UTS Pak Andi
UTS Pak Andi
PROPOSAL TESIS
Pembimbing 1 : Dr. Triyono, M.Pd.
Pembimbing 2 : Dr. H. Adi Atmoko, M.Si.
Oleh :
Kade Sathya Gita Rismawan, NIM 150111806272
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bidang yang paling sering mendapat perhatian, terutama dalam
2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang
dewasa kepada anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
proses belajar atau latihan”. Jadi pendidikan memiliki peran yang penting dalam
sepanjang hayat mulai sejak lahir sampai berakhirnya masa hidup individu tersebut.
dipegang oleh guru. Dalam pendidikan informal peran penting dipegang oleh orang
tua. Sedangkan dalam pendidikan non formal peran penting dipegang oleh individu
itu sendiri.
tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua
lingkungan pendidikan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak
orang tua dalam mendidik anaknya yang terlihat dalam cara atau tipe pola asuh yang
digunakan orang tua dalam mendidik anaknya. Sehingga orang tua berperan sebagai
pendidik yang sangat penting bagi bagi anak-anaknya. Dalam sisi yang lain setiap
individu berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda dan budaya yang
berbeda-beda pula. Dari latar belakang yang berbeda dan budaya yang berbeda
berbeda-beda antar satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini tipe pola asuh dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif dan pola asuh
demokrasi. Ketiga tipe pola asuh ini memiliki karakteristik yang berbeda beda. Pola
asuh otoriter cenderung memaksakan kehendak orang tua kepada anak tanpa tawar
menawar, pola asuh permisif cenderung kurang memperhatikan anak sedangkan pola
asuh demokrasi lebih mengutamakan kehangatan dalam hubungan anak dan orang tua
asuh orang tua dipengaruhi oleh sub kultur budaya. Budaya di lingkungan tempat
tinggal lingkungan keluarga menetap mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap
anaknya. Dicontohkan juga dalam penelitian Endra (2012) bahwa banyak orang tua di
tindakan yang di lakukan orang tuanya dan mengambil andil dalam menentukan
standar moral. Sedangkan di Mexico hal seperti ini di anggap tabu. Dijelaskan juga
dalam penelitiannya bahwa di Negara-negara bagian barat orang tua sudah lepas
tangan dari anak-anaknya ketika mereka sudah berumur 17 tahun. Orang tua di
sebagian besar Negara-negara barat mengganggap bahwa anak yang sudah berumur
lebih dari 17 tahun sudah mampu mengatur hidup sendiri dan menentukan arah
hidupnya. Jadi orang tua tidak lagi ikut campur dalam hal urusan anak. Berbeda
dengan di Indonesia, sperti yang telah dijelaskan bahwa budaya memiliki peranan
penting bagi orang tua dalam menentukan pola asuh bagi anaknya. Sebagian besar
sudah menikah. Bahkan, dalam beberapa fenomena orang tua masih ikut andil dalam
urusan keluarga anaknya sudah menikah. Tentunya hal ini akan berdampak sangat
dengan istilah purusha dan pradana. Wiyana (2010) Purusa itu adalah jiwa
artinya badan raga yang menjadi wadah dari purusa. Dalam budaya bali purusa diartikan
sebagai laki-laki dan pradana sebagai perempuan. Pada masyarakat hukum adat Bali
Hal ini membawa konsekwensi adanya peranan yang sangat penting bagi anak laki-
laki sebagai penerus keturunan bagi keluarganya, sedangkan tidak demikian halnya
berstatus pradana (anak perempuan, anak yang diangkat anak oleh orang lain, anak
(ninggal kedaton), sehingga kehilangan haknya (swadikara) sebagai ahli waris. Hal
ini mengakibatkan pola asuh yng berbeda pula terhadap perbedaan gender yang ada
di bali.
Lain lagi halnya dengan adat istiadat yang ada di kabupaten tabanan, bali. Di
kabupaten ini ada budaya yang bernama nyentana. Nyentana berasal dari kata sentana
yang berarti pewaris. Ten haar (dalam rihi, 2006) dalm penelitiannya tentyang
keluarga lain baik dengan cara pernikahan atau mengangkat anak seperti bagaimana
tabanan, nyentana dilakukan karena tidak adanya keturunan laki-laki di dalam sebuah
keluarga. Budaya nyentana ini akan membalikan peran purusa dan pradana antara
laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berposisi sebagai purusa dan yang laki-
laki (sentana) berposisi sebagai pradana. Maka begitupun juga perannya di dalam
keluarga bahwa yang menjadi penanggung jawab penuh adalah si perempun bukan si
laki-laki.
Pengembanan tanggung jawab dan harapan di masa depan bagi anak dari
orang tua berdampak pada perbedaan karakteristik pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua terhadap anak-anaknya. Hal ini mengacu pada budaya dan adat istiadat
yang dipaparkan diatas. Dengan perbedaan karakteristik tipe pola asuh tersebut
kepribadian anak. Dampak yang ditimbulkan berupa dampak yang positif dan
dialami individu harus ditanggulangi agar pribadi tersebut dapat masuk ke tahap
perkembangan selanjutnya. Oleh karena hal tersebut maka diperlukan pola asuh orang
tua yang baik agar perkembangan anak khususnya kepribadian menuju kearah yang
kepribadian yang sehat adalah memiliki kemandirian, yaitu memiliki sifat mandiri
dalam cara berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
(2013:67) mengemukakan “bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa remaja
ekonomi”. Dari hal tersebut maka setiap individu dituntut untuk memiliki
mengembangkan kemandirian bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan bagi para
orang tua. Kemandirian individu tidak dapat ditumbuhkan secara instan. Kemandirian
diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar
pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya.
Akan tetapi pada kenyataanya masih banyak ditemui siswa yang menunjukan
(2014) bahwa kekurang mandirian siswa diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya
perhatian orang tua yang kurang, pola asuh yang cenderung memanjakan anak, sikap
orang tua yang terlalu mengatur aktivitas anak itu sendiri, kebiasaan yang sudah
sering dilakukan, dan lingkungan tempat siswa berada. Hal ini mengakibatkan pada
situasi-situasi tertentu mereka cenderung bergantung pada orang lain dan orang tua.
Masalah yang sering ditemui yaitu tidak bisa bangun pagi tanpa dibangunkan oleh
peneliti tertarik utnuk meneliti tentang pola asuh orang tua sebagai pembentuk
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam membentuk
kemandirian anak?
2. Bagaimana pandangan orang tua di bali dalam menetapkan pola asuh dalam
C. Landasan Teori
tela’ah pustaka dengan cara mencari dan menemukan teori-teori yang akan di jadikan
1. Kemandirian
a) Pengertian Kemandirian
dalam seluruh siklus kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu ini muncul di setiap
situasi yang menuntut individu untuk mengandalkan dan bergantung kepada dirinya
sendiri, seperti di saat baru memasuki perguruan tinggi di luar kota, diterima bekerja
di suatu perusahaan, memiliki pasangan, ataupun sedang memiliki masalah dengan
setiap situasi dan persoalan yang ada. Kemandirian merupakan kemampuan untuk
keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak
bergantung kepada orang lain. Beberapa ahli menyatakan bahwa untuk mencapai
kemandirian berarti membebaskan diri dari ikatan orang tua agar dapat
ketergantungan berlebihan dengan orang tua, serta kemampuan untuk tetap menjaga
Kemandirian tidak dapat selesai pada satu tahap kehidupan, melainkan akan
teori perkembangan psikososial Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2008),
kemandirian mulai terlihat pada anak usia 18 bulan hingga 3 tahun (toddler). Pada
masa ini terjadi perubahan sosial, fisik, dan kognitif dalam diri remaja (Santrock,
2008). Jika pada masa toddler kemandirian seorang anak lebih menekankan segi
tingkah lakunya, kemandirian di masa remaja sudah melibatkan kognisi yang dapat
dijadikan sebagai pondasi berpikir mengenai masalah sosial, moral, dan etika. Dalam
teori tahap perkembangan kognitif Piaget, remaja berada dalam tahap formal
operational, yang diawali diantara usia 11 hingga 15 tahun dan baru didapatkan
dengan baik diantara usia 15 hingga 20 tahun (Santrock, 2008). Kemampuan berpikir
remaja menjadi lebih abstrak, idealis, dan logis. Remaja sudah mampu membedakan
dan mendiskusikan hal-hal yang bersifat abstrak, seperti cinta, keadilan, dan
melihat perspektif orang lain, mampu menalar dengan lebih baik, dan mampu melihat
konsekuensi setiap alternatif tindakan sehingga mereka mampu menimbang opini dan
saran orang lain dengan lebih efektif serta dapat membuat keputusan mereka sendiri
bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengatur hidupnya sendiri dan merasakan
tersebut tidak dapat terjadi secara konsisten dalam segala segi kehidupannya.
mandiri, namun mereka juga ingin dan butuh rasa aman yang diperolehnya dari
ketergantungan emosi kepada orang tua atau orang dewasa lain. Remaja masih
memerlukan bimbingan dan dukungan orang tua dalam memutuskan rencana masa
depan dan hal-hal penting dalam kehidupannya. Remaja juga biasanya masih
membutuhkan bantuan dalam segi ekonomi dari orang tua. Hal–hal tersebut membuat
remaja tidak dapat bebas sepenuhnya dari orang tua. Ia masih dituntut untuk tetap
menaati aturan dan permintaan orang tua. Keinginan remaja untuk mengatur
hidupnya sendiri berbenturan dengan rasa tanggung jawab orang tua untuk
yang biasa mewarnai kehidupan ketika anak masih remaja (Santrock, 2008).
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi sering kali menurunkan
anak yang memiliki kemandirian juga. Namun , factor keturunan ini masih menjadi
kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya melainkan sifat orang
perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang
atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yann
kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering
struktur social, kurang terasa aman atau bahkan mencekam, dan kurang menghargai
yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan
kemandirian remaja.
atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai kemandirian seseorang tidak
dapat terlepas dari faktor-faktor yang mendasari terbentuknya kemandirian itu
sendiri. Faktor-faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap dan
c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype)
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun
orang lain.
b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang
lain.
a) Mempunyai inisiatif
Indikator :
b) Bertanggung jawab
Indikator :
Mengambil resiko atas keputusan yang telah diambil adalah mengambil resiko
atas keputusan yang telah diambil adalah suatu individu itu dapat menanggung beban
atas suatu tindakan atau perbuatan yang telah dia lakukan sendiri.
individu tersebut mampu membedakan yang mana hak dan kewajibannya yang harus
dia dahulukan atau yang dipatuhi, kemudian menjalankanya sesuai dengan hak dan
kewajibanya itu
c) Percaya diri
Indikator :
kemampuan yang dia miliki tanpa ada bantuan dari orang lain
Merasa apa yang telah dilakukan benar adalah suatu sikap dimana suatu
individu tersebut mempunyai rasa percaya diri yang sangat besar pada dirinya
sehingga menganggap apa yang telah dia lakukan atau kerjakan sudah sesuai dengan
kehadiran sang buah hati atau anak. Banyak dari pasangan individu yang setelah
menikah tidak memiliki anak menjadi awal dari permasalahan. Disebutkan dalam
biologis suami istri”. Artinya ketika pasangan suami istri tidak mampu memiliki anak
maka tugas biologis mereka tidak terpenuhi yang menyebabkan permasalahan timbul
sperti pertengkaran antar suami istri. Oleh karena itu anak adalah salah satu tujuan
Memiliki anak bukan berarti tujuan dari suatu pernikahan itu sudah berakhir,
Tugas berikutnya timbul yaitu merawat, membesarkan dan mendidik sang anak.tugas
ini tidaklah mudah untuk dilakukan oleh kedua orang tua terutama dalam mendidik
sang anak.
Pendidikan dapat dibagi menjadi pendidikan formal, informal dan non formal.
Pendidikan pertama yang didapat oleh individu adalah pendidikan informal yang
kepribadian anak,orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga,
mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang
orang tua. Orang tua hendaknya memberikan ganjaran pada setiap perilaku anak.
Hukuman dapat dikatakan sebagai salah satu alat mendidik sang anak. Karena dalam
memberikan hukuman anak akan tau bahawa yang dilakukannya itu adalah hal yang
salah. Hukuman yang diberikan bisa berupa teguran lembut, teguran keras,
pengurangan uang jajan, larangan bermain keluar rumah. Hukuman yang diberikan
maka sebagai orang tua wajib memberikan reinforcement kepada anak. Dalam hal ini
anak akan merasa bahwa lebih nyaman melakukan hal positif yang mendapat
orang tua.
Setiap orang tua memiliki tipe pola asuh yang berbeda-beda.Sering terjadi
orang tua tidak memberikan hukuman kepada anak ketika anak melakukan kesalahan.
Hal ini diakibatkan rasa sayang orang tua kepada anak terlalu besar sehingga orang
tua merasa tidak tega untuk menghukum sang anak. Ini mengakibatkan anak tidak
mengetahui bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang salah. Sebaliknya ada juga
beberapa orang tua terlalu keras kepada anak sehingga anak menjadi penakut dan
Pola asuh orang tua merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua
adalah model, bentuk atau corak didikan, bimbingan, pimpinan atau perlakuan orang
Pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yangdapat ditempuh
orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa
tanggungjawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk
mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan social,
tinjauan kemasyarakatan, maupun tijauan individu.Jika pendidikan
keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anakmenjadi manusia dewasa yang
memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan
mandiri, potensi jasmani dan rohani serta inteletual yang berkembang
secara optimal.
Berperan sebagai orang tua yang baik bukanlah hal yang mudah. Ayah dan
ibu hendaknya mampu berperilaku dengan baik karena lima tahun awal
kehidupannya, anak lebih banyak berinteraksi dengan keluarga dan mudah menyerap
informasi yang dapat dilihat maupun didengarnya. Orang tua hendaknya mampu
memperlihatkan dirinya sebagai teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup
atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dengan demikian remaja akan memperoleh
pelajaran yang sangat berharga dan akan belajar dari apa saja yang mereka saksikan,
alami, dan hayati dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tuanya. Jika orang tua
Cara yang diterapkan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing
anaknya dapat dilihat dari intensitas hubungan orang tua dan anak yang nantinya akan
mengarah kepada jenis-jenis pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Menjadi apa
anak kelak, semuanya tergantung didikan dan bimbingan orang tua.Penyesuaian
pemikiran antara orang tua dan anak remaja akan tercapai bila kedua belah pihak
Dari pemaparan di atas, telah dibahas mengenai pola asuh dan terapan orang
tua dalam keluarga. Sehingga dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pola asuh
adalahsuatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak yang bersifat
konsisten dari waktu ke waktu, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya
dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling
tepat oleh orang tua, agar anak mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal.
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu diantaranya
mengasuh anak-anaknya. Dalam mengasuh anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya
yang ada dilingkungannya. Disamping itu, orang tua diwarnai oleh sikap-sikap
tersebut tercermin dalam pola asuh kepada anaknya yang berbeda-beda, karena
orang tua yaitu ”(1) pola asuh bina kasih (induction), (2) pola asuh unjuk kuasa
(power assertion), (3) pola asuh lepas kasih (love withdrawal)”. Pola asuh bina kasih
adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan
perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pola asuh unjuk kuasa adalah pola asuh yang
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat
menerimanya. Pola asuh lepas kasih adalah pola asuh yang diterapkan orang tua
dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak
tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi ketika anak sudah mau
melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya dikembalikan
seperti sediakala.
ada dalam keluarga yaitu : (1) pola asuh otoriter (authoritarian), (2) pola asuh liberal
Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada
pengawasan orangtua atau control penuh dari orang tua yang ditujukan kepada anak
guna mendapatkan kepatuhan dan ketaatan anak. Pola asuh otoriter adalah
pengasuhan orangan tua terhadap anak yang sangat kaku, bersifat diktator, dan
memaksa anak untuk selalu mengikuti orangtua tanpa mempertimbangkan alasan dari
adalah“pola asuh yang membatasi dan menghuku, dimana orang tua mendesak anak
untuk mengikuti arahan mereka mengikuti apapun arahan orang tua serta mendesak
memimpin anaknya dengan jalan memaksakan kehendak orang tua. Hak anak untuk
memperhitungkan keinginan anak. Perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak
bercirikan tegas, suka menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan
yang diberikan oleh orangtua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna
dan alasan dibalik aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anaknya.
Pola asuh otoriter berawal dari pandangan orang tua yang menganggap bahwa
penerapan disiplin yang ketat dapat membentuk anak menjadi patuh pada aturan, dan
ketika anak berhasil mematuhi peraturan ataupun perintah orang tua, anak jarang
mendapatkan penghargaan. Pada kondisi seperti ini, terlihat bahwa anak harus selalu
menjadi anak penurut untuk menyenangkan hati orang tua. Menurut Madri dan
yang patuh terhadap perintah. Namun, jika dikaji secara mendalam banyak dampak
negatif yang dapat timbul pada anak. Pada masa kanak-kanak hingga dewasa, anak
kurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu hal. Pola asuh otoriter biasanya
berdampak buruk pada anak, seperti anak merasa tidak bahagia, ketakutan, selalu
Ketika anak tidak mematuhi orang tua dan melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
dirinya terlepas apakah perbuatan tersebut baik atau buruk, orang tua tetap
hukuman yang tidak efektif akan menyebabkan anak menjadi agresif dan nakal, dan
menjadi terbiasa dengan punishment (hukuman) yang diberikan. Efek jera yang
diharapkan muncul pada perilaku anak ketika tidak mentaati peraturan orang tua,
Pola asuh liberal adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik secara
bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya
apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
memberikan bimbingan pada anaknya. Semua apa yang dilakukan anak adalah benar
dan tidak perlu mendapat teguran, arahan atau bimbingan. Madri dan Oka (2008:81)
mengemukakan “pola asuh liberal (permissive), dicirikan dengan perilaku orang tua
yang memberikan kebebasan mutlak kepada anak. Orang tua menyerahkan segala
kegiatan yangakan diambil, sarana atau alat yang akan dipergunakan”. Dantes (dalam
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh
mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali
Salah satu penyebab diterapkannya pola asuhan liberal adalah karena kedua
orang tua sibuk dan tidak mampu membagi waktu. Pemberian uang dan barang-
barang kesukaan anak, merupakan pengganti yang digunakan orang tua karena tidak
memiliki cukup waktu untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak.
Tanggung jawab untuk menjaga dan mendidik anak dialihkan kepada pembantu
rumah tangga ataupun nenek dan kakeknya. Orang tua harus mampu memberikan
batasan-batasan perilaku kepada anak, sehingga mereka akan terhindar dari dampak
negatif pergaulan, perilaku sosial yang dimiliki kurang tepat, kurang mampu
menghargai orang lain, kurang memiliki sopan santun dan tata krama.
“pola asuh dimana orang tua mendorong anak untuk mandiri namun masih
menerapkan batas dan kendali atau aturan terhadap keputusan dan tindakan yang
diambil oleh anak”.Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersifat
realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan sang
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal
memilih dan melakukan sesuatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat
hangat. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bercirikan adanya hak dan
kewajiban orang tua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih
untuk bertanggung jawab dan menentukan perilakunya sendiri agar dapat berdiplin.
Pola asuhan demokrasi (authoritative) adalah pola pengasuhan dimana orang tua
perilakunya. Dalam mendidik anak, orang tua bertindak obyektif dan tegas, namun
masih terdapat kehangatan dan pengertian. Ketika anak melakukan kesalahan, orang
tua tidak pilih kasih dan tetap memberikan karma dari kesalahannya. Sehingga anak
dapat belajar dari kesalahannya. Orang tua dan anak akan menjadi semakin dekat.
dihadapi dan orang tua akan senantiasa membantu anak untuk menjadi lebih
bijaksana dalam menghadapi persoalan dan melatihnya untuk menjadi pribadi yang
mandiri. Dengan adanya pelatihan ini, secara tidak langsung anak mulai belajar untuk
mengungkapkan apa yang ia rasakan dan mulai belajar untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
Sejak dini anak diajarkan demokrasi dengan cara menyampaikan pendapat
dan menghargai pendapat orang lain yang nantinya akan memudahkan perkembangan
sosial anak. Pola asuhan demokrasi (authoritative) memang paling ideal, tetapi
mungkin adakalanya orang tua tidak mampu menerapkan pola ini dengan
sepenuhnya. Terutama pada saat emosi orang tua tidak stabil. Saat mengalami emosi
negatif, orang tua cenderung bersifat otoriter terhadap anaknya atau sebaliknya saat
orang tua merasa senang karena bisnisnya berhasil orang tua cenderung bersikap agak
permissive terhadap anaknya. Orang tua harus cepat menyadari keadaan ini dan
keadaan yang membahayakan untuk anak dan pada saat anak sakit. Syarat dalam
sayang yang mendalam, pada saat memberlakukan batasan, orang tua harus tegas dan
tegar (konsisten) sehingga anak belajar bahwa orang tuanya tidak main-main dengan
aturan yang ditetapkan, dan orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya.
Dalam penelitian ini telah dipaparkan ada 3 jenis pola asuh yang digunakan
orang tua dalam mendidik anak, yaitu: autoritatif, liberal, dan demokrasi.Sanjaya
yasin (dalam Mahaputra, 2012:17-18) mengemukakan penerapan pola asuh orang tua
a) Kebudayaan
sebuah keluarga. Hal ini terkait dengan peranan perempuan dan laki-laki dalam suatu
masyarakat. Perempuan bertugas untuk merawat keluarganya dan pihak laki-laki akan
mencari nafkah untuk keluarganya. Sejak dahulu, seorang perempuan lebih banyak
berdampak pada banyaknya wanita yang membantu suaminya untuk mencari nafkah.
Keadaan ini dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan
adalah beban suami berkurang dan perekonomian rumah tangga lebih terjamin. Dan
dampak negatif yang timbul adalah jika seorang istri sekaligus ibu tidak mampu
membagi waktu dengan baik sehingga tugas utamanya untuk mengurus rumah tangga
b) Status Sosial
Orang tua kelas menengah dan rendah, cenderung lebih keras, memaksa dan
kurang toleran, jika dibandingkan dengan mereka yang dari kalangan atas, namun
mereka lebih konsisten. Orang tua dari kelas menengah dan rendah terbiasa berjuang
keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka rela melakukan pekerjaan kasar
yang penting mendapatkan uang. Mereka tidak segan-segan memukul anak ketika
membantu orang tua mencari uang dan dibiasakan untuk hidup disiplin. Bagi anak-
anak dari kalangan atas, mereka terbiasa dimanjakan oleh orang tuanya. Orang tua
memberikan apa saja yang diminta anak, sebagai kompensasi dari kurangnya waktu
antara orang tua dengan anak. Namun, tidak jarang ketika bisnis orang tua tidak
berjalan lancar anak akan mendapatkan imbasnya. Anak dimarahi tanpa sebab yang
jelas.
generasi sebelumnya. Bagaimana orang tua dididik ketika masa kecil akan ia ingat
dan diterapkan ketika mereka memiliki anak. Mereka cenderung mengambil hal-hal
positif dan menerapkannya pada anak. Hal ini akan diperkuat ketika mereka menjadi
orang sukses, dan menganggap kesuksesan itu merupakan hasil didikan orang tuanya.
Menurut Sanjaya Yasin (dalam Mahaputra 2012:18-20) Pola asuh yang efektif
itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di
masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan
kasih sayang.
Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :
perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu
berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita
masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang berbeda.
Saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika
mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang
tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.
kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh
dan tidak.
Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua
e) Komunikasi efektif
meremehkan pendapat anak.Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran,
masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f) Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil
dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga
perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh
makan makanan ringan kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan
sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu,
sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.
3. Budaya Bali
atma atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pradana artinya badan raga yang menjadi
wadah dari purusa. . Pada masyarakat hukum adat Bali ikatan kekeluargaannya
patrilineal, yaitu berdasarkan pada garis keturunan bapak. Hal ini membawa
konsekwensi adanya peranan yang sangat penting bagi anak laki-laki sebagai penerus
perempuan, anak yang diangkat anak oleh orang lain, anak laki-laki yang
sehingga kehilangan haknya (swadikara) sebagai ahli waris. Golongan orang yang
termasuk ninggal kedaton adalah:
d) Anak yang dipecat sebagai anak oleh orang tuanya (pegat mepianak);
warisan yang mempunyai nilai magis (sanggah/merajan) dan tidak dapat dibagi, dan
harta yang merupakan peninggalan leluhur (turun temurun), mesti tetap diwariskan
kepada anak laki-laki sesuai dresta, tetapi perlu mempertimbangkan untuk membuat
a) Orang tua atau saudara (dalam hal orang tua sudah meninggal) berhak
b) Budaya Nyentana
Adat Bali pada umumnya patrilineal. Menurut Ter Haar (1991), hanya anak
kedudukannya sebagai kepala keluarga. Jika tidak ada anak laki-laki, maka dapatlah
seorang anak laki-laki diambil anak, baik oleh si bapak maupun oleh jandanya atas
nama dia jika si bapak meninggal. Sebagai gantinya dapatlah si bapak mengangkat
anaknya perempuan menjadi sentana. Anak perempuan itu diberikan hak-hak dan
(Soekanto: 1958: tt). Ini berkaitan dengan tingginya penghargaan budaya Bali pada
basis patrilineal. Setidaknya, Chidir Ali (1981: 33) dan R. Subekti (1991: 9) memuat
MA No. 200K/Sip/1958 menegaskan bahwa menurut hukum adat Bali, dalam hal
seorang ayah mempunyai seorang anak laki-laki, maka anak laki-laki inilah satu-
status purusa dari pihak wanita dan sebagai pradana dari pihak laki-laki.
Van Dijk (1991: 35) menulis bahwa laki-laki tadi ‘dilepaskan dari golongan sanaknya
yang lahir dari perkawinan nyentana itu akan menjadi pewaris dari garis keturunan
ibunya. “Jadi anggota yang meneruskan klan bapak mertua,’ tulis Van Dijk.
sebagai salah satu faktor yang menentukan keabsahan perkawinan. Jika tak
dilaksanakan menurut hukum agama, maka perkawinan tidak sah. Dalam adat Hindu
Bali, perkawinan umumnya dilakukan melalui upacara keagamaan yang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
lebih lanjut bagi sekolah mengenai peranan Guru BK dalam membantu siswa-
METODE PENELITIAN
Peneliti dalam penelitian ini terjun secara langsung ke tempat penelitian yaitu
memperoleh informasi baik yang berasal dari hasil interview atau observasi peneliti
sewajar atau sealamiah mungkin. Peneliti tidak merubah atau pun mempengaruhi
perspektif subyek penelitian atau informan. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk
kata-kata atau bersifat deskriptif. Berdasarkan karakteristik yang melekat pada proses
penelitian ini, maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif.
kualitatif adalah mencoba untuk mengerti hal-hal yang aktual, realitas sosial dan
pandangan, mungkin hal-hal yang bersifat ganjil tetapi merupakan sesuatu yang
penting yang diceritakan oleh manusia itu sendiri tentang kejadian yang benar-benar
terjadi dalam cara yang alamiah dan cara mereka sendiri. Penelitian kualitatif
merasa, apa yang mereka tahu, bagaimana caranya mereka tahu serta kepercayaan
persepsi dan pengertian mereka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan fenomenologis karena peneliti mencoba mengamati perilaku dan
persepsi individu atau kelompok di tempat penelitian yang dapat mempengaruhi pola
terhadap orang-orang dalam situasi tertentu. Peneliti berusaha untuk masuk ke dalam
dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka
mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di
Lincoln percaya bahwa pada akhirnya kebenaran akan terungkap lewat upaya untuk
menyelami dan mengalami yang akhirnya akan membuahkan kesimpulan tentang apa
B. Kehadiran Peneliti
Peran dan kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pengamat
partisipatif dan pewawancara. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaodih , bahwa
peranan yang dapat dimainkan oleh peneliti dalam penelitian kualitatif diantaranya
meliputi :
kegiatan kelompok yang diamati. Dan pengamatan seperti ini cocok untuk
pengumpulan data.
subyektifitas peneliti dan peneliti akhirnya dapat memperoleh data yang valid
berdasarkan sudut pandang emik dari informan. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa peran peneliti pada penelitian ini merupakan instrument utama
C. Lokasi Penelitian
1. SMA adalah Sekolah Menengah Atas yang memiliki konotasi perilaku yang
2. SMA Lab Undiksha memiliki tingkat pelanggaran yang tinggi terutama pada
D. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber
data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tidakan sebagai sumber utama,
sedangkan sumber data tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data
tambahan.
bertindak sebagai alat pengumpul data artinya peneliti sendiri yang terjun langsung
data peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpul data berupa observasi dan
wawancara.
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat kondisi dan situasi dari masalah yang
adalah upaya aktif peneliti untuk mengumpulkan data secara langsung dan
kemudian memilih apa yang diamati dan terlibat secara aktif didalamnya,
dalam arti lain peneliti terlibat secara langsung bersama siswa dalam proses
bimbingan.
2. Wawancara
dengan kondisi yang ada pada saat itu, tetapi tetap merujuk pada tujuan
lebih bersifat terbuka atau kurang terstruktur dengan alasan sebagai berikut: a)
penelitian kualitatif tidak berangkat dari hipotesa yang telah ditentukan tetapi
bahwa setiap responden adalah individu dengan segala keunikannya yang sulit
yang ditanyakan pada siswa dan bagaimana upaya/unjuk kerja konselor dalam
3. Analisis Data
dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini berlangsung
terkumpul.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi data
yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Penyajian
berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif.
Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan untuk mengambil
tindakan.
4. Pengecekan Keabsahan Data
diperlukan pengecekan atau uji keabsahan data melalui verifikasi data. Tehnik yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Dalam kasus ini, peneliti akan menggunakan tehnik trianggulasi dengan
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif.
dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang
berbagai pendapat dan pandangan orang biasa, seperti orang yang berpendidikan
melalui diskusi. Ini dilakukan untuk membuat peneliti tetap mempertahankan sikap
terbuka dan kejujuran. Diskusi dengan sejawat memberikan suatu kesempatan awal
yang baik untuk memulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari
5. Tahap-tahap penelitian
analisis.
DAFTAR PUSTAKA