Rasinda Rahmania Gunawan, Ega Dimas Saputra, Moh Naufal Hilmy Al Rasyid, Farid Deva
Maulana, Warid Afif Anoraga, Maria Kurnia Citrawati, Anidya Dinda, William Arthur
Simbolon, Yuli Ansih, Khalifatur Aflah, Muhammad Rofiq Abiyyu, Richard Rama.
Ecopetrol.
Paper ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Praktikum Analisa Lumpur Pemboran UPN
“Veteran” Yogyakarta, serta disiapkan untuk presentasi responsi Analisa Lumpur Pemboran
2021, 21 November 2021.
ABSTRAK
Pada Lapangan “Liverpool” Sumur “YNWA-02” akan dilakukan pemboran dengan target
pemboran pada kedalaman 9842,52 ft. Pemboran pada sumur ini terdiri dari 4 trayek dengan
trayek conductor dengan metode hammering, kemudian dilanjutkan dengan pengeboran pada
trayek intermediate di kedalaman 3564,12-7994,318ft, dengan ukuran casing 8 5/8” dengan
ukuran bit atau lubang bor sebesar 20” Pada kedalaman tersebut, lithologi yang ditembus
adalah… Didapatkan gradien tekanan rekah formasi sebesar 0,67, gradien tekanan formasi
sebesar 0,32. Di Lapangan Liverpool sumur YNWA-02 dilakukan perencanaan lumpur yang
cocok dengan formasi yang akan ditembus dimana diperkirakan akan terjadi beberapa masalah
dalam pemboran, yaitu kick, loss circulation, wellbore stability, sticky clay, hole cleaning, high
torque. Dari problem yang terjadi tersebut maka perlu dilakukan perencanaan lumpur pemboran
yang sesuai untuk mengatasi indikasi problem yang terjadi serta perlatan yang lebih ekonomis.
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menganalisa data-data dan perhitungan untuk
mendesain lumpur sesuai dengan problem yang dapat terjadi dengan mempertimbangkan aspek
ekonomi dan lingkungan.
Dasar Teori
Lumpur Pemboran
Definisi dan Fungsi
Fluida pemboran atau lumpur pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa
komponen yang dapat terdiri dari air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia,
gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai lumpur (mud). Lumpur
pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung kesuksesan
suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat
tergantung pada kinerja lumpur pemboran. Lumpur pemboran memiliki fungsi sebagai
pengangkat cutting ke permukaan (cutting removal), mendinginkan dan melumasi bit, pembersih
dasar lubang bor, pelindung dinding lubang bor dari formasi, penahan serbuk bor agar tidak
Problem Pemboran
Kick
Kick adalah salah satu kondisi dimana fluida formasi telah masuk kedalam lubang sumur
pengeboran yang mana nantinya fluida tersebut akan mendorong isi lubang yang ada didalam
lubang tersebut hingga ke permukaan dengan kata lain semburan liar (blow out). Pengendalian
well kick pada operasi pengeboran sangatlah penting karena hal ini akan menyebabkan kerugian
yang besar, seperti hilangnya peralatan hingga nyawa pekerja pun menjadi taruhannyaTerdapat
beberapa tanda terjadinya kick, diantaranya: volume lumpur bertambah akibat fluida formasi
yang masuk dan becampur, tekanan hidrostatis lumpur lebih kecil dari tekanan formasi, kerja
stroke pump meningkat karena aliran lumpur yang cepat, densitas lumpur turun karena sudah
tercampur fluida formasi, jumlah gas terlarut meningkat karena terdapat shallow gas, dan kondisi
cutting yang makin besar karena kerusakan formasi dan ikut naik bersamaan dengan lumpur.
Lost Circulation
Salah satu permasalahan pemboran yaitu hilang sirkulasi(Lost Circulation) yang didefinisikan
sebagai hilangnya sejumlah fluida pemboran yang masuk ke formasi, karena adanya ruang
terbuka pada formasi yang melebihi ukuran diameter dari partikel lumpur atau disebabkan oleh
tekanan lubang bor terlalu tinggi yang melebihi tekanan rekah formasinya. Formasi dengan
ruang terbuka yang merupakan keadaan alam biasanya dijumpai pada formasi gamping yang
permeable dan tidak terkonsolidasi dengan baik. Cave atau rongga- rongga terbuka dijumpai
pada formasi yang kompak sedangkan rekahan (natural fracture) bisa dijumpai pada setiap
lapisan batuan. Hilang sirkulasi adalah masalah serius dan mahal penanganannya. Masalah ini
dapat terjadi pada, kedalaman, tipe batuan dan umur geologi batuan apapun.
Problem pemboran apa saja yang mungkin terjadi pada sumur YNWA-02?
Bagaimana desain lumpur pemboran yang tepat untuk mengatasi problem tersebut?
METODOLOGI
Metodologi dari penelitian ini adalah studi kasus case di lapangan, melakukan percobaan,
pengkajian, dan pengkorelasian dengan data lapangan sebagai acuan.
FLOWCHART
Start
Desain Lumpur
Pemboran
PEMBAHASAN
Operasi pemboran merupakan tahap awal yang dilakukan untuk dapat menemukan cadangan
hidrokarbon yang nantinya akan diproduksi. Untuk menunjang operasi pemboran diperlukan
desain lumpur pemboran yang bernilai ekonomis dan sesuai dengan keadaan formasi yang akan
ditembus. Sumur YNWA-02 pada lapangan “Liverpool” memiliki kedalaman 3000 m. Formasi
yang akan ditembus adalah Formasi Julurayeu, Seurula, Keutapang, Baong, Belumai, Bampo,
dan Parapat, dengan lithologi formasi yang terdiri dari shale, serpih gampingan, batuan pasir,
dan batuan karbonat.
Berdasarkan analisa keadaan lithologi formasi dan grafik mud window, diperkirakan akan terjadi
problem pemboran berupa kick, lost circulation, hole cleaning, high torque, sticky clay, wellbore
stability. Indikasi terjadinya kick diperkirakan terjadi pada kedalaman 2714,489 ft - 4370,028 ft
di Formasi Baong, akibat tekanan formasi yang lebih besar dibandingkan tekanan hidrostatis dari
lumpur yang digunakan dan adanya akumulasi gas hidrokarbon yang akan mempengaruhi
tekanan hidrostatis lumpur. Indikasi terjadinya loss circulation berada di kedalaman 4000 ft-
5312 ft di formasi Belumai dikarenakan litologinya berupa batuan gamping yg umumnya
Pada operasi pemboran ini menggunakan 4 trayek yang terdiri dari conductor casing dengan
hammer pada kedalaman 0—1491,47 ft, surface casing pada kedalaman 1491,47—3654,119 ft,
intermediate casing pada kedalaman 3654,13—7994,318 ft, dan production casing pada
kedalaman 7994,318-10037,642 ft.
Pada section 1 dengan OD casing sebesar 16 inch dipasang dengan teknik hammering
dikarenakan litologi batuan pada formasi Julu Rayeu yang beruapa batuan shale dan pasir yang
cenderung bersifat lunak sehinngga bisa digunakan teknik ini. Pada section 2 dengan diameter bit
10 5/8 inch dipasang casing dengan OD sebesar 11 3/4 inch.. Pada section 3 dengan diameter 7
7/8 dipasang casing OD 8 5/8. Pada section 4 3/4 bit inch dipasang casing 5 1/2 inch.
Lumpur pemboran ini didesain dengan menggunakan aditif seperti bentonite sebagai viscosity-
filtration control, KOH sebagai alkalinity control, PAC-L dan sterofoam sebagai filtration loss
control agent (FLCA). Sterofoam disini merupakan inovasi dari kami dan telah kami uji di
laboratorium dan terbukti mampu menguranngi filtrat air yang keluar dari lumpur.
Pada operasi pemboran ini digunakan lumpur jenis water based mud. Pada section 2 digunakan
lumpur dengan densitas 8,7 PPG dan digunakan aditif berupa Bentonite, KOH, dan PAC-L.
Dikarenakan litologinya yang berupa batuan shale yang mudah terjadi swelling sehingga
digunakan PAC-L sebagai FLCA untuk mencegah air keluar dari lumpur. Pada section 3
digunakan lumpur dengan densitas 9,925 PPG dan digunakan aditif berupa Bentonite, KOH,
PAC-L, dan sterofoam. Dikarenakan litologinya yang berupa batuan serpih gampingan yang
sangat reaktif dengan air sehingga perlu aditif yang berperan sebagai FLCA untuk mencegah air
keluar dari lumpur. Pada section 4 digunakan lumpur dengan densitas sebesar 12,44 PPG dan
digunakan aditif yang sama dengan section 3 dikarenakan problem pemboran yang relatif sama.
Melalui data-data tersebut dapat digunakan untuk menghitung volume lumpur yang dibutuhkan
pada suatu pemboran. Total volume lumpur yang dibutuhkan dalam pemboran sumur “YNWA-
02” pada section 2 sebesar 5279,4 sack, pada section 3 sebesar 5995,2 sack, dan pada section 4
sebesar 2150,2 sack. Sedangkan berat aditif yang digunakan berupa KOH sebesar 137,1973 Kg,
PAC-L sebesar 112,173 Kg, dan sterofoam sebesar ….
Dalam suatu oprasi pemboran perlu dilakukan sebuah analisa ekonomi untuk mengetahui
besarnya anggaran yang diperlukan. Analisa ini didasarkan pada harga dari setiap bahan yang
digunakan dalam pembuatan lumpur per satuan berat maupun volume. Setelah dilakukan analisa
didapatkan perkiraan total anggaran sebesar Rp33.426.278 atau USD 2.353
.
KESIMPULAN
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisa dalam upaya pencagahan problem pemboran berupa kick, lost
circulation, wellbore stability, hole cleaning, high torque, dan sticky clay didapatkan desain
lumpur pemboran pada section 2 berupa water based mud dengan densitas 8,7 PPG dengan aditif
berupa dan digunakan aditif berupa Bentonite, KOH, dan PAC-L. Pada section 3 digunakan
lumpur dengan densitas 9,925 PPG dan digunakan aditif berupa Bentonite, KOH, PAC-L, dan
sterofoam. Pada section 4 digunakan lumpur dengan densitas sebesar 12,44 PPG dan digunakan
aditif yang sama dengan section 3 dikarenakan problem pemboran yang relatif sama.