Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

NEGOSIASI BISNIS
Dasar-dasar Negosiasi Bisnis

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10

1. RINDARTI B.131.15.0405
2. KIKI ROSALINDA H B.131.15.0412
3. YUNITA B.131.15.0418
4. SELLA KARTIKA SARI B.131.15.0547
5. AYU KURNIASARI B.131.15.0551

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEMARANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sepanjang hidup kita, tentunya kita selalu melakukan negosiasi. Baik
dengan ayah ke anaknya, teman, maupun rekan bisnis. Negosiasi dapat
menjembatani perbedaan yang ada dan menghasilkan kesepakatan antar pihak
yang terlibat. Latar belakang didalam kehidupan sehari-hari kita sering
melakukan negosiasi, baik secara sadar maupun tidak.
Negosiasi kita lakukan dari hal-hal yang kecil, misalnya, negosiasi di pasar
ketika berbelanja barang kebutuhan sehari- hari sampai, kepada negosiasi
yang sifatnya lebih formal dalam mewakili kepentingan organisasi, atau
perusahaan tempat kita bekerja. Negosiasi yang formal lazimnya kita lakukan
dalam kapasitas kita sebagai profesional yang mewakili organisasi atau
perusahaan kita di meja perundingan. Misalnya sebagai pengusaha, manajer,
atau tenaga profesional lainnya yang berunding secara formal dengan calon
mitra bisnis kita. Namun negosiasi informal yang berkembang dalam
pembicaraan yang bersifat tak resmi, dalam bentuk lobi-lobi tertentu, sering
juga diperlukan untuk membuka jalan atau menunjang kelancaran proses
negosiasi formal yang berlangsung di meja perundingan resmi.
Sebagian besar proses pengambilan keputusan di seluruh bidang pekerjaan
baik di dalam internal organisasi maupun dengan pihak luar, dapat
diperlancar melalui proses negosiasi baik formal maupun informal yang
efektif. Sebagian besar permasalahan bisnis di lapangan ternyata disebabkan
oleh kurangnya pemahaman para pelaku bisnis akan arti penting negosiasi
dan cara melakukannya dengan benar. Padahal, negosiasi kadang lebih
menentukan ketimbang perjanjian hitam di atas putih, terutama di awal- awal
memulai kerja sama. Bahkan tidak jarang pula negosiasi dilakukan tanpa
persiapan. Akibatnya, ketika dilakukan, negosiasi hanya menjadi sia-sia dan
kita jadi rugi waktu dan tenaga. Padahal, kerugian itu bisa dihindari apabila
pelaku bisnis memposisikan negosiasi sebagai elemen krusial dalam
menjalankan kerjasama bisnis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari negosiasi ?
2. Bagaimana sifat –sifat dasar negosiasi bisnis ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai gambaran dari negosiasi.
2. Untuk memahami sifat-sifat dasar negosiasi yang mana nantinya dapat
dapat diaplikasikan dalam kegiatan bisnis.
BAB II
PEMBAHASAN

Negosiasi adalah bentuk pengambilan keputusan di mana dua pihak atau


lebih berbicara satu sama lain dalam upaya untuk menyelesaikan kepentingan
perdebatan mereka. Banyak orang mengasumsikan bahwa “jantung negosiasi”
adalah proses memberi dan menerima yang digunakan untuk mencapai
kesepakatan. Sementara proses memberi dan menerima sangat penting,
negosiasi merupakan proses sosial yang sangat kompleks, banyak faktor
penting yang membentuk hasil negosiasi tidak terjadi selama negosiasi, mereka
terjadi sebelum pihak-pihak yang ada melakukan negosiasi, atau membentuk
konteks di sekitar negosiasi.
Negosiasi terjadi karena beberapa alasan : (1) menyetujui bagaimana cara
membagi sebuah sumber yang terbatas, seperti tanah atau properti atau waktu;
(2) menciptakan sesuatu yang baru dimana kedua belah pihak akan
melakukannya dengan cara mereka sendiri, atau (3) menyelesaikan masalah
atau perselisihan antara kedua belah pihak. Terkadang orang-orang gagal untuk
bernegosiasi karena mereka tidak menyadari bahwa mereka berada dalam
situasi negosiasi. Dengan memilih pilihan-pilihan lain daripada negosiasi,
mereka mungkin gagal untuk mencapai tujuan mereka, mendapatkan apa yang
mereka perlukan atau mengatur masalah-masalah sebaik yang mereka
inginkan.

2.1. Karakteristik Situasi Negosiasi


Negosiasi adalah proses dimana dua atau lebih pihak berusaha untuk
menyelesaikan kepentingan mereka yang bertentangan. Negosiasi merupakan
salah satu dari beberapa mekanisme dimana orang dapat menyelesaikan
konflik. Situasi negosiasi pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama,
namun beberapa ahli menulis secara ekstensif tentang pendapatnya bahwa
terdapat beberapa karakteristik umum untuk semua situasi negosiasi (Lewicky,
1992, Rubin dan Brown, 1975) :
1. Terdapat dua pihak atau lebih yaitu dua atau lebih individu, kelompok atau
organisasi. Meskipun orang dapat bernegosiasi dengan diri mereka sendiri.
2. Terdapat konflik kebutuhan dan keinginan antara dua pihak atau lebih
yaitu apa yang diinginkan adalah tidak selalu menjadi keinginan orang lain
dan para pihak harus mencari cara untuk menyelesaikan konflik.
3. Para pihak bernegosiasi dengan pilihan, artinya mereka bernegosiasi
karena mereka berpikir mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang lebih
baik dengan melakukan negosiasi daripada sekedar menerima sisi lain
secara sukarela akan memberikan mereka atau membiarkan mereka miliki.
4. Ketika kita bernegosiasi, kita mengharapkan proses “memberi dan
menerima” yang mendasar untuk definisi sendiri. Yang diharapkan bahwa
kedua belah pihak akan memodifikasi atau mengubah pernyataan awal
mereka, permintaan atau tuntutan.
5. Para pihak lebih suka bernegosiasi dan mencari kesepakatan daripada
melawan secara terbuka, satu sisi mendominasi dan sisi lain menyerah,
memutuskan kontak secra tetap atau membawa perselisihan mereka pada
otoritas yang lebih tinggiuntuk mengatasinya. Negosiasi terjadi ketika
pihak-pihak lebih memilih untuk menciptakan solusi mereka sendiri demi
menyelesaikan konflik, ketika tidak ada seperangkat aturan atau prosedur
yang tetap atau dibuat untuk menyelesaikan konflik atau ketika mereka
memilih untuk mengabaikan aturan-aturan tersebut.
6. Negosiasi yang berhasil melibatkan manajemen faktor kasat mata
(misalnya harga atau ketentuan perjanjian) dan juga resolusi faktor tak
kasat mata. Faktor tak kasat mata adalah dasar motivasi psikologis yang
mungkin mempengaruhi pihak-pihak selama negosiasi, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Faktor tak kasat mata sering berakar
pada nilai-nilai pribadi dan emosi. Faktor tak kasat mata dapat memiliki
pengaruh besar pada proses negosiasi dan hasil.

2.2. Saling Ketergantungan


Salah satu karakteristik kunci dari situasi negosiasi adalah bahwa pihak-
pihak saling membutuhkan untuk mencapai tujuan dan hasil yang mereka
inginkan. Artinya, mereka harus saling berkoordinasi untuk mecapai tujuan
mereka sendiri, atau mereka memilih untuk bekerjasama karena hasil yang
mungkin dicapai akan lebih baik daripada mereka bekerja sendiri. Ketika
pihak-pihak yang ada saling bergantung satu sama lain untuk mencapai hasil
yang diinginkan sendiri, mereka saling bergantung.
Kebanyakan hubungan antara pihak dapat dicirikan dalam salah satu dari
tiga cara; mandiri, tergantung atau saling tergantung. Pihak yang mandiri
dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari
orang lain; mereka dapat relatif terpisah, acuh tak acuh dan tidak terlibat
dengan orang lain. Pihak yang tergantung harus mengandalkan orang lain
untuk apa yang mereka butuhkan; karena mereka memerlukan bantuan,
kebajikan, atau kerja sama yang lain, pihak yang tergantung harus menerima
dan mengakomodasikan keninginan penyedia dan keistimewaan tersebut.
Sebagai contoh, jika seorang karyawan benar-benar tergantung kepada atasan
untuk pekerjaaan dan gaji, karyawan akan dengan baik melakukan pekerjaan
seperti yang diperintahkan dan menerima gaji yang ditawarkan, atau pergi
tanpa pekerjaan.

2.3. Saling Ketergantungan yang Mempengaruhi Hasil


Saling ketergantungan atas tujuan masyarakat, dan struktur situasi dimana
mereka akan bernegosiasi, membentuk proses negosiasi dan hasil. Ketika
tujuan dari dua atau lebih orang saling berhubungan, sehingga hanya satu yang
dapat mencapai tujuan seperti mengikuti perlombaan dimana hanya akan ada
satu pemenang, itu adalah situasi yang kompetitif yang dikenal dengan situasi
zero-sum atau distributif, dimana individu sangat terhubung bersama sama
sehingga terdapat korelasi negatif antara pencapaian tujuan mereka.
Sebaliknya, non zero sum atau integratif atau situasi pendapatan timbal balik
adalah situasi dimana banyak orang dapat mencapai tujuan mereka.

2.4. Alternatif Bentuk Saling Ketergantungan


Pihak-pihak memilih untuk bekerjasama karena hasil yang dapat dicapai
mungkin akan lebih baik dibandingkan jika mereka tidak bekerjasama. Oleh
karena itu, mengevaluasi ketergantungan juga sangat bergantung pada
keinginan alternatif untuk bekerjasama. Roger Fisher, William Ury dan Bruce
Patton (1991), dalam buku mereka yang populer “Getting to Yes: Negotiating
Agreement without Giving In”, menekankan bahwa “Apakah Anda harus atau
tidak harus setuju pada sesuatu dalam negosiasi tergantung sepenuhnya pada
daya tarik untuk Anda terhadap alternatif terbaik yang tersedia.

2.5. Penyesuaian Timbal Balik


Penyesuaian timbal balik ini saling berlanjut sepanjang kegiatan negosiasi
sebagai aksi kedua belah pihak dalam memperngaruhi yang lain. Penting untuk
menyadari bahwa negosiasi adalah proses yang berubah dari waktu ke waktu
dan penyesuaian timbal balik adalah salah satu penyebab utama dari perubahan
yang terjadi selama negosiasi.
Negosiator yang efektif perlu memahami bagaimana orang akan mengatur
dan menyesuaikan, dan bagaimana negosiasi akan memutar dan mengubah,
berdasarkan pergerakan sendiri dan tanggapan yang lain.

2.6. Penyesuaian Timbal Balik dan pembuatan Konsesi


Negosiasi sering dimulai dengan pernyataan posisi awal. Setiap pihak
menyatakan proposal pemukiman yang paling disukai, berharap bahwa pihak
lain hanya akan menerimanya, tetapi tidak benar-benar percaya bahwa kata
sederhana “ya” akan datang dari sisi lain. Jika proposal tidak siap diterima oleh
yang lain, negosiator mulai mempertahankan proposal awal mereka sendiri dan
mengkritik proposal orang lain dan mungkin juga mengandung perubahan
posisi sendiri. Ketika salah satu pihak setuju untuk membuat perubahan dalam
posisinya, maka konsesi telah dibuat (Pruitt, 1981).

2.7. Dua Dilema dalam Penyesuaian Timbal Balik


Memutuskan bagaimana menggunakan konsesi sebagai sinyal ke sisi lain
dan mencoba untuk membaca sinyal dalam konsesi yang lain adalah bukan
tugas yang mudah, terutama bila terdapat kepercayaan diantara negosiator. Dua
dari dilema yang negosiator hadapi, yang diidentifikasi oleh oleh Harold
Kelley (1966), membantu menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Dilema pertama, dilema kejujuran, fokus pada berapa banyak kebenaran
yang memberitahu pihak lain. Disisi lain, memberitahu pihak lain tentang
situasi yang dapat memberikan orang tersebut kesempatan untuk mengambil
keuntungan kita. Di lain pihak, tidak mengatakan apapun pada orang lain
tentang kebutuhan dan keinginan kita dapat menyebabkan kebuntuan.
Dilema kedua Kelley adalah dilema kepercayaan, berapa banyak
seharusnya negosiator percaya pada apa yang pihak lain katakan kepda mereka.
Jika kita percaya semua yang dikatakan pihak lain, maka ia dapat mengambil
keuntungan dari kita. Jika kita percaya bahwa tidak ada yang dikatakan pihak
lain, maka kita akan memiliki banyak kesulitan dalam mencapai kesepakatan.
Mecari solusi optimal melalui proses pemberian informasi dan membuat
konsep yang sangat dibantu oleh kepercayaan dan keyakinan bahwa kita
diperlakukan jujur dan adil. Dua upaya negosiasi membnatu untuk
menciptakan kepercayaan dan keyakinan tersebut, satu didasarkan pada
persepsi hasil dan lainnya pada persepsi proses. Hasil persepsi dapat dibentuk
dengan mengelola bagaimana penerima memandang hasil yang diusulkan.

2.8. Mengklaim Nilai dan Menciptakan Nilai


Dua jenis situasi saling tergantung, zero sum dan non zero sum. Zero sum
atau situasi distributif adalah situasi dimana hanya ada satu pemenang atau
dimana pihak-pihak yang berusaha untuk mendapatkan bagian lebih besar atau
bagian dari sumber daya tetap, seperti jumlah bahan baku, uang, waktu dan
sejenisnya. Sebaliknya, non zero sum atau integratif atau situasi pendapatan
timbal balik adalah situasi dimana banyak orang dapat mencapai tujuan
mereka.
Kebanyakan negosiasi yang aktual adalah gabungan dari proses
mengklaim dan menciptakan nilai. Implikasi untuk hal ini begitu signifikan.
1. Negosiator harus mampu menyadari situasi-situasi yang membutuhkan
lebih dari satu pendekatan dibandingkan yang lain.
2. Negosiator harus menjadi fleksibel dalam kenyamanan mereka dan
menggunakan kedua pendekatan strategi.
3. Persepsi negosiator terhadap situasi cenderung lebih bisa dalam melihat
masalah-masalah menjadi lebih kompetitif/distributif dari yang
sebenarnya.
Nilai dapat diciptakan dengan banyak cara dan perasaan proses itu terletak
pada eksploitasi perbedaan-perbedaan yang ada diantara para negosiator (Lax
dan Sebenius, 1986). Perbedaan kunci diantara para negosiator meliputi hal-hal
berikut :
1. Perbedaan minat
Para negosiator jarang menilai semua hal dalam negosiasi yang sama.
Contohnya, dalam mendiskusikan sebuah praktek kompensasi, perusahaan
mungkin besedia menyerah pada bonus yang besar darioada gaji karena
bonus terjadi hanya di tahun pertama, sedangkan gaji adalah pendapatan
tetap.
2. Perbedaan penilaian tentang masa depan
Orang-orang berbeda dalam penilaiannya terhadap yang berharga atau
nilai masa depan sebuah barang. Misalnya, apakah bagian dari daerah rawa
merupakan satu investasi yang bagus atau buruk terhadap pendapatan yang
diperoleh dengan susah payah ?beberapa orang dapat membayangkan
rumah masa depan dan kolam renang, sedangkan yang lain akan
memandang ini sebagai masalah pengendalian investasi banjir.
3. Perbedaan risiko toleransi
Orang-orang dapat menghadapi risiko dalam jumlah yang berbeda.
Contohnya, keluarga muda memiliki anak tiga dan memiliki pendapatan
tunggal dapat menopang risiko yang lebih sedikit dari pasangan yang lebih
dewasa, tanpa anak dan dengan penghasilan yang berasal dari keduanya.

Meskipun kita secara teori dapat mengidentifikasi jumlah poin yang


hampir tidak terbatas dalam ruang dua dimensi berdasarkan tingkat perhatian
untuk mengejar diri sendiri dan hasil pihak lain, 5 (lima) strategi utama untuk
manajemen konflik secara spesifik telah diidentifikasi dalam model dua perhatian,
diantaranya :
1. Contending (disebut bersaing atau mendominasi)
Strategi di sudut bawah. Para pelaku yang mengejar strategi bersaing
dalam mengejar hasil mereka kuat dan menunjukkan perhatian yang kecil
jika pihak lain mendapatkan hasil yang mencapai harapan.
2. Yielding (juga disebut mengakomodasi atau menurut)
Strategi dibagian sudut kanan atas. Para pelaku yang mengejar strategi
penurut (yielding) menunjukkan ketertarikan atau perhatian yang sedikit
jika pihak lain mencapai hasil mereka, tetapi mereka cukup tertarik nika
pihak lain mencapai hasilnya.
3. Inaction (juga disebut menghindari)
Strategi dibagian sudut kiri bawah, para pelaku yang mengejar strategi
kelambanan (inaction) menunjukkan ketertarikan atau perhatian yang kuat
jika mereka mencapai keberhasilan, sebagaimana mereka memiliki sedikit
perhatian dari pihak lain untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
4. Problem Solving (juga disebut mengolaborasi atau mengintegrasi)
Strategi bagian sudut kanan atas. Para pelaku mengejar strategi
penyelesaian masalah (problem solving) menunjukkn perhatian yang
tinggi untuk mencapai hasil mereka dan perhatian yang juga tinggi jika
pihak lan mecapai hasil mereka.
5. Compromissing (mengompromi)
Strategi yang terletak ditengah-tengah figur. Sebagaimana strategi
manajemen konflik, strategi ini mewakili usaha moderat untuk mengejar
hasil seseorang dan usaha moderat untuk membantu pihak lain mencapai
hasil mereka.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai
perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang
berkepentingan dengan elemen-elemen kerja sama dan kompetisi.
Termasuk didalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi,
kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
Pemahaman yang baik terhadap karakteristik atau sifat-sifat dasar
negosiasi akan membuka wawasan seseorang dan membantu
mempermudah seseorang dalam menentukan strategi dalam bernegosiasi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Lewicki, Roy J, dkk. 2012. Negosiasi. Edisi 6. Buku 1. Salemba Humanika.


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai