Anda di halaman 1dari 28

BAB 7

BIAYA BAHAN

7.1. Perencanaan dan Pengendalian Bahan

Perencanaan bahan dipengaruhi oleh sifat kegiatan produksi perusahaan.


Umumnya perencanaan bahan pada perusahaan yang kegiatan produksinya
bersifat proses atau massa lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan yang
berproduksi berdasar pesanan. Akan tetapi, tujuan perencanaan dan pengendalian
bahan pada semua perusahaan tetap sama yaitu :

 Untuk meminimumkan biaya dan,


 Untuk memeaksimumkan laba.

Dalam perencanaan dan pengendalian bahan, yang menjadi masalah adlah


menyelenggarakan persediaan bahan yang paling tepat agar kegiatan produksi
tidak terganggu dan dana yang tertanam pada persediaan bahan tidak berlebihan.
Berikut ini akan dibahas masalah tersebut.

1. Penentuan Kuantitas yang akan Dibeli Dalam Periode Akuntansi


Tertentu

Faktor-faktor yang menentukan kuantitas bahan baku yang akan dibeli dalam
satu periode akuntansi adalah :

a. Jumlah kuantitas persediaan awal bulan


b. Jumlah produksi ekuivalen yang akan dihasilkan dalam periode tertentu
c. Kuantitas bahan yang diperlukan untuk menghasilkan satu buah produk
d. Jumlah kuantitaspersediaan akhir bahan yang diinginkan oleh perusahaan.

2. Menentukan Kuantitas Bahan yang Dibeli Setiap Kali Dilakukan


Pembelian

Elemen yang dapat mempengaruhi harga perolehan bahan adalah :


a. Harga faktur termasuk biaya angkut dari setiap satuan bahan yang dibeli
b. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang terjadi dalam rangka melaksanakan
kegiatan pemesanan bahan. Berdasarkan tingkat variabilitasnya, biaya
pemesanan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Biaya pemesanan tetap, yaitu biaya pemesanan yang besarnya tetap
sama dalam periode tertentu dan tidak dipengaruhi oleh frekunsi
pemesanan.
2) Biaya pemesanan variabel, yaitu biaya pemesanan yang jumlah
totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan frekuensi
pemesanan.
c. Biaya penyimpanan (storage cost atau carrying cost)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang sering terjadi dalam rangka
melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan. Berdasarkan tingkat
variabilitasnya, biaya penyimpanan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Biaya penyimpanan tetap, yaitu biaya penyimpanan bahan yang
jumlah totalnya tidak dipengaruhi jumlah atau besarnya bahan yang
disimpan di gudang.
2) Biaya penyimpanan variabel, yaitu biaya penyimpanan bahan yang
jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan jumlah atau
besarnya bahan yang disimpan.

Biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan variabel, meskipun


keduanya bersifat variabel, namun mempunyai hubungan yang berbanding
terbalik. Semakin tinggi frekuensi pemesanan akan berakibat biaya pemesanan
variabel semakintinggi, tetapi pada saat yang sama biaya penyimpanan variabel
semakin rendah karena rata-rata bahan yang disimpan semakin rendah, begitu pula
sebaliknya.

Agar biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan variabel dapat


ditekan srendah mungkin, dapat digunakan rumus “Economic Order Quantity
(EOQ) yaitu :

2 x RU x CO
EOQ = √ CU x CC
Dengan rumusan EOQ tersebut, akan dapat digunakan dengan mudah dan
praktis untuk merencanakan berapa kali suatu bahan dibeli dan dalam kuantitas
berapa setiap kali pembelian. Tetapi, perlu diperhatikan anggapan-anggapan yang
mendasari perhitungan EOQ sebagai berikut :

a. Selama periode yang bersangkutan, tingkat harga konstan, baik harga


beli bahan maupun biaya pemesanan dan penyimpanan.
b. Setiap saat akan diadakan pembelian selalu tersedia dana.
c. Pemakaian bahan relatif stabil dari waktu ke waktu selama periode
bersangkutan.
d. Bahan yang bersangkutan selalu tersedia di pasar setiap saat akan
dibeli.
e. Fasilitas penyimpanan selalu tersedia berapa kali pun pembelian akan
diadakan.
f. Bahan yang bersangutan tidak mudah rusak dalam penyimpanan.
g. Tidak ada kehendak manajemen unttuk berspekulasi.

3. Penentuan Waktu Pemesanan Kembali Bahan (Re Order Point)

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pemesanan kembali :

a. Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai bahan datang di


perusahaan (lead time).
Semakin lama lead time, semakin besar pula jumlah bahan yang
diperlukan untuk pemakaian selama lead time.
b. Tingkat pemakaian bahan rata-rata per hari atau satuan waktu lainnya.
Besarnya bahan yang diperlukan selaam lead time adalah jumlah hari
lead time diklaikan tingkat pemakaian bahan rata-rata.
c. Persediaan besi (safety stock)
Persediaan besi bahan adalah jumlah persediaan bahan yang minimum
harus ada agar perusahaan tidak mengalami gangguan kelancaran
kegiatan produksi karena habisnya bahan.
Untuk menentukan besarnya persediaan besi dapat dipakai metode
statistika atau metode penaksiran langsung.
Dari ketiga faktor tersebut diatas, dapat disusun rumus reorde point sebagai
berikut :

ROP = (LT x AU) + SS

dimana :

ROP = Reorde point, menunjukkan tingkat persediaan bahan dimana


perusahaan harus memesan kembali.

LT = Lead time, tenggang waktu antara pemesanan sampai kedatangan


bahan.

AU = Average usage, pemakaian rata-rata dalam satuan waktu tertentu.

SS = Safety stock, tingkat atau besarnya persediaan besi.

4. Penentuan Minimum dan Maksimum Kuantitas Persediaan Bahan

Tujuan penentuan titik maksimum agar dana yang tertanam dalam persediaan
bahan tidak berlebihan. Karena pada saat bahan yang dibeli datang, besarnya
bahan di gudang sama dengan persediaan besi, maka setelah bahan yang dibeli
dimasukkan pula ke gudang persediaan maksimu adalah :

MS = SS + EOQ

dimana :

MS = Maximum Inventory point, titik persediaan maksimum.

SS = Safety Stock, atau persediaan besi yang sekaligus merupakan minimum


inventory point (Mn) sesaat sebelum pembelian bahan datang.
EOQ = Economic Order Quantity, kuantitas pemesanan paling ekonomis.

5. Pengawasan Persediaan

Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi di dalam organisasi yang


terus menerus disempurnakan untuk meletakkan pertanggung-jawaban atas
pengelolaan bahan dan persediaan.

Tujuan Pengawasan Bahan adalah :

a. Menyediakan bahan yang diperlukan dengan cara efisien dan dapat


menghindari terganggunya kegiatan perusahaan karena keterlambatan
datangnya bahan.
b. Menjamin adanya persediaan yang cukup untuk melayani permintaan
langganan yang bersifat mendadak.
c. Menyelenggarakan jumlah persediaan yang agak longgar untuk
menghadapi kelangkaan penawaran bahan di pasar dalam jangka
pendek.
d. Menyelenggarakan penyimpanan bahan yang dapat menekan biaya dan
waktu pengolahan bahan dan menjaga dari kerugian kerugian tertentu.
e. Menjaga agar persediaan yang rusak, usang, dan kelebihan yang tidak
terpakai dapat ditekan serendah mungkin.
f. Menentukan jumlah investasi dana yang tepat sesuai dengan kebutuhan
untuk operasi dan rencana manajemen perusahaan.

Bagian di dalam orgnisasi perusahaan yang erat hubungannya dengan


pengawasan dan pengolahan bahan adalah :

a. Bagian Teknik, Perencanaan, dan Rute Produksi


Aktivitas bagian ini yang erat hubungannya dengan bahan adalah :
1) Perencanaan produksi dan rute produksi
Aktivitas ini berhubungan dengan jenis, jumlah, dan kapan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan produksi dan kemungkinan bahan substitusi
direkomendasikan
2) Bagian ini juga mengajukan permintaan bahan yang akan dipakai untuk
berbagai kecepatan produksi.
b. Bagian Pembelian
1) Menerima atau membuat permintaan pembelian untuk semua bahan dan
supplies yang akan dibeli.
2) Menerima surat penawaran dari supplier.
3) Membuat dan mengirimkan pesanan pembelian kepada supplier
4) Mengesahkan faktur pembelian yang diterima dari supplier.
5) Memberikan faktur pembelian yang sudah disahkan kepada bagian
akuntansi biaya untuk kepentingan pencatatan.
c. Bagian Penerimaan
1) Menerima bahan yang dibeli dari supplier dan menandatangani bukti
penerimaan bahan sebagai otorisasi penerimaan.
2) Menghitung, menimbang atau mengukur bahan yang diterima.
3) Memeriksa kualitas bahandan melaporkan adanya penerimaan bahan yang
rusak.
4) Memindahkan barang yang diterima ke gudang bahan.
5) Memberikan bukti penerimaan bahan ke bagian pembelian, bagian gudang
bahan, dan bagian akuntansi biaya.
d. Bagian Gudang Bahan
1) Menerima bahan dari bagian penerimaan dan menandatangani bukti
penerimaan bahan.
2) Memeriksa kuantitas bahan yang diterima dari bagian penerimaan.
3) Menempatkan atau menyimpan bahan sebaik-baiknya dan dengan cara
yang efisien.
4) Mengeluarkan bahan atas dasar bon permintaan bahan yang diotorisasi
atau disahkan dengan benar.
5) Memasukkan penerimaan dan pengeluaran bahan ke dalam kartu gudang
dan kartu bahan.
6) Pada waktu-waktu tertentu meringkas permintaan-permintaan bahan untuk
kepentingan akuntansi biaya.
e. Bagian Akuntansi
1) Sebagai anggota dari komite anggaran, memberikan saran dan usulan
tentang kebijaksanaan persediaan kepada manajemen termasuk
mengkoordinasi penentuan anggaran investasi untuk persediaan bahan,
perhitungan EOQ, reorde point, maksimum minimum persediaan, penentuan
perputaran persediaan.
2) Atas dasar dokumen atau bukti pembukuan yang sah, menyelenggarakan
pencatatan yang berhubungan dengan transaksi persediaan bahan.
3) Menyusun sistem pengendalian internal untuk penjagaan kemungkinan
terjadinya penyelewengan atas bahan.
4) Menyelenggarakan pemeriksaan khusus dan perhitungan phisik persediaan.

Dari uraian fungsi-fungsi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk


pengawasan yang memadai atas persediaan bahan, perlu dipisahkan antara
fungsi : (1)Pencatatan Bahan; (2) Pembelian Bahan; (3) Penerimaan,
penyimpanan dan pengeluaran bahan; (4) Pemakaian bahan.

6. Pengawasan Selektif atas Bahan dengan Rancangan ABC

Rancangan ABC (analisa nilai atau sistem bagian proporsional) ini


menggunakan pendekatan analisa statistik yang didasarkan pada statistika
rata-rata yang menggolongkan atau memisahkan elemen persediaan bahan dan
persediaan umumnya ke dalam golongan :

A. Adalah elemen persediaan yang mempunyai nilai tinggi, dimana


memerlukan pengawasan lebih ketat daan memerlukan tanggung
jawab karyawan dengan pengetahuan dan pengalaman yang tinggi.
B. Adalah elemen persediaan yang mempunyai nilai sedang atau
menengah , dimana pengawasan yang diperlukan tidak begitu ketat
dibandingkan dengan golongan A dan memerlukan tanggung
jawab karyawan dengan pengetahuan dan pengalaman rata-rata.
C. Adalah elemen persediaan yang mempunyai nilai rendah, dimana
pengawasan phisik atas persediaan mudah dilakukan, sehingga
hanya memerlukan tanggung jawab karyawan yang lebih rendah
dibanding golongan A dan B.

