Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

SIFAT DASAR NEGOSIASI BISNIS

Dosen : Citra Rizkiana, SE, MM

Disusun Oleh :

1. Ainun Naimus Saadah ( B.111.19.0116 )


2. Mita Mawardani ( B.111.19.0130 )
3. Nurma Anindya Putri ( B.111.19.0132 )
4. Selvi Yuliana ( B.111.19.0138 )
5. Febri Alistia ( B.111.19.0139 )
6. Ali Nurdin ( B.111.19.0142 )
7. Dela Anggun Mayasari ( B.111.19.0143 )
8. Witri Anjar Sari ( B.111.19.0152 )
9. Mutiara Mukaromah ( B.111.19.0153 )

UNIVERSITAS SEMARANG,

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
komunikasi interpersonal dalam bisnis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.      

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Semarang , 24 November 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Negosiasi merupakan suatu proses komunikasi, Menurut Hartman bahwa
negosiasi merupakan suatu proses komunikasi antara dua pihak yang masing-masing
mempunyai tujuan dan sudut pandang mereka sendiri, yang berusaha
mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak mengenai masalah yang
sama.Untuk dapat menyelesaikan negosiasi dengan baik dibutuhkan sifat-sifat yang
menunjang yang harus dimiliki oleh seorang negosiastor agar dapat berjalan sesuai
dengan tujuan. Ini merupakan salah satu kegiatan dalam bisnis yang
s a n g a t menunjang keberhasilan. Salah satu karakteristik dari situasi negosiasi
adalah kebutuhan akan sifatdalam negosiasi untuk mencapai tujuan atau hasil
yang mereka inginkan. Artinya,harus saling berkoordinasi untuk mencapai
tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih untuk bekerja sama karena hasil
yang mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja sendiri. Namun
pihak yang terbiasa bekerja sendiri jugadapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri
tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain.

2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari negosiasi
2. Bagaimana sifat-sifat dasar negosiasi
BAB I I

PEMBAHASAN

Negosiasi adalah “bentuk pengambilan keputusan dimana dua pihak atau lebih berbicara satu
sama lain dalam upaya untuk meyelesaikan kepentingan perdebatan mereka” (Pruitt, 1981,
hml.xi). Banyak orang yang mengasumsikan bahwa “jantung negosiasi” adalah proses memberi
dan menerima yang digunakan untuk mencapai kesepakatan. Sementara proses memberi dan
menerima sangat penting, negosiasi merupakan proses sosial yang sangat kompleks; banyak
faktor penting yang membentuk hasil negosiasi tidak tejadi selama negosiasi; mereka terjadi
sebelum pihak – pihak yang ada melakukan negosiasi, atau bentuk konteks di sekitar negosiasi.

Negosiasi terjadi untuk beberapa alasan : (1) menyetujui bagaimana cara cara membagi
sebuah sumber yang terbatas, seperti tanah atau properti, atau waktu; (2) menciptakan sesuatu
yang baru dimana kedua belah pihak akan melakukannya dengan cara mereka sendiri, atau (3)
menyelesaikan masalah atau perselisihan antara kedua belah pihak.

Terkadang orang – orang gagal untuk bernegosiasi karena mereka tidak menyadari bahwa
mereka dalam situasi bernegosiasi. Dengan memilih pilihan – pilihan lain pada negosiasi, mereka
mungkin gagal untuk mencapai tujuan mereka, mendapatkan apa yang mereka perlukan, atau
mengatur masalah – masalah sebaik yang mereka inginkan. Orang – orang mungkin menyadari
kebutuhan bernegosiasi, tetapi melakukannya dengan buruk karena mereka salah memahami
proses dan tidak memiliki keahlian bernegosiasi.

2.1. Karakteristik Situasi Negosiasi

Seperti yang kita definisikan sebelumnya, negosiasi adalah proses dimana dua atau lebih
pihak berusaha untuk menyelesaikan kepentingan mereka yang bertentangan. Jadi, seperti apa
yang kita tunjukkan di bab ini, negosiasi adalah salah satu dari beberapa mekanisme dimana
orang dapat menyelesaikan konflik. Situasi negosiasi pada dasarnya memiliki karateristik yang
sama, apakah negosiasi perdamaian antar negara – negara perang, negosiasi bisnis antara penjual
dan pembeli atau buruh dengan manajemen, atau tamu yang marah mencoba untuk mengetahui
bagaimana mendapatkan airpanas untuk mandi sebelum wawancara penting. Mereka yang telah
menulis secara ekstensif tentang negosiasi berpendapat bahwa terdapat beberapa karakteristik
umum untuk semua situasi negosiasi.

1. Terdapat dua atau lebih pihak – yaitu, dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi.

2. Terdapat konflik kebutuhan dan keinginan antara dua belah pihak atau lebih – yaitu, apa
yang di inginkan adalah tidak selalu menjadi keinginan orang lain dan para pihak harus
mencari cara untuk menyelesaikan konflik tersebut.

3. Para pihak bernegosiasi dengan pilihan! Artinya, mereka bernegosiasi karena mereka
berfikir mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang lebih baik dengan melakukan negosiasi
dari pada sekedar menerima apakah sisi lain secara sukarela akan memberikan mereka atau
membiarkan mereka memiliki.

4. Ketika kita bernegosiasi, kita mengharapkan proses “memberi dan menerima” yang
mendasar untuk definisi sendiri. Kita berharap bahwa kedua belah pihak akan memodifikasi
atau mengubah pernyataan awal mereka, permintaan atau tuntunan. Meskipun pada awalnya
kedua belah pihak berpendapat keras untuk apa yang mereka inginkan. Masing-masing
mendorong pihak lain untuk melakukan langkah pertama. Pada akhirnya kedua belah pihak
merubah posisi awal mereka dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Gerakan ini
mugkin menuju ke posisi tengah mereka, yang disebut juga dengan kompromi. Negosiasi
yang benar-benar kreatif mungkin tidak memerlukan kompromi, tapi bagaimanapun juga
sebaliknya, pihak- pihak dapat menciptakan solusi yang memenuhi tujuan semua pihak.

5. Para pihak lebih suka bernegosiasi dan mencari kesepakatan daripada melawan secara
terbuka, satu sisi mendominasi dan sisi lain menyerah, memutuskan kontak secara tetap, atau
membawa perselisihan mereka pada otoritas yang lebih tinggi untuk mengatasinya. Negosiasi
terjadi ktika pihak-pihak lebih memilih untuk menciptakan solusi mereka sendiri demi
menyelesaikan konflik, ketika tidak ada seperangkat aturan atau prosedur yang tetap atau
dibuat untuk menyelesaikan konflik, atau ketika mereka memilih untuk mengabaikan aturan-
aturan tersebut.

2.2. Saling Ketergantungan

Salah satu karakteristik kunci dari situasi negosiasi adalah bahwa pihak – pihak saling
membutuhkan untuk mencapai tujuan atau hasil yang mereka inginkan. Artinya, mereka harus
saling berkoordinasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih untuk bekerja
sama karena hasil yang mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja sendiri. Ketika
pihak – pihak yang ada saling bergantung satu sama lain untuk mencapai hasil yang diinginkan
sendiri, maka mereka saling bergantung.

Kebanyakan hubungan antara pihak dapat dicirikan dalam salah satu dari tiga cara : mandiri,
tergantung, atau saling tergantung. Pihak yang mandiri dapat memenuhi kebutuhan mereka
sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain; mereka dapat relatif terpisah, acuh tak acuh,
dan tidak terlibat kepada orang lain. Pihak yang tergantung harus mengandalkan orang lain untuk
apa yang mereka butuhkan; karena mereka mememerlukan bantuan, kebijakan, atau kerjasama
yang lain, pihak yang tergantung harus menerima dan mengakomodasi keinginan penyedia dan
keistimewaan tersebut. Pihak yang saling tergantung, bagaimanapun, adalah ditandai oleh tujuan
pihak saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan mereka.

 Jenis Saling Ketergantungan yang Mempengaruhi Hasil

Saling ketergantungan atas tujuan masyarakat, dan struktur situasi dimana mereka akan
bernegosiasi, membentuk proses negosiasi dan hasil. Ketika tujuan dari dua atau lebih orang
saling berhubungan, sehingga hanya satu yang dicapai dalam tujuan seperti mengikuti
perlombaan dimana hanya akan ada satu pemenang, ini adalah situasi yang kompetitif, juga
dikenal sebagai situasi zero-sum atau distributif, dimana “individu sangat terhubung bersama –
sama sehingga dapat berkorelasi negatif diantara pencapaian tujuan mereka” (Deutsch,
1962,hml.276).

Situasi zero-sum atau distributif juga terdapat pada saat pihak sedang berusaha untuk
membagi sumber yang terbatas atau langka, seperti saham uang, blok waktu tertentu, dan
sejenisnya. Untuk tingkat dimana satu orang mencapai tujuannya, pencapaian tujuan lainnya di
blockir. Sebaliknya, ketika tujuan pihak – pihak saling terkait, mencapai tujuan seseorang
membantu orang lain untuk mencapai tujuan mereka, hal tersebut adalah situasi saling
menguntungkan, jufa dikenal sebagai situasi non-zero-sum atau integratif, dimana korelasi
positif antara pencapaian tujuan kedua belah pihak. Jika satu orang adalah komposer musik besar
dan lainnya adalah seorang penulis lirik hebat, mereka dapat menciptakan musical Brodway
yang menakjubkan bersama – sama. Musik dan kata – kata mungkin terpisah dengan baik,
namun fantastis jika digabungkan. Untuk tingkat bahwa satu orang mencapai tujuannya, tujuan
lain tidak selalu diblokir, dan mungkin sebenarnya secara signifikan ditingkatkan.

2. 3. Penyesuaian Timbal Balik

Ketika pihak – pihak saling bergantung, mereka harus menemukan cara untuk
menyelesaikan perbedaan mereka. Kedua pihak dapat mempengaruhi hasil keputusan yang lain,
dan keputusan serta hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Penyesuaian timbal
balik ini salin berlanjut sepanjang kegiatan negosiasi sebagai aksi kedua belah pihak dalam
memengaruhi yang lain berlangsung. Pentingnya untuk bahwa mennyadari negosiasi adalah
proses yang berubah dari waktu ke waktu, dan penyesuaian timbal balik adalah salah satu
penyebab utama dari perubahan yang terjadi selama negosiasi.

2.4. Penyesuaian Timbal Balik dan Pembuatan Konsesi

Negosiasi serig dimulai dengan pernyataan posisi awal. Setiap pihak menyatakan proposal
pemukiman yang paling disukai, berharap bahwa pihak lain akan menerimanya, tetapi tidak
benar – benar percaya bahwa kata sederhana “ya” akan datang dari sisi lain (ingat definisi
elemen kunci negosiasi kita sebagai harapan memberi dan menerima). Jika proposal tidak siap
diterima oleh yang lain, negosiator mulai mempertahankan proposal awal mereka sendiri dan
mengkritik proposal orang lain dan mungkin juga mengandung perubahan posisi sendiri. Konsesi
membatasi berbagai pilihan dimana solusi atau kesepakatan tercapai; ketika pihak – pihak
membuat konsesi, rentang tawar – menawar (perbedaan antara pemukiman yang disukai dan di
terima) lebih lanjut di batasi.

2.5. Dua Dilema dalam Penyesuaian Timbal Balik

Memutuskan bagaimana mengunakan konsesi sebagai sinyal ke sisi lain dan mencoba untuk
membaca sinyal dalam konsesi yang lain adalah bukan tugas yang mudah, terutama bila terdapat
kepercayaan diantara negosiator. Dua dari dilema negosiator hadapi, yang di definisikan oleh
Harold Kelly (1966), membantu menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi. Dilema pertama,
dilema kejujuran,fokus pada beberapa banyak kebenaran untuk memberitahu pihak lain. Di sisi
lain, memberitahu pihak lain tentang situasi anda dapat memberikan orang tersebut kesempatan
untuk mengambil keuntungan dari anda. Di pihak lain, tidak mengatakan apa pun pada orang lain
tentang kebutuhan dan keinginan Anda dan dapat menyebabkan kebuntuan. Hanya beberapa
banyak kebenaran yang harus Anda beritahukan pda pihak lain? Jika sue memberitahu Max
bahwa ia akan bekerja untuk $50.000, namun ingin mulai dari $60.000, sangat mungkin bahwa
Max akan memperkerjakan dinya untuk $50.000 dan mengalokasikan uang ekstra yang mungkin
telah Ia bayar di tempat lain dalam anggaran. Dilema kedua Kelley adalah dilema kepercaaan :
berapa banyak seharusnya negosiator percaya pada apa yang pihak lain katakan pada mereka?
Jika anda mempercayai semua yang dikatakan pihak lain, maka ia dapat mengambil keuntungan
dari anda.

Mencari solusi optimal melalui peroses pemberian informasi dan membuat konses sangat
dibantu oleh kepercayaan dan keyakinan bahwa anda diperlakukan jujur dan adil. Dua upaya
negosiasi membantu untuk menciptakan kepercayaan dan keyakinan tersebut – satu didasarkan
pada persepsi hasil dan lainnya pada persepsi proses. Hasil persepsi dapat dibentuk dengan
mengelola bagaimana penerima memandang hasil yang di usulkan.

2.6. Mengklaim Nilai dan Menciptakan Nilai

Stuktur saling ketergantungan membentuk strategi dan taktik yang melibatkan


negosiator.dalam situasi distributif para negosiator termotivasi untuk memenangkan daya tetap
yang mereka dapat. Untuk pecapaian ini, negoiator biasanya menggunakan strategi dan taktik
menang-kalah. Pendekatan untuk negosiasi - distributif disebut tawar-menawar distributif –
menerima fakta bahwa hanya ada satu pemenang yang diberikan situasi tersebut dan mengejar
tindakan untuk menjadi pemenang tersebut. Tujuan negosiasi adalah untuk mengklaim nilai -
yaitu untuk melakukan apapun yang diperlukan untuk mengklaim hadiah, memperoleh saham
singa (lion’s share), atau mendapatkan potongan sebesar mungkin (Lax dan Sebenius, 1986).
Akan menjadi sederhana dan elegan jika kita dapat mengklasifikasikan semua masalah negosiasi
ke dalam dua tipe ini dan menyatakan strategi dan taktik mana yang sesuai untuk setiap masalah.
Sayangnya, kebanyakan negosiasi yang aktual adalah gabungan dari proses mengklaim dan
menciptakan nilai. Implikasi untuk hal ini begitu signifikan yaitu :

1. Negosiator harus mampu menyadari situasi-situasi yang membutuhkan lebih dari satu
pendekatan dibandingkan yang lain: situasi-situasi yang memerlukan strategi dan taktik
integratif.

2. Negosiator harus menjadi fleksibel dalam kenyamanan mereka dan menggunakan kedua
pendekatan strategi. Negosiator tidak hanya harus mampu menyadari strategi mana yang
sesuai, tetapi juga harus mampu menggunakan kedua pendekatan dengan fleksibelitas yang
sama.

3. Persepsi negosiator terhadap situasi cenderung menjadi bias dalam melihat masalah-
masalah menjadi lebih kompetitif/ distributif dari yang sebenarnya. Secara akurat menerima
sifat alami saling tergantung antarpihak penting bagi negosiasi yang sukses.

Kecenderungan untuk para negosiator melihat dalam dunia lebih kompetitif dan distributif
dari kenyataan yang sebenarnya, dan untuk mengurangi proses-proses menciptakan nilai yang
integratif, menyatakan bahwa banyak negosiasi memperoleh hasil yang suboptimal. Nilai dapat
diciptakan dengan banyak cara dan perasaan proses situ terletak pada eksploitasi perbedaan-
perbedaan yang ada diantara para negosiator (Lax dan Sebenius, 1986). Perbedaan kunci diantara
para negosiator meliputi hal-hal yang berikut ini :

1) Perbedaan Minat. Para negosiator jarang menilai semua hal dalam negosiasi sama.

2) Perbedaan peniaian tentang masa depan. Orang-orang berbeda dalam penilaiannya


terhadap yang berharga atau nilai masa depan sebuah barang.

3) Perbedaan dalam pemilihan waktu. Negosiator berbeda dalam bagaimana waktu


mempengaruhi mereka.

4) Perbedaan risiko toleransi. Orang-orang dapat menghadapi risiko dalam jumlah yang
berbeda.

Singkatnya, saat niai sering kali diciptakan dengan mengeksploitasi kepentingan umum,
perbedaan-perbedaan juga dapat muncul sebagai dasar untuk menciptakan nilai.

2.7. Konflik

Konsekuensi nyata dari hubungan saling tergantung adalah konflik. Konflik dapat dihasilkan
dari kebutuhan divergen yang kuat dari kedua belah pihak atau dari salah persepsi atau salah
pengertian. Konflik dapat terjadi saat kedua belah pihak sedang bekerja untuk tujuan yang sama
dan umumnya menginginkan hasil yang sama atau saat kedua belah pihak menginginkan hasil
yang berbeda. Tanpa memperhatikan penyebab konflik tersebut, negosiasi dapat memainkan
peran yang sangat penting dalam menyelesaikan secara efektif. Konflik dapat diartikan sebagai
“Perselisihan dan pertentangan yang tajam, sebagai kepentingan, ide dan lain sebagainya” dan
melibatkan “Perbedaan yang dirasakan dari kepentingan, atau keyakinan bahwa saat ini aspirasi
pihak tidak dapat dicapai secara bersamaan” (dari Pruitt atau Rubin, 1986). Konflik dihasilkan
dari “Interaksi orang-orang yang saling tergantung dan menerima tujuan yang bertentangan dan
gangguan satu sama lain dalam mencapai tujuan tersebut.” ( Hocker dan Wilmor, 1985).

2. 8. Tingkatan Konflik

Salah satu cara untuk memahami konflik adalah membedakannya berdasarkan tingkatannya.
Empat tingkatan konflik sebagai berikut :

1) Konflik intrapersonal atau intrapsikis.

2) Konflik interpersonal.

3) Konflik intrakelompok.

4) Konflik interkelompok.

2.9. Fungsi dan Disfungsi Konflik


Pada dasarnya, kebanyakan orang mempercayai bahwa konflik adalah hal yang buruk dan tidak
berguna. Kepercayaan ini memiliki dua aspek : pertama, konflik tersebut adalah indikasi bahwa
sesuatu salah, rusak, atau tidak berfungsi, dan kedua, konflik tersebut mencciptakan konsekuensi
– konsekuensi yang bersifat merusak secara meluas. Deutsch (1973) telah menguraikan banyak
elemen yang berkontribusi dalam gambaran perusakan oleh konflik :

1. Kompetitif, tujuan menang-kalah. Pihak-pihak berkompetisi saling menentang karena


mereka percaya bahwa ketergantungan mereka terhadap tujuan tersebut berada dalam
pertentangan dan kedua belah pihak tidak dapat mencapai tujuan- tujuan mereka secara
langsung.

2. Salah persepsi dan bias. Semakin konflik meningkat, maka persepsi menjadi terdistorsi.
Orang-orang mulai memandang hal-hal secara konsisten dengan sudut pandang mereka
sendiri terhadap konflik tersebut.

3. Emosionalitas. Konflik cenderung berubah menjadi beban emosional karena pihak menjadi
cemas, kesal, jengkel, marah atau frustasi.

4. Komunikasi menurun. Komunikasi yang produktif menurun karena konflik. Pihak- pihak
kurang berkomunikasi dengan mereka yang tidak setuju dengannya dan lebih berkomunikasi
dengan mereka yang setuju.

5. Masalah yang samar. Masalah pusat yang dalam pertentangan menjadi samar dan kurang
di definisikan dengan baik.

6. Komitmen yang kaku. Pihak-pihak terkunci pada berbagai posisi. Saat pihak lain
menantang mereka, pihak-pihak menjadi lebih berkomitmen terhadap sudut pandang mereka
sendiri dan tidak terlalu menginginkan kembali dan tidak bersedia untuk mundur dari
komitmen tersebut karena takut kehilangan muka dan tampak bodoh.

7. Perbedaan yang diperbesar, kesamaan yang diminimalisasi. Saat pihak-pihak berkomitmen


dan masalah menjadi samar, mereka cenderung melihat satu sama lain dan posisi masing –
masing sebagai kutub yang berlawanan.

8. Ekalasi konflik. Saat konflik berlangsung, masing-masing pihak menjadi lebih terpaku
dalam pandangan masing-masing, kurang toleransi da menerima satu sama lain, lebih
bertahan dan kurang komunikatif, dan lebih emosional.

Ini adalah proses-proses pada umumnya berhubungan ekalasi, terpolarisasi konflik “keras
kepala”. Namun, konflik ini juga memiliki aspek-aspek produktif. Dari sudut pandang ini,
konflik tidak secara sederhana merusak atau memproduktif; tetapi keduanya. Tujuannya tidak
untuk menghilangkan konflik, tetapi untuk belajar bagaimana mengaturnya dalam
mengendalikan elemen-elemen yang merusak saat menikmati aspek-aspek produktif. Negosiasi
adalah sebuah strategi untuk mengatur konflik secara produktif
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi
kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerja sama dan kompetisi.
Termasuk didalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi
orang lain dengan tujuan tertentu.

Pemahaman yang baik terhadap karakteristik atau sifat-sifat dasar negosiasi akan membuka
wawasan seseorang dan membantu mempermudah seseorang dalam menentukan strategi dalam
bernegosiasi
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Lewicki, Roy J, dkk. 2012. Negosiasi. Edisi 6. Buku 1. Salemba Humanika. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai