Anda di halaman 1dari 3

Transisi dalam Pemikiran Konflik

Menurut Robbins&Judge (2013) terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu:

a. Pandangan Tradisional (Tradisional view of conflict), menyatakan bahwa konflik harus


dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini melihat konflik sebagai suatu
hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan
kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap
kebutuhan dan aspirasi para karyawan. Aliran ini juga memandang konflik sebagai
sesuatu yang sangat buruk dan tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu
konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.
b. Pandangan Interaksionis (Interactionist view of conflict), Pandangan ini mendorong
munculnya konflik dengan dasar pemiikiran bahwa suatu organisasi yang tenang,
harmonis, dan damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan
tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah. Karena itu,
sumbangan utama dari pendekatan interaksionis mendorong pemimpin kelompok untuk
mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik, cukup untuk
membuat kelompok itu hidup, kritis diri dan kreatif. Pandangan ini tidak bermaksud
untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori konflik,
yaitu:
 Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok
danmeningkatkan kinerjanya.
 Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik :
o Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
o Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
o Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.
c. Pandangan Resolusi-Terfokus (Resolution-focused view of conflict), pandangan ini
menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan
dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi
kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu
konflik harus dikelola dengan baik.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Taiwan dan Indonesia menemukan bahwa ketika
tingkat konflik hubungan tinggi, maka peningkatan konflik tugas secara bersamaan terkait
dengan tingkat kinerja tim menjadi lebih rendah dan kepuasan anggota tim yang
menurun. Konflik menghasilkan stres, yang dapat menuntun orang untuk lebih berpikir
keras dan bermusuhan. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa semua konflik
mengurangi kepercayaan, rasa hormat, dan kohesi dalam kelompok, yang mengurangi
kelangsungan hidup sosial jangka panjang.

Semakin banyak penelitian, yang di ulas kemudian kami menyarankan kita dapat
meminimalkan efek negatif dari konflik dengan berfokus dalam mempersiapkan orang
untuk konflik, mengembangkan strategi resolusi, dan memfasilitasi diskusi terbuka.
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai