Anda di halaman 1dari 78

TUGAS RESUME TEKNIK NEGOSIASI

NEGOSIASI
(Edisi 6 Buku 1)
Roy J Lewijcki, Bruce Barry dan David M. Saunders

DISUSUN OLEH :
SYOFIANI INDRAWATI
1434 021 256
DOSEN : DRS. EDDY SANUSI, SE, MM

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
BAB 1

SIFAT DASAR NEGOSIASI

Negosiasi adalah “bentuk pengambilan keputusan dimana dua pihak atau


lebih berbicara satu sama lain dalam upaya untuk meyelesaikan kepentingan
perdebatan mereka” (Pruitt, 1981, hml.xi). Banyak orang yang mengasumsikan
bahwa “jantung negosiasi” adalah proses memberi dan menerima yang digunakan
untuk mencapai kesepakatan. Sementara proses memberi dan menerima sangat
penting, negosiasi merupakan proses sosial yang sangat kompleks; banyak faktor
penting yang membentuk hasil negosiasi tidak tejadi selama negosiasi; mereka
terjadi sebelum pihak – pihak yang ada melakukan negosiasi, atau bentuk konteks
di sekitar negosiasi.

Karakteristik Situasi Negosiasi

Tentang negosiasi terdapat beberapa karakteristik umum untuk semua situasi


negosiasi.
Terdapat dua atau lebih pihak – yaitu, dua atau lebih individu, kelompok,
atau organisasi.
Terdapat konflik kebutuhan dan keinginan antara dua belah pihak atau
lebih – yaitu, apa yang di inginkan adalah tidak selalu menjadi keinginan
orang lain dan para pihak harus mencari cara untuk menyelesaikan konflik
tersebut.
Para pihak bernegosiasi dengan pilihan! Artinya, mereka bernegosiasi
karena mereka berfikir mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang lebih
baik dengan melakukan negosiasi dari pada sekedar menerima apakah sisi
lain secara sukarela akan memberikan mereka atau membiarkan mereka
memiliki.
Ketika kita bernegosiasi, kita mengharapkan proses “memberi dan
menerima” yang mendasar untuk definisi sendiri. Gerakan ini mugkin
menuju ke posisi tengah mereka, yang disebut juga dengan kompromi.
Negosiasi yang benar-benar kreatif mungkin tidak memerlukan kompromi,
tapi bagaimanapun juga sebaliknya, pihak-pihak dapat menciptakan solusi
yang memenuhi tujuan semua pihak.
Para pihak lebih suka bernegosiasi dan mencari kesepakatan daripada
melawan secara terbuka, satu sisi mendominasi dan sisi lain menyerah,
memutuskan kontak secara tetap, atau membawa perselisihan mereka pada
otoritas yang lebih tinggi untuk mengatasinya.
Negosiasi yang berhasil melibatkan manajemen faktor kasat mata (dasar
motivasi psikologis) dan juga faktor tak kasat mata (nilai-nilai pribadi dan
emosi).

Saling Ketergantungan

Kebanyakan hubungan antara pihak dapat dicirikan dalam salah satu dari
tiga cara : mandiri, tergantung, atau saling tergantung. Pihak yang mandiri dapat
memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain;
mereka dapat relatif terpisah, acuh tak acuh, dan tidak terlibat kepada orang lain.
Pihak yang tergantung harus mengandalkan orang lain untuk apa yang mereka
butuhkan; karena mereka mememerlukan bantuan, kebijakan, atau kerjasama yang
lain, pihak yang tergantung harus menerima dan mengakomodasi keinginan
penyedia dan keistimewaan tersebut. Pihak yang saling tergantung,
bagaimanapun, adalah ditandai oleh tujuan pihak saling membutuhkan satu sama
lain untuk mencapai tujuan mereka.

Jenis Saling Ketergantungan yang Mempengaruhi Hasil

Saling ketergantungan atas tujuan masyarakat, dan struktur situasi dimana


mereka akan bernegosiasi, membentuk proses negosiasi dan hasil. Ketika tujuan
dari dua atau lebih orang saling berhubungan, sehingga hanya satu yang dicapai
dalam tujuan seperti mengikuti perlombaan dimana hanya akan ada satu
pemenang, ini adalah situasi yang kompetitif, juga dikenal sebagai situasi zero-
sum atau distributif, dimana “individu sangat terhubung bersama – sama sehingga
dapat berkorelasi negatif diantara pencapaian tujuan mereka” (Deutsch,
1962,hml.276).

Penyesuaian Timbal Balik

Ketika pihak – pihak saling bergantung, mereka harus menemukan cara


untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Kedua pihak dapat mempengaruhi hasil
keputusan yang lain, dan keputusan serta hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh
faktor lainnya. Penyesuaian timbal balik ini salin berlanjut sepanjang kegiatan
negosiasi sebagai aksi kedua belah pihak dalam memengaruhi yang lain
berlangsung. Pentingnya untuk bahwa mennyadari negosiasi adalah proses yang
berubah dari waktu ke waktu, dan penyesuaian timbal balik adalah salah satu
penyebab utama dari perubahan yang terjadi selama negosiasi.

Penyesuaian Timbal Balik dan Pembuatan Konsesi

Negosiasi serig dimulai dengan pernyataan posisi awal. Setiap pihak


menyatakan proposal pemukiman yang paling disukai, berharap bahwa pihak lain
akan menerimanya, tetapi tidak benar – benar percaya bahwa kata sederhana “ya”
akan datang dari sisi lain (ingat definisi elemen kunci negosiasi kita sebagai
harapan memberi dan menerima). Jika proposal tidak siap diterima oleh yang
lain, negosiator mulai mempertahankan proposal awal mereka sendiri dan
mengkritik proposal orang lain dan mungkin juga mengandung perubahan posisi
sendiri. Konsesi membatasi berbagai pilihan dimana solusi atau kesepakatan
tercapai; ketika pihak – pihak membuat konsesi, rentang tawar – menawar
(perbedaan antara pemukiman yang disukai dan di terima) lebih lanjut di batasi.

Dua Dilema dalam Penyesuaian Timbal Balik

Memutuskan bagaimana mengunakan konsesi sebagai sinyal ke sisi lain


dan mencoba untuk membaca sinyal dalam konsesi yang lain adalah bukan tugas
yang mudah, terutama bila terdapat kepercayaan diantara negosiator. Dua dari
dilema negosiator hadapi, yang di definisikan oleh Harold Kelly (1966),
membantu menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi. Dilema pertama, dilema
kejujuran, fokus pada beberapa banyak kebenaran untuk memberitahu pihak lain.
Di sisi lain, memberitahu pihak lain tentang situasi anda dapat memberikan orang
tersebut kesempatan untuk mengambil keuntungan dari anda. Di pihak lain, tidak
mengatakan apa pun pada orang lain tentang kebutuhan dan keinginan Anda dan
dapat menyebabkan kebuntuan. Mencari solusi optimal melalui peroses pemberian
informasi dan membuat konses sangat dibantu oleh kepercayaan dan keyakinan
bahwa anda diperlakukan jujur dan adil. Dua upaya negosiasi membantu untuk
menciptakan kepercayaan dan keyakinan tersebut – satu didasarkan pada persepsi
hasil dan lainnya pada persepsi proses. Hasil persepsi dapat dibentuk dengan
mengelola bagaimana penerima memandang hasil yang di usulkan.

Mengklaim Nilai dan Menciptakan Nilai

Pendekatan untuk negosiasi - distributif disebut tawar-menawar distributif


– menerima fakta bahwa hanya ada satu pemenang yang diberikan situasi tersebut
dan mengejar tindakan untuk menjadi pemenang tersebut. Tujuan negosiasi adalah
untuk mengklaim nilai - yaitu untuk melakukan apapun yang diperlukan untuk
mengklaim hadiah, memperoleh saham singa (lion’s share), atau mendapatkan
potongan sebesar mungkin (Lax dan Sebenius, 1986). Akan menjadi sederhana
dan elegan jika kita dapat mengklasifikasikan semua masalah negosiasi ke dalam
dua tipe ini dan menyatakan strategi dan taktik mana yang sesuai untuk setiap
masalah. Sayangnya, kebanyakan negosiasi yang aktual adalah gabungan dari
proses mengklaim dan menciptakan nilai. Implikasi untuk hal ini begitu signifikan
yaitu :
1. Negosiator harus mampu menyadari situasi-situasi yang membutuhkan
lebih dari satu pendekatan dibandingkan yang lain: situasi-situasi yang
memerlukan strategi dan taktik integratif.
2. Negosiator harus menjadi fleksibel dalam kenyamanan mereka dan
menggunakan kedua pendekatan strategi. Negosiator tidak hanya harus
mampu menyadari strategi mana yang sesuai, tetapi juga harus mampu
menggunakan kedua pendekatan dengan fleksibelitas yang sama.
3. Persepsi negosiator terhadap situasi cenderung menjadi bias dalam
melihat masalah-masalah menjadi lebih kompetitif/ distributif dari yang
sebenarnya. Secara akurat menerima sifat alami saling tergantung
antarpihak penting bagi negosiasi yang sukses.

Konflik

Konsekuensi nyata dari hubungan saling tergantung adalah konflik.


Konflik dapat dihasilkan dari kebutuhan divergen yang kuat dari kedua belah
pihak atau dari salah persepsi atau salah pengertian. Konflik dapat terjadi saat
kedua belah pihak sedang bekerja untuk tujuan yang sama dan umumnya
menginginkan hasil yang sama atau saat kedua belah pihak menginginkan hasil
yang berbeda. Tanpa memperhatikan penyebab konflik tersebut, negosiasi dapat
memainkan peran yang sangat penting dalam menyelesaikan secara efektif.
Tingkatan Konflik

Salah satu cara untuk memahami konflik adalah membedakannya berdasarkan


tingkatannya. Empat tingkatan konflik sebagai berikut :
1) Konflik intrapersonal atau intrapsikis.
2) Konflik interpersonal.
3) Konflik intrakelompok.
4) Konflik interkelompok.

Fungsi dan Disfungsi Konflik

Deutsch (1973) telah menguraikan banyak elemen yang berkontribusi


dalam gambaran perusakan oleh konflik :
1. Kompetitif, tujuan menang-kalah. Pihak-pihak berkompetisi saling
menentang karena mereka percaya bahwa ketergantungan mereka terhadap
tujuan tersebut berada dalam pertentangan dan kedua belah pihak tidak
dapat mencapai tujuan-tujuan mereka secara langsung.
2. Salah persepsi dan bias. Semakin konflik meningkat, maka persepsi
menjadi terdistorsi. Orang-orang mulai memandang hal-hal secara
konsisten dengan sudut pandang mereka sendiri terhadap konflik tersebut.
3. Emosionalitas. Konflik cenderung berubah menjadi beban emosional
karena pihak menjadi cemas, kesal, jengkel, marah atau frustasi.
4. Komunikasi menurun. Komunikasi yang produktif menurun karena
konflik. Pihak-pihak kurang berkomunikasi dengan mereka yang tidak
setuju dengannya dan lebih berkomunikasi dengan mereka yang setuju.
5. Masalah yang samar. Masalah pusat yang dalam pertentangan menjadi
samar dan kurang di definisikan dengan baik.
6. Komitmen yang kaku. Pihak-pihak terkunci pada berbagai posisi. Saat
pihak lain menantang mereka, pihak-pihak menjadi lebih berkomitmen
terhadap sudut pandang mereka sendiri dan tidak terlalu menginginkan
kembali dan tidak bersedia untuk mundur dari komitmen tersebut karena
takut kehilangan muka dan tampak bodoh.
7. Perbedaan yang diperbesar, kesamaan yang diminimalisasi. Saat pihak-
pihak berkomitmen dan masalah menjadi samar, mereka cenderung
melihat satu sama lain dan posisi masing – masing sebagai kutub yang
berlawanan.
8. Ekalasi konflik. Saat konflik berlangsung, masing-masing pihak menjadi
lebih terpaku dalam pandangan masing-masing, kurang toleransi da
menerima satu sama lain, lebih bertahan dan kurang komunikatif, dan
lebih emosional.
Ini adalah proses-proses pada umumnya berhubungan ekalasi, terpolarisasi
konflik “keras kepala”. Namun, konflik ini juga memiliki aspek-aspek produktif.
Dari sudut pandang ini, konflik tidak secara sederhana merusak atau
memproduktif; tetapi keduanya. Tujuannya tidak untuk menghilangkan konflik,
tetapi untuk belajar bagaimana mengaturnya dalam mengendalikan elemen-
elemen yang merusak saat menikmati aspek-aspek produktif. Negosiasi adalah
sebuah strategi untuk mengatur konflik secara produktif.

Manajemen Konflik yang Efektif

Lima strategi utama manajemen konflik diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Contending (bersaing atau mendominasi)


2. Yielding (mengakomodasi/menurut)
3. Inaction (menghindari)
4. Problem Solving (mengolaborasi atau mengintegrasi)
5. Compromising (mengompromi)
BAB 2

STRATEGI DAN TAKTIK TAWAR MENAWAR DISTRIBUTIF

Tawar menawar distributif pada dasarnya adalah pesaingan siapa yang akan
mendapatkan sumber daya terbatas yang paling banyak, sering kali berupa uang.
Kemampuan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan mereka akan bergantung
pada strategi dan taktik yang mereka gunakan.
Ada tiga alasan mengapa negosiator harus mengenal tawar-menawar
distributif. Pertama, negosiator menghadapi situasi saling ketergantungan yang
bersifat distributif dan agar berhasil dalam situasi tersebut mereka perlu
memahami bagaimana cara kerjanya. Kedua, karena banyak orang yang
menggunakan strategi dan taktik tawar-menawar distributive secara ekslusif,
semua negosiator perlu memahami bagaimana mengatasi efeknya. Ketiga, setiap
negosiasi berpotensi membutuhkan keahlian tawar-menawar distributif pada saat
tahap “mengklaim-nilai”. (Lax dan Sebenius, 1986).

Situasi Tawar Menawar Distributif

Titik target, titik resistensi dan penawaran awal memainkan peranan


penting dalam tawar menawar distributif. Titik target memengaruhi hasil
negosiato dan kepuasan negosiator terhadap hasilnya; membuka pernawaran awal
memainkan peranan penting dalam memengaruhi hasil negosiasi; titik resistansi
memainkan peranan yang sangat penting sebagai peringatan atau keberadaan
taktik kompetitif.
Strategi-strategi Fundamental

Tujuan utama dalam tawar-menawar distributif adalah memaksimalkan


nilai kesepakatan. Dalam contoh kondominium, pembeli memiliki empat strategi
fundamental:

Mendorong kesepakatan sedekat mungkin dengan titik resistansi penjual


sehingga menghasilkan bagian terbesar rentang kesepakatan bagi pembeli.
Meyakinkan penjual untuk mengubah titik resistansinya dengan
memengaruhi keyakinan penjual mengenai nilai kondominium tersebut
Jika terdapat rentang kesepakatan negatif, untuk meyakinkan penjual dalam
mengurangi titik resistansinya atau mengubah titik resistansi sendiri, untuk
menciptakan rentang kesepakatan positif.
Untuk membuat penjual yakin bahwa ini adalah kesepakatan terbaiknya
bukannya membuatnya berpikir bahwa hanya ini yang dapat ia peroleh atau
bahwa ia tidak dapat memperoleh lebih atau bahwa pembeli memenangkan
negosiasi.

Memengaruhi Titik Resistansi Pihak Lain

Hal yang sangat penting bagi perencanaan strategi dan taktik tawar-
menawar distributif adalah mencari tahu titik resistansi pihak lain dan hubungan
titik resistansi tersebut dengan titik resistansi anda. Titik resistansi ditetapkan
dengan nilai yang diharapkan dari hasil tertentu, yang pada gilirannya merupakan
produk dari nilai dan harga suatu hasil.

