Anda di halaman 1dari 10

PERAN KELUARGA DALAM MEWUJUDKAN GENERASI

MUDA DEMOKRATIS DAN BERADAB BERLANDASKAN


NILAI PANCASILA

Disusun Oleh:
Nama : Nabila Cahya Rahmawati
NIM : 050641162
Kode Kelas : 1168

Tutor Pembimbing:
Benny Bakry S.Pd, M.Si.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH PURWOKERTO
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
PENDAHULUAN

Keluarga sebagai pondasi utama memainkan peran yang sangat penting


dalam membentuk karakter generasi muda. Keberhasilan proses pendidikan dan
pemebentukan perilaku seorang anak yang sesuai dengan nilai karakter yang ada di
dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh peran keluarga. Hal ini karena, anak
akan tumbuh dengan karakter yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya,
terutama lingkungan keluarga. Walaupun menjadi kesatuan terkecil di dalam
masyarakat, namun keluarga menjadi unsur penentu utama dan pertama yang
menempati kedudukan sangat penting dalam keberhasilan pembinaan anak
terutama pada tahap awal dan masa kristisnya. Dasar pembentukan tingkah laku,
watak, moral dan pendidikan anak diberikan oleh keluarga, karena anak adalah
anugerah dari Allah SWT kepada orang tua dengan kondisi dan keadaan fisik yang
sangat bergantung pada lingkungan sekitarnya terutama keluarga.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki tanggung jawab
yang besar dalam mendidik dan memberikan pemahaman kepada anggota keluarga,
terutama generasi penerusnya terkait pentingnya nilai-nilai Pancasila untuk
membentuk generasi muda yang bersifat demokratis dan beradab. Hurlock (1996)
menyatakan, perlakuan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak
dan perilakunya. Pengaruh pola asuh demokrasi memungkinkan generasi muda
memiliki jiwa yang sadar tentang rasa toleransi dan persatuan sehingga dapat
berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keluarga
sebagai bagian dari lingkungan pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan
dalam membina kepribadian anak. Hal itu disebabkan karena keluarga memberikan
pendidikan dasar yang berkenaan dengan keagamaan dan budaya. Oleh karena itu,
sebagai salah satu lembaga pendidikan informal, kedudukan keluarga sangatlah
esensial bagi kelangsungan pendidikan generasi muda dalam rangka mewujudkan
generasi muda demokratis dan beradab berlandaskan nilai Pancasila.
KAJIAN PUSTAKA

1. Perlakuan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak dan
perilakunya (Hurlock 1996).
2. Pola asuh adalah interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi kebutuhan
fisik (misalnya makanan, minuman dll) dan psikologis (seperti keamanan, cinta
dll) dan sosialisasi norma-norma dalam masyarakat agar anak dapat hidup
harmonis dengan lingkungannya (Muslisch 2011: 100).
3. Pola asuh orang tua dalam keluarga merupakan frase yang menghimpun empat
unsur penting yaitu pola,asuh,orangtua,keluarga (Syaiful 2014: 50).
4. Pola asuh demokratis ditandai dengan kerja sama antara orang tua dan anak.
Anak itu diakui sebagai pribadi. Instruksi dan bimbingan dapat diperoleh dari
orang tua. Ada kontrol orang tua yang tidak kaku (Muslich 2011: 101).
5. Keberhasilan lembaga informal (keluarga) dalam membina karakter anaknya
dipengaruhi oleh pola asuh yang mereka pilih dan kualitas pengasuhan,
bimbingan dan kasih sayang yang mereka berikan (Zubeidi 2011: 157).
6. Diantara berbagai fungsi keluarga yang ada, “...ada tiga fungsi keluarga yang
tidak dapat diubah dan digantikan oleh yang lain, yaitu: fungsi biologis, fungsi
sosialisasi anak dan fungsi afektif.” (Suhendi 2001)
7. Chomaria (2010: 111) menyatakan bahwa, sebaiknya dalam mengasuh anak,
jangan terlalu terpengaruh pola asuh orang tua kita yang dulu, hal ini sama
seperti yang dikemukakan oleh Umar Bin Khattab “Didiklah anak-anak kalian
dengan metode pendidikan yang berbeda dengan metode pendidikan yang
kalian terima dari orang tua kalian, karena sesungguhnya mereka diciptakan
untuk hidup pada satu zaman yang berbeda dengan zaman kalian”.
8. Parsons dan Bales seperti dikutip Eshleman dan Cashion (1985:336-337)
menyatakan, terdapat dua fungsi yang esensial dalam keluarga yaitu sebagai
tempat (1) Sosialisasi yang utama bagi anak-anak dimana mereka dilahirkan;
(2) Menstabilkan kepribadian remaja atau orang dewasa.
PEMBAHASAN

1. Pola Asuh Demokratis


Pola asuh adalah interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi
kebutuhan fisik (misalnya makanan, minuman dll) dan psikologis (seperti
keamanan, cinta dll) dan sosialisasi norma-norma dalam masyarakat agar anak
dapat hidup harmonis dengan lingkungannya (Muslisch 2011: 100). Sedangkan
menurut Syaiful (2014: 50) pola asuh orang tua dalam keluarga merupakan frase
yang menghimpun empat unsur penting yaitu pola, asuh, orang tua, keluarga.
Fokus dalam pola asuh demokrasi, pola asuh ini memiliki ciri-ciri yaitu orang
tua yang mendorong anak untuk berbicara tentang sesuatu apa yang diinginkan
oleh mereka. Dalam hal ini, Muslich (2011: 101) menjelaskan lebih dalam
tentang karakteristik pola asuh demokrasi yang ditandai dengan kerjasama
antara anak dan orang tua. Anak diakui sebagai pribadi. Instruksi dan bimbingan
diperoleh dari orang tua. Ada kontrol orang tua yang tidak kaku.
Keefektifan pendidikan karakter akan terlaksana dengan baik jika ketiga
peran institusi ini terlibat yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Apabila
mengabaikan salah satu, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Pendidikan informal dari keluarga berperan sangat penting dalam
perkembangan generasi muda, karena dari usia dini karakter mereka mulai
dibentuk. Namun, dalam penyelenggaran pendidikan nasional, seperti ada
kebijakan yang tidak seimbang. Dalam pendidikan informal yaitu keluarga,
pemerintah cenderung mengabaikan dan tidak ada kebijakan pendidikan secara
operasional, sehingga pendidikan karakter belum diimplementasikan secara
tetap dan menyebabkan praktik pendidikan yang beragam sesuai dengan
pemahaman masing-masing orang tua. Padahal, menurut Zubeidi (2011: 157)
keberhasilan lembaga informal (keluarga) dalam membina karakter anaknya
dipengaruhi oleh pola asuh yang mereka pilih dan kualitas pengasuhan,
bimbingan dan kasih sayang yang mereka berikan. Pilihan pola asuh orang tua
yang tepat dapat menjadi penentu terhadap karakter positif anak-anaknya.
Suhendi (2001) mengatakan bahwa, ada 3 fungsi keluarga yang tidak dapat
diubah dan dan digantikan oleh yang lain, yaitu fungsi biologis, fungsi
sosialisasi anak dan fungsi afektif. Faktor budaya, agama, kebiasaan,
kepercayaan dan kepribadian orang tua menjadi faktor yang mempengaruhi cara
orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Pola asuh yang diterapkan
orang tua bisa bersumber dari cara mereka dibesarkan atau dengan pengalaman
teman mereka yang diharapkan akan mendapat hasil seperti yang mereka
harapkan terhadap anak mereka kelak. Chomaria (2010: 111) menyatakan
bahwa, sebaiknya dalam mengasuh anak, jangan terlalu terpengaruh pola asuh
orang tua kita yang dulu, hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Umar Bin
Khattab “Didiklah anak-anak kalian dengan metode pendidikan yang berbeda
dengan metode pendidikan yang kalian terima dari orang tua kalian, karena
sesungguhnya mereka diciptakan untuk hidup pada satu zaman yang berbeda
dengan zaman kalian”.
Pola asuh anak dibagi menjadi 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
permisif (yang bersifat children centered) dan pola asuh demokratis. Pola asuh
demokratis memberikan kedudukan yang sejajar antara anak dan orang tua.
Keputusan yang diambil didasarkan dengan pertimbangan kedua belah pihak.
Dalam keputusan ini, orang tua memberi kebebasan kepada anak dengan syarat
dapat dipertanggungjawabkan oleh anak. Kepercayaan atas tindakan yang
dilakukan anak harus bisa dipertanggungjawabkan dengan sikap jujur. Dalam
pola asuh demokratis, anak ataupun orangtua tidak dapat bertindak semena-
mena.

2. Pancasila Sebagai Landasan Keluarga Demokratis Yang Beradab


Pelaksanaan demokrasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai
penting yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut
merupakan hasil konsensus dan kesepakatan para pendiri negara yang kemudian
disepakati sebagai nilai-nilai dasar di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai Pancasila. Peran Pancasila di
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting yaitu sebagai dasar
negara yang sekaligus menjadi ideologi nasional dan sumber hukum di
Indonesia.
Era reformasi ini membawa pengaruh demokrasi makin tumbuh,
kebebasan terwujud dan hak asasi manusia mendapatkan penghormatan yang
semestinya. Namun, disamping itu menimbulkan masalah baru. Atas nama
reformasi dan demokratisasi, banyak masyarakat yang tidak memaknai
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Kebangsaan dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara utuh. Hal seperti
inilah yang menjadi salah satu penyebab lunturnya kesadaran akan pengamalan
sila-sila Pancasila.
Hal tersebut perlu diantisipasi dengan memperhatikan proses penerapan
nilai-nilai Pancasila dalam diri generasi muda sejak dini di lingkungan keluarga.
Parsons dan Bales seperti dikutip Eshleman dan Cashion (1985:336-337)
mengatakan bahwa, ada dua fungsi keluarga yaitu sebagai sarana sosialisasi
utama bagi anak-anak dimana mereka dilahirkan dan menstabilkan kepribadian
remaja atau orang dewasa. Jadi, keluarga adalah agen sosialisasi paling penting
karena keluargalah yang berperan untuk mengajarkan anggota suatu aturan dan
harapan dalam berperilaku di masyarakat sebagai institusi sosial. Selain itu
keluarga juga mengajarkan norma yang berlaku di masyarakat.
Penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar
negara Indonesia di lingkungan keluarga diharapkan dapat tercapai melalui pola
asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua. Orang tua yang memiliki
standar yang jelas terkait pola asuh tingkah laku, diharapkan dapat berpengaruh
pada diri anak, dapat berkomunikasi secara timbal balik dengan mendengarkan
pendapat dan mampu meresponnya secara baik. Melalui pola asuh demokratis
ini diharapkan tercipta harmonisasi antara kedua belah pihak terkait hak dan
kewajibannya masing-masing. Dengan demikian anak akan mengikuti apa yang
diperintahkan orang tua karena telah memiliki kesadaran bahwa hal itu baik
bagi kehidupanya, termasuk saat orang tua mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila sejak usia dini di lingkungan keluarga sehingga terwujud generasi
muda demokratis dan beradab.
3. Penerapan Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Demokrasi bukan hanya sebuah konsep politik yang berlaku dalam sistem
pemerintahan, tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai
generasi muda yang sadar akan pentingnya kebebasan, kesetaraan, partisipasi
dan penghargaan terhadap perbedaan. Menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam
perilaku dan tindakan juga akan memperkuat ikatan sosial dan membangun
masyarakat yang adil dan beradab. Keberhasilan demokrasi terlihat dari sejauh
mana warga negara hidup bersama dan mencapai konsesus atas prinsip-prinsip
demokrasi antara warga negara dan antara warga negara dengan negara. Kelan
dan Zubaidi (2007: 69) menyatakan ada beberapa ciri-ciri dari negara penganut
sistem demokrasi, diantaranya yaitu:
a. Keterlibatan warga negara di dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
d. Adanya suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Standar dibutuhkan sebagai acuan bagi tatanan sosial yang demokratis. Ini
termasuk kesadaran akan keberagaman, musyawarah, kebebasan hati nurani,
persamaan hak dan kewajiban, serta kejujuran dalam konsensus. Oleh karena
itu, kita dapat menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari
dengan berbagai cara diantaranya yaitu:
a. Partisipasi dan keterlibatan sosial.
Sebagai generasi muda yang berperilaku demokratis, contoh sederhana
yang dapat kita lakukan yaitu menghadiri pertemuan organisasi lokal seperti
karang taruna, mengikuti diskusi publik dll. Dengan sikap partisipasi aktif
di lingkungan sekitar, maka kita turut berperan dalam pengambilan
keputusan, tidak takut bersuara dan terlibat dalam perubahan yang positif.
b. Penghargaan terhadap perbedaan dan toleransi.
Kemajemukan yang ada mengajarkan kita untuk saling menghargai dengan
bersikap demokratis yaitu dengan menghormati pandangan, budaya, agama
dan latar belakang orang lain. Selain itu, generasi muda yang berkualitas
harus mempu menghindari prasangka, menerima perbedaan dan memahami
sudut pandang orang lain dengan cara toleransi saat berinteraksi dengan
masyarakat.
c. Pendidikan dan kesadaran demokrasi.
Dalam masyarakat kita dapat memperkenalkan pendidikan yang
berorientasi pada demokrasi dengan memperkenalkan prinsip demokrasi
sejak dini, baik di lingkungan keluarga ataupun institusi lain.
d. Keadilan dan kesejahteraan bersama.
Sesuai dengan karakteristik demokrasi Pancasila, hal ini berarti memastikan
kesempatan yang sama dan perilaku yang adil bagi semua orang.
PENUTUP

KESIMPULAN
Keluarga merupakan salah satu unsur yang penting dalam mewujudkan generasi
muda yang demokratis dan beradab berlandaskan Pancasila. Melalui pola asuh
demokratis, penerapan nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari dan
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam berinteraksi dengan masyarakat, keluarga
dapat memainkan peran aktif dalam membentuk anggota keluarga yang memiliki
kesadaran berdemokrasi sehingga dapat membawa dampak positif bagi masyarakat.
Dengan memahami peran keluarga sebagai pembentuk generasi muda yang
demokratis dan beradab, kita dapat memiliki pondasi yang kuat untuk menciptakan
masyarakat yang adil, demokratis dan bertanggungjawab sehingga dapat mencapai
tujuan dan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SARAN
Generasi muda diharuskan memiliki rasa demokratis terhadap masyarakat di
sekitarnya. Dalam berperilaku demokrastis harus tetap beradab dan memiliki sikap
toleransi. Keluarga harus mampu menerapkan komunikasi yang terbuka dan
memberikan kesempatan bagi setiap anggota keluarga untuk menyuarakan
pendapat dalam pengambilan keputusan. Pembentukan generasi muda demokratis
dan beradab memerlukan peran dari berbagai pihak. Pola asuh dan pendidikan yang
tepat terkait pengamalan nilai Pancasila dan nilai-nilai demokrasi dapat menjadi
salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kerjasama berbagai pihak,
maka generasi muda akan tumbuh menjadi penerus yang paham akan nilai
demokrasi, toleransi dan menjunjung tinggi nilai Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA

Admojo, W. S., Trisiana, A., & Susilo, S. H. (2021). Membangun kedewasaan


demokrasi di indonesia. Jurnal Global Citizen: Jurnal Ilmiah Kajian
Pendidikan Kewarganegaraan, 112-123.
Eshleman, J. Ross dan Cashion, Barbara G. (1985). Sociology. Boston Little Brown
and Company. *
Fadilah, M. P., Alim, W. S., Zumrudiana, A., Lestari, I. W., Baidawi, A., Elisanti, A.
D., & KM, S. (2021). Pendidikan karakter. Agrapana Media.
Harefa, D., & Fatolosa Hulu, M. M. (2020). Demokrasi Pancasila di era
kemajemukan. Pm Publisher.
Lestari, S. O., & Kurnia, H. (2022). Peran Pendidikan Pancasila dalam
pembentukan karakter. Jurnal Citizenship: Media Publikasi Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan, 5(1), 25.
Muslich, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Syarbini, A. (2014). Model pendidikan karakter dalam keluarga. Elex Media
Komputindo. *
Tridonanto, A. (2014). Mengembangkan pola asuh demokratis. Elex Media
Komputindo.
Wikandaru, Reno, Lasiyo, dan Hastangka. 2023. Pendidikan Kewarganegaraan.
Banten: Universitas Terbuka.
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai