Anda di halaman 1dari 21

TUGAS 2

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
‘’ PELAJAR DAN KELUARGANYA ‘’

MAGFIRAH
517023

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH BONE
A. Pengertian Pendidikan dalam Keluarga
Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar bagi
pendidikan anak selanjutnya, atau dapat pula dikatakan
bahwa keluarga merupakan peletak dasar bagi
pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan
demikian karena segala pengetahuan, kecerdasan,
intelektual, maupun minat anak diperoleh pertama-tama
dari orang tua (keluarga) dan anggota keluarga lainnya.
Oleh karena itu orang tua harus menanamkan nilai-nilai
yang sangat diperlukan bagi perkembangan kepribadian
anak-anaknya, sehingga anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang mandiri, tangguh dan memiliki sifat-sifat
kepribadian yang baik pula, seperti tidak mudah marah,
tidak mudah emosional, mampu beradaptasi dan lain
sebagainya (Murtiningsih, 2020:92).
Berdasarkan suatu pengamatan tidak semua
orang tua (keluarga) dalam membimbing anaknya
mempunyai suatu pandangan yang sama, tergantung
pada bentuk-bentuk kepemimpinan yang diterapkan oleh
orang tua dalam keluarga itu sendiri. Secara umum
bentuk kepemimpinan orang tua dalam keluarga ada tiga
macam yakni demokratis, otoriter dan liberal (laissez

2
faire). Dalam pelaksanaannya ketiga bentuk
kepemimpinan orang tua tersebut memiliki
khas/kecerdasan yang dapat memadai apakah
kepentingan orang tua tersebut termasuk dalam bentuk
kepemimpinan yang demokratis, otoriter ataukah liberal
(faissez faire) (Rosyidi, 2017:103).
Ciri khas/kecenderungan dari masing-masing
bentuk kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan yang demokratis, orang tua
menunjukkan perhatian dan kasih sayang, berperan
serta dalam kegiatan anak, percaya pada anak, tidak
terlalu banyak mengharap dari anak serta memberi
dorongan dan nasehat kebijaksanaan pada anak
2. Kepemimpinan yang otoriter, dimana orang tua
(keluarga) menuntut kepatuhan mutlak anak,
pengawasan ketat terhadap anak dalam segala
kegiatannya, memperhatikan hal-hal yang sepele dan
banyak mengeritik anak
3. Kepemimpinan yang liberal (faissez faire), orang tua
tidak dapat mengendalikan anaknya, disiplin lemah
dan tidak konsisten, anak dibiarkan mengikuti
aturan-aturan di rumah serta anak dibiarkan

3
mendominir orang tua (Astuti & Hapsari, 2019:33).
Kepemimpinan orang tua tersebut di atas, tentunya
akan membawa dampak yang berbeda-beda terhadap
kemandirian belajar anak-anaknya.
Dampak pola kepemimpinan demokratis ini
adalah anak memliki kepercayaan diri yang wajar,
bersikap optimis, memiliki daya kreatif yang pada akhir
berpengaruh positif terhadap kemandirian belajar
anaknya, dampak pola kepemimpinan ototiter ini adalah
anak yang tidak aman, kurang percaya diri, mudah ragu
dan putus asa, pasif dan tidak bisa berkembang.
Sedangkan dampak pola kepemimpinan liberal ini anak
masa bodoh, acuh tak acuh, tidak menghargai orang lain
serta tidak memperdulikan keadaan 3orang lain dan
dampaknya tidak baik terhadap pembentukan
kemandirian belajar anak (Syaparuddin, 2018:32). Oleh
karena itu keluarga merupakan yang terdekat
membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak
mendapatkan pendidikan yang pertama kali.
Orang tua memiliki perananan yang sangat
penting dalam perkembangan anaknya. Lingkungan
sekolah misalnya siswa sering melakukan hal-hal yang

4
tidak di ketahui oleh orang tuanya, di rumah seperti
kurang hormat kepada guru, tidak mematuhi, mentaati
peraturan sekolah, anak yang nakal, dan pergaulan siswa
siswi sekarang yang sangat merisaukan pihak sekolah
orang tua dan sebagainya. Karena itu tanggung jawab,
perhatian orang tua sangat perlu agar dapat membantu
anak dalam proses kemandirian belajar.
Dalam keluarga sangat perlu memperhatikan
masalah kemandirian anak, dan anakpun perlu
mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tuanya.
Dengan perhatian atau pola kepemimpinan dari orang
tua, anak mendapat latihan mandiri, sehingga
pengalaman yang hakiki dan pertama, anak dapat belajar
untuk menyesuaikan diri sebagai manusia sosial dalam
pembentukan norma-norma, terutama dengan orang
tuanya (Hajar Yaumil Faizah & Dewi, 2019:448).
B. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Pendidikan
Keluarga  
1. Tujuan Pendidikan Keluarga
Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara,
melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan

5
hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga
disebut lingkungan pendidikan utama (Danis, 2020:4).
Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam
kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya
keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota
keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua
akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak.
Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat
dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan
keluarga dalam membimbing anak (Hakim, 2019:82).
2. Fungsi Pendidikan Keluarga
Adapun fungsi keluarga adalah sebagai berikut
(Wiliawanto et al., 2019:139):
a. Fungsi edukatif adalah yang mengarahkan keluarga
sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi
anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang
sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan
tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin
tinggi.
b. Fungsi sosialisasi anak adalah keluarga memiliki
tugas untuk mengantarkan dan membimbing anak
agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial

6
(masyarakat), sehingga kehadirannya akan diterima
oleh masyarakat luas.
c. Fungsi proteksi (perlindungan) adalah keluarga
berfungsi sebagai wahana atau tempat memperoleh
rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota
keluarganya.
d. Fungsi afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana
untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan
kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya.
e. Fungsi religius keluarga sebagai wahana
pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak
dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran
agamanya.
f. Fungsi ekonomi adalah keluarga sebagai wahana
pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan materil
yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup
efisien, ekonomis dan rasional.
g. Fungsi rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan
yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat
dan penuh semangat.

7
h. Fungsi biologis, keluarga sebagai wahana
menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua
anggota keluarganya.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga
Ruang lingkup pendidikan keluarga dapat
diketahui dari jawaban pertanyaan “sampai berapa
jumlah tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak?”
tampaknya ruang lingkup tidak terbatas. Sejak anak
dalam kandungan, orang tua sudah bertanggung jawab
penuh atas keselamatan dan perkembangan anak.
Tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan dan
pendidikan anaknya tampaknya lebih berpangkal pada
tanggung jawab instingtif dan moral. Dan akan
bertambah ringan, apabila anak sudah mampu berdiri
sendiri karena pada akhirnya orang tua harus
“melepaskan“ anaknya, supaya mampu berdiri dan tidak
lagi tergantung kepada orang tuanya (Hasanah,
2019:211).
C. Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga
Urgensi dan strateginya penguatan institusi
keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya
manusia. Brean Frenbrenner dalam Syakrani (2001)

8
mengemukakan bahwa sejak dulu keluarga menjadi
wahana pembentukan karakter dan keterampilan dasar
manusia. Bahkan Brenner dan Couts menjabarkan lebih
luas bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga
keagamaan dan politik akan menjadi pilar penyangga
terbentuknya civil society (Widayanti, Subagia &
Suardana, 2019:30).
Betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi
anak-anak yang sedang berkembang. Pentingnya
pembentukan sumber daya manusia berbasis keluarga
juga bisa dilihat dari konsep investment in children
memahami perlunya penguatan keluarga sebagai wahana
pengembangan sumber daya manusia dari sudut pandang
orientasi nilai dan perkembangan daya nalar anak.
D. Strategi Pendidikan Keluarga
Pendekatan pendidikan keluarga adalah secara
terpadu, seimbang antara pendekatan endogenous
(menimbulkan dari dalam) dan conditioning (pembisaan,
mempengaruhi dari luar) serta enforcement (pemaksaan).
Anak-anak dalam keluarga sangat kuat proses
identifikasinya kepada orang tua dalam berbagai tingkah
laku, cara berfikir dan cara menyikapi tentang suatu

9
keadaan. Di samping faktor keteladanan, faktor
pembiasaan yang didasarkan atas cinta kasih merupakan
sarana / alat pendidikan yang besar pengaruhnya bagi
pembentukan budi pekerti dan moral (Indah, 2019:495).
Di dalam keluarga yang religius terjadi interaksi
interpersonal yang bernilai sosial edukatif dan religius.
Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan taraf
kematangan anak, tingkat penalaran, emosi, bakat,
pengetahuan dan pengalamannya. Orang tua yang efektif
dalam proses pendidikan ditentukan oleh
kemampuannya dalam membimbing dan mengarahkan
serta memecahkan persoalan-persoalan secara
demokratis.
Strategi lain dalam mengembangkan pendidikan
dalam keluarga adalah dengan konsep tumbuh kembang
anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta
perkembangan motorik, mental, sosio-emosional dan
perkembangan moral spiritual. Ada 3 konsep penting
yang mencakup aktivitas yakni pola suh, pola asah dan
pola asih.
Strategi yang dapat digunakan oleg orang untuk
mengembangkan moral dan keterampilannya, yaitu

10
(Rosidah, Hidayah & Astuti, 2019:16) :
1. Bantulah anak untuk menemukan sendiri tujuan
hidupnya.
2. Bantulah anak mengembangkan perilaku yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan hidupnya.
3. Jadilah figur ideal bagi anak dalam berperilaku.
4. Beri semangat dan gugah hati anak untuk berperilaku
terpuji.
Menurut Popov dkk (2019) orang tua dapat
berperan sebagai (Kristayulita et al., 2020:439) :
1. Educator yaitu bisa menciptakan dan menyadari
adanya teach able moment dalam keluarga.
2. Autority yaitu bisa mengembangkan batas-batas
normatif.
3. Guide yaitu bisa share your skills kepada anak-anak.
4. Conselor yaitu mampu memberi dukungan pada anak
ketika mengalami dilema moral.
Selain itu, peran pendidikan keluarga terhadap
anak adalah sebagai berikut (Hermanto, Kamaluddin, &
Asgaf, 2019:26-27):
1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak

11
Pendidikan keluarga memberikan pengalaman
pertama yang merupakan faktor penting dalam
perkembangan pribadi anak. Pendidikan keluarga adalah
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Suasana
pendidikan keluarga ini sangat penting diperhatikan,
sebab dari sinilah keseimbangan jiwa dalam diri individu
ditentukan. Maka sudah sewajarnya orang tua harus
mempersiapkan dan mempersiapkan keluarga sebagai
basis pendidikan utama bagi anak.
2. Menjamin kehidupan emosional anak
Suasana yang ada dalam lingkungan keluarga
merupakan suasana yang diliputi rasa cinta dan simpati
yang sewajarnya, suasana aman dan tentram, suasana
percaya dan mempercayai. Melalui pendidikan keluarga
ini, diharapkan kehidupan emosional atau kebutuhan
akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat
berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya
hubungan darah antara pendidik dan anak didik atau
keluarga dengan anak. Untuk menciptakan kehidupan
emosi yang sehat terhadap anak di dalam keluarga bisa
dengan cara memenuhi kebutuhan anak. Salah satunya
dengan memberikan kebutuhan rasa kasih sayang kepada

12
anak. Kasih sayang tidak akan dirasakan atau tidak akan
didapatkan apabila anak merasa dalam hidupnya merasa
kurang diperhatikan atau kurang dissayangi oleh orang
tuanya.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral
Keluarga merupakan penanaman utama
dasardasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin
dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang
dapat dicontoh anak. Pendidikan moral yang dimaksud
adalah dengan membiasakan anak untuk memiliki sifat
jujur, suka menolong, sabar, ikhlas dan adil. Sifat-sifat
tersebut belum bisa dipahami oleh anak, sebagai orang
tua yang setiap hari didengar perkataannya, dilihat dan
ditiru perilakunya harus memberikan teladan atau
pengalaman langsung yang dapat dirasakan oleh anak
dalam kehidupannya. Sehingga dengan pengalaman
langsung yang diberikan orang tua kepada anak sejak
kecil maka diharapkan memiliki kebasaan seperti,
berkata jujur, suka menolong, sabar, memaafkan
kesalahan orang lain, dan menanamkan rasa kasih
sayang kepada sesama.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial

13
Pada dasarnya kehidupan keluarga merupakan
basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar
pendidikan sosial anak. Hal ini dikarenakan keluarga
merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri
dari ayah, ibu dan anak. Perkembangan sosial pada anak
harus ditanamkan orang tua sedini mungkin, orang tua
harus memberikan contoh atau teladan kepada anak
sehingga memiliki sifat yang penuh rasa kasih sayang,
tolong menolong, gotong royong, menlong saudara atau
keluarga yang sakit, menjaga kebersihan, ketertiban,
kedamaian dan keamanan serta keserasian dalam segala
hal.
5. Peletakan dasar-dasar keagamaan
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama
dan utama sangat menentukan dalam menanamkan
dasar-dasar moral, yang tak kalah penting adalah
berperan besar dalam proses internalisasi nilai-nilai
keagamaan ke dalam pribadi anak. Masa kanak-kanak
adalah masa yang paling baik untuk meresapkan
dasardasar hidup beragama, dan hal ini tentu terjadi
dalam keluarga. Orang tua seharusnya membiasakan
anakanaknya untuk sholat berjamaah di masjid,

14
mendengarkan khutbah atau ceramah keagamaan,
mendengarkan lagu islami dan lain-lain.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam
keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan
dan bimbingan. Orang tua atau ayah dan ibu memegang
peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas
pendidikan anak-anaknya. Selain itu, orang tua juga
menentukan pola pembinaan pertama bagi anak
(Tafonao, 2018:6).
Lingkungan keluarga harus berfungsi sebagai
pendidik yang patut diteladani oleh anak-anak dalam
usia perkembangan mental spiritualnya. Orang tua dan
anggota keluarga yang serumah sebagai pendidik,
sedangkan pendidik adalah profil manusia yang setiap
hari didengar perkataannya, dilihat, dan ditiru
perilakunya oleh anak-anaknya. Lingkungan keluarga
menjadi tolak ukur keberhasilan anak dalam pendidikan.
Oleh karena itu, orang tua memikul tanggung jawab
terbesar dalam pendidikan anak, sepatutnya
mengembangkan potensi dirinya melalui keikutsertaan

15
dalam acara-acara yang bermanfaat (Suranto, Rahmat &
Nuruddin, 2020:444).
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Orang
Tua dalam Meningkatkan Prestasi Siswa
1. Faktor penghambat orang tua dalam meningkatan
prestasi belajar anak.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan
pendidikan di dalam keluarga yang paling umum terjadi
yakni masalah komunikasi antara orang tua dan anak,
hubungan yang semakin lama semakin merenggang
dapat menghambat pendidikan informal yang terjadi di
dalam keluarga. Hubungan yang merenggang tersebut
menjadi penyebab sikap terbuka anak kepada orang tua
semakin hilang, jika interaksi yang terjadi di antara
orang tua dan anak tidak baik, maka harapan dan tujuan
orang tua kepada anak semakin sulit untuk dicapai
(Mubarok, 2020:61).
Orang tua merasa bahwa waktu yang mereka
miliki tidak sampai atau tidak mencukupi untuk
memberikan bimbingan bagi anaknya, waktu semuanya
dihabiskan untuk bekerja dan bekerja. Selain
permasalahan di atas, kendala Sumber Daya Manusia

16
(SDM) orang tua menjadi penyebab kurangnya mereka
dalam ikut serta meningkatkan prestasi anaknya. Banyak
orang tua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi,
bahkan tidak sedikit mereka yang tidak bersekolah sama
sekali. Umumnya mereka adalah orang tua tempo dulu
atau orang tua yang hidup di tempat-tempat pedalaman
atu desa yang masih belum maju.
2. Faktor pendukung orang tua dalam meningkatan
prestasi belajar anak.
Peran serta orang tua hendaknya sedini mungkin
diterapkan pada anak-anak mereka, ini bertujuan untuk
meningkatkan prestasi anak-anak agar menjadi pribadi
yang maju dan bertanggung jawab. Seberat apapun
permasalahan mereka pasti dapat dilalui apabila
mendapat dukungan dan bantuan dari orang tua. Sebagai
orang tua hendaknya menanamkan semangat dan disiplin
kepada anak-anak mereka agar dapat berprestasi di
sekolah dan kedisiplinan menjadi kunci untuk mencapai
keberhasilan. Kemandirian bukan berarti tanpa dukungan
dari orang lain, namun kemandirian adalah usaha untuk
menjalankan atau melaksanakan segala pekerjaan dengan
mengandalkan kemampuan sendiri dengan dukungna

17
dan dorongan dari orang lain (Wahyuni & Putra,
2020:35).

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. T. & Hapsari, F. S. (2019) ‘Pendidikan Anak


dalam Keluarga Dipengaruhi Status Sosial
Ekonomi.’, Journal Of Education And
Instruction, 2(1), Pp. 32–38. Doi:
10.1016/J.Jag.2018.07.004.

Danis, A. (2020) ‘Peranan Guru dalam Meningkatkan


Motivasi Belajar Siswa’, Jurnal Pendidikan, 7(1),
Pp. 1–11.

Hermanto, L., Kamaluddin, & Asgaf, A. (2019). Analisis


Peranan Komunikasi Intrapersonal Agama dalam
Keluarga. Jurnal Administrasi Negara, 16(2),
25–32.

Hajar Yaumil Faizah, A. J. N. and Dewi, D. K. (2019)


‘Peran Keluarga dalam Pembelajaran’, Jurnal
Pendidikan, 15(1), Pp. 79–87.

Hakim, L. (2019) ‘Pengaruh motivasi keluarga terhadap


prestasi belajar siswa’, Jurnal Pendidikan, 15(1),
Pp. 79–87.

Hasanah, U. (2019) ‘Strategi Pembelajaran Aktif untuk


Anak Usia Dini’, Jurnal Pemikiran Alternatif

18
Kependidikan, 2(2), Pp. 204–222. Doi:
10.24090/Insania.V23i2.2291.

Indah, O. D. (2019) ‘Pengaruh Model Discovery


Learning terhadap Peningkatan Motivasi Belajar
IPA Siswa', Journal of Educational Science and
Technology (EST), 3(1), 9–17.
https://doi.org/10.26858/est.v3i1.3508

Kristayulita, K. Et Al. (2020) ‘Konsep Pendidikan


Keluarga Menurut Hasan Langgulung dan
Relevansinya Dengan Pengembangan Kesehatan
Mental Keluarga’, In Prosiding Seminar
Nasional Integrasi Matematika dan Nilai Islami
Vol.3, Pp. 437–443.

Mubarok, A. (2020). Dampak Model Pendidikan


Keluarga Terhadap Kondisi Psikologis Dan
Kemandirian Anak. AL MURABBI, 5(2), 60-72.

Murtiningsih, I. (2020). Peran Keluarga dalam


Menanamkan Sikap Bela Negara pada Remaja.
Civics Education and Social Sciense Journal
(CESSJ), 2(1), 91–102.

Rosidah, T., Hidayah, F. F. & Astuti, A. P. (2019)


‘Efektivitas Model Problem Based Instruction
Berpendekatan Etnosains untuk Meningkatkan
Peranan Pendidikan Karakter’, Jurnal
Pendidikan Sains, 7(1), Pp. 14–21.

19
Rosyidi, A. M. (2019) ‘Pengaruh Metode Pembelajaran
dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar
Passing Sepakbola’, Jurnal Diklat Teknis, 5(1),
Pp. 100–111.

Suranto, Rahmat, A. & Nuruddin (2020) ‘The Strategy


Of Teaching Speaking Through Culture’,
International Journal Of Multicultural And
Multireligious Understanding, 7(1), Pp. 439–449.
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.18415/Ijmmu.V7i1.13
13.

Syaparuddin (2018) ‘Strategi Pembelajaran Aktif dalam


Meningkatkan Motivasi Belajar PKN Peserta
Didik’, Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
2(1), Pp. 31–42.

Tafonao, T. (2018) ‘Penerapan Motode Pengajaran


Efektif Menurut Teori Quantum Teaching’,
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3(1), Pp.
1–13.

Widayanti, N. P. R., Subagia, I. W. & Suardana, I. N.


(2019) ‘Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak’,
Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha, 3(1), Pp. 29–
36. Doi: 10.23887/Jjpk.V3i1.21161.

Wiliawanto, W. Et Al. (2019) ‘Peran Keluarga pada


Perkembangan Moral Siswa SD’, Jurnal

20
Pendidikan Matematika, 3(1), Pp. 139–148. Doi:
10.31004/Cendekia.V3i1.86.

Wahyuni, I. W., & Putra, A. A. (2020). Kontribusi Peran


Orang tua dan Guru dalam Pembentukan
Karakter Islami Anak Usia Dini. Jurnal
Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 5(1), 30-
37.

21

Anda mungkin juga menyukai