PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH BONE A. Pengertian Pelajar Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu (Fitrianti, 2018:100). Istilah lain dari peserta didik maupun pelajar yaitu: Siswa/Siswi istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mahasiswa/Mahasiswi istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi ataupun sekolah tinggi. Warga belajar istilah bagi peserta didik yang mengikuti jalur pendidikan nonformal. Misalnya seperti warga belajar pendidikan keaksaraan fungsional. Murid istilah lain peserta didik. Santri adalah istilah bagi peserta didik suatu pesantren atau sekolah- sekolah salafiyah yang sangat mempunyai potensi. B. Keutamaan Sebagai Pelajar Pada dasarnya, kegiatan belajar adalah suatu kegiatan yang wajib dilaksanakan kepada setiap orang agar tercipta sumber daya yang berkualitas dan berperilaku baik terhadap kemajuan bangsa. Dihadapkan pada tantangan dan kemajuan teknologi yang berkembang pesat didunia, belajar adalah salah satu cara untuk menjembatani dan memfasilitasi setiap orang dalam berkembang mengikuti tuntutan zaman. Berbicara tentang belajar, kita pasti mengalami fase dimana kita menuntut ilmu, mulai dari TK, SD, SMP, SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi (Wahyudi, 2016:266). Dalam masa-masa sekarang ini, seorang pelajar dituntut untuk dapat menguasai materi akademis dan mempunyai banyak pengalaman dalam bidang non-akademis. Hal ini sangat menarik karena negara kita ada ditangan para pejuang muda, yaitu para pelajar, dimana seorang pelajar diharapkan untuk dapat melakukan dan menemukan hal-hal baru dengan mengaplikasikan ilmu yang digali, didalam kehidupan sehari-hari. Semua pelajar harus giat belajar. Giat dalam belajar berarti mampu untuk mempertahankan dan mengahadapi godaan yang menghalangi dalam proses belajar (Nurendah, Mulyana and Muanas, 2018:89). Harus belajar diartikan sebagai suatu kewajiban yang mutlak dan dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat untuk mengusahakannya agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Kita adalah pelajar diarahkan untuk menjadi seorang yang berhasil dalam hal akademis maupun non- akademis, dan membangun negara ini menjadi negara yang sejahtera dengan masyarakat yang berperilaku baik. Sebagai seorang pelajar, kita juga tidak akan pernah lepas dalam berusaha untuk mencapai tujuan kita yang berorientasi kedepan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan kita itu yang akan menjadi pedoman bagi kita untuk selalu berpikir maju, kritis, dan bertanggung jawab sebagai seorang pelajar (Rizka, Tamba and Suharyani, 2018:19). Berbagai macam tujuan yang telah kita tetapkan akan dapat diraih dengan mudah jika kita mempunyai tekat yang kuat. Oleh karena itu, kita harus giat belajar untuk mencapai semua mimpi dan tujuan kita menjadi nyata. Bukanlah hal yang mustahil untuk menjadi seorang yang giat belajar. Kita hidup untuk belajar dan harus melaksanakan kewajiban kita itu dengan penuh tanggung jawab. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dan perubahan yang bermanfaat, harus dimulai dari dalam diri sendiri, yaitu giat belajar dan terus berjuang (Bentri, Hidayati and Rahmi, 2018:6). Dalam belajar, ilmu yang dipelajari bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan alam ataupun sosial saja. Belajar tata karma yang baik, menghadapi tantangan dengan kuat, berdisiplin tinggi dan mencari jalan keluar untuk setiap permasalahan yang ada tentunya dapat mempengaruhi perkembangan diri setiap orang. Kegiatan belajar ini harus didasari oleh rasa tanggung jawab dan tuntutan untuk berhasil sebagai motivasi yang akan terus berlaku dalam proses belajar. Belajar itu sangat terkait dengan tindakan perjuangan, berjuang untuk memperoleh yang terbaik dengan hasil keringat sendiri, dan membiarkan masyarakat merasakan betapa pentingnya menjadi sesorang yang berpendidikan dan berkualitas tinggi (Setiawan, 2019:1690).
C. Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Belajar
Pelajar Hal yang harus diperhatikan dalam proses belajar pelajar yaitu sebagai berikut (Syofian & Irmawita, 2019:110) : 1. Kedisiplinan Hal ini merupakan salah satu kunci berhasil atau tidaknya segala sesuatu. Tanpa adanya sebuah kedisiplinan, sepertinya mustahil untuk mencapai hasil yang maksimal. Aturlah belajar anda dan jalankanlah apa yang sudah anda rencanakan dengan disiplin tinggi. 2. Aktiflah Jangan menunggu bapak atau ibu guru atau dosen mengajukan sebuah pertanyaan kepada anda. Mulai sekarang, mulailah bertindak aktif ketika sedang dalam proses belajar mengajar di kelas. Jangan pasif. Dengan begitu, hal-hal yang sekiranya benar-benar belum anda fahami mempunyai peluang lebih besar untuk langsung dijelaskan solusinya oleh para pengajar anda. 3. Mengembangkan materi pelajaran Bagi sebagian besar pelajar, hal ini masih sangat jarang dilakukan atau diterapkan. Padahal jika hal ini dilakukan dengan baik, dampaknya akan sangat terlihat. Carilah segala hal / pertanyaan yang belum ada dalam soal-soal latihan, dan nantinya bisa anda tanyakan langsung kepada para bapak/ibu guru yang mengajar pelajaran itu. Mulai sekarang, kembangkanlah materi sebanyak mungkin agar bisa lebih mendalami materi pelajaran. D. Motivasi dan Pentingnya Motivasi Terdapat tiga peristiwa yang dapat digunakan sebagai pemisalan yaitu (Prasojo, Kande & Mukminin, 2019:1690): 1. siswa segan belajar karena tidak mengetahui kegunaan mata pelajaran di sekolah. Siswa tersebut bermotivasi rendah, karena kurangnya memperoleh informasi. 2. motivasi belajar siswa menurun, karena gangguan ekstern belajar. Pada kedua peristiwa tersebut, motivasi belajar siswa menjadi lebih baik setelah guru mengubah kondisi eksten belajar siswa 3. siswa memiliki motivasi belajar tinggi. Walaupun guru tidak membantu siswa, tetapi siswa mampu mengatasi gangguan dan hambatan belajarnya. E. Pengertian motivasi Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti ”menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence pada tingkah laku tersebut (Syahrir, 2019:6). Ames dan Ames (1984) didefinisikan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkunganya. Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemaunnya (Gunawan, Ahmad Harjono & Program, 2019:1693). Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”. Dalam konsep ini, siswa akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang berbagai kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas untuk kerja dalam melakukan suatu tugas. Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak peristiwa. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Pada peristiwa pertama, motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar. Pada kedua peristiwa tersebut, peranan guru mempertinggi motivasi belajar siswa sangat berarti. Pada peristiwa ketiga, motivasi diri siswa tergolong tinggi. Sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan seperti (Hidayat & Asyafah, 2019:173): Kekuatan apa yang menjadi bergerak belajar siswa? Berapa lama kekuatan tersebut berpengaruh dala kegiatan belajar? Dapatkah kekuatan tersebut dipelihara? Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah, atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif. Keadaan jiwa tersebutlah yang mengaktifkan, mengarahkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Cahyanti, Farida & M, 2019:366). Terdapat tiga komponen utama dalam motivasi yaitu Kebutuhan, Dorongan dan Tujuan 1. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Sebagai ilustrasi, siswa merasa bahwa hasil belajarnya rendah, padahal ia memiliki waktu pelajaran yang lengkap. Ia merasa memiliki cukup waktu, tetapi ia kurang baik mengatur waktu belajar. Waktu belajar yang digunakannya tidak memadai untuk memperoleh hasil belajar yang baik, sedangkan ia membutuhkan hasil belajar yang baik. Oleh karena itu, siswa mengubah cara-cara belajarnya. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. 2. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Sebagai ilustrasi, siswa kelas tiga SMP memiliki harapan untuk diterima sebagai siswa SMA terbaik di kotanya. Sisw atersebut memperoleh hasil belajar rendah pada mata pelajaran matematika dan IPA dalam ulangan bulan ke satu. Menyadari hal tersebut, maka siswa tersebut mengambil kursus tambahan dan belajar lebih giat. Pada ulangan keduua hasil belajarnya bertambah baik. Menyadari hasil belajarnya bertambah baik, maka semangat belajar siswa menjadi tinggi. 3. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Pada kasus siswa mengambil kursus dan semangat belajar tinggi tersebut menunjukkan bahwa bertujuan lulus SMP dengan nilai yang memuaskan dan diterima di SMA yang ia inginkan. Maslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkat, yaitu: Kebutuhan fisiologis Kebutuhan akan perasaan aman Kebutuhan social Kebutuhan akan penghargaan diri, dan Kebutuhan untuk aktualisasi diri Kebutuhan fisiologis berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia seperti papan, sandang, pangan. Kebutuhan akan rasa aman berkenaan keamanan yang bersifat fisik, dan psikologis. Kebutuhan sosial berkenaan dengan perwujudan berupa diterima oleh orang lain, jati diri yang khas, berkesempatan maju, merasa diikut sertakan pemilikan harga diri. Kebutuhan untuk aktualisasi diri berkenaan dengan kebutuhan individu untuk menjadi Sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya (Muhammad, Mappeasse & Arfandi, 2018:28). Dari segi dorongan, menurut Hull motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme. Disamping itu juga merupakan sistem yang memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan keseimbangan fisiologis organisme. Tingkah laku organisme terjadi disebabkan oleh respons dari organisme, kekuatan dorongan organisme dan penguatan kedua hal tersebut. Hull memang menekankan dorongan sebagai motivasi penggerak utama perilaku, tetapi kemudian juga tidak sepenuhnya menolak adanya pengaruh factor-faktor eksternal. Dalam hal ini insentif (hadiah atau hukuman) mempengaruhi intensitas dan kualitas tingkah laku organisme (Safi’i, 2018:79). Dari segi tujuan, maka tujuan merupakan pemberi arah pada perilaku. Jika tujuan trercapai maka kebutuhan terpenuhi untuk “sementara”. Jika kebuthan trepenuhi, maka orang menjadi puas, dan dorongan mental untuk berbuat “terhenti sementara”. Lama kekuatan mental dala diri individu adalah sepanjang tugas perkembangan manusia. Menurut Havighurst tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi masa bayi, anak sekolah, masa muda, masa dewasa muda, usia tengah baya, dan masa dewasa lanjut. Menurut Monks, kekuatan mental atau kekuatan motivasi tersebut dapat dipelihara. Perjalanan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Menurut Monks, faham-faham interaksionis faham tugas perkembangan, dan teori emansipasi mengakui pentingnya pemeliharaan kekuatan motivasi belajar. Dorongan dari dalam atau kekuatan mental dan pengaruh dari luar berpengaruh pada kemajuan individu. Interaksi kekuatan mental dan lingkuan luat tersebut ditentukan pula oleh respons dan prakarsa pribadi pelaku (Azizah & Zainuddin, 2019:7). F. Pentingnya Motivasi dalam Belajar Penelitian psikologi banyak menghasilkan teori-teori motivasi tentang perilaku. Subjek terteliti dalam motivasi ada yang berupa hewan da nada yang berupa manusia. Penelit yang menggunakan hewan adalah tergolong peneliti biologis dan behavioris. Peneliti yang menggunakan terteliti manusia adalah peneliti kognitif. Temuan ahli-ahli tersebut bermanfaat untuk bidang industry, tenaga kerja, urusan pemasaran, rekruting militer, konsultasi, dan pendidikan. para ahli berpendapat bahwa motivasi perilaku manusia berasal dari kekuatan mental umum, insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut (Sukainah et al., 2018:93): 1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir. 2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, bila dibandingkan dengan teman sebaya 3. Mengarahkan kegiatan belajar 4. Membesarkan semangat belajar 5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, sebagai berikut (Suking & Hamid, 2019:39): Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil Digunakan sebagai strategi mengajar belajar, karena motivasi belajar siswa di kelas bermacam-macam Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran, seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau guru pendidik. Peran pedagogis tersebut sudah barang tentu sesuai dengan perilaku siswa. Memberi peluang guru untuk “untuk kerja” rekayasa pedagogis G. Jenis dan Sifat Motivasi Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat- tingkat. Para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat yang berbeda tentang tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat tersebut umumnya didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar pada hewan. Meskipun mereka berbeda pendapat tentang tingkat kekuatannya, tetapi mereka umumnya seoendapat bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yatu, motivasi primer dan motivasi sekunder (Lestari, 2018:63). 1. Jenis Motivasi Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis, atau jasmani manusia. Manusia adalah makhluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Mc Dougall misalnya, berpendapat bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran tentang tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. Tingkah laku insting dapat diaktifkan, dimodifikasi, dipicu secara spontan, dan dapat diorganisasikan. Diantara insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun, dan kawin. (Marzuki & Hakim, 2019:80). Freud berbndapat bahwa insting memiliki empat ciri-, yaitu tekanan, sasaram, objek, dan sumber. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku. Semakin besar energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi pada insting berkurang. Menurut Freud, energy bekerja memelihara keseimbangan fisis. Insting bekerja sepanjang hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau obyek pemuasan. Tingkah laku individu yang memuaskan insting dapat secara lansung atau dengan menekan. Penekanan insting tersebut tidak menghilangkan energy. Penekanan insting tersebut diupayakan masuk alam tidak sadar. Tingkah laku manusia sedemikian kompleks, ada yang dapat dikenali motivasi dari alam sadarnya, da nada pula yang berasal dari alam tak sadarnya (Kurniawati, 2018:104). Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari.. hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. “bekerja dengan baik” merupakan motivasi sekunder. Bila orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum, agar orang bekerja dengan baik (Riyani, Maizora & Hanifah, 2017:63). Motivasi social atau motivasi sekunder memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Para ahli membagi motivasi sekunder tersebut menurut pandangan yang berbeda-beda. Misalnya Thomas dan Znaniecki menggolongkan motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan seperti berikut: Memperoleh pengalaman baru Untuk mendapat respons Memperoleh pengakuan Memperoleh rasa aman Pemberi informasi pada orang lain, seperti rasa sedih terlukis dalam wajah. Pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain, seperti pembicara yang bersemangat menimbulkan semangat kerja, dan Sumber informasi tentang diri seseorang, seperti pemerolehan rasa sehat. Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yangdipercaya, pengetauan yangdipercaya tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasarkan akal sehat. Pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku. Sebagai ilustrasi, orang tetap merokok dengan motivasi yang berbeda. Ada yang ingin menunjukkan kejantanan, ada yang mengisi waktu luang, ada pula yang ingin menimbulkan kreativitas, meskipun mereka ini juga menyadari akan bahaya rokok. Oerilaku juga terpengaruh oleh kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan perilaku menetap, berlangsung otomatis. Kemungkinan besar, perilaku tersebut merupakan hasil belajar. Kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan secara kuat. Kemauan seseorang timbul karena adanya (Pamungkas and Hakim, 2019:93) : Keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan Pengetahuan tentang cara memperoleh tujuan Energy dan kecerdasan Pengeluaran yang tepat untuk mencapai tujuan Dengan kata lain, kebiasaan dan kemauan seseorang mempertinggi motif untuk berperilaku. Motivasi belajar diperkuat dengan adanya sikap, emosi, kesadaran, kebiasaan, dan kemauan (Sumadu Suryabrata, 1991; Singgih Gunarsa, 1990; Monks, Konoers, Siti Rahayu, 1989). 2. Sifat Motivasi Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri sendiri, yang terkenal sebagai motivasi internal, dan dari luar seseorang yang dikenal sebagai motivasi eksternal. Di samping itu, juga bisa membedakan motivasi instrinsik dan karena orang tersebut senang melakukannya. Sebagai ilustrasi, seorang siswa membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahu kisah tokoh, bukan karena tugas sekolah. Motivasi memang mendorong terus, dan memberi energi pada tingkah laku. Setelah siswa tersebut menamatkan sebuah buku, maka ia mencari buku lain, dalam hal ini, motivasi instrinsik tersebut telah mengarah pada timbulnya motivasi berprestasi. Menurut Monks motivasi berprestasi telah muncul pada saat anak berusia balita. Hal ini berarti motivasi instrinsik perlu diperhatikan, sebab disiplin diri merupakan kunci keberhasilan belajar. (Syofian & Irmawita, 2019:110). Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang, yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena adanya dorongan dari luar seperti adanya hadiah, atau menghindari hukuman. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik juga “dapat berubah” menjadi motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Jika siswa belajar dengan hasil yang sangat memuaskan, maka ia akan memperoleh hadiah dari guru atau orangtua. Sebaliknya, jika hasil belajar tidak baik, atau memperoleh nilai kurang, maka ia akan meperoleh “peringatan atau hukuman” dari guru atau orangtua. “Peringatan” tersebut tidak menyenangkan siswa. Motivasi belajar meningkat, sebab siswa tidak senang memperoleh “peringatan” dari guru atau orangtua. Dalam hal ini, hukuman dan juga hadiah, dapat merupakan motivasi ekstinsik bagi siswa untuk belajar dengan bersemangat (Wahyudi, 2016:269). Ada baiknya juga memperhatikan pandangan Maslow dan Rogers yang mengakui pentingnya motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Menurut Maslow setiap individu bermotivasi untuk mengaktualisasi diri. Ia menemukan 15 ciri orang yang mampu mengaktualisasi diri. Ciri tersebut adalah (Nurendah, Mulyana & Muanas, 2018:88): Berkemampuan mengamati suatu realistis secara efisien, apa adanya dan terbatas dari subjektivitas Dapat menerima diri sendiri maupun orang lain secara sewajarnya Berperilaku spontan, sederhana, dan wajar Terpusat pada masalah atau tugasnya Memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang tinggi Memiliki kebebasan dan kemadirian terhadap lingkungan dan kebudayaannya; ia mampu mendisiplinkan diri aktif, dan bertanggungjawab atas dirinya Dapat menghargai dengan rasa hormat dan dan penuh gairah Dapat mengalami pengalaman puncak, seperti terwujud dalam kreativitas, penemuan, kegiatan intelektual, atau kegiatan persahabatan Memiliki rasa keterikatan, solidaritas kemanusiaan yang tinggi Dapat menjalin hubungan pribadi yang wajar Memiliki watak terbuka dan bebas prasangka Memiliki standar kesusilaan tinggi Memiliki rasa humor terpelajar Memiliki kreativitas dalam bidang kehidupan, seperti dalam pengetahua, kesenian, atau keterampilan hidup tertentu, dan Memiliki otonomi tinggi Motivasi mengaktualisasi diri tersebut berjalan sesua dengan kemampuan setiap orang. Upaya memuaskan kebutuhan aktualisasi diri tersebut tentu saja tidak mudah. Sebagai ilustrasi, dapat diperhitungkan betapa sulitnya seorang anak desa, yang berjuang sepanjang hayat, yang dikemudian hari diberi kepercayaan memimpin negara, bangsa oleh seluruh rakyat. Motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat dijadikan titik pangkal rekayasa pedagogis guru. Pada tempatnya guru mengenal adanya motivasi-motivasi tersebut. Untuk mengenal motivasi yang sebenarnya, guru perlu melakukan penelitian. Ini berarti bahwa guru SMP dan SMA, sesuai tuntutan profesi guru, sebaiknya belajar meneliti sambil praktetk mendidik di sekolah. Ada kalanya guru menghadapi siswa yang belum memiliki motivasi belajar yang baik. Dalam hal ini sebaiknya guru berpegang pada motivasi ekstrinsik. Dengan menggunakan penguat berupa hadiah atau hukuman. Sebaiknya guru memperbaiki disiplin diri siswa dalam beremansipasi. 3. Motivasi dalam Belajar Perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang instrinsik, atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada ditangan para guru pendidik dan anggota masyarakatlai. Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama minimum 9 tahun pada usia wajib belajar. Orangtua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat. H. Unsur-unsur yang mempengaruhi Motivasi Belajar Motivasi belajar ada di dalam diri siswa. Dalam kerangka pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar, maka guru menguatkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi kemandirian siswa, motivasi belajar semakin meningkat pada tercapainya hasil belajar. Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indera untuk mengucap kