini
Gambar 4.1 perbandingan penyusutan luka bakar pada kelompok perlakuan

Kemudian dilanjutkan uji statistik untuk mengetahui perbedaan yang


bermakna antara masing-masing kelompok perlakuan menggunakan uji
statistika Mann Whitney.

Tabel 4.4 Hasil uji perbedaan penyusutan luka bakar antar kelompok
perlakuan
Silver
Hari Kelompok Ekstrak
sulfadiazine 1%

Hari ke 5 Kontrol 0,002* 0,011*


Ekstrak – 0,364

Hari ke 10 Kontrol 0,001* 0,006*


Ekstrak – 0,007*

Berdasarkan tabel 4.4 terdapat perbedaan yang bermakna pada hari ke 5


antara kelompok kontrol (K) dengan ekstrak mentimun (P1) nilai (P=0,002),
kelompok kontrol (K) dengan Silver sulfadiazine 1% (P2) nilai (P=0,011),
pada hari ke 10 antara kelompok kontrol (K) dengan ekstrak (P1) nilai
(P=0,001), kelompok control (K) dengan Silver sulfadiazine 1% (P2) nilai
(P=0,006), kelompok ekstrak (P1) dengan Silver sulfadiazine 1% (P2) nilai
(P=0,007).
4. PEMBAHASAN
Pada analisis bivariat persentase penyusutan diameter luka pada masing-
masing kelompok percobaan menggunakan uji analisis One-way ANOVA dan
Kruskal Wallis, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar
kelompok perlakuan lainnya. Perbedaan ini terjadi pada hari ke-5 dan 10. Hal
ini menunjukkan bahwa perbedaan terjadi pada fase inflamasi dan proliferasi.
Fase inflamasi terjadi pada hari ke-3 atau 4 yang ditandai dengan adanya
eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit.(Moenadjat,2003) Sedangkan
pada fase proliferasi dimulai dari hari ke-4 hingga 21. Pada fase ini terjadi
proses reepitelisasi, pembentukan jaringan granulasi oleh fibroblas, dan
angiogenesis. Proses pertama adalah reepitelisasi yang ditandai migrasi
keratinosit ke daerah luka yang dipengaruhi oleh regresi jaringan desmosom,
terbentuknya filamen aktin di dalam sitoplasma keratinosit, dan interaksi
dengan protein sekretori. Jaringan granulasi yang kaya akan jaringan
fibroblas, makrofag, dan sel endotel mulai terbentuk pada hari ke-4 pasca
trauma.(Hidayat,2013)
Masalah yang sering menyebabkan proses penyembuhan luka menjadi
lama adalah infeksi oleh bakteri asing yang memperpanjang fase inflamasi
dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat karena rusaknya pembuluh darah
perifer. Selain itu lambatnya proses re-epitelisasi, proliferasi fibroblas, dan
pembentukan kolagen juga menjadi faktor yang memperlambat kesembuhan
luka.(Rowan,2015) Kandungan mentimun berupa asam laktat, asam glikolat,
dan asam salisilat diduga sebagai komponen yang dapat memicu percepatan
dalam penyembuhan luka bakar. Asam laktat berperan dalam proses
pigmentasi, asam glikolat berperan dalam pembentukan kolagen dan sintesis
glikosaminoglikan, dan asam salsilat berfungsi sebagai agen keratolitik,
antiseptic, anti inflamasi, dan anti nyeri.(Moenadjat,2003)
Selain itu yang mempengaruhi percepatan penyembuhan luka adalah
bentuk sediaan berupa gel. Bentuk sediaan ini mampu menjaga kelembaban
luka, sehingga sesuai dengan prinsip moist wound healing. Kondisi luka yang
lembab akan merangsang pembentukan growth factor oleh makrofag
diantaranya seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblast
growth factor (FGF)-2, angiopoietin-1, dan thrombospodin akan
menstimulasi sel endotel membentuk neovaskuler melalui proses
angiogenesis.(Hidayat,2013)

5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa pemberian ekstrak
mentimun (Cucumis Sativus) memiliki pengaruh terhadap penyusutan luka
bakar pada tikus putih jantan (Rattus Norvegicus), proses re-epitelisasi terjadi
pada hari ke-5 dan 10,serta terdapat perbedaan penyusutan diameter luka
bakar derajat II antara pemberian ekstrak mentimun (Cucumis Sativus) dan
salep Silver Sulfadiazine 1% pada tikus putih jantan (Rattus Norvegicus).

DAFTAR PUSTAKA
1. Mohill Rs. (2012) “Classification Of Wounds. Principles And Practice Of
Wound Care”. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher, 42-49
2. Effendi, C. (1999) ”Perawatan Pasien Luka Bakar”. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 5-6
3. Depkes RI. (2013) ”Riset Kesehatan Dasar”. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
4. Corwin. (2000) ”Buku Saku Patofisiologi”. Jakarta: EGC.
5. Bare & Smeltzer. (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih Bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 Vol.3”. Jakarta: EGC.
6. Tsauri. (2008) “Ramuan Tradisional Madura”. Surabaya: Agromedia
Pustaka.
7. Hernani Dan Raharjo,M. (2006) “Tanaman Berkhasiat Antioksidan”. Jakarta:
Penebar Swadaya.
8. Patil Mvk, Kandhare Ad, Bhise Sd. (2011) “Pharmacological Evaluation Of
Ameliorative Effect Of Aqueous Extract Of Cucumis Sativus L. Fruit
Formulation On Wound Healing In Wistar Rats”. Asian Pacific Journal Of
Tropical Biomedicine”, 207-213.
9. Afrianti, Leni Herliana. (2013) “Teknologi Pengawetan Pangan”. Bandung:
Alfabeta.
10. Puspitasari, Lucky. (2015) “Pengaruh Ekstrak Dan Serbuk Mentimun
Terhadap Jumlah Penyusutan Makrofag Pada Penyembuhan Luka Bakar
Derajat Ii Pada Tikus Wistar”. Jawa Timur: UNNEJ.
11. Moenadjat,Y. “Pengetahuan Klinis Praktis Luka Bakar”. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.
12. Hidayat, T.S.N. (2013) “Peran Topikal Ekstrak Gel Aloe Vera Pada
Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dalam Pada Tikus”. Skripsi: Fakultas
Kedokteran. Surabaya : Universitas Airlangga.
13. Rowan MP. (2015),“Burn wound healing and treatment: review and
advancements”. Biomed Central. 19(1):243-54.

Anda mungkin juga menyukai