Prosedur untuk menggolongkan bahan dalam pengawasan selektif dengan


rancangan ABC melalui langkah-langkah berikut :

a. Menaksir kuantitas pemakaian bahan untuk periode yang akan


datang.
b. Memproyeksikan harga perolehan satuan setiap jenis bahan.
c. Mengalikan kuantitas pemakaian bahan yang ditaksir dengan
proyeksi harga perolehan satuan.
d. Mengurutkan elemen bahan atas dasar jumlah harga perolehan
dalam suatu daftar atau tabel.
e. Menghitung persentase setiap elemen bahan dari jumlah totalnya,
atas dasar : (1) Persentase atas harga perolehan; (2) Persentase atas
kuantitas bahan.
Dari persentase atas harga perolehan tersebut elemen bahan
digolongkan ke dalam kelompok A, B, dan C.
f. Menggambarkan persentase tersebut di dalam grafik.

7.2. Penentuan Harga Pokok Bahan yang Dibeli

Menurut prinsip akuntansi, harga pokok bahan yang dibeli meliputi harga
faktur ditambah biaya lainnya yang terjadi dalam rangka perolehan bahan, baik
yang berhubungan dengan biaya pemesanan (ordering cost) maupun biaya
penyimpanan (crying cost) sampai dengna bahan siap dipakai di dalam kegiatan
produksi, dikurangi dengan potongan pembelian, rabat dan subsidi langsung atas
pembelian.

Penambahan harga faktur dalam membentuk harga perolehan bahan, misalnya :


bea impor untuk bahan yang dibeli dari impor, pajak pembelian bahan,
pengurusan pembelian bahan, asuransi bahan yang dibeli biaya angkutan bahan
yang dibeli, biaya-biaya bagian pengelolaan bahan (material handling), dan lain-
lain biaya yang terjadi sampai dengan bahan siap pakai di dalam kegiata produksi.

Berikut beberapa cara perlakuan terhadap elemen-elemen yang berhubungan


dengan pemilikan atau perolehan bahan:

1. Potongan Pembelian Bahan


Menurut prinsip akuntansi potongan pembelian bahan mengurangi harga
faktur bahan yang dibeli, cara pencatatan potongan penbelian bahan yang dapat
dipakai adalah:
a. Hutang Dicatat Jumlah Bersihnya
Misalnya pada tanggal 2 Januari 1983, PT Anjar membeli 100kg bahan baku
A dengna harga faktur Rp 1.000,00 per kg, syarat pembayaran 2/10, n/30. Pada
saat pembelian dicatat sebagai berikut:
Persediaan Bahan Baku Rp 98.000,00
Hutang Dagang Rp 98.000,00
Jumlah bersih dari hutang dagang atas pembelian bahan adalah = (100 x Rp
1.000,00) – 2% (100 x Rp 1000,00) = Rp 98.000,00.
Apabila pada tanggal 10 Januari 1983 hutang dagang tersebut dibayar, jadi masih
dalam masa potongan karena pembayarannya kurang dari 10 hari, jurnal
pembayarannya adalah:
Hutang Dagang Rp 98.000,00
Kas Rp 98.000,00
Akan tetapi apabila pelunasan hutang dagang tersebut dilakukan pada tanggal 31
Januari 1983, jadi sudah diluar masa potongan, potongan tunai yang gagal
dimanfaatkan diakui sebagai rugi, sehingga jurnal pelunasannya sebagai berikut:
Hutang Dagang Rp 98.000,00
Rugi-Kegagalan Potongan Tunai Pembelian 2000,00
Kas Rp 100.000,00
b. Hutang Dicatat Jumlah Kotornya
Seperti pada contoh PT Anjar tersebut di atas hutang dagang dicatat jumlah
kotornya, maka perlu digunakan rekening Cadangan Potongan Tunai Pembelian,
jurnal tanggal 2 Januari 1983 adalah:
Persediaan Bahan Baku Rp 98.000,00
Cadangan Potongan Tunai Pembelian 2.000,00
Hutang Dagang Rp 100.000,00
Apabila tanggal 10 Januari 1983 hutang dagang di atas sudah dapat dibayar atau
dilunasi, jurnalnya:
Hutang Dagang Rp 100.000,00
Cadangan Potongan Tunai Pembelian Rp 2.000,00
Kas 98.000,00
Akan tetapi apabila hutang tersebut dilunasi tanggal 31 Januari 1983 jurnal
pelunasannya adalah:
Hutang Dagang Rp 100.000,00
Rugi-Kegagalan Potongan Tunai Pembelian 2.000,00
Kas Rp 100.000,00
Cadangan Potongan Tunai Pembelian 2.000,00
Perlakuan di atas sesuai dengan prinsip akuntansi, kelemahan perlakuan ini
dapat mengakibatkan harga perolehan setiap satuan menjadi pecahan sehingga
tidak praktis dari segi penentuan harga perolehan bahan, metode perlakuan
lainnya terhadap potongan tunai pembelian yang dapat dipakai adalah:

a. Potongan Tunai Pembelian Diperlakukan sebagai Pengurang Biaya


Overhead Pabrik
Metode ini lebih praktis untuk dipakai, kelemahannya tidak sesuai dengan
prinsp akuntansi, potongan tunai pembelian berhubungan dengan kegiatan
produksi tetapi baru dalam proses pengadaan masukan (input) yang akan
diperlukan untuk kegiatan produksi.
Apabila metode ini dipakai, pada saat pembelian bahan dicatat sebesar harga
fakturnya sebagai berikut:

Persediaan Bahan Baku Rp 100.000,00

Hutang Dagang Rp 100.000,00

Apabila hutang dibayar pada masa potongan, dibuat jurnal ssebagai berikut:

Hutang Dagang Rp 100.000,00

Biaya Overhead Pabrik (Sesungguhnya) Rp 2.000,00

Kas 98.000,00

b. Potongan Tunai Pembelian Diperlakukan sebagai Penghasilan Diluar Usaha


Metode ini bersifat praktis, kelemahannya tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi, karena penghasilan timbulnya dari aktivitas penjualan barang atau jasa
yang dilakukan perusahaan kepada pihak di luar perusahaan, bukan karena
aktivitas pembelian.
Apabila metode ini dipakai, saat pembelian bahan dicatat sebesar harga fakturnya
sebagai berikut:
Persediaan Bahan Baku Rp 100.000,00
Hutang Dagang Rp 100.000,00
Apabila hutang dibayat dalam masa potongan, dibuat jurnal sebagai berikut:
Hutang Dagang Rp 100.000,00
Penghasilan Diluar Usaha Rp 2.000,00
Kas Rp 98.000,00

2. Kemasan atau Kontainer Bahan


Dalam membeli bahan seringkali menggunakan kemasan atau kontainer
(tempat menyimpan) bahan yang nantinya harus dikembalikan kepada suplier
bahan tersebut, misalnya tabung gas, dan perusahaan yang membeli bahan harus
menyerahkan uang jaminan kemasan bahan.
Uang jaminan untuk kemasan bahan yang akan dikembalikan tidak boleh
menambah harga perolehan bahan. Misalnya dibeli 10 ton gas elpiji dari
Pertamina dengan harga Rp 100.000,00 per ton dan jaminan kemasan bahan yang
harus diserahkan Rp 200.000,00, semuanya dibayar tunai, maka jurnal yang
dibuat pada saat pembelian:
Persediaan Bahan Rp 1.000.000,00
Jaminan Kemasan Bahan Rp 200.000,00
Kas Rp 1.200.000,00
Jika kemasan bahan dikembalikan kepada Pertamina dan diterima kembalian uang
kas, dibuat jurnal:
Kas Rp 200.000,00
Jaminan Kemasan Bahan Rp 200.000,00

3. Biaya Angkutan Pembelian


Biaya angkutan bahan yang dibeli tetapi ditanggung suplier tidak menambah
harga perolehan bahan. Biaya angkutan atas bahan yang dibeli dan ditanggung
pembeli diperlakukan sebagai penambah harga perolehan bahan yang dibeli.
Biaya angkutan bahan yang dikembalikan kepada suplier dan ditanggung oleh
pembeli, umumnya diperlakukan sebagai elemen Biaya angkutan lain-lain jadi
tidak mempengaruhi harga perolehan bahan.
Timbul masalah akuntansi atas biaya angkut yang ditanggung pembeli dan
digunakan untuk berbagai macam bahan yang dibeli. Perlakuan dari biaya
angkutan ini dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Biaya Angkutan Bahan Sesungguhnya Diperlakukan sebagai Elemen Harga
Perolehan Bahan
Perlakuan biaya angkutan yang sesungguhnya sebagai elemen bahan
memerlukan dasar alokasi yang adil, teliti, dan mudah digunakan. Sebagai dasar
alokasi biaya angkutan bahan dapat digunakan dasar:
(1) Perbandingan harga faktur bahan yang dibeli
Kebaikan dasar harga faktur merupakan dasar yang paling mudah digunakan.
Kelemahan metode ini adalah bahan yang harganya mahal belum tentu
memerlukan biaya angkutan yang tinggi, biaya angkutan lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor phisik dan risiko.

(2) Perbandingan kuantitas phisik bahan


Dasar alokasi biayaa angkutan bahan atas dasar kuantitas phisik biasanya
lebih teliti dalam mengalokasikan biaya. Kelemahan metode ini pemakaiannya
terbatas pada bahan yang dapat diukur dalam kuantitas phisik yang sama,
misalnya menggunakan berat, atau volume, ataau panjang dari bahan yang dibeli.

b. Biaya Angkutan Bahan Dibebankan ke dalam Elemen Harga Perolehan


Bahan Atas Dasar Tarip Biaya Angkutan yang Ditentukan di Muka
Agar setiap kali terjadi biaya angkutan bahan tidak selalu harus menghitung
alokasi biaya tersebut ke dalam harga perolehan bahan, perlu digunakan tarip
biaya angkutan yang ditentukan di muka (per determined rated) yang dihitung
pada awal periode akuntansi, dengan rumus sebagai berikut:

Tarip biaya ang- = Bugdet Biaya Angkutan Bahan

kutan bahan Dasar Pembebanan Biaya Angkutan Bahan

c. Biaya Angkutan Bahan Diperlakukan sebagai Elemen Biaya Overhead


Pabrik
Perlakuan yang lebih praktis terhadap biaya angkutan bahan adalah
diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik, terutama apabila perlakuan
biaya angkutan bahan sebagai elemen harga perolehan bahan mengakibatkan
adanya kesulitan dalam perhitungan harga perolehan bahan, baik yang masih
merupakan persediaan maupun bahan yang dipakai dalam kegiatan produksi.
Perlakuan biaya bahan dengan metode ini sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi seperti yang telah diuraikan di muka.

Berikut akan dibahas perlakuan biaya angkutan bahan pada perusahaan yang
tidak menggunakan tarip biaya overhead pabrik dan pada perusahaan yang
menggunakan tarip biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka.

(1) Perusahaan Tidak Menggunakan Tarip Biaya Overhead Pabrik


Apabila perusahaan tidak menggunakan tarip biaya overhead pabrik
terjadinya biaya angkutan bahan akan dibuat jurnal sebagai berikut:
Biaya Overhead Pabrik Rp xx
Kas Rp xx
Dari bukti pembukuan tersebut juga dimasukkan ke dalam kartu pembantu biaya
overhead pabrik yaitu rekening biaya angkutan bahan.

(2) Perusahaan Menggunakan Tarip Biaya Overhead Pabrik


Apabila perusahaan menggunakan tarip biaya overhead pabrik, maka di
dalam menyusun budget biaya overhead pabrik pada awal periode harus
dimasukkan budget biaya angkutan bahan, sehingga tarip biaya overhead pabrik
telah termasuk elemen biaya angkutan bahan yang dibudgetkan.
Dalam membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atau pesanan
berarti pula telah membebankan biaya angkutan bahan ke dalam produk atau
pesanan tersebut.

Biaya angkutan bahan yang sesungguhnya terjadi di dalam periode yang


bersangkutan dibuat jurnal sebagai berikut :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp xx

Kas Rp xx
Selisih biaya angkutan bahan yang terjadi sudah termasuk di dalam selisih
biaya overhead pabrik yang dihitung pada akhir periode dan selisih tersebut akan
diperlakukan sesuai dengan merode yang dipakai.

4. Biaya Bagian-Bagian Pengelolaan Bahan


Dalam memperlakukan biaya pengolahan bahan dapat dipakai beberapa
metode sebagai berikut :

a. Biaya Bagian-Bagian Pengelolaan Bahan Diperlakukan Sebagai Elemen


Harga Perolehan Bahan
Pembebanan biaya bahan bagian-bagian yang berhubungan dengan
pengelolaan bahan ke dalam harga perolehan bahan, harus menggunakan tarif
pembebanan yang ditentukan di muka ( predetermined-rates ).

Cara penentuan tarif dapat dipisahkan untuk setiap bagian agar diperoleh tarif
pembebanan yang lebih teliti, dengan rumus :

Budget Biaya Bagian Pembelian


Tarif Pembebanan = Dalam Periode Anggaran
Biaya Bagian Pembelian Budget Dasar Pembebanan Biaya Bagian
Pembelian, misalnya frekuensi pembelian

Atau volume pembelian dalam rupiah.

Budget Biaya Bagian Penerimaan

Tarif Pembebanan Dalam Periode Anggaran

Biaya Bagian Penerimaan = Budget Dasar Pembebanan Biaya Bagian

Penerimaan, misalnya berat bahan yang


Diterima, atau jumlah bahan diterima.

Budget Biaya Bagian Gudang Bahan

Tarif Pembebanan Dalam Periode Anggaran

Biaya Bagian Gudang = Budget Dasar Pembebanan Biaya Bagian

Bahan Gudang Bahan, misalnya perbandingan

Harga faktur bahan, atau luas gudang, atau

Jumlah bahan yang disimpan.

Budget Biaya Bagian Akuntansi

Tarif Pembebanan Persediaan Bahan Dalam Perode Anggaran

Biaya Bagian Akuntansi = Budget Dasar Pembebanan Biaya Bagian

Persediaan Bahan Akuntansi Persediaan Bahan, Misalnya

Jumlah transaksi, ateu perbandingan harga

faktur.

Jurnal pembebanan bahan adalah sebagai berikut :

1) Jurnal untuk mencatat pembelian bahan sebesar harga fakturnya.


Persediaan Bahan Baku Rp xx
Persediaan Bahan Penolong Rp xx
Hutang Dagang Rp xx
2) Jurnal pembebanan biaya bagian-bagian pengelolaan bahan ke dalam harga
perolehan.
Persediaan Bahan Baku Rp xx
Persediaan Bahan Penolong Rp xx
Biaya Bagian Pembelian Dibebankan Rp xx
Biaya Bagian Penerimaan Dibebankan Rp xx
Biaya Bagian Gudang Bahan Dibebankan Rp xx
Biaya Bagian Akuntansi Persediaan Dibebankan Rp xx
3) Jurnal untuk mencatat biaya bagian-bagian pengelolaan bahan yang
sesungguhnya.
Biaya Bagian Pembelian Sesungguhnya Rp xx
Biaya bagian Penerimaan Sesungguhnya Rp xx
Biaya Bagian Gudang Bahan Sesungguhnya Rp xx
Biaya Bagian Akuntansi Persediaan Bahan Sesungguhnya Rp xx
Berbagai Rekening di Kredit Rp xx
4) Jurnal pada akhir periode diperlukan untuk menutup (didebit) rekening biaya
bagian yang dibebankan ke dalam rekening biaya bagian yang sesungguhnya
(dikredit), serta memperlakukan selisih biaya yang timbul dengan
mengalokasikannya ke dalam rekening persediaan bahan baku, persediaan
bahan penolong, persediaan produk dalam proses, persediaan produk selesai,
dan harga pokok penjualan.
b. Biaya Bagian-Bagian Pengelolaan Bahan Diperlakukan Sebagai Elemen
Biaya Overhead Pabrik
1) Perusahaan menggunakan pembebanan biaya overhead pabrik atas iaya
sesungguhnya.
Biaya Bbagian-bagian yang berhubungan dengan penhelolaan bahan akan
dibuat jurnal :
Biaya Overhead Pabrik Rp xx
Berbagai Rekening di Kredit Rp xx
2) Perusahaan menggunakan pembebanan biaya overhead pabrik atas tarif yang
ditentukan di muka.
Pada saat biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar
tarif yang ditentukan di muka, berarti pula telah membebankan biaya-biaya
bagian pengelolaan bahan ke dalam harga pokok produk. Atas biaya bagian
pengelolaan bahan yang sesungguhnya terjadi dibuat jurnal pencatatan
sebagai berikut :
Biaya Uverhead Pabrik Sesungguhnya Rp xx
Berbagai Rekening di Kredit Rp xx

7.3. Perhitungan Harga Pokok Beban yang Dipakai

Tujuan akuntansi penentuan harga pokok bahan yang dipakai adalah :

1. Untuk penentuan harga pokok bahan yang dipakai dan harga pokok
persediaan bahan dengan lebih adil dan teliti.
2. Untuk tujuan pengendalian (pengawasan) atas bahan.
Faktor yang menentukan harga pokok bahan yang dipakai adalah :

1. Metode Akuntansi Persediaan


a. Metode Persediaan Phisik
Metode persediaan phisik hanya digunakan oleh perusahaan yang relatif kecil
dan mengumpulkan harga pokok produk berdasar proses,dimana phisik
persediaan bahan masih memungkinkan diawasi secara langsung oleh
manajemen perusahaan. Langkah-langkah dalam pencatatan persediaan dengan
metode persediaan phisik sangat sederhana dan tidak menngikuti perubahan
mutasi persediaan adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Jurnal untuk mencatat pembelian bahan :
Pembelian Bahan Rp xx
Hutang Dagang Rp xx
2) Jurnal untuk mencatat pengembalian pembelian bahan :
Hutang Dagang Rp xx
Pengembalian Pembelian bahan Rp xx
3) Jurnal untuk mencatat potongan pembelian apabila mengurangi harga
perolehan bahan :
Hutang Dagang Rp xx
Potongan Pembelian Bahan Rp xx
Kas Rp xx
4) Pada saat pemakaian bahan tidak perlu dibuat jurnal untuk mencatat
pemakaian bahan tersebut, tetapi sekaligus dicatat pada akhir periode.
5) Pada akhir periode diadakan perhitungan phisik persediaan untuk
menentukan jumlah harga pokok persediaan bahan akhir periode dan
menghitung harga pokok bahan yang dipakai, dengan perhitungan dan
jurnal sebagai berikut :
Persediaan bahan awal periode Rp xx
Pembelian bahan Rp xx
Pengembalian pembelian bahan Rp xx
Potongan pembelian bahan Rp xx
+
Rp xx
Jumlah pembelian bersih bahan -
Rp xx
+
Harga perolehan bahan siap pakai Rp xx

Persediaan bahan akhir periode Rp xx


-
Harga perolehan bahan yang dipakai Rp xx

Untuk perusahaan yang menggunakan pengumpulan harga pokok proses,


pemakaian bahan dijurnal sebagai berikut :
Barang dalam Proses – Biaya Bahan Rp xx
Persediaan Bahan (akhir periode) Rp xx
Potongan Pembelian Bahan Rp xx
Pengembalian Pembelian Bahan Rp xx
Pembelian Bahan Rp xx
Persediaan Bahan (awal periode) Rp xx
b. Metode Persediaan abadi
Metode persediaan abadi (metode persediaan terus menerus/kekal) adalah
metode akuntansi persediaan yang terus menerus mengikuti mutasi atau
perubahan di dalam persediaan. Metode ini umumnya dipakai oleh perusahaan
yang relatif besar, baik yang menggunakan metode harga pokok pesanan
maupun proses.

Prosedur akuntansi bahan dalam metode persediaana abadi, misalnya sebagai


berikut :

1) Pembelian Bahan
Atas dasar faktur pembelian, laporan penerimaan bahan pesanan pembelian
oleh bagian akuntansi (akuntansi biaya) dimasukkan ke dalam kartu
persediaan bahan sesuaai dengan jenis bahan yang dibeli, dan dibuat jurnal
pembelian bahan sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp xx
Persediaan bahan penolong Rp xx
Hutang dagang Rp xx
Apabila ada potongan tunai dan diperlakukan sebagai pengurangan harga
perolehan bahan, maka persediaan bahan tersebut didebit setelah dikurangi
potongan tunai.
2) Pengembalian Pembelian Bahan
Bagian akuntansi (akuntansi biaya) atas dasar bukti pengembalian pembelian
memasukkan pada kartu gudang dan kartu bahan sesuai dengan jenis bahan
yang dikembalikan dan membuat jurnal :
Hutang dagang Rp xx
Persediaan bahan baku Rp xx
Persediaan bahan penolong Rp xx
3) Pemakaian Bahan
Atas dasar bon permintaan bahan oleh bagian akuntansi (akuntansi biaya)
dimasukkan ke dalam kartu persediaan bahan dan dibuat jurnal sebagai
berikut :
a) Jurnal untuk perusahaan yang menggunakan metode harga pokok proses.
Barang dalam proses – biaya bahan Rp xx
Persediaan bahan Rp xx
b) Jurnal untuk perusahaan yang menggunkan metode harga pokok pesanan.
Barang dalam proses – biaya bahan Rp xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp xx
Persdiaan bahan baku Rp xx
Persediaan bahan penolong Rp xx
4) Pada akhir periode diadakan perhitungan phisik persediaan yang tujuannya
bukan untuk menentukan harga pokok bahan yang dipakai, tetapi untuk
pengawasan phisik persediaan apakah sesuai dengan kartu persediaan bahan.

2. Metode Aliran Harga Pokok Bahan


a. Metode Identifikasi Khusus (MIK)
Pemakaian metode ini untuk menentukan aliran harga pokok bahan yang
dipakai sesuai dengan aliran phisik bahan.
Kebaikan dari metode ini :
1) Dapat menentukan dengan teliti harga perolehan bahan yang dipakai.
2) Cocok untuk perusahaan yang berproduksi berdasar pesanan dan setiap
pesanan menggunakan bahan (baku) yang berbeda.
Kelemahan metode yaitu merupakan metode yang tidak praktis karena :
1) Bahan jenis yang sama apabila dibeli dengan harga perolehan satuan yang
berbeda harus disimpan secara terpisah, sehingga pengaturan persediaan di
gudang menjadi lebih sulit.
2) Pemakaian metode ini memerlukan waktu yang lama dan administrasi
persediaan yang lebih sulit, sehingga akan menaikkan biaya yang mungkin
tidak sesuai dengan manfaat (berupa ketelitian harga perolehan) yang
diperoleh.

Metode identifikasi khusus ini dapat diterapkan pada perusahaan yang


menggunakan metode akuntansi persediaan dengan metode persediaan phisik
maupun metode persediaan abadi. Contoh perhitungan harga perolehan bahan
baku A yang dimiliki PT Bumi Damai dalam bulan januari 1983 sebagai
berikut :
Persediaan tanggal 1 januari 1983 = 200 kg @ Rp 100,00
Pembelian :

tanggal Jumlah (kg) Harga per kg


12 Januari 1983 400 Rp 120,00
26 Januari 1983 500 Rp 90,00
31 Januari 1983 100 Rp 110,00
Pemakaian :

Tanggal Jumlah (kg) Dari Pembelian


16 Januari 1983 500 Tahun lalu = 100 kg
Tanggal 12 Januari =
400 kg
28 Januari 1983 300 Tahun lalu = 100 kg
Tanggal 26 Januari =
200 kg

Pengembalian pembelian :
29 Januari 1983 dikembalikan ke suplier sebanyak 100 kg berasal dari
pembelian tanggal 26 januari 1983.

Pengembalian dari Pabrik :


30 Januari 1983 diterima oleh gudang barang sebanyak 50 kg dari bahan yang
diminta tanggal 28 Januari dan berasal dari pembelian tahun lalu (persediaan
awal).

Perhitungan phisik : bahan baku per 31/1/1983 sebanyak 350 kg


Perhitungan harga pokok bahan baku A yang dipakai dan yang masih
merupakan persediaan pada tanggal 31 Januari 1983 sesuai dengan aliran
phisik persediaan adalah sebagai berikut :

Metode Persediaan Phisik


Persdiaan awal januari 1983 = 200 kg x Rp 100,00 =Rp 20.000,00

Pembelian bahan :

Tanggal 12/1/1983 = 400 x Rp 120,00 = Rp 48.000,00


Tanggal 26/1/1983 = 500 x Rp 90,00 = Rp 45.000,00
Tanggal 31/1/1983 = 100 x Rp 110,00 = Rp 11.000,00
1.000 Rp 104.000,00

Pengembalian pembelian bahan dari :


Pembelian 26/1/1983 = 100 x Rp 90,00 = (Rp 9.000,00)
Pembelian bersih bahan sebanyak 900 kg = Rp 95.000,00
Harga perolehan bahan yang siap dipakai 1.100 kg =Rp 115.000,00
Persediaan bahan per 31 Januari 1983 terdiri :
Pembelian tahun lalu = 50 x Rp 100,00 = Rp 5.000,00
Pembelian per 26/1/1983 = 200 x Rp 90,00 = Rp 18.000,00
Pembelian per 31/1/1983 = 100 x Rp 110,00 = Rp 11.000,00
Jumlah harga perolehan persediaan akhir 350 kg Rp 34.000,00

Harga perolehan bahan yang dipakai terdiri :


Pembelian tahun lalu = 100 x Rp 100,00 = Rp 10.000,00
Pembelian per 12/1/1983 = 400 x Rp 120,00 = Rp 48.000,00
Pembelian tahun lalu = 100 x Rp 100,00 = Rp 10.000,00
Pembelian 26/1/1983 = 200 x Rp 90,00 = Rp 18.000,00
800 kg Rp 86.000,00
Dikembalikan dari pabrik ke gudang
Dari pembelian tahun lalu 50 kg x Rp 100,00 = (Rp 5.000,00)

Jumlah harga perolehan bahan yang dipakai Rp 81.000,00


a. Metode Persediaan Abadi

Pada metode persedian abadi, mutasi persediaan ditampung di dalam kartu


persedian bahan. Apabila timbul pengembalian bahan kepada suplier
dimasukkan pada kolom masuk atau pengembalian dengan diberi tanda
khusus, misalnya : dalam tanda kurung, atau ditulis dengan tinta merah
(apabila transaksi biasa ditulis dengan tinta sealin merah), atau tanda lainnya.

b. Metode Pertama Masuk, Pertama Ke Luar (PMPK)

Pemakaian metode pertama masuk – pertama keluar (first in, firs out =
FIFO) didasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai dibebani
dengan harga perolehan per satuan dari bahan yang pertama kali masuk ke
gudang bahan, atau harga perolehan bahan per satuan yang pertama kali
masuk ke gudang bahan akan digunakan untuk menentukan harga perolehan
per satuan bahan yang dipakai pertama kali, disusul harga perolehan per
satuan yang masuk berikutnya.
Metode ini dimaksudkan untuk menentukan aliran harga perolehan bahan
dan tidak harus sesuai dengan aliran phisik bahan, karena aliran phisik bahan
akan mempertimbangkan keadaan kondisi phisik bahan yang harus segera
dipakai

Metode Persedian Phisik

Dalam metode persediaan phisik dengan aliran pertama masuk pertama


keluar, persedian bahan yang ada pada akhir periode menggunakan harga per
satuan bahan yang terakhir masuk, apabila jumlah phisik persedian lebih besar
dari pembelian yang terakhir masuk maka sisanya akan dipakai harga
perolehan persatuan bahan dari pembelian sebelumnya dan seterusnya
Metode Persedian Abadi
Kartu persedian bahan dengan menggunakan metode pertama masuk ke luar.
c. Metode Rata – Rata

Pemakaian metode rata- rata (average costing method = ACM) didasarkan


pada anggapan bahan yang dikonsumsi debebani dengan harga pokok per
satuan bahan rata-rata.
Pada metode ini, aliran harga perolehan juga tidak harus sesuai dengan
lairan phisik bahan, karena aliran phisik harus mempertimbangkan keadaan
(kondisi) phisik dari persediaan.

Metode Persedian Phisik

Pada metode persedian phisik dapat digunakan 2 metode rata-rata yaitu :


1) Metode rata-rata harga beli (average purchases price method)
2) Metode rata-rata tertimbang (weighted average method),
Metode rata-rata harga beli menghitung harga perolehan rata-rata dengan
jalan menjumlahkan harga perolehan per satuan setiap kali pembelian dibagi
dengan frekuensi pembelian.
Pada metode rata – rata tertimbang dapat menghilangkan kelemahan yang
ada pada metode rata-rata harga beli, dengan mempertimbangkan kuantitas
setiap kali pembelian, dengan menghitung rata –rata harga perolehan per
satuan bahan sebagi berikut :

( X 1 x P1 ) + ( X 2 x P2 ) +… .+ ( X n x Pn )
Harga Perole h an Rata−rata per Satuan=
X 1 + X 2 +… ..+ X n
a. Metode Persediaan Abadi

Metode rata-rata pada persediaan abadi dikenal dengan istilah metode rata-rata
atau MRRB ( moving average method = HAM). Di dalam kartu persediaan
yang mengunakan metode rata-rata bergerak disetiap terjadi tambahhan bahan
dan ada bahan yang dipakai memiliki harga perolehan per satuan bahan yang
paling baru.
b. Metode Terakhir Masuk, Pertama Ke Luar (TMPK)
Pemakaian metode terakhir masuk pertama ke luar ( last in first out LIFO)
mendasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai dibebani
dengan harga perolehan per satuan bahan dari yang terakhir masuk, disusul
dengan harga perolehan bahan per satuan yang masuk sebelumnya dan
seterusnya.
1) Metode Persediaan Phisik
Pada metode phisik terakhir masuk pertama ke luar, persedian bahan pada
akhir periode dibebani harga perolehan per satuan yang pertama masuk.
2) Metode Persedian Abadi
Kartu persediaan bahan dengan metode terakhir masuk.
c. Metode Harga Pokok Standar
Pada perusahaan manufaktur dapat menyelenggarakan akuntansi
persediaan atas dasar metode harga pokok standar yang merupakan bagian
dari metode pembebanan harga pokok yang ditentukan di muka (pre-
determined cost). Tujuan utama harga pokok standar adalah untuk mengukur
efisiensi perusahaan, oleh karena itu harga pokok standar harus ditentukan atas
dasar tingkat efisensi dan tingkatan kegiatan normal. Dalam menentukan
harga pokok standar bahan baku ditentukan oleh 2 faktor :
1. Standar harga baku, yaitu harga bahan baku per satuan yang seharusnya
terjadi dalam pembelian bahan.
Selisih antara standar harga bahan baku dengan harga bahan baku
sesungguhnya dimasukkan ke dalam rekening Selisih Harga Bahan Baku.
2. Standar kuantitas bahan baku, yaitu kuantitas bahan baku yang seharusnya
dikonsumsi untuk pengolahan produk.
Selisih antara standar kuantitas bahan baku dengan kuantitas bahan baku
yang sesungguhnya dikomsumsi dimasukan ke dalam rekening Selisih
Kuantitas Bahan Baku.
Salah satu manfaat metode harga pokok standar adalah mempermudah dan
menghemat biaya administrasi, karena cukup diselenggarakan berdasarkan
mutasi kuantitas bahan.
d. Metode Persediaan Dasar
Metode persedian dasar ( base stock method) didasarkan atas anggapan
bahwa persedian minimum atas bahan harus selalu dimiliki perusahaan pada
setia[ saat agar kegiatan dapat kontinyu. Pada umumnya metode persediaan
dasar menggunakan metode terakhir masuk pertama ke luar (TMPK atau
LIFO) untuk menentukan harga pokok bahan yang dipakai. Jadi metode
persediaan dasar menganggap bahwa persediaan minimum atau persediaan
dasar dinilai sebesar nilai dasar (base value) yang sudah ditentukan seolah-
olah sebagai elemen aktiva tetap, dan sisanya mengguanakan metode TMPK.
e. Metode Harga Beli Terakhir (HBT)
Metode harga beli terakhir (cost of last purchases = CLP)membebankan
harga perolehan bahan yang dipakai sebesar kuantitas yang dipakai dikalikan
dengan harga beli per satuan yang terkahir dengan tidak memnadang jumlah
kuantias yang dibeli terakhir. Pemakaian metode ini bisa berakibat persediaan
bahan pada akhir periode menjadi negatif (minus) apabila kondisi harga bahan
selalu naik dan sisa bahan pada akhir periode jumalah kuantitasnya kecil.
f. Metode Masuk Kemudian, Pertama Ke Luar (MKPK)
Metode masik kemudian pertama ke luar (next-in, first out = NIFO)) tidak
mendasarkan kepada harga pokok historis, metode ini didasarkan pemikiran
bahwa harga pokok bahan yang dipakai seharusnya dibebani harga pokok
pengganti (replacement cost) yang akan terjadi untuk memperoleh bahan yang
sama di waktu terjadi transaksi pemakaian bahan.

Anda mungkin juga menyukai