Mengelola Impresi Pihak Lain

Tugas taktis penting bagi negosiator adalah mengontrol informasi yang


diberikan kepada pihak lain yang berkaitan dengan titik target dan titik resistansi,
sekaligus menuntunnya untuk membentuk impresi yang diinginkan. Negosiator
perlu menyating informasi yang berkaitan dengan posisi dan
merepresentasikannya agar pihak lain percaya. Umumnya, aktivitas perahasiaan
lebih penting di awal negosiasi, dan tindakan langsung lebih bermanfaat
setelahnya. Urutan ini memberikan waktu untuk berkonsentrasi pada
pengumpulan informasi dari pihak lain, yang akan bermanfaat dalam
mengevaluasi titik resistansi, dan untun menentukan cara terbaik memberikan
informasi kepada pihak lain mengenai posisi diri sendiri.

1. Aktivitas Perahasiaan
2. Tindakan Langsung setelah Impersi
3. Memodifikasi Persepsi Pihak Lain
4. Manipulasi Biaya Aktual Penundaan atau Penghentian
5. Tindakan Distributif
6. Aliansi dengan Pihak Luar
7. Manipulasi Jadwal

Penawaran distributif pada dasarnya merupakan situasi konflik, dimana


pihak-pihak yang ada mencari keuntungannya sendiri. Terkadang dengan menutup
informasi, mencoba menyesatkan, atau menggunakan tindakan manipulatif.
Semua taktik ini dapat dengan mudah mengangkat interaksi dari diskusi yang
tenang menjadi permusuhan yang pahit. Belum lagi, negosiasi adalah usaha untuk
menyelesaikan konflik tanpa paksaan, tanpa pertengkaran. Lebih jauh lagi, untuk
mencapai keberhasilan, kedua belah pihak dalam negosiasi pada akhirnya pasti
merasa bahwa hasil tersebut merupakan yang terbaik yang dapat mereka capai,
sehingga layak diterima dan didukung. Maka, penawaran distributif yang efektif
merupakan sebuah proses yang membutuhkan perencanaan seksama, eksekusi
yang kuat, dan pemantauan konstan terhadap reaksi pihak lain. Akhirnya,
kemampuan penawaran distributive bersifat penting ketika berada pada nilai yang
menyatakan tahap negosiasi.
BAB 3

STRATEGI DAN TAKTIK NEGOSIASI INTEGRATIF

Negosiator yang berniat baik pun dapat membuat tiga kesalahan berikut :
tidak melakukan negosiasi ketika mereka harus melakukannya, melakukan
negosiasi ketika mereka seharusnya tidak melakukannya, atau bernegosiasi ketika
mereka harus melakukannya, tetapi memilih strategi yang tidak tepat.

Karekteristik Negosiator Berbasis Kepentingan

1. Kejujuran dan Integritas.


2. Mentalitas Berkecukupan
3. Kedewasaaan
4. Orientasi System
5. Kemampuan Mendengar yang Unggul

Kenapa Negosiasi Integratif Berbeda?

1. Agar negosiasi dikategorikan sebagai negosiasi integrative, para


negosiator juga harus:
2. Berfokus pada kesamaan dan bukan pada perbedaan
3. Berusaha memnuhi kebutuhan dan kepentingan, bukan posisi
4. Berkomitmen memenuhi kebutuhan semua pihka yang terlibat
5. Bertukar informasi dan ide
6. Menciptakan pilihan-pilihan untuk keuntungan bersama
7. Menggunakan kriteria objektif untuk standar kinerja.
Gambaran Proses Negosiasi Integratif

Karena pengalaman di masa lalu, persepsi yang berprasangka, dan aspek-


aspek yang distributive dalam suatu perundingan, kesepakatan yang integrative
menjadi sesuatu yang luar bias ajika dapat dicapai. Tetapi, kesepakatan yang
integrative dapat dicapai, terutama karena para negosiator bekerja keras untuk
mengatasi faktor-faktor penghalang dan teguh mencari kesepakatan.

Berusaha Memahami Kebutuhan dan Tujuan Sebenarnya dari Negosiator


Lain

Kebutuhan dan Keinginan dari satu pihak mungkin tidak sama dengan
kebutuhan dan keinginan pihak lain. Kita harus mengerti kebutuhan orang lain
sebelum membantu untuk memenuhinya. Ketika negosiator mengetahui adanya
kemungkinan bahwa prioritas pihak lain tidak sama dengan prioritas mereka
sendiri, hal ini dapat mendorong kedua pihak untuk bertukar lebih banyak
informasi, memahami sifat negosiasi dengan lebih baik, dan mendapatkan
keuntungan bersama yang lebih besar.

Menekankan pada Kesamaan Antara Kedua Pihak dan Meminimalkan


Perbedaan

Untuk memelihara arus informasi yang bebas dan usaha untuk mengerti
kebutuhan dan tujuan pihak lain, negosiator akan memerlukan sudut pandang atau
kerangka orientasi yang berbeda. Tujuan-tujuan individual akan harus
didefiniskan kembali sebagai sesuatu yang dapat dicapai dengan lebih baik
melalui usaha-usaha kolaboratif yang diarahkan pada tujuan bersama. Terkadang,
tujuan bersama tersebut tampak jelas.
Mencari Solusi yang Memnuhi Kebutuhan dan Tujuan Kedua Pihak

Negosiasi integrative mengharuskan adanya asebuah proses yang pada


dasarnya berbeda dengan perudningan distributif. Para negosiator harus berusaha
mejelajah di bawah permukaan posisi pihak lain untuk menemukan kebutuhan
yang mendasari pihak lain tersebut. Mereka harus menciptakan arus informasi
yang terbuka dan bebas serta menyusun struktur dialog mereka.

Langkah – langkah Penting dalam Proses Negosiasi Integratif

Terdapat empat langkah utama dalam proses negosiasi integrative :

1) Identifikasi dan definisikan masalah


2) Pahami masalah dan munculkan kepentingan serta kebutuhan ke
permukaan
3) Buat alternatif-alternatif solusi masalah
4) Evaluasi alternatif-alternatif tersebut dan pilih salah satu

Menciptakan Pilihan untuk Membuat Solusi-solusi Alternatif dengan


Mendefinisi Ulang Masalah atau Kumpulan Masalah

Teknik-teknik dalam kategori ini membutuhkan kedua pihak untuk


mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan mereka yang mendasar dan untuk
mengembangkan alternatif-alternatif untuk memenuhinya.

Pembahasan yang lebih kompleks tentang strategi-strategi dan contoh-contoh


untuk setiap strategi diberikan pada bagian berikutnya :

.
Akomodasi Posisi vs. Pencapaian Posisi

Posisi dicapai ketika setiap pihak mendapatkan yang mereka inginkan sesuai
permintaan mereka di awal. Strategi-strategi yang mencapai posisi mencakup
perluasan pai dan memodifikasi pai sumber daya.

Memenuhi Kepentingan yang Menjadi Dasar vs. Substitusi


Kepentingan yang Menjadi Dasar

Ketika kepentingan yang menjadi dasar telah dicapai, kepentingan


negosiator sudah terpenuhi. Strategi-strategi untuk memenuhi kepentingan yang
menjadi dasar mencakup menjembatani dan mengurangi biaya.

Sederhana vs. Kompleks

Beberapa situasi negosiasi cukup sederhana, seperti sebuah kesepakatan


dengan dua atau tiga poin untuk pembelian barang dari produsen. Situasi lain
dapat menjadi sangat rumit, seperti kesepakatan sewa yang komprehensif dan
mencakup banyak lokasi, ukuran, serta jenis properti.

Berbasis orang vs. Berbasis Masalah

Strategi-strategi berbasis orang mengharuskan negosiator membuat konsesi


dan mengubah posisi, sehingga sebuah kesepakatan dapat tercapai melalui
modifikasi posisi terhadap masalah yang sedang dibahas.

Menghasilkan Solusi Alternatif untuk Masalah yang Diberikan

Pendekatan-pendekatan ini dapat digunakan oleh para negosiator sendiri


atau oleh sejumlah pihak lain (konstituen, audiensi, pengamat, dan sebagainya).
Bebrapa pendekatan ini biasanya digunakan di dalam kelompok-kelompok kecil.
Kelompok sering kali menjadi penyelesai masalah yang lebih baik daripada
perorangan, terutama karena untuk menyelesaikan sebuah masalah. Namun,
kelompok juga harus menerapakan prosedur-prosedur untuk mendefinisikan
masalah, mendefinisikan kepentingan, dan menghasilkan pilihan, untuk mencegah
proses kelompok berubah menjadi persaingan menang-kalah atau perdebatan.

Faktor-faktor yang Membantu Keberhasilan Negosiasi Integratif

1. Adanya tujuan yang sama


2. Keyakinan pada kemampuan penyelesaian masalah
3. Keyakinan pada validitas posisi pihak lain
4. Motivasi dan komitmen untuk bekerja sama
5. Kepercayaan
6. Komunikasi yang jelas dan akurat
7. Pemahaman tenang dinamika negosiasi integratif

Alasan Negosiasi Integratif Sulit Dicapai

Negosiasi integratif adalah proses kolaborasi di mana kedua pihak


mendefinisikan masalah mereka dan menerapkan strategi-strategi untuk
menyelesaikan masalah itu. Negosiator tidak selalu melihat potensi integrase
ketika potensi tersebut ada atau tidak dapat selalu mempertahankan diskusi
integrative yang produktif.

Sejarah Hubungan di Antara Kedua Pihak

Semakin kompetitif dan penuh konflik hubungan mereka di masa lalu,


semakin besar kemungkinan negosiator melakukan pendekatan terhadap negosiasi
dengan sikap yang defensive dan sikap menang-kalah. Para pesaing yang sudah
lama bertentangan memiliki kemungkinan kecil untuk saling mempercayai atau
untuk mempercayai bahwa sikap kooperatif yang ditunjukkan bukan tipuan atau
jebakan agar dapat melakukan eksploitasi di masa depan
Keyakinan bahwa Masalah Hanya Dapat Diselesaikan secara DIstributif

Dinamika konflik cenderung mengarahkan negosiator untuk


mengkutubkan masalah-masalah atau memandang masalah tersebut hanya dalam
konteks menang-kalah. Selain itu, para negosiator cenderung memiliki beberapa
keberpihakan kognitif atau aturan keputusan heuristik yang secara sistematis
menyimpangkan persepsi mereka tentang situasi, cakupan kemungkinan hasil, dan
kemungkinan untuk mencapai hasil, semuanya cenderung menghalangi negosiator
dari memiliki perilaku yang diperlukan untuk negosiasi integratif.

Perspektif jangka Pendek

Negosiasi integrative yang efektif memerlukan waktu yang cukup untuk


memproses informasi, mencapai pemahaman yang baik tentang kebutuhan sendiri
dan pihak lain, dan untuk mengatur transisi dari menciptakan nilai ke klaim nilai.
Sebagian negosiator menggambarkan diri mereka sendiri sebagai ingin sama –
sama menang padahal sebenarnya hanya untuk memenangkan diri sendiri.
Negosiator serigala – berbulu domba ini dapat sangat sulit untuk diajak
bernegosiasi karena mereka berbicara seperti negosiator integratif, tetapi bertindak
seperti perunding distributif.
BAB 4

Negosiasi : Strategi dan Perencanaan

Strategi dan perencanaan efektif merupakan langkah awal terpentng guna


mencapai tujuan negosiasi. Dengan perencanaan efektif dan penetapan target.
Sebagian besar negosiator dapat mencapai tujuan mereka, tanpa keduanya, hasil
negosiasi lebih sering diperoleh karena kebetulan daripada karena upaya
negosiator. Berikut ini adalah beberapa konsekuensi dari perencanaan yang gagal:

Negosiator gagal menetapkan tujuan atau target yang jelas sebagai tolak
ukur penawaran dan paket evaluasi.
Jika negosiator belum mengerjakan pekerjaan rumah mereka, mereka tidak
memahami kekuatan dan kelemahan posisi mereka sendiri atau
mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dibandingkan dengan argumen
pihak lain.
Negosiator perlu mengkaji alternatif-alternatif selain melaksanakan
negosiasi ini
Negosiator tidak dapat begitu saja mengandalkan kecepatan dan
kecerdikan dalam serah terima negosiasi.

Tujuan – Fokus yang Menjadi Penggerak Strategi Negosiasi

Langkah pertama dalam menyusun dan melaksanakan strategi negosisasi


adalah mennetukan tujuan. Hal ini termasuk menyebutkan semua tujuan, uang
mereka ingin capai dalam negosisasi, menentukan tujuan-tujuan tersebut,
mengidentifikasi potensi paket multitujuan, dan mengevaluasi kemungkinan
kelemahan dalam tujuan-tujuan tersebut.
Pengaruh Langsung Tujuan Terhadap Pilihan Strategi.

Ada empat aspek pengaruh tujuan terhadap negosiasi yang paling penting
untung dipahami:

5) Harapan tidak sama dengan tujuan, terutama dalam negosiasi


6) Tujuan sering bertaut pada tujuan pihak lain
7) Terdapat batas untuk tujuan
8) Tujuan yang efektif harus bersifat konkret, spesifik, dan terukur.

Tujuan juga dapat bersifat nonfisik atau prosedural. Dalam contoh


pembelian mobil, tujuan nonfisik termasuk meningkatkan reputasi dihadapan
rekan-rekan dengan memiliki dan mengendarai SUV cantik; mempertahankan
citra sebagai negosiator yang cerdik dan hati-hati atau membayar harga berapa
saja untuk memiliki sarana transportasi yang nyaman dan andal. Sehingga anda
harus mengingat dengan jelas apa yang anda ingin capai ketika negosiasi dimulai.

Pengaruh Tidak Langsung Tujuan Terhadap Pilihan startegi.

Tujuan yang sederhana dan langsung sering kali dapat dicapai dalam satu
sesi negosiasi dan strategi negosiasi yang sederhana. Karena dalam semua proses
pengaruh tidak langsung sangatlah akan membuat tujuan yang menghasilkan
pilihan strategis yang baik. Oleh karena dari itu baiknya dalam pembelajaran
harus tetap diperhatikan agar mendapatkan hasil yang maksimal sesuai harapan
kita.

Strategi – Rencana Keseluruhan Untuk Mencapai Tujuan

Setelah negosiator mengartikulasikan tujuan, mereka beralih pada unsur


kedua dalam rangkaian : memilih dan menyusun strategi. Ahli strategi bisnis
mengidentifikasikan strategi sebagai “pola atau rencana yang mengintegrasikan
target, kebijakan, dan rangkaian tindakan organisasi menjadi suatu keseluruhan”
(Mintzbreg dan Quinn 1995).

Strategi Versus Taktik

Taktik adalah tindakan adapti jangka pendek yang bertujuan untuk


membangun dan mencapai strategi luas (atau tingkat tinggi) yang kemudian
memberikan stabilitas, kesinambungan, dan arah bagi perilaku taktis. Dalam
melaksanakan strategi ini, taktik-taktik yang sesuai mencangkup penjabaran
kepentingan anda, dengan menggunakan pertannyaan terbuka dan menyimak
secara aktif untuk memahami kepnetingan pihak lain, serta menemukan opsi-opsi
demi keuntungan bersama. Taktik dibawah strategi; taktik bersifat terstruktur,
terarah dan didorong oleh perhitungan strategis.

Pendekatan Unilateral Versus Pendekatan Bilateral terhadap Strategi

Pemilihan strategis unilateral adalah pemilihan yang diambil tanpa


keterlibatan aktif dengan pihak lain. Oleh karena itu, meski awalnya kita jabarkan
sebagai bersifat unilateral, strategi tentunya harus berkembang menjadi strategis
yang sepenuhnya memperhitungkan dampak strategi pihak lain terhadap strategi
kita.
Model Dwikepentingan Sebagai Sarana Untuk Menjabarkan Strategi Negosiasi
Savage, Blair dan sorenson (1989) mengusulkan model serupa untuk
pemilihan strategi negosiasi. Menurut model ini, pemilihan strategi unilateral yang
dilakukan negosiator tercemin dalam jawaban terhadap dua pertanyaan sederhana:
(1) sejauh mana kepentingan negosiatur untuk mencapai hasil substantif yang
dipertaruhkan dalam negosiasi ini (tujuan subtantif)? (2) sejauh mana kepentingan
negosiator akan kualitan dengan hubungan pihak lain dimasa
kini dan masa mendatang (tujuan hubungan)? Jawabannya terhadap kedua
pertanyaan ini menghasilkan gabungan strategi alternatif.

Strategi Situasional Alternatif


Model ini memiliki kekuatan karena mengharuskan negosiator unruk
menentukan kepentingan dan prioritas relatif dari dua dimensi dalam
penyelesaian yang diinginkan.
Staretegi Nonketerlibatan: Pengindaran

Pengindaran dapat memenuhi beberapa tujuan negosiasi strategi.


Sebenarnya, terdapat banyak alasan menagapa negosiator dapat memilih untuk
tidak bernegosiasi (serupa dengan alasan pengindaran konflik yang dibahas di Bab
1) :

 Jika kita mampu memenuhi kebutuhan kita tanpa bernegosiasi sama


sekali, muncul kemungkinan untuk menggunakan strategi
penghindaran.
 Waktu dan upaya terlalu berharga untuk sekedar bernegosiasi (meski
ada sejumlah alasan untuk bernegosiasi dalam situasi semacam itu;
lihat bahasan tentang akomodasi di bagian berikutnya)
 Keputusan untuk bernegosiasi terkait dengan erat dikehendakinya
alternatif-alternatif yang ada hasil yang di capai jika negosiasi tidak
berhasil.
Strategi Keterlibatan-Aktif: Akomodasi, Kompetisi, dan Kolaborasi
Kompetisi dan kolaborasi telah di paparkan secara mendalam di dua bab
sebelumnya. Kompetisi di jabarkan di bab ini sebagai negosiasi distributif
atau menang-kalah, dan kolaborasi sebagai negosiasi integratif atau
menang-menang.

Selain karakteristik positif, masing-masing strategi juga memiliki


kelemahan terprediksi jika strategi tersebut diterapkan secara buta, tanpa berfikir
panjang, atau secara kaku:
Strategi distributif cenderung menciptakan pola “kita-mereka” atau
“superioritas-inferioritas” dan dapat menimbulkan distrosi penilaian
tentang kontribusi dan upaya pihak lain.
Jika seseorang negosiator menerapkan strategi integratif tanpa
memandang strategi pihak lain, maka pihak lain dapat memanipulasi
dan mengekspotasi kolaborator dan memanfaatkan kepercayaan dan
kehendak baik yang ditunjukan.
Strategi akomodatif dapat menimbulkan pola menyerah terus-menerus
untuk membuat pihak lain senang atau untuk menghindari perselisihan.

Memahami Alur Negosiasi: Tingkat dan Tahap

Sebelum mengkaji proses perencanaan negosiasi secara spessifik, penting


untuk memahami langkah-langkah negosiasi guna memahami kecenderungan
perkembangan negosiasi dan pentingnya perencanaan. Umumnya, tahap penelitian
menjawab tiga macam pertanyaan (Holmes dan Poole, 1991):

Bagaimana interaksi antarpihak berubah seiring waktu?


Bagaimana proses interaksi terkait dengan input dan hasil seiring waktu?
Bagaimana taktik yang digunakan oleh pihak-pihak memengaruhi
perkembangan negosiasi.

Lebih baru lagi, Greenhalgh (2001) mengajukan model tahapan negosiasi


yang terutama relevan bagi negosiasi integratif. Greenhalgh berpendapat bahwa
ada tujuh langkah penting dalam proses negosiasi ideal ialah :

Persiapan : menentukan hal penting, mendenfinisikan tujuan, berpikir ke


depan tentang cara bekerja sama dengan pihak lain
Pembinaan hubungan : mengenail pihak lain, memahami letak persamaan
dan perbedaan anda dengan pihak lain.
Pengumpulan informasi : mempelajari hal yang perlu diketahui tentang
isu-isu.
Penggunaan informasi : di tahap ini, negosiator membangun posisi mereka
yang inginkan untuk hasil dan penyelesaiannyayang mereka inginkan.
Penawaran (bidding) : proses mengambil langka awal dan ideal negosiator
menuju hasil aktual
Menutup penawaran : tujuan tahap ini adalah untuk membangun
komitment terhadap persetujuan yang di capai di tahap sebelumnya.
Menerapkan kesepakatan : menentukan siapa yang harus melakukan apa
setelah kesepakatan tercapai.

Bersiap Untuk Mengimplementasikan Strategi: Proses Perencanaan

Fondasi kesuksesan dalam bernogosiasi tidak sama dengan permainan atau


drama. Kekuatan dominan untuk kesuksesan bernogosiasi terlrtak dalam
perencanaan yang dilakukan sebelum dialog. Perencanaan efektif juga
memerlukan kerja keras dalam poin-poin berikut:

Mendefinisikan masalah
Menghimpun isu-isu dan mendefinisikan gabungan penawaran
Mendefinisikan kepentingan
Mendefinisikan titik resistensi
Mendefinisikan alternatif-alternatif (BATNA)
Mendefinisikan tujuan sendiri (target) dan membuka penawaran (langkah
awal)
Mengevaluasi konsituten dan konteks sosial terjadinya negosiasi
Menganalisis pihak lain
Merencanakan penyajian dan pembelaan terhadap isu
Mendefinisikan protokol dimana dan kapan negosiasi akan dilakukan,
siapa yang akan
hadir, dan agenda apa yang akan dibahas, dan sebagainnya.

1. Mendefinisikan Isu-Isu

Langkah ini sendiri umumnya diawali dengan analis terhadap hal yang
akan dibahas dalam negosiasi. Oleh karena itu, pembelian sebuah perusahaan oleh
perusahaan lain dapat melibatkan sekian banyak pertanyaan, seperti harga;
perpindahaan; persediaan; eksekutif dan pegawai yang akan dipertahankan,
dipindahkan, atau diberhentikan lokasi kantor pusat baru dan lain-lain.

2. Menyusun Isu dan Mendefinisikan Gabungan Penawaran

Langkah berikutnya dalam perencanaan adalah menyusun semua isu yang


telah didefinisikan ke dalam sebuah daftar yang komprehensif. Setelah menyusun
isu-isu ke dalam agenda, negosiator selanjutnya harus membuat skala prioritas.
Penentuan prioritas terdiri dari dua langkah:

Menentuka isu yang paling penting dan yang kurang penting


Menentukan apakah isu-isu saling terkait atau terpisah

3. Mendefinisikan Kepentingan

Setelah mendefinisikan isu-isu, negosiator perlu berlanjut untuk


mendefinisikan kepentingan dan kebutuhan yang sebenarnya. Kepentingan dapat
bersifat :

Substantif, yaitu terkait langsung dengan isu utama yang dinegosiasikan


Berbasis proses, yaitu terkait dengan prilaku negosiator dalam
bernegosiasi
Berbasis hubungan, yaitu terkait dengan hubungan antara kedua pihak di
masa kini atau yang dikehendaki di masa depan.

4. Mengetahui Batasan

Titik resistensi adalah moment ketika kita memutuskan bahwa kita benar-
benar harus menghentikan negosiasi dan bukan melanjutkan karena segala
penyelesaian di luar titik ini sedikit pun tidak dapat diterima. Titik resistensi yang
jelas membantu kita agara tidak menyepakati penawaran yang akan kita sesali
karena kita tidak bertindak cerdas.

5. Mengetahui Alternatif

Di sisi lain, alternatif adalam argumen lain yang dapat di capai oleh
negosiator dan tetap dapat memenuhi kebutuhan. Alternatif sangan penting baik
dalam proses distributif maupun integratif karena menentukan apakah hasil yang
diperoleh lebih baik dari kemungkinan lain.

6. Menetapkan Target dan Mengajukan Harga

Ada beberapa pr adalah dengan pinsip yang perlu diingat dalam


menetapkan titik target:

5) Target harus bersifat spesifik, sulit namun dapat di capai, dan dapat
diverivikasi.
6) Menetapkan target mengharuskan untuk berfikir positif tentang tujuan kita
sendiri.
7) Menetapkan target mengharuskan kita untuk mempertingbangkan cara
mengemas sejumlah isu dan tujuan
8) Menetapkan target memerlukan pemahaman akan dilema dan pemberian.

7. Mengevaluasi Konsituen dan Konteks Sosial Negosiasi

Secara untuk mengevaluasi semua pihak utama dalam negosiasi adalah


dengan melakukan “analisis lapangan”. Bayangkan bahwa anda menjadi kapten
tim sepak bola yang hendak bertanding di lapangan. Mengevaluasi konsituen
sama seperti mengevaluasi semua pihak yang ada di stadion:

1. Siapa saja, atau siapa seharusnya, yang menjadi bagian tim kita
dilapangan?
2. Siapa yang menjadi bagian dari tim lain di lapangan?
3. Siapa yang berada di luar garis lapangan dan dapat mempengaruhi
jalannya pertandingan?
4. Siapa yang megawasi?
5. Apa yang berlangsung di lingkungan lebih luas dari tempat
berlangsungnya negosiasi?

8. Menganalisis Pihak Lain

Informasi apa yang diperlukan oleh satu pihak tentang pihak lain untuk
melakukan persiapan secara efektif sejumlah informasi latar belakang utama akan
sangan penting termasuk:

Sumber daya, isu-sisu dan gabungan penawaran mereka


Kepentingan dan kebutuhan mereka
Titik henti dan aternatif mereka
Target dan penawaran awal mereka
Konstituen, struktur sosial, dan kewewenangan pihak lain.
Reputasi dan gaya negosiasi pihak lain.
Strategi dan taktik pihak lain

9. Menyampaikan Isu-Isu Kepada Pihak Lain

Negoaistor dapat mengajukan pertanyaan-pertannyan sebagai berikut:

Fakta-fakta apa yang dapat menguatkan sudut pandang saya ?


Siapa yang dapat saya ajak berkonsultasi atau bicara untuk membantu saya
mengelaborasi atau mengklarifikasi fakta-fakta tersebut?
Apakah isu-isu ini pernah dinegosiasikan sebelumnya oleh negosiator
lainnya dalam situasi serupa?
Apa kemungkinan sudut pandang pihak lain? apa saja kepentingan
mereka?
Bagaimana saya mengembangkan dan menyajikan fakta-fakta secara
paling menyakinkan?

10. Protokol Apa yang Perlu Diikiuti dalam Negosiasi Ini ?

Seorang negosiator sejumlah unsur protokol atau proses:

Agenda apa yang harus kita ikuti?


Dimana harus kita bernegosiasi?
Kapan Periode waktu negosiasi diadakan?
Apa yang dapat dilakukan apabila negosiasi tidak berhasil?
Bagaimana kita merekam hal – hal yang telah disepakati
Bagaimana kita mengetahui bahwa kita telah mencapai kesepakatan yang
bagus?
BAB 5

PERSEPSI, KOGNISI, dan EMOSI

Presepsi, kognisi, dan emosi merupakan pembangunan dasar dari semua


pmgalaman sosial, termasuk negosiasi, dalam hal bahwa tindakan sosial kita
dipandu oleh cara kita memandang menganalisis, dan merasa tentang pihak lain,
situasi, dan minat serta posisi kita sendiri. Pengetahuan mengenai cara manusia
melihat dunia di sekitarnya, mengelolah informasi, dan mengalami emosi penting
untuk memahami mengapa orang bersikap seperti itu dalam negosiasi.

Persepsi

Persepsi yang Didefinisikan

Persepsi adalah proses dimana individu terhubung dengan lingkungan


mereka. Persepsi merupakan usaha fisik dan psikologi yang rumit. Hal ini
didefinisikan sebagai proses penyaringan. Biasanya, lingkungan bersifat kompleks
lingkungan tersebut mewakili sejumlah besar varietas stimulan, kompleksitas ini
membuat lingkungan tersebut tidak mungkin untuk mengolah semua informasi
yang ada, mka sebagai perseptor kita menjadi selektif, mendengarkan beberapa
stimulan saat mengabaikan yang lainnya.

Distorsi Persepsi

Dalam negosiasi yang ada, kebutuhan, keinginan, motivasi, dan


pengalaman pribadi perseptor mungkin menciptakan predisposisi mengenai pihak
lain. persepsi selektif dan proyeksi adalah sebaliknya bentuk distrosi yang
melibatkan antisipasi artibut tertentu yang berkualitas. Perseptor menyaring dan
mengubah informasi agar menjadi pandangan yang dapat diprediksi dan konsisten
terhadap orang lain. Stereotip merupakan distorsi yang paling umum pada proses
persepsi.

Persepsi selektif terjadi ketika perseptor memilih informasi tertentu yang


mendukung atau memperkuat keyakinan sebelumnya dan menyaring informasi
yang tidak membenarkan keyakinan tersebut. distorsi perseptrual dapat
mempengaruhi proses negosiasi dan dapat cukup persisten ketika dibuat.

Pembingkaian

Pembingkaian adalah konsep yang populer diantara para ahli sosial yang
mempelajari proses kognitif, pembuatan keputusan, persuasi, dan komunikasi.
Kepentingan dari pembingkaian pokok-pokok fakta bahwa dua orang atau lebih
yang terkibat dalam situasi yang sama atau dalam masalah yang kompleks sering
melihatnya atau mengartikannya dalam ciri yang berbeda.

Pembingkaian bersifat penting dalam negoisasi karena konflik sering kali


tidak jelas terbuka terhadap intepretasi yang berbeda sebagai akibat dari
perbedaan latar belakang. Dalam beberapa halaman berikut, kita akan membahas
beberapa aspek dari bingkai :

Jenis-jenis bingkai yang berbeda


Bagaimana pembingkaian bekerja dalam situasi negosiasi
Pendekatan minat/hak/kekuatan dalam menyusun negoisasi yang
berkembang.

Jenis-Jenis Bingkai

Kami menawarkan contoh-contoh bingkai berikut yang digunakan pihak-


pihak dalam konflik :

Subtantif- konflik yang muncul berkaitan dengan apa


Hasil – predisposisi pihak untuk mencapai hasil spesifik atau hasil dari
negosiasi
Aspirasi – predisposisi terhadap pemuasan minat yang luas atau kebutuhan
dalam negosiasi
Proses – bagaimana pihak-pihak bertindak untuk menyelesaikan masalah.
Identitas – bagaimana pihak-pihak mengartikan pihak lain
Kalah – menang bagaimana pihak-pihak mengartikan resiko atau
penghargaan yang terkait dengan hasil tertentu.

Bagaimana Bingkai Bekerja dalam Negosiasi

Walapun konsep pembingkaian dan peranannya dalam negosiasi bersifat


memaksa, penelitian dalam area ini sulit dilaksanakan. Selain itu, bingkai-bingkai
mereka yang mendengar atau menafsirkan komunikasi mungkin menciptakan bias
pada diri mereka sendiri. Misalnya, penelitian yang membuat kode pesat pihak-
pihak dalam konflik mungkin memiliki bingkai sendiri, seperti :

Negosiator dapat menggunakan lebih dari satu bingkai


Ketidakcocokan dalam bingkai antara beberapa pihak merupakan sumber
konflik
Pihak-pihak bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkainya.
Bingkai spesifikasi kemungkinan digunakan dengan jenis isu tertentu
Jenis bingkai tertentu mungkin mengarah pada tipe kesepaketan tertentu.
Pihak-pihak kemungkinan menerima sebuah bingkai tertentu karena
berbagai faktor.

Pendekatan Bingkai Lainya: Minat, Hak, dan Kekuatan

Pihak – pihak yang memiliki pilihan mengenai bagaimana mereka


melakukan pendekatan negosiasi dalam hal minat, hak dan kekuatan negosiasi
yang sama dapat di bingkai dalam cara yang berbeda dan sepertinya akan
mengarah pada konsekuensinya yang berbeda. Misalnya , pertimbangan situasi
seorang pelajar yang bertikai dengan bengkel perbaikan mobil di dekat kampus
karena biaya perbaikan mobil. Pelajar tersebut berpikir ia telah dibebani biaya
yang melebihi pekerjaan perbaikan bengkel tersebut.

Bingkai Isu Berubah Seiring Perkembangan Negosiasi

Pengertian isu yang dipertaruhkan mungkin berubah saat negosiasi


berkembang. Beberapa faktor yang dapat mepengaruhi bagaimana percakapan dan
bingkai terbentuk:

1. Negosiatur cenderung beragumen untuk isu yang ada, atau kekhawatiran


yang meningkat saat pihak pihak lainnya bernogosiasi.
2. Dalam mencari cara untuk mendapatkan kemungkinan terbaik untuk
pandangannya, satu pihak mungkin mengumpulkan fakta, angka,
testimoni, atau bukti lain untuk menyakinkan pihak lain akan
pandangannya atau argumenya.
3. Bigkai – bingkai mungkin mendefinisikan pertukaran utama dan transisi
dalam negosiasi keseluruhan yang kompleks.

Ringkasan Bagian
a. Bingkai – bingkai membutuk apa yang didefinisikan oleh pihak-pihak
sebagai isu kunci dan bagaimana mereka membicarakannya.
b. Kedua pihak memiliki bingkai
c. Bingkai – bingkai tertentu kemungkinan besar akan mengarahkan pada
proses dan hasil tertentu dibandingkan yang lainnya.
Bias Kognitif dalam Negosiasi

Dalam bagian ini, kita mempelajari cara negosiator menggunakan


informasi untuk membuat keputusan selama negosiasi. Alih –alih menjadi
prosesor informasi yang sempurna, cukup jelas negosiator memiliki
kecenderungan membuat kesalahan sistematis ketika mereka mengelola informasi.

1. Ekskalasi Komitment yang Irasional

Negosiator terkadang menjaga komitment terhadap rangkaian tindakan


bahkan ketika komitment tersebut membentuk sikap irasional pada bagian
mereka. Eskalasi komitment sebagian disebabkan karena bias dan penilaian dalam
persepsi individu. Satu cara untung melawan kecendrungan ini adalah memiliki
penasehat sebagai tempat pemeriksaan realitas seseorang yang tidk dipengaruhi
oleh situasi memanas dan yang dapat memperingati negosiator ketika mereka
dengan tidak sengaja mulai bersikap irasional.

2. Keyakinan Pada Harga Mati Yang Bersifat Mitos

Banyak negosiator berasumsi bahwa semua negosiasi melibatkan sebuah


harga mati, kecendrungan untuk melihat negosiasi dalam kondisi harga mati
bervariasi bergantung pada bagaimana orang memandang pembawaan situasi
konflik yang ada. Negosiator yang fokus dalam nilai kemungkinan akan melihat
permasalahan dalam situasi harga mati dan lebih cenderung untuk melakukan
pendekatan secara koorporatif. Dalam percobaan mereka, beberapanegosiator
diberi tahu bahwa mereka akan diwawancarai oleh ahli untuk membahas apa yang
terjadi.
3. Pengarahaan Dan Penyesuaian

Terdapat juga terbukti bahwa pengarahan bekerja secara berbeda dalam


latar kebudayaan yang berbeda dalam satu studi terkini, tawaran pembuka
menyebabkan pengarahan dan menghalangi pencapaian bersama diantara
negosiator amerika tetapi mengfasilitasi hasil keuntungan yang sama antara
negosiator jepang ( Adair, weingart, dan Brett, 2007). Persiapan, disetai dengan
penggunaan advokat berlawanan atau pemeriksaan realitas dapat membantu
mencegah kesalahan dari penjangkaran dan penyesuaian.

4. Pembingkaian Isu dan Risiko

Proses pembingkaian dapat menyebabkan orang menunjukan tipe – tipe


perilaku tertentu ketika menghindari pihak lain. Bingkai – bingkai dapat membuat
orang mencari tertentu ketika menghindari atau bersikap netral mengenai resiko
dalam negosiasi. Cara sebuah negosiasi dibingkai dapat membuat negosiator
kurang atau lebih enggan dalam menanggung atau mencari resiko.

5. Ketersediaan Informasi keputusan

Negosiator juga harus peduli dengan potensi bias yang disebabkan oleh
ketersediaan informasi atau semuda apa informasi didapatkan yaitu bagaimana
dengan mudahnya informasi dapat diganti atau keputusan ketersediaan informasi
juga memengaruhi negosiasi melalui penggunaan pola pencairan yang ditetapkan.
Jika negosiator memiliki cara favorit dalam mengumpulkan informasi ata mencari
sigyal kunci, mereka akan menggunakan pola-pola ini secara berulang dan
mungkin menilai terlalu tinggi informasi yang datang dari mereka.
6. Kutukan Pemenang

Penelitian terakhir menilai bahwa kutukan pemenang menahan sebagian


proses berfikir kontrafaktual. Pemikiran kontrafaktual melibatkan hiburan dari
kemungkinan, apa yang mukin terjadi jika tawaran tersebut tidak diterima. Cara
terbaik untuk memperbaiki kutukan pemenang adalah mencegahnya agar tidak
terjadi diawal dengan melakukan pekerjaan yang dibutukan agar tidak membuat
penawaran yang diterima secara tidak terduga. Investigasi dan persiapan
menyeluruh dapat memberi negosiator verivikasi independen dari nilai
penyelesaian yang ada.

7. Kepercayaan Diri Berlebih

Kepercayaan berlebih adalah kecendrungan negosiator untuk menyakini


bahwa kemampuan mereka untuk menjadi benar atau akurat lebih besar dari yang
sebenarnya. Oleh karena itu negosiator tersebut nampaknya memiliki
kecendrungan untuk menjadi terlalu percaya diri terhadap kemampuan mereka
sendiri dan hal ini mempengaruhi varietas besar persepsi dan perilaku selama
negosiasi. Jelasnya, dibutuhkan lebih banyak penelitian dalam saling mepengaruhi
optimisme, percaya diri berubah, dan hasil negosiasi.

8. Hukum Angka Kecil

Dalam teori keputusan hukum angka kecil merujuk pada kecenderungan


orang menarik kesimpulan sendiri sampel. Daya dan strategi yang bekerja di masa
lalu mungkin tidak bekerja di masa depan, dan mereka tentunya tidak akan
bekerja jika negosiasi yang berikutnya secara signifikan berbeda dari pengalaman
masa lalu. Contohnya menarik dari hukuman angka kecil adalah kekeliruan tangan
panas panas keyakinan yang tidak benar adalah bahwa serangkaian peristiwa
berkaitan dengan menentikan dan akan berlanjut.
9. Bias Pelayanan Diri

Penelitian telah mendokumentasikan efek dari bias pelayanan diri dalam


proses negosiasi. Misalnya, Babcock, Wang, dan Loewenstein (1996). Mendapati
bahwa negosiator di distrik sekolah yang berbeda memilih perbandingan sekolah
distrik dengan cara pelayanan diri, yaitu distrik yang mereka pilih sebagai standar
perbandingan untuk aktivitas distrik mereka sendiri adalah yang membuat distrik
mereka tampaknya menyenangkan .

10. Pengaruh Dukungan

Pengaruh dukungan adalah sebuah kecenderungan untuk menilai lebih


sesuatu yang anda miliki atau percaya miliki. Dalam satu percobaan, beberapa
peserta ditanya apakah mereka lebih memilih sejumlah uang atau mug pada level
dolar yang mungkin. Dalam negosiasi pengaruh dukungan dapat peningkatan
estimasi dari nilai yang menggangu pencampaian kesepaketan yang bagus. Untuk
mengurangi ketidaknyaman ini, individu menyertakan lebih banyak nilai subjektif
kepada hasil yang baru diterima.

11. Mengabaikan Kognisi Pihak Lain

Negosiator sering sekali tidak bertanya tentang persepsi dan pemikiran


pihak lan, yang membuat mereka bekrja dengan informasinya yang tidak lengkap,
sehingga mengakibatkan hasil yang keliru. Dorongan untuk mengabaikan kognisi
orang lain sangatlah mendalam, dan dapat dihindari dengan adanya negosiator
secara eksplisif fokus pada upaya yang diperluka untuk membentuk pemahaman
yang akurat dari minat, target dan perspektif pihak lain.
12. Proses Devaluasi Reaktif

Devaluasi reaktif adalah proses mendevaluasi konsesi pihak lain hanya


karena pihak lain membuatnya (Stillenger, Epelbaum, Keltner, dan Ross, 1990).
Satu studi mendapati efek ini bahkan ketika tidak terdapat emosi negatif yang
diarahkan terhadap pihak lain. devaluasi reaktif mungkin diminimalkan dengan
mengatur pandangan objektif terhadap proses, dengan menunjuk seorang kolega
untuk melakukan tugas ini, dengan mengklarifikasi preferensi masing-masing
pihak pada pilihan dan konsesi sebelum satu pun dibuat, atau dengan
menggunakan pihak ketiga untuk melakukan mediasi atau menyaring proses
pembuatan konsesi .

Mengatur Kesalahpahaman dan Bias Kognitif dalam Negosiasi

Semakin kompleks situasi, semakin banyak kesempatan yang terdapat


untuk bias informasi dan distorsi untuk menghalangi penilaian dan pembuatan
keputusa. Pertanyaan akan bagaimana sebaiknya mengatur bias persepsi dan
kognitif merupakan hal yang sulit. Tentunya level pertama dalam mengatur
distorsi tersebut adalah menyadari bahwa mereka dapat terjadi. Para negosiator
berpatisipasi dalam sebuah diskusi kelompok untuk melihat apakah proses
kelompok mengurangi penggunaan pengarahan yang tidak tepat untuk
menetapkan penawaran awal, level, aspirasi, dan dasar untuk negosiasi real estat
yang selanjutnya. Beberapa bias yang kita bahas menyinggung masalah
pembingkaian negosiasi, seperti efek dari (pencapaian) positif dan (kerugian)
negatif mengenai bagaimana para negosiator mengatasi resiko. Negosiator juga
dapat membingkai kembali dengan mencoba melihat atau memahami situasi
dengan cara yang berbeda atau dari perspektif yang berbeda. Dengan kekuatan
yang ada pada bias, masukan ini dianggap anemik, dan kita harap para peneliti
akan mampu mengidentifikasi teknik berguna lainnya untuk mengatur mispersepsi
dan bias.
Suasana Hati, Emosi, dan Negosiasi

Peranan suasana hati dan emosi dalam negosiasi telah menjadi subjek
dalam bagan teori dan penelitian yang meningkat selama dekade terakhir, dan
terdapat beberapa tinjauan yang membantu dalam literatur ini. Seperti kebanyakan
area studi muncul terdapat banyak perkembangan baru dan menarik dalam studi
suasana hati, emosi, dan negosiasi, dan kita hanya dapat menampilkan tinjauan
terbatas disini.

Negosiasi Menciptakan Emosi dan Negatif Proses negosiasi dan hasil


mungkin menciptakan perasaan positif dan negatif. Emosi positif dapat
dihasilkan dari ketertarikan terhadap pihak lain, sedangkan emosi negatif
cenderung didasari kekecewaan sementara yang lain didasari dari
kecemasan. Kebanyakan penelitan sepakat bahwa emosi cenderung
menggerakan pihak-pihak terhadap beberapa bentuk tindakan dalam
hubungan mereka, seperti memulai hubungan, menjaga, atau memperbaiki
hubungan serta mengakhiri hubungan.

Emosi Positif Umumnya Memiliki Konsekuensi Positif untuk


Negosiasi. Emosi positif pada umumnya mengarahkan pada tiga set
konsekuensi dan membuat negosiasi lebih bertahan , berikut tiga perasaan
tersebut:
1. Perasaan positif kemungkinan besar mengarahkan pihak-pihak
kepada proses yang lebih integratif
2. Perasaan positif juga menciptakan sikap positif terhadap pihak lain
3. Perasaan positif mempromosikan ketahanan
Aspek Proses Negosiasi Dapat Mengarahkan pada Emosi Positif.
Berikut dua penemuan berdasarkan bagaimana proses negosiasi
membentuk hasil yang berkaitan dengan emosi:
1. Perasaan positif dihasilkan dari prosedur yang adil selama
negosiasi
2. Perasaan positif merupakan hasil dari perbandingan sosial yang
diinginkan

Emosi Negatif Umumnya Memiliki Konsekuensi Negatif untuk


Negosiasi. Berikut merupakan penemua dari beberapa penelitian spesifik
untuk beberapa masukan tentang bagaimana mengatasi lawan yang
membawa emosi negatif.
1. Emosi negatif mungkin membuat pihak-pihak mengartikan situasi
sebagai sesuatu yang kompetitif atau distributif.
2. Emosi negatif mungkin merusak kemampuan negosiator untuk
menganalisis situasi secara akurat yang secara merugikan
memengaruhi penghasilan individual.
3. Emosi negatif mungkin membuat pihak-pihak meningkatkan
konflik.
4. Emosi negatif mungkinmembuat pihak-pihak membalas dan
mungkin menggagalkan hasil yang integratif
5. Tidak semua emosi negatif membawa efek yang sama.

Aspek Proses Negosiasi Dapat Mengarah Pada Emosi Negatif. Sama


halnya dengan emosi positif, penelitian tentang konsekuensinya emosi
negatif dalam negosiasi bersifat baru dan terbatas. Berikut ini merupakan
dua penemuan:
1. Emosi negatif dapat diakibatkan dari pola pikir kompetitif
2. Emosi negatif dapat diakibatkan dari kebuntuan
3. Emosi negatif semata-mata dapat diakibatkan dari prospek dalam
memulai negosiasi.

Efek Emosi Positif dan Negatif dalam Negosiasi, Merupakan suatu hal
yang mungkin untuk emosi positif untuk menghasilkan hasil yang negatif
dan perasaan negtif untuk memperoleh hasil yang menguntunkan, seperti
yang akan kita jelaskan berikut:
1. Perasaan positif dapat membawa konsekuensi negative. Kalau saja
semua pihak hanya beranggapan negatif makan dari itu hasilnya
juga akan berdampak negatif.
2. Perasaan negatif akan dapat menciptakan hasil yang positif. Karena
setiap hasil dapat diubah dengan cara mengambil keputusannya
dengan tepat makan dapat menciptakan hasil yang positif.

Emosi Dapat Diragukan Secara Strategis Sebagai Langkah – Langkah


Negosiasi. Dengan kekuatan yang mungkin dimiliki emosi dalam
mengayun sisi lain terhadap seseorang, emosi mungkin juga dapat dipakai
secara strategis dan amnipulatif sebagai taktik pengaruh dalam negosiasi.
Negosiator juga mengekpresikan percaya diri yang lebih besar dalam
kemampuan mereka menggunakan taktik manipulasi emosi secara efektif
dibandingkan dengan bentuk penipuan lainnya.

Para negosiator menelusuri emosi pihak lain dan menyesuaikan strategi


mereka. Terakhir di luar sana ekspresi strategi dari emosi seseorang dapat kita
lihat dalam regulasi atau manajemen emosi pihak lain. kami menganggap peranan
potensial dari intelegensi emosi dalam negosiasi di dalam perlakukan kami yang
lebih luas terhadap perbedaan individu. Negosiator, seperti yang kita katakan pada
awal bab ini, dilihat sebagai aktor rasional yang penuh perhitungan, tenang, dan
terkendali.
BAB 6

KOMUNIKASI

Negosiasi adalah bentuk komunikasi interpersonal. Proses-proses


komunikasi, baik verbal dan nonverbal, merupakan hal penting untuk mencapai
tujuan negosiasi dan untuk menyelesaikan konflik. Komunikasi hadir dalam
proses negosiasi sehingga penelitian terhadap komunikasi terwujud dalam
negosiasi, balik sebagai proses interaksi maupun sebagai konteks seluk-beluk
komunikasi yang dapat memengaruhi proses dan hasil (Chatman, Putnam, dan
Sondak,1991).

Model Dasar Komunikasi

Model awal dan yang berpengaruh yang dikembangkan Shannon dan


Weaver (1948) mengonsep komunikasi sebagai kegiatan yang munvul antara dua
orang: Pengirim dan Penerima, pemikiran tersebut dapat saja berhubungan dengan
preferensi pengirim untuk hasil tertentu dalam negosiasi. Dalamm komunikasi
satu arah, dari pengirim ke penerima, proses ini merupakan transmisi lengkap.
Oleh karena itu, akan lebih berguna untuk menganalisis komunikasi dengan
memperlakukan pertukaran antara dua pihak sebagai proses dua arah yang terus-
menerus terjadi sehingga menjadi sebuah siklus di antara individu yang terlibat.
Hal yang cukup penting, komunikator yang merespon terhadap pesan,
misalkannya orang yang mengirimkan pesan sebelumnya, memiliki kesempatan
bukan hanya untuk memilih bagaimana mengodekan respon, tetapi juga untuk
memilih saluran atau medium yang digunakan untuk tranmisi. Komunikator dan
negosiator yang efektif, meskipun demikian akan seiring berhenti sebentar untuk
mempertimbangkan implikasi strategis atas pilihan saluran komunikan (yang akan
dibahas selanjutnya bab ini) dan tidak hanya sekedar merespon dengan cara yang
sama.

Distorsi dalam Komunikasi

1. Komunikator individu (baik pengirim maupun penerima berada pada titik


tetentu pada pertukaran) memiliki tujuan dan sasaran.
2. Pesan merupakan bentuk simbolis dimana informasi dikomunikasikan
3. Pengodean adalah proses dimana pesan dimasukan ke dalam bentuk
simbolis
4. Saluran (channles) dan media (kami menggunakan istilah tersebut
bergantian) adalah alat dimana informasi dikirim dan diterima
melaluinnya.
5. Penerimaan (reception) merupakan prosess pemahaman menerima pesan
dalam bentuk verbal, nonverbal atau simbolis mereka dan memecahkan ke
dalam bentuk yang dimengerti oleh penerimanya.
6. Interpretasi merupakan proses arti dan pentingnya pesan yang dipecahkan
untuk situasi yang sedang berlangsung.

Apa Saja yang Dikomunikasikan Selama Negosiasi ?

Salah satu pertanyaan mendasar yang telah diuji oleh peneliti komunikasi
dan negosiasi adalah apa yang dikomunikasikan selama negosiasi? Penelitian ini
telah mengambil beberapa bentuk berbeda, namun pada umumnya melibatkan
perekaman suara atau video role-play mengenai negosiasi dan menganalisis pola-
pola komunikasi yang muncul. Dibahasan selanjutnya, akan didiskusikan lima
katagori komunikasi yang berbeda yang terjadi selama negosiasi dan kemudian
mempertimbangkannya apakah lebih banyak komunikasi akan selalu lebih baik
dari pada kurangnya komunikasi.
1. Tawaran, Tawaran Baik, dan Motif

Tutzauer menyatakan bahwa penawaran banyak memiliki preferensi


merek, dan bahwa preferensi tersebut dapat dinyatakan menurut beberapa skala
numerik yaitu bahwa mereka dan bahwa preferensi tersebut dapat dinyatakan
menurut beberapa skala numerik yaitu bahwa mereka memiliki derajat utilitas
atau nilai yang berbeda (Luce dan Raifa,1957). Dengan kata lain proses
penawaran-penawaran balik merupakan hal yang dinamis dan interaktif, seperti
proses ini secara terus-menerus merevisi parameter negosiasi, dan akhirnya
menyepitkan rentang tawar-menawar serta mengarahkan diskusi menuju poin
penyelesaian.

2. Informasi Mengenai Alternatif

Komunikasi dalam negosiasi tidak terbatas pada pertukaran penawaran


dan penawaran balik, bagaimana juga, aspek pentik lainnya yang telah dipelajari
adalah bagaimana kegiatan berbagai informasi dengan pihak lain memengaruhi
proses negosiasi. Di sisi lain memperlihatkan BATNA yang baik dalam
menghadapi pihak lain dengan cara memaksakan atau merendahkan dapat
ditafsirkan sebagai tindakan agresif atau mengancam.

3. Informasi Mengenai Hasil

Dalam sebuah studi simulasi negosiasi, Thompson, Valley, dan Kramer


(1995) meneliti efek dari berbagi jenis informasi yang berbeda, bagaimana pihak
lain mengevaluasi keberhasilannya dalam negosiasi dan bagaimana hal ini
mempengaruhi evaluasi negosiator terhadap keberhasilan mereka sendiri. Secara
keseluruhan temuan ini menunjukan bahwa negosiator harus berhati-hati
mengenai hasil pembagian hasil mereka atau bahkan reaksi positif mereka
terhadap hasil dengan pihak lain, terutama jika mereka akan bernegosiasi lagi
dengan pihak tersebut dimasa mendatang. Sebagai tambahan, penelitian ini
menyarahkan bahwa negosiator harus mengevaluasi keberhasilan mereka sendiri
sebelum mempelajari evaluasi pihak lain terdapat hasil.

4. Akun Sosial

Tipe lain dari komunikasi yang terjadi dri selama negosiasi terdiri atas
akun sosial yang digunakan negosiator untuk menjelaskan sesutu kepada pihak
lain (Bies dan Shapiro,1987, Shapiro 1991). Sitkin dan Bies menyatakan bahwa
negosiator yang menggunakan beberapa penjelasan cenderung mendapatkan hasil
yang lebih baik dan bahwa efek negatif dari hasil yang buruk dapat diatasi dengan
mengomunikasikan penjelasan bagi mereka.

5. Komunikasi Mengenai Proses

Terakhir, beberapa komunikasi adalah mengenai proses negosiasi itu


sendiri seberapa baik negosiasi tersebut berjalan atau prosedur apa saja yang
mungkin diadopsi untuk memperbaiki situasi. Seperti manusia sibuk lainnya, bisa
tergoda untuk maju dengan tawaran dan tawaran balik dalam mengejar hasil
daripada berhenti dan membuang waktu untuk mendiskusikan sebuah proses yang
berlangsung kurang baik, terkadang jeda dalam percakapan substantif dan
perhatian terhadap proses justru merupakan hal yang diperlukan kita menutup
bagian ini dengan pembahasan tentang apa yang itu komunikasikan dalam
negosiasi dengan tiga pertanyaan kunci.

Apakah Negosiator Bersifat Konsisten atau Adaptif ?

Tema utama dari banyak panduan untuk negosiasi termasuk didalam buku
ini, adalah bahwa negosiator yang efektif mampu menyesuaikan strategi mereka
dan mengacu ke situasi penawaran tertentu. Analisis ini juga menunjukan bahwa
negosiator hanya bereaksi terhadap sebagaian kecil isyarat yang ada
dikomunikasikan oleh mitra mereka dan hanya menggunakan sebagai kecil respon
yang mungkin ada. Tampaknya bahwa ketika tiba saatnya untuk membuat pilihan
mengenai komunikasi banyak negosiator memilih untuk tetap menerapkan pilihan
yang sudah biasa dibandingkan mencoba berimprovasi.

Apakah Hal – Hal yang Disebutkan di Awal Negosiasi Berguna ?

Penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukan bahwa sejumlah


kecil komunikasi dalam pertemuan negosiasi dapat memiliki efek besar pada hasil
yang dimunculkannya. Dengan simulasi eksperimen negosiasi dua pihak mereka
menemukan bahwa bagi beberapa negosiator (dengan berstatus tinggi), waktu
berbicara – jumlah waktu mereka lakukan dalam negosiasi. Dengan kata lain,
mengontrol “lantai” diawal negosiasi memang membantu, tetapi tidak dengan
komunikasi yang emosional dan hiperbolis. Namun, terdapat bukti dari penelitian
lain bahwa keuntungan bersama dipengaruhi oleh apa yang terjadi sebelumnya.
Mereka menemukan keuntungan bersama yang lebih baik ketika negosiator
berubah dari sekedar bersikap menjadi bertukar informasi menjadi bertukar
informasi mengenai masalah dan prioritas sebelum negosiasi terlalu jauh.

Apakah Lebih Banyak Informasi Selalu Lebih Baik ?

Beberapa penelitian menyatakan bahwa menerima terlalu banyak


informasi selama negosiasi dapat saja merugikan negosiator, hal-hal terkadang
disebut dengan efek informasi adalah kelemahan. Dalam studi simulasi negosiasi
distribusi sebuah kendaraan eksotis, Brodt menemukan bahwa negosiator yang
mendapat informasi dari dalam yaitu :

1. Membayar lebih sedikit untuk mobilnya


2. Lebih tidak terlihat akan membuat konsesi selama negosiasi
3. Membuat lebih banyak penawaran krestif selama negosiasi.
Meskipun demikian, studi ekperimen oleh O’Connor (1997) menunjukan
bahwa memiliki informasi lebih banyak tidak secara otomatis menghasilkan hasil
yang lebih baik. Hasil penelitian O’Connor menyatakan bahwa pengaruh
pertukaran informasi akurat dalam hasil negosiasi tidak bersifat langsung seperti
yang diharapkan orang – orang yaitu, hanya dengan bertukar informasi tidak
otomatis mengarah ke pengertian yang lebih baik mengenai keinginan pihak lain
atau kearah hasil dan lebih baik. Tidak juga secara otomatis menghasilkan efek
informasi adalah kelemahan. Justru pengaruh pertukaran informasi selama
negosiasi tergantung pada jenis masalah yang didiskusikan dan motivasi negosiasi
untuk menggunakan informasi tersebut.

Bagaimana Orang – Orang Berkomunikasi dalam Negosiasi

Bagaimana negosiator berkomunikasi sama penting dengan apa yang perlu


mereka katakan, sementara itu penelitian telah menguji aspek yang berbeda
mengenai bagaimana orang-orang berkomnikasi dalam negosiasi. Terdapat tiga
aspek yang berhubungan dengan “bagaimana” komunikasi: karakteristik bahasa
yang digunakan oleh orang yang berkomunikasi, penggunaan komunikasi
nonverbal dalam negosiasi, dan pemilihan saluran komunikasi untuk mengirim
dan menerima pesan.

Karakteristik Bahasa

Dalam negosiasi, bahasa beroperasi dalam dua level, level logikal (untuk
proposal atau penawaran) dan level pragmatis (semantik, sintaksis, dan gaya).
Makna yang disampaikan oleh proposisi atau pernyataan merupakan kombinasi
ntara sebuah pesan logikal yang ada di permukaan dan beberapa pesan prgmatis
(misalny, diisyaratkan atau disampulkan). Simon (1993) meneliti pola linguistik
komunikasi dalam negosiasi dua dari penemuan revelan dengan hal ini :

1. Pihak yang pernyataannya mengomunikasikan minat dalam substnsi


negosiasi (banyak hal) dan hubungan dengan pihak lain mencapai hasil
lebih baik, solusi yang lebih integratif dibandingkan pihak-pihak yang
memiliki pernyataan yang memiliki perhatian sepenuhnya hanya pada
substansi atau hanya pada hubungan.
2. Pola lingistik pada awal negosiasi membantu untuk mendefinisikan isu
dengan cara yan dapat menunjang para pihak untuk menemukan
kemungkinan integratif.

Penggunaan Komunikasi Nonverbal

Beberapa tindakan nonverbal, yang disebut dengan attending behaviors,


merupakan hal yang sangat penting dalam berhubungan dengan oang lain dalam
interaksi yang terkoordinasi seperti negosiasi mereka menunjukan pada anda
bahwa mereka mendengarkan dan menyiapkan orang tersebut untuk menerima
pesan anda.

a. Membuat Kontak Mata Pada umumnya, kontak mata merupakan


salh satu car untuk menunjukan bahwa anda memperhatikan dan
mendengarkan dan bahwa anda menganggap mereka penting.
Ketika menunjuk seseorang, membuat kontak mata merupakan hal
yang sama penting ketika menyampaikan bagian terpenting sebuah
pesan (Beebe,1980: Burgoon, Coker dan Coker, 1986,
Kleinke,1986). Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa pola
yang dijelaskan disini merupakan karakteristik masyarakat barat.

b. Menyesuaikan Posisi Tubuh Para orang tua seringkali


menyarankan anak-anaknya bagaimana cara berdiri dan duduk,
terutama saat berada di dalam situasi formal, seperti sekolah atau
pesta makan malam. Jika anda menerima dan menyetujui pesan
lawan anda berbicara perlu di perhatikan untuk tidak menunjukan
sikao tidak hormat melalui sikap tubuh dengan bungkuk, berbalik,
atau mengangkat kaki ke atas meja (Stacks dan Burgoon 1981).
Sebaliknya, menyilangkan tangan, menganggukan kepala,
mengerutkan dahi, dan mengerutkan alis semuannya dapat
menandakan penolakan atau ketidaksetujuan yang sangat kuat
(Nierenberg dan Calero, 1971).

c. Mendukung atau Menolak Apa yang Dibicarakan Orang Lain


Secara Nonverbal. Seseorang dapat mengindikasikan perhatian
dan minat terhadap apa yang dibicarakan orang lain melalui
berbagai perilaku sederhana. Kontak mata singkat atau sebuah
senyuman dan anggukan kepala akan menunjukan isyarat yang
membesarkan hati. Sama halnya, kerutan dahi, pandangan marah,
gelengan kepala, atau berpura-pura sakit akan mengisyaratkan
penolakan terhadap pesan lawan bicara. Hal ini lebih mudah
diucapkan daripada dilakukan kemampuan untuk menilai perilaku
nonverbal bervriasi sebuah dengan konteks sosial dan gender
diantara fakto-faktor lainnya (Puccinelli, Tickle-Degnam, dan
Rosentha, 2003).

d. Pemilihan Saluran Komunikasi. Komunikasi dialami secara


berbeda ketika komunikasi tersebut muncul melalui saluran yang
berbeda. Penggunaan teknologi informasi jaringan dalam negosiasi
kadang-kadang disebut segala negosiasi virtual atau juga e-
negotiation. Kemampuan saluran untuk membawa dan
menyampaikan isyrat-isyarat soasial dan relaional dari pengirim
dan penerima yang melampaui teks literal dari pesan itu sendiri.
Besar mengandung arti bahwa sebuah dapat menyampaikan lebih
banyak isyarat yang mengandung isi sosial.

Email sebagai sebuah jenis komunikasi personal dan organisasional yang


umum dapat dipandang sebagai komunikasi tertulis jenis lain yang kebetulan
melibatkan transmisi elektronik. Namun, kebanyakan penelitian terhadap
komunikasi yang dimensi oleh komputer tersebut fokus pada interaksi tanpa
nama. Tidak jelas apakah kurangnya isyarat sosial memiliki efek yang sama dalam
konteks komunikasi, seperti negosiasi, dimana pihak-pihak yang terlibat
mengatuhi satu sama lain, dan bahkan saling mengenal dengan baik (Barry dan
Fulmer 2004). Thompson dan Nadler 2002 mengindentifikasi empat bias spesifik
yang dapat menghambat keberhasilan negosiasi online :

1. Temporal Synchrony bias merupakan kecenderungan negosiator untuk


bertingkah seolah-olah mereka berada dalam situasi yang sinkron padahal
sebetulnya tidak.
2. Burned bridge bias adalah kecenderuangan individu untuk menerapkan
perilaku yang berisiko selama negosiasi email yang tidak akan mereka
gunakan selama pertemuan tatap muka.
3. Squeaky Wheel bias adalah kecenderungan yang dilakukan negosiator
melalui email untuk menggunakan gaya emosional negatif untuk mencapai
tujuan.
4. Sinister Attribution bias muncul saat seseorang keliru mengasumsikan
perilaku orang lain disebabkan cacat kepribadian saat menghadapi faktor
situasional.

Bagaimana Cara Meningkatkan Komunikasi dalam Negosiasi

Terdapat tiga teknik utama untuk meningkatkan komunikasi dalam


negosiasi yaitu :

Penggunaan Pertanyaan

Salah satu teknik yang paling umum mengklarifikasi komunikasi dan


menghilangkan gangguan dan distorsi adalah penggunaan pertanyan. Nierenberg
menyatakan bahwa pertanyaan dapat dibagi ke dalam dua kategori dasar.
Negosiator juga dapat menggunakan pertanyaan untuk mengolah kesulitan atau
negosiator yang terhambat. Terlepas dari penggunaan tipikalnya untuk
mengumpulkan dan mendiagnosis informasi atau membantu pihak lain dalam
menunjukan dan mengutarakan kebutuhan dan kepentingannya. Pihak yang lain
mungkin lebih siap untuk mendiskusikan apa yang salah dalam proposal dari pada
apa yang benar pertanyaan “mengapa tidak” dan keterampilan mendengarkan
yang hati-hati dengan demikian dapat membantu negosiator mengindentifikasi
keinginan pihak lain.

Mendengarkan

Selama beberapa dekade sejak Carl Rogers mengajurkan dinamisme


komunikasi kunci ini, minat terhadap ketermpilan mendengarkan, dan terutama
mendengarkan aktif,telah terus-menerus tumbuh, baik dalam konteks umum
maupun domain spesifik bisnis dan organisme. Terdapat tiga bentuk utama
mendengarkannya :

1. Mendengarkan pasif
2. Pengakuan
3. Mendengarkan aktif

Ketika pihak lain melakukannya, negosiator akan lebih memahami posisi


pihak lain faktor-faktor dan informasi yang mendukungnya dan cara-cara
bagaimana posisi tersebut bisa dikompromikan diselesaikan atau dinegosiasikan
sesuai dengan pilihan atau prioritas mereka.

Pembalikan Peran

Komunikasi juga dapat ditingkatkan melalui pembalikan peran. Dalam


diskusi mendengarkan aktif, kami menyarankan bahwa salah satu tujuan adalah
untuk mendapatkan pemahaman mengenai pandangan pihak lain atau kerangka
acuan. Saat melakukannya, anda dapat memahami posisi orang tersebut, mungkin
menerima validitasnya dan menemukan bagaimana memodifikasi kedua posisi
anda agar lebih sesuai. Penelitian yang meneliti dampak dan keberhasilan teknik
pembalikan peran (seperti Johnson 1971, Walcott, Hopmann dan King 1977)
menyimpulkan beberapa hal berikut ini :

4. Pembalikan peran efektif untuk menghasilkan perubahan kognitif dan


perubahan sikap.
5. Ketika posisi semua pihak pada dasarnya sesuai satu sama lain,
pembalikan peran kemungkikanan menghasilkan hasil yang dapat diterima
ketika posisi semua pihak pada dasarnya tidak sesuai, pembalikan peran
mungkin dapat mempertajamkan persepsi ketidaksesuaian dan membatasi
perubahan sikap yang positif.
6. Meskipun pembalikan peran dapat menimbulkan pemahaman yang lebih
besar terhadap posisi pihak lain dan menyoroti area kesamaan yang
mungkin terjadi, pembaikan peran tidak selamanya efektif dalam
pencapaian kesepakatan antara pihak pihak terlibat.

Pertimbangan Komunikasi Khusus pada Penutupan Negosiasi

Karena negosiasi bergerak menuju perjanjian yang hampir dicapai


negosiator harus memenuhi dua aspek kunci komunikasi dan negosiasi secara
berkesinambungan penghindaran kesalahan fakta dan pencapaian penutupan
kesepakatan yang memuaskan dengan cara yang konstruktif.

Menghindari Kesalahan – Kesalahan Fatal

Mencapai kesepakatan dalam negosiasi pada umumnya melibatkan


pembuatan keputusan untuk menerima tawaran, mengopromikan prioritas untuk
bertukar masalah dengan pihak lain atau untuk mengombinasikan tahapan-tahapan
tersebut. Proses pengambilan keputusan tersebut dapat dibagai kedalam empat
elemen kunci yaitu :
1) Pembingkaian
2) Mengumpulkan inteligensi
3) Membuat keputusan, dan
4) Belajar dari umpan balik.

Meskipun beberapa jebakan ini mungkin muncul di tahapan awal negosiasi ketika
kedua pihak buru-buru mengakhiri dan mempererat perjanjian.

Mencapai Penutup

Gary Karrass (1985) berfokus terutama pada negosisi penjualan memiliki


saran spesifik mengenai komunikasi di sekitar akhir negosiasi. Oleh pihak yang
tidak berpartisipasi dalam proses tawar menawar tetapi memiliki hak atau
tanggung jawab untuk meninjauinnya. Karrass menganjurkan negosiator untuk
memperlihatkan tantangan tersebut dan siap intuk menanganinya dengan percaya
diri. Terakhir karrass mencatat pentingny menurunkan perjanjian tersebut kedalam
bentuk tertulis menyadari bahwa pihak yang menuliskan kontrak berada dalam
posisi untuk mencapai kejelaskan dan pelaksanaan perjanjian.
BAB 7

MENENTUKAN DAN MENGGUNAKAN KEKUATAN NEGOSIASI

MENGAPA KEKUATAN PENTING BAGI NEGOSIATOR

Kebanyakan para negosiator mempercayai bahwa kekuatan bernegosiasi


dianggap penting karena dapat memberikan manfaat bagi para negosiator yang
diperoleh dari pihak lain.

Menggali kekuatan bernegosiasi biasanya muncul dari satu atau dua persepsi :

1. Para negosiator mempercayai bahwa mereka memiliki sedikit kekuatan


bernegosiasi dibanding dengan pihak lain pada saat ini. Dalam keadaan
ini, para negosiator mempercayai bahwa pihak lain terlah memperoleh
manfaat yang akan digunakan, sehingga para negosiator tersebut menggali
kekuatan untuk menutup kerugian atau mengimbangi keuntungan lainnya.
2. Para negosiator mempercayai bahwa mereka membutuhkan kekuatan lebih
dibanding pihak lainnya untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh
hasil yang aman. Dalam konteks ini, para negosiator percaya bahwa
menambahkan kekuatan di perlukan untuk mendapatkan atau memperoleh
manfaat bagi dirinya sendiri dalam negosiasi berikutnya.

Pengertian kekuatan

Secara luas, orang-orang memiliki kekuatan dimana mereka menggunakan


kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang mereka inginkan atau kekuatan untuk
mendapatkan seseatu dengan cara mereka (salancik dan Pfeffer,1977). Sekiranya,
sebuah pihak dengan kemampuan dapat membujuk pihak lain melakukan apa
yang kemudian tidak akan dilakukan (Dahl,1957:Kotter,1979).
Seseorang pelaku... memiliki kekuatan terhadap situasi yang dihadapi
(kekuatan situasional) pada tingkatan tertentu yang dapat menyebabkan kepuasan
dalam meraih tujuannya (tujuan, ambisi atau keinginan) dimana pelaku tersebut
menekankan situasi yang terjadi. Kekuatan adalah sebuah konsep hubungan hal
tesebut tidak terletak pada individunya akan tetapi lebih mengacu kepada
hubungan perorangan dengan lingkungannya. Alih-alih, kekuatan pelaku yang
dihadapkan pada situasi tersebut ditentukan oleh karakteristik situasi seperti
karakter yang dimilikinya (Deutsch, 1973)

Sumber Kekuatan Bagaimana Orang Menggunakan Kekuatan

1. Kekuatan berbasis pengalaman; berasal dari keunikan, informasi lebih


mengenai sebuah subjek.
2. Kekuatan berbasis hadiah; berdasarkan kemampuan memberikan hadiah
terhadap apa yang mereka lakukan.
3. Kekuatan berbasis pemaksaan; bersumber dari kemampuan menghukum
pihak lain untuk tidak melakukan apa yang tidak diinginkan.
4. Kekuatan berbasis keabsahan; bersumber dari memegang kekuasaan dalam
sebuah kantor atau semacam lembaga formal dan menggunakan kekuasaan
yang berkaitan dengan kantor tersebut ( contohnya seorang wakil presiden
atau direktur)
5. Kekuatan berbasis penunjukan; berasal dari tanggapan atau rasa kagum
terhadap satu perintah karena alasan kelakuan personal, integritas, gaya
interpersonal, dan sebagainya.

Sumber kekuasaan Informasi

Didalam konteks negosiasi, informasi mungkin menjadi salah satu sumber


utama dari kekuasaan itu sendiri. Kekuasaaan informasi bersumber dari
kemampua negosiator mengumpulkan dan mengatur fakta-fakta dan data-data
yang mendukung posisi mereka, pendapat-pendapat atau keinginan terhadap hasil.
Para negosiator mungkin menggunakan infornasi seabagai salah satu alat untuk
menantang posisi pihak lain atau keinginan menghasilkan atau untuk merusak
kefektifan pendapat yang dilontarka pihak lain. Bahkan dalam negosiasi
sederhana, pihak tersebut mengambil posisi dan mengutarakan pendapat-pendapat
dan fakta-fakta untuk mendukung posisi tersebut. Pertukaran infromasi dalam
negosiasi merupakan pusat dari proses pengambilan keputusan.

Perbedaan-perbedaan kepribadian dan individu

Kekuatan bersumber dari perbedaan dalam :

1. Orientasi Personal (orientasi yang lebih luas terhadap penggunaan


kekuatan),setiap individu memiliki orientasi psikologi yang berbeda
terhadap situasi sosialnya. Berdasarkan Deutch 1985) ketika orientasi yang
terpenting adalah : “orientasi kognitif, orientasi yang bersifat motivasi, dan
orientasi moral terhadap situasi yang mengharuskan adanya perilaku dan
tanggapan terhadap situasi tersebut”. Hal tersebut merupakan perbedaaan
individual yang terjadi pada umumnya sifat personal yang mungkin akan
mempengaruhi cara setiap individu menggunakan kekuatannya.
2. Orientasi kognitif Burrel dan morgan (1979) menyatakan bahwa setiap
perbedaan individu dalam bingkai ideologi dari referensi , satu cara untuk
mempresentasikan orientasi kognitif berpusat pada pendekatan mereka
terhadap kekuatan. Mereka menidentifikasi tiga jenis bingkai ideologi :
Bentuk kesatuan ditandai dengan kepercayaan bahwa masyarakat
terintegrasi secara keseluruhan dan bahwa minat setiap individu
dan kelompok merupakan sebuah kesatuan.
Bentuk yang radikal ditandai oleh kepercayaan bahwa masyarakat
berada dalam perselisihan sosial, politik dan ketertarikan kelompok
yang berkesinambungan, dan kekuasaan tersebut melekat serta
tidak seimbang secara struktural.
Bentuk pluralis ditandai dengan kepercayaan bahwa kekuatan
didistribusikan secara relatif sama diseluruh kelompok yang
berbeda, yang bersaing dan melakukan tawar menawar untuk
pembagian keseimbangan kekuatan yang berkesinambungan
(sebuah pandangan umum mengenai demokrasi liberal).
3. Orientasi motivasi (motivasi khusus dalam menggunakan kekuatan).
Orientasi kedua fokus pada perbedaan motivasi individu dimana akar
perbedaan lebih terletak pada kebutuhan elemen-elemen energi dari
kepribadian dibanding idiologi.
4. Watak dan keterampilan (orientasi pada kerja sama / persaingan).
Beberapa penulis (contohnya, G pfeffer, 1992, Frost 1987) telah
menyarankan sebuah orientasi terhadap kekuatan secara besar-besaran
yang dilatarbelakangi watak individual untuk bersikap kerjasama atau
bersaing.
5. Orientasi moral ( orientasi filosofi dalam menggunakan kekuatan) Pada
akhirnya, individu berbeda dalam hal pandangan moral masing-masing
terhadap kekuatan dan penggunaannya.
6. Kekuatan berdasarkan posisi : kekuatan yang bersumber daripenempatan
dalam sebuah posisi tertentu dalam sebuah organisasi atau struktur
komunikasi mengacu pada pengaruh berbeda :Keweangan kekuatan atau
pemerintahan formal, berasal dari penggunaan sebuah kunci dalam sebuah
organisasi secara hierarki.
7. Pengendalian Sumber , dalam sebuah konteks organisasi, beberapa
sumber penting adalah sebagai berikut :
1. Uang, dalam bentuk yang bermacam : tunai, gaji, alokasi budget,
dan bantuan, uang tambahan, rekening biaya dan dana-dana
tertentu.
2. Persediaan, bahan-bahan mentah, komponen, potongan-potongan,
dan bagian-bagian.
3. Modal kemanusiaan, menyediakan biaya upah burh, pegawai yang
dapat dialokasikan menjadi sebuah msalah atau tugas sementara,
bantuan sementara.
4. Waktu, waktu luang, kemampuan bekerja dengan batas waktu,
kemampuan mengendalikan batas waktu. Jika tekanan waktu
berlaku pada satu dari kedua pihak, kemampuan untuk membantu
seseorang menghadapi atau memindahkan batas waktu menjadi
lebih kuat (penulis membahas tentang batas waktu bernegosiasi).
5. Perlengkapan, mesin-mesin, alat-alat, teknologi, perangkat keras
dan perangkat lunak komputer, kendaraan.
6. Perawatan penting, perbaikan, perawatan, pemeliharaan, instalasi
dan pengantaran, gangguan teknis, dan transportasi.
7. Dukungan interpersonal, pujian verbal dan dorongan untuk hasil
yang baik atau kritik terhadap hasil yang buruk.

Kekuatan berdasarkan hubungan :

1. Saling ketergantungan tujuan bagaimana berbagai pihak memandang


tujuan mereka.
2. Kekutan rujukan , kekuatan rujukan berasal dari penghormatan salah satu
perintah karena atribut, seperti kepribadian, integritas, gaya interpersonal
dan sejenisnya.

Jaringan, menilai atau mengendalikan semua informasi , sumber menyediakan


pergerakan, atau menilai bersumber dari lokasi dimana pergerakan terjadi dalam
sebuah jaringan. Beberapa aspek struktur jaringan yang menentukan kekuasaan
dalam peran meliputi :

Sentralitas
Kritikaslitas dab relevansi
Fleksibilitas
Visibiltas
Keanggotaan dalam koalisi

Kekuatan Kontekstual : kekuatan yang bersumber dari konteks negosiasi tejadi.


Sumber umum dari kekuasaan kontekstual diantaranya :
6. Ketersediaan BATNA menawarkan kepada negosiator kekuatan yang
signifikan mereka pilihan diantara menerima atau menolak tawaran dari
pihak lain.
7. Kebudayaan organisasi dan nasional , budaya merupakan sebuah sistem
dari asumsi dasar, norma-norma dan nilai-nilai individu yang berlaku
dalam kelompok atau organisasi tentang bagaimana berinteraksi dengan
pihak lain.
8. Ketersediaan agen-agen, lembaga dan pelanggan yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi hasil dari negosiasi tersebut.

Berurusan dengan Pihak Lain Yang Memiliki Kekuatan Lebih Besar

Cara –cara yang dapat dilakukan pihak yang berkekuatan rendah dalam
menghadapi pemain besar dalam perjanjian bisnis dan kemitraan. Berikut ini
adalah beberapa saran tersebut :

1) Jangan pernah melakukan perjanjian ambil atau tidak sama sekali.


2) Buat pihak lain lebih kecil
3) Buat diri anda lebih besar
4) Bangun momentum dengan melakukan penawaran dalam sekuen
5) Gunakan kekuatan kompetisi untuk mengungkit kekuasaan
6) Desak diri anda sendiri
7) Informasi yang baik selalu merupakan sumber kekuasaan
8) Ajukan banyak pertanyaan untuk mendapatkan lebih banyak informasi
9) Lakukan apa yang anda dapat untuk mengendalikan proses tersebut
BAB 8

PENGARUH

Negosiator juga mungkin ingin mengubah keyakinan pihak lain mengenai


pentingnya tujuan pihak lain tersebut dan meyakinkan bahwa konsesinya tidak
sama nilainya dengan yang diyakininya. Negosiator mungkin menggambarkan diri
sendiri sebagai orang yang dapat disukai dan harus diperlakukan dengan baik.
Semua usaha tersebut dirancang untuk menggunakan informasi, serta kualitas
pengirim dan penerima informasi tersebut, untuk menyesuaikan dengan posisi,
persepsi, dan opini pihak lain kita menyebut taktik ini sebagai pengaruh.

Dua Rute Menuju Pengaruh : Model yang mengorganisasi

Cara alternatif pendekatan yang kita pilih disini berdasarkan pemahaman


yang lebih kontemporer mengenai bagaimana pengaruh dan persuasi
bekerja.Pendekatan ini pertama kali dikembangkan dalam penelitian yang
dilakukan Richard Petty dan John Cacioppo (1986a, 1986b), menyatakan secara
umum orang orang terpengaruh dengan dua cara:

Cara pertama terjadi secara sadar dan melibatkan pemikiran aktif


mengenai pesan yang memberikan pengaruh dan menintegrasikannya ke
dalam struktur kognitif individu yang telah ada sebelumnya (pemikiran,
kerangka intelektual dan lain-lain), Petty dan Cacioppo telah manamai
cara persuasi ini sebagai rute sentral yang muncul ketika motovasi dan
kemampuan untuk menyelidiki argumen yang terkait isu relatif tinggi.
Rute kedua menuju persuasi, rute periferal dicirikan dengan petunjuk dan
konteks halus, dengan pemikiran dan pemrosesan kognitif terhadap pesan
yang lebih sedikit. Persuasi melalu periferal dianggap muncul secara
otomatis (misalkan, diluar kesadaran) yang menyebabkan “perubahan
sikap tanpa penyelidikan argumen.”

Rute Sentral menuju Pengaruh : Pesan dan Cara Menyampaikannya

Isi Pesan

Ketika mengkontruksi argumen untuk mempengaruhi pihak lain, negosiator


perlu memutuskan topik dan fakta apa yang harus mereka masukan. Mengkaji
empat pertanyaan yang harus dipertimbangkan negosiator ketika membuat
argumen persuasif :

1) Membuat penawaran tampak menarik bagi pihak lain, dalam


menstruktur pesan negostiator harus menekankan keuntungan yang
diperoleh pihak lain ketika menerima proposal. Negosiator yang
berpengalaman memastikan bahwa pihak lain memahami apa yang akan ia
peroleh dengan menerima tawaran tersebut.
2) Membingkai pesan, sehingga pihak lain akan berkata Ya. Tugasnya
adalah menemukan sesuatu yang dapat disetujui oleh pihak lain yang
membuatnya berpikir untuk mengatakan ya.
3) Membuat pesan Normatif , mudah untuk berasumsi bahwa masyarakat
terdorong oleh egoisme sederhana dan langsung. Namun, terdapat banyak
bukti yang mengidentifikasikan bahwa orang-orang terdorong untuk
berlaku sesuai dengan nilai, yakni aturan agama, sosial, dan etika.
4) Menyarankan Kesepakatan dalam Prinsip, terkadang ketika membuat
pihak lain menerima “kesepakatan dalam prinsip” akan menjadi langkah
yang baik dalam negosiasi.
Struktur Pesan

Pesan satu sisi dan dua sisi, secara umum pesan dua sisi dipandang lebih efektif
dibandingakan pasan satu sisi (Jackson dan Allen, 1987). Lebih spesifiknya pesan
dua sisi tampak lebih efektif : ketika pihak lain memiliki latar pendidikan yang
baik, ketika pihak lain awalnya tidak setuju dengan posisi tersebut, ketika pihak
lain akan berhadap dengan orang-orang yang akan menentang pandangan yang
berbeda dengan posisi yang didukung.

Komponen pesan, bagian komponen tersebut mengandung pernyataan yang telah


diterima atau disepakati oleh pihak lain.

Repetisi, kita hanya perlu memikirkan serbuan iklan televisi dan radio untuk
mengetahui kekuatan repetisi dalam menyampaikan pesan. Repetisi mendorong
pemrosesan rute sentral, meningkatkan kemungkinan bahwa target akan menelaah
pesan tersebut.

Kesimpulan , secara keseluruhan, sebaiknya kita tidak berasumsi bahwa sejumlah


fakta atau argumen yang diberikan, pihak lain akan menarik kesimpulan yang
sama dengan anda , melainkan menarik kesimpulan eksplisit bagi pendengar
untuk memastikan bahwa mereka memahami argumen yang kita berikan secara
menyeluruh.

Gaya persuasif : Cara menyampaikan Pesan

Mendorong partisipasi Aktif, negosiator yang dapat menggunakan pendekatan


aktif umumnya lebih persuasif dibandingkan mereka yang tidak menggunakan
pendekatan pasif karena pendekatan aktif mengharuskan penerima mengerahkan
usaha, yang mengakibatkan keterlibatan, yang menimbulkan perubahan sikap.
Mempertimbangkan Kejelasan dan Intensitas Bahasa, kejelasan da intensitas
bahasa yang digunakan oleh negosiator memberikan dampak besar terhadap
persuasifnya.

Penggunaan ancaman : menimbulkan ketakutan, pesan-pesan yang berisi


ancaman-ancaman serangan oleh serikat buruh atau penolakan terhadap buruh
oleh manajemen, ancaman untuk merusak reputasi pihak lain, atau ancaman yang
menghentikan negosiasi dapat bermanfaat ketika negosiator perlu menekankan
pentingnya suatu hal yang dikemukakan. Pada dasaranya, ancaman adalah
pernyataan jika maka dengan konsekuensi negatif : “Jika anda melakukan X,
maka saya terpaksa melakukan Y”

Melanggar Ekspetasi Penerima, ketika penerima mengharapkan gaya


penyampaian pesan dari pembicara dan kemudian mendapatkan gaya yang
berbeda.

Rute Puriferal Menuju Pengaruh

Dalam pembahasan rute periferal menuju pengaruh, kita mengambil


sebagian sebagian pembahasan seorang psikolog Robert Cialdini (2001) yang
berpendapat bahwa jenis persuasi ini dapat berjalan hampir otomatis, seperti
kedipan mata atau respon terkejut. Pembahasan rute periferal menuju pengaruh
mempertimbangkan tiga strategi :

1. Urutan pesan , dalam mempersiapkan argumen persuasif, negosiator


biasanya memiliki satu poin, informasi atau ilustrasi utama yang sangat
penting atau meyakinkan. Dimana poin tersebut harus ditempatkan dalam
pesan? Diawal? Dipertengahan? Di akhir ?

2. Format , negosiasi dipengaruhi oleh jalur komunikasi hal tersebut berlaku


juga bagi pengaruh, dimana argumen atau himbauan tertentu dapat
menjadi tidak efektif bergantung pada jalur yang digunakan atau format
penyajiannya.
3. Gangguan, satu faktor yang membuat proses persuasi menjadi kompleks
adalah orang-orang mulai mempertahankan dirisendiri dari pengaruh
setelah mencurigai bahwa seseorang telah mempengaruhi mereka.

Karakteristik Sumber yang Memupuk Pengaruh Periferal

Kredibilitas sumber
1. Kualifikasi dan keahlian
2. Reputasi untuk Kepercayaan dan Intergritas
3. Persentasi Diri
4. Kesan Pertama
5. Perbedaan Status
6. Niat untuk Mempengaruhi
7. Kolega
8. Ketekunan dan keuletan

Daya Tarik Sumber


3. Keramahan
4. Pembujukan
5. Rasa Suka
6. Membantu Pihak Lain
7. Rasa Memiliki Kesamaan
8. Emosi
Otoritas

Aspek-aspek Konteks yang Mendorong Pengaruh Periferal

1. Resiprositas
2. Komitmen
3. Bukti Sosial
4. Penggunaan Penghargaan dan Hukuman

Peranan Penerima – Target Pengaruh

 Memahami Persepektif Orang Lain


1. Eksplorasi Sudut Pandang orang lain
2. Membuat Parafrasa secara Selektif
3. Menekankan hal-hal yang anda sukai dalam proposal pihak lain

 Menolak Pengaruh orang lain


1. Memiliki BATNA dan tahu cara menggunakannya
2. Membuat komitmen publik
3. Lindungi diri anda dari argumen pihak lain
BAB 9

ETIKA DALAM BERNEGOSIASI

Apakah yang Kami Maksud dengan "Etika" dan Mengapa Etika Penting
dalam Negosiasi ?

Definisi Etika :

 Etika secara luas adalah untuk menentukan apa yang benar dan apa yang
salah dalam situasi tertentu atau proses untuk menetapkan standar-standar
tersebut

 Dilema etika dalam sebuah bisnis muncul ketika seorang manajer


menghadapi sebuah keputusan “di mana letak kinerja finansial (diukur
dengan pemasukan, biaya, dan laba yang diterima oleh perusahaan) dan
kinerja sosial (dinyatakan dalam kewajiban perusahaan terhadap individu
atau kelompok yang diasosiasikan dengan perusahaan) saat terjadi dalam
konflik” (Hosmer. 2003).

Pembahasan etika merupakan subjek yang penting. Mempelajari etika


mendorong para negosiator untuk melihat proses pengambilan keputusan mereka,
kemudian mepertajam pertanyaan yang akan mereka ajukan membantu para
negosiator menciptakan peluang untuk penelitian lanjutan pada kompleksitas etika
(Lewicki, 1983; Raiffa, 1982).

Berikut adalah 4 standar evaluasi strategi dan taktik dalam bisnis serta
negosiasi (Green, 1994; Hosmer,2003) :

1. Pilih serangkaian tindakan berdasarkan hasil yang ingin dicapai.


2. Pilih serangkaian tindakan berdasarkan Tugas saya untuk mempertahankan
aturan dan prinsip yang benar.
3. Pilih serangkaian tindakan berdasarkan norma, nilai, dan strategi
organisasi atau masyarakat.
4. Pilih serangkaian tindakan berdasarkan Keyakinan.

Empat pendekatan rasionalisasi etika

1. End-result ethics

Definisi : Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh pertimbangan


konsekuensi. Prinsip pusatnya yaittu:

a. Satu pihak harus mempertimbangkan semua konsekuensi yg muncul.


b. Tindakan akan tampak benar bila tindakan tersebut membawa
kebahagiaan, dan tampak salah bila membawa kesedihan.
c. Kebahagiaan didefinisikan sebagai bukti dari kesenangan dan
hilangnya kesusahan.
d. Promosi atas kebahagiaan merupakan tujuan utama
e. Kebahagiaan kolektif atas semua perhatian merupakan tujuan.

2. Duty ethics

Definisi : Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh pertimbangan obligasi


untuk menentukan prinsip dan standar secara umum. Prinsip pusatnya yaittu:

a. Hubungan manusia harus dibina dengan prinsip moral utama, atau


"keharusan"
b. Individu harus bertahan pada prinsip mereka dan kembali
mempertahankan diri mereka dengan aturan.
c. Kepantasan yang tidak terbatas merupakan adanya sebuah kebaikan
(tindakan dalam prinsip) daripada sekedar kesenangan.
d. Kita tidak boleh mengubah hukum moral agar sesuai dengan tindakan
kita, namun mengubah tindakan kita agar sesuai dengan hukum moral.

3. Social contract ethics

Definisi : Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh aturan dan norma


dalam masyarakat. Prinsip pusatnya yaittu:

a. Orang-orang harus berfungsi dalam kehidupan sosial, konteks


masyarakat untuk bertahan.
b. Masyarakat menjadi "tubuh moral" untuk mengukur aturan awal.
c. Tugas dan obligasi mengikat masyarakat dan individu satu sama lain.
d. Apa yang terjadi bagi kebaikan umum menentukan standar tetap.
e. Hukum bersifat penting, namun moralitas menentukan hukum dan
standar untuk yang benar atau salah.

4. Personalistic ethics

Definisi : Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh konsesi seseorang.


personal ethics bisa didefinisikan kebenaran suatu tindakan didasarkan pada suara
hati dan standar moral seseorang. Prinsip pusatnya yaittu:

a. Posisi kebenaran ditemukan dalam eksistensi manusia.


b. Kemampuan dalam diri seseorang yang membuat mereka dapat
menunjukkan rasa kemanusiaan dan untuk memutuskan yang benar
atau salah.
c. Aturan keputusan personal merupakan standar tak terbatas.
d. Mengejar tujuan prestise dengan kesan tak menunjukkan tindakan
tersebut yang membawa ke arah akhir yang tersembunyi.
e. Tidak ada formula absolut untuk kehidupan.
f. Salah satu pihak harus mengikuti kelompok lain, namun juga bertahan
pada apa yang individu percaya.
Pertanyaan Perilaku Etika Apa yang Muncul dalam negosiasi ?

Taktik Etika Ambigu : Semua (Kebanyakan) tentang Kebenaran.

Penggunaan frasa etika ambigu menggambarkan kehati-hatian dalam


pemilihan kata. Untuk itu menarik untuk dibahas taktik-taktik yang dapat atau
tidak layak, bergantung pada rasionalisasi dan keadaan etika seseorang.
Kebanyakan isu etika dalam bernegosiasi berhubungan dengan standar dalam
memberitahukan kebenaran, seberapa jujur, tersembunyi, atau terbuka seorang
negosiator seharusnya. Para individu harus menentukan (menurut satu teori atau
lebih yang disajikan sebelumnya) ketika mereka harus memberitahukan kebenaran
(seluruh kebenaran dan tidak ada sedikit pun kebohongan) seperti berlawanan
dengan sebagian perilaku yang menyatakan harus berbohong. Fokus perhatian
dibagian ini lebih kepada apa yang negosiator katakan/komunikasikan, atau apa
yang mereka katakan akan lakukan dan bukan pada apa yang sebenarnya akan
mereka lakukan (walaupun seorang negosiator mungkin akan bertindak tidak etis).

Mengidentifikasi Penggunaan Taktik dan Perilaku yang Ambigu secara


Etika

Apakah Taktik yang Ambigu Secara Etika ? Yaitu kategori taktik


negosiasi yang etis secara marginal yang merupakan teknik yang ambigu secara
etika seperti penggunaan taktik manipulasi emosi (contoh : pura-pura marah,
takut, kecewa ; pura-pura bahagia, puas) dan penggunaan taktik penawaran
kompetitif tradisional (contoh : tidak memberitahukan kemudahan anda; membuat
penawaran pembukaan yang berlebihan). Empat kategori lainnya seperti
penafsiran yang salah (contoh : mendistrosi informasi atau kejadian dalam
negosiasi ketika menjelaskannya pada orang lain), penafsiran terhadap jaringan
kompetitor (contoh : merusak reputasi kompetitor anda dengan rekanan nya,
pengumpulanyang keliru (contoh : penyuapan, infiltrasi, memata-matai dan lain-
lain) dan menindaklanjuti atau dikatakan menggertak (contoh : janji yang tidak
tulus atau ancaman) biasanya dianggap sebagai taktik yang tidak boleh digunakan
dan tidak etis dalam bernegosiasi.

Apakah boleh menggunakan taktik yang ambigu secara etika ?

Beberapa catatan penting dalam kesimpulan ini, yaitu Pertama, pernyataan


didasarkan pada penilaian sekelompok besar orang. Kedua observasi-observasi ini
didasarkan khususnya pada apa yang akan orang-orang katakan akan lakukan.
Ketiga, dengan terlibat dalam penelitian taktik-taktik yang ambigu secara etika
dan melaporkan hasilnya. Keempat ini adalah pandangan orang barat, dimana para
individu menentukan apa yang diterima secara etika.

Keputusan untuk menggunakan taktik yang ambigu secara Etika: Model

Setiap individu mengidentifikasi kemungkinan taktik pemengaruh yang


dapat bersifat efektif pada situasi tertentu, beberapa diantaranya bersifat menipu,
tidak pantas, atau tidak etis. Ketika taktik tersebut digunakan, negosiator akan
menilai akibat berdasarkan tiga standar, yaitu : Apakah taktik tersebut berhasil,
bagaimana perasaan negosiator tersebut setelah menggunakannya, dan bagaimana
negosiator tersebut akan dilihat atau dinilai oleh pihak lain atau pihak netral.

Mengapa Menggunakan Taktik yang Menipu ? Motif dan Akibat

1. Motif Kekuatan

Tujuan penggunaan taktik negosiasi ambigu secara etika adalah untuk


meningkatkan kekuatan negosiator dalam posisi tawar-menawar. Dan informasi
lah merupakan sumber kekuatan utama dalam negosiasi .
2. Motif lain untuk bersikap tidak etis

Motivasi negosiator dengan jelas dapat mempengaruhi kecenderungan


mereka untuk menggunakan taktik menipu. Negosiator kompetitif yang mencari
keuntungan maksimal terlepas dari akibat yang diberikan pada pihak lainnya
cenderung menggunakan penyajian yang keliru sebagai strategi. Perbedaan
budaya juga mungkin menggambarkan pengaruh motivasi dimana mereka akan
bersikap menggunakan taktik-taktik melakukan negosiasi yang tidak etis .

3. Akibat dari perilaku tidak etis

Seorang negosiator yang menggunakan taktik yang etis akan mendapatkan


beberapa akibat yang mungkin positif dna negatif, berdasarkan tiga aspek situasi
ini: (1) Apakah taktik tersebut efektif ; (2) Bagaimana orang lain, konsitueannya,
dan para audiens mengevaluasi taktik tersebut ; dan (3) Bagaimana negosiator
mengevaluasi taktik yang ia pakai.

Keefektifan

Kefektifan taktik akan memiliki beberapa akibat pada kenyataan apakah


taktik tersebut akan digunakan kembali atau tidak ( intinya, proses pembelajaran
sederhana dan dorongan ).

Reaksi Pihak Lain

Rangkaian akibat yang kedua dapat datang dalam penilaian dan evaluasi dari
orang yang menjadi “target” taktik yang digunakan, dari konsisten, dan dari
audiens yang mengamati penggunaan taktik negosiator. Pada kesimpulannya,
walaupun penggunaan taktik yang tidak etis mungkin membuat keberhasilan
jangka pendek bagi negosiator, hal tersebut juga membuat lawan dalam negosiasi
tidak mempercayainya, bahkan lebih buruk, yaitu membalasnya.
Reaksi Pribadi

Akibat dari taktik negosiasi : reaksi negosiator itu sendiri terhadap


penggunaan taktiknya. Dalam beberapa kondisi seperti ketika pihak lainnya telah
sangat menderita seorang negosiator mungkin merasakan ketidaknyamanan,
stress, merasa bersalah, atau menyesal.

Penjelasan dan Justifikasi

Ketika negosiator telah menggunakan teknik yang ambigun secara etika yang
mungkin mendapatkan reaksi yang sudah dijelaskan sebelumnya, negosiator harus
menyiapkan pembelaan penggunaan taktik tersebut pada dirinya sendiri. Terdapat
peningkatan riset terhadap mereka yang menggunakan taktik tidak beretika dan
penjelasan serta justifikasi yang mereka gunakan untuk membenarkannya .

Faktor – faktor Apa yang Membentuk Kecenderungan Sikap Negosiator


untuk Menggunakan Taktik yang Tidak Etis ?

- Latar belakang dan karakteristik demografis negosiator.


- Kepribadian Negosiator dan Tingkat perkembangan moral negosiator.
- Elemen – elemen konteks sosial (situasi dimana negosiator berada) yang
mendorong atau tidak mendukung tidakan tidak etis.

Faktor Demografis

Sejumlah penelitian berorientasi survei tentang prilaku etis telah mencoba


untuk menghubungkan perbedaan-perbedaan perilaku etis pada latar belakang
orang-orang orientasi religi, usia, jenis kelamin, kewarganegaraan dan pendidikan
yang berbeda.
4. Jenis Kelamin, sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa wanita
cenderung membuat penilaian etika yang lebih keras (lebih sedikit
keinginan untuk melakukan taktik negosiasi yang ambigu secara etika)
dibandingkan pria.
5. Usia dan Pengalaman, individu-individu yang lebih tua melihat taktik yang
tidak etis secara marginal sebagai hal yang layak dibandingkan dengan
kaum yang lebih muda. Dan individu yang lebih banyak pengalaman kerja
dan dengan pengalaman kerja langsung, lebih memiliki sedikit
kecenderungan menggunakan taktik negosiasi yang tidak etis.
6. Orientasi Profesional, melalui penelitian mengenai pembela dan jaksa
penuntut dan penggunaan taktik yang ambigu secara etika bahwa para
pembela melihat taktik yang ambigu secara etika sebagai hal yang lebih
layak dibandingkan dengan jaksa penuntut.
7. Kewarganegaraan dan Kebudayaan, ketika masuk ke dalam pembahasan
etika negosiator, perbedaan antara budaya dan kewarganegaraan mungkin
dapat menjadi fungsi dari tidak banyak perbedaan kepercayaan mengenai
etika itu sendiri, namun bukan variasi dalam peranan hubungan personal
dalam masyarakat yang berbeda.

Perbedaan Kepribadian

Para peneliti telah mencari identifikasi dimensi kepribadian yang akan


memprediksi secara benar kecenderungan seseorang untuk bertindak tidak etis.
Temuan terpilih digambarkan yaitu daya saing versus kerjasama,
Machiavellanisme, dan lokus kendali.

Perkembangan Moral dan Nilai Pribadi

Banyak peneliti telah mengeksplorasi hubungan level perkembangan


moral individu terhadap pengambilan keputusan etis. Enam tahapan
perkembangan moral dikelompokkan kedalam tiga tingkat, yaitu (1) Tingkat pre-
konvesional (tahap 1 dan 2) dimana individu lebih fokus pada hasil konkret yang
sesuai dengan keperluan individu, khususnya hadiah dan hukuman eksternal, (2)
tingkat konvesional (tahap 3 dan 4) dimana individu menentukan apa yang benar
berdasarkan keadaan sosial dan lingkungan teman-teman atau apa yang secara
umum diinginkan, dan (3) tahapan prinsipiil (tahap 5 dan 6) dimana individu
menentukan apa yang benar berdasarkan batasan nilai atau prinsip universal.

Pengaruh Konteks pada Perilaku Yang Tidak Etis

Faktor terakhir yang seharusnya memengaruhi keinginan seorang


negosiator untuk bertindak secara tidak etis adalah faktor pengaruh konteks.
Unsur-unsur dari suatu konteks tersebut yaitu : pengalaman masa lalu sang
negosiator dengan taktik-taktik nya yang tidak etis, peranan insentif dalam suatu
situasi, sifat dasar pihak lain, hubungan antara negosiator dan pihak lain, kekuatan
relatif antara negosiator, cara berkomunikasi apakah seorang negosiator bertindak
sebagai pelaku atau agen, dan norma kelompok dan organisasi serta tekanan yang
menentukan proses negosiasi.

Bagaimana Negosiator Berhubungan dengan Pihak Lain yang Melakukan


Penipuan ?

1. Tanyakan pertanyaan yang menyelidik


2. Fase pertanyaan dengan cara berbeda
3. Paksa pihak lainnya untuk berbohong atau mundur
4. Uji pihak lain
5. “panggil” Taktik
6. Abaikan Taktik
7. Diskusikan apa yang anda lihat dan Tawarkan bantuan supaya pihak lain
berperilaku lebih jujur
BAB 10

HUBUNGAN DALAM NEGOSIASI

Kecukupan dari Pendekatan yang Dibangun terhadap Penelitian untuk


Memahami Negosiasi dalam Hubungan Sheppard dan Tuchinsky mencatat
beberapa cara dimana suatu konteks hubungan yang ada mengubah dinamika
negosiasi :

Negosiasi dalam hubungan terjadi setiap saat. Satu cara mengubah


negosiasi distributuf menjadi integratif adalah bagi para pihak untuk
berkesempatan dalam menuai keuntungan atau hadiah.
Negosiasi sering kali bukanlah jalan untuk mendiskusikan sebuah masalah,
tetapi cara untuk belajar lebih banyak tentang pihak lain dana
meningkatkan saling ketergantungan. Dalam negosiasi transaksional,
pihak-pihak mencari celah untuk mendapatkan informasi masing-masing,
sehingga mereka dapat membuat kesepakatan yang lebih baik.
Resolusi dari masalah-masalah distributif yang sederhana memiliki
implikasi untuk masa depan. Saat waktu menjadi asset, waktu juga dapat
menjadi kutukan. Penyelesaian dari masalah negosiasi siapunpun dapat
menciptakan presden yang tidak diinginkan atau disengaja.
Isu-isu distributif dalam negosiasi hubungan dapat memanas secara
emosional. Jika satu pihak merasa kuat tentang masalah atau yang lain
bertindak secara provokatif, pihak-pihak yang terlibat akan sangat marah
terhadap satu sama lain.
dalam hubungan dapat saja tidak pernah berakhir. Salah satu keuntungan
dari negosiasi dalam sebuah hubungan permainan atau simulasi adalah
bahwa terdapat akhir yang jelas.
Dalam banyak negosiasi,orang lain merupakan masalah utama. Teori
preskriptif yang terkenal mengenai negosiasi integrative mengajarkan
bahwa untuk menjadi efektif, para negosiator harus “ memisahkan orang
dari masalah”.
Dalam beberapa negosiasi, pemeliharaan hubungan merupakan tujuan
negosiasi yang terlalu dipaksakan, dan pihak-pihak dapat membuat konsesi
terhadap masalah – masalah substantial untuk memelihara atau
meningkatkan hubungan.

Bentuk-bentuk Hubungan

Empat Bentuk Hubungan yang Penting

Fiske (1991) berpendapat bahwa terdapat empat tipe hubungan yang


penting sebagai berikut :
“Communal sharing adalah hubungan kesatuan, komunitas, identitas
kolektif, dan kebaikan, khususnya terjadi diantara family yang dekat” .
“Authority ranking adalah hubungan perbedaan yang asimetris,
umumnya ditunjukkan dalam susunan hierarkis status dan preseden,
sering kali didampingi oleh latihan permintaan dan melengkapi
tampilan perbedaan dan rasa hormat”
“Equality matching adalah hubungan korespondensi satu per satu
dimana orang-orang memang berbeda namun sama, seperti
manifestasikan dalam hal timbale balik yang seimbang (atau balas
dendam tit-for-tat), distribusi yang dibagi merata atau distribusi yang
identik, dalam bentuk kompensasi pengganti, dan pengambilan
kesempatan”
“Market pricing didasarkan pada sebuah metrik (intermodal) dari nilai
di mana orang-orang membandingkan komoditas yang berbeda dan
mengalkulasi pertukaran/rasio keuntungan”
Negosiasi dalam Hubungan Communal

Dibandingkan dengan hal-hal dalam jenis negosiasi lain, pihak-pihak yang


ada dalam hubungan communal sharing (atau yang berharap untuk memiliki
interaksi dimasa depan): (1) Lebih kooperatif dan empatik, (2) Menyusun
perjanjian dengan kualitas yang lebih baik, (3) Tampil lebih baik pada
pengambilan keputusan dan tugas-tugas yang menggerakkan, (4) Memusatkan
perhatian mereka pada hasil pihak lain sebagaimana hasil mereka sendiri, (5)
Memusatkan perhatian lebih pada norma-norma yang mengembangkan cara yang
mereka lakukan bersama, (6) Lebih cenderung untuk membagi informasi dengan
orang lain dan kurang menggunakan taktik-taktik yang memaksa, (7) Lebih
cenderung menggunakan komunikasi tidak langsung tentang masalah-masalah
konflik dan mengembangkan sebuah struktur konflik yang unik, (8) Mungkin
lebih cenderung menggunakan kompromi atau penyelesaian masalah sebagai
strategi-strategi untuk menyelesaikan konflik.

Elemen-elemen Kunci dalam Mengatur Negosiasi dalam Hubungan

a. Reputasi

Reputasi adalah sebuah “identitas perceptual, reflektif dari kombinasi


karekteristik dan pencapaian menonjol pribadi, perilaku yang ditunjukkan dan
gambaran-gambaran yang diniatkan yang dipelihara setiap saat, sebagaimana
diteliti secara langsung dan/atau sebagaimana dilaporkan dari sumber kedua
(Ferris, Blass, Douglas, Kolodinsky, dan Treadway, 2005, hal. 215).

b. Kepercayaan

McAllister (1995) menjelaskan kata kepercayaan sebagai “Kepercayaan


individu dan kesediaan untuk bertindak pada kata-kata, tindakan, dan keputusan
terhadap orang lain”. Terdapat tiga hal berkontribusi pada tingkat kepercayaan
yang seorang negosiator dapat miliki dari orang lain.
Penempatan terus-menerus individu terhadap kepercayaan (misalkan,
perbedaan individu dalam kepribadian yang membuat beberapa orang lebih dapat
dipercaya dibandingkan yang lain), faktor-faktor situasi (misalkan, kesempatan
untuk pihak-pihak berkomunikasi dengan satu sama lain secara cukup), dan
sejarah hubungan antar-pihak.

Kepercayaan Berbasis Kalkulus.

Kepercayaan ini terkait dengan meyakinkan perilaku yang konsisten,


terutama dalam bentuk hubungan market-pricing atau dengan tahapan-tahapan
terdahulu dari tipe hubungan orang lain.

Kepercayaan Berbasis Identifikasi.

Kepercayaan ini dengan demikian mengizinkan satu pihak untuk


menjalani sebagai agen orang lain dalam transaksi interpersonal (Deutsch, 1994).

Kepercayaan Berbeda dari ketidakpercayaan.

Satu perbedaan penting kedua yang muncul dalam literatur adalah perbedaan
antara kepercayaan dan ketidakpercayaan (Lewicki, McAllister, dan Bies, 1998).
Menggabungkan dua tipe kepercayaan dengan perbedaan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan ini mengarahkan kita mampu menjelaskan empat tipe
kepercayaan, yaitu :

1. Kepercayaan berbasis kalkulus (Calculus-based trust/CBT), adalah


harapan positif meyakinkan mengenai perlakuan orang lain.
2. Ketidakpercayaan berbasis kalkulus (Calculus-based distrust/CBD),
adalah harapan negatif meyakinkan mengenai perlakuan pihak lai .
3. Kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust/IBT),
4. Ketidakpercayaan berbasis identifikasi (identification-based ditrust/IBD)
6. Membangun Kepercayaan dan Negosiasi

Empat bentuk kepercayaan yang dibahas sebelumnya menyatakan


strategi-strategi tindakan yang jelas bagi negosiator yang ingin
membangun Kepercayaan dengan pihak lain. Jika berharap bahwa
hubungan tersebut akan berkembang menjadi menjadi sebuah hubungan
communal dimana kepercayaan berbasis identifikasi akan menjadi lebih
umum, maka negosiator tersebut harus membangun Kepercayaan berbasis
kalkulus dan juga berusaha untuk membangun Kepercayaan berbasis
identifikasi.
5) Penelitian Terbaru mengenai Kepercayaan dan Negosiasi
Banyak peneliti telah mengeksplorasi kepercayaan dalam
negosiasi. Sebagaimana yang seseorang dapat harapkan, secara umum
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan yang lebih tinggi membuat
negosiasi lebih mudah, sedangkan tingkat kepercayaan yang lebih rendah
membuat negosiasi lebih sulit.

c. Keadilan

Keadilan dapat mengambil beberapa bentuk :

8. Keadilan distributif adalah tentang distribusi hasil. Pihak-pihak dapat


peduli bahwa satu pihak menerima lebih dari haknya, bahwa hasil harus
didistribusikan dengan adil, atau beberapa hassil harus didistribusikan
berdasarkan kebutuhan (Deutsh, 1985).
9. Keadilan prosedural adalah tentang proses hasil determinasi. Tyler dan
Blader (2004) menekankan seberapa penting keadilan prosedural dari
pihak ketiga dalam memandang pihak ketiga sebagai pihak netral,
memandang mereka sebagai pihak terpercaya, menerima keputusan
mereka dan dalam kasus otoritas formal seperti polisi, secara sukarela
menerima keputusan mereka dan arahan mereka.
10. Keadilan interaksi adalah tentang bagaimana pihak – pihak
memperlakukan satu sama lain dalam hubungan satu lawan satu.
11. Keadilan sistematik adalah mengenai cara bagaimana organisasi-organisasi
muncul untuk memperlakukan kelompok individu dan norma-norma yang
mengembangkan cara bagaimana mereka seharusnya diperlakukan.

Hubungan di Antara Reputasi, Kepercayaan, dan Keadilan

Tidak hanya bentuk keadilan yang beragam yang berhubungan, tetapi


reputasi, kepercayaan, dan keadilan semuanya berinteraksi dalam membentuk
ekspektasi perilaku orang lain. Kepercayaan, Keadilan, dan reputasi, semuanya
adalah pusat untuk negosiasi hubungan dan melengkapi satu sama lain; Kita tidak
dapat memahami negosiasi didalam hubungan yang rumit secara mencolok
dengan mempertimbangkan cara kita dalam menilai orang lain (dan diri kita
sendiri) pada dimensi tersebut.

Memperbaiki Hubungan

Terdapat banyak langkah untuk memperbaiki hubungan. Mencoba untuk


menanggulangi satu reputasi yang buruk, membangun kembali kepercayaan, atau
memulihkan keadilan terhadap hubungan lebih mudah untuk dibicarakan
dibandingkan melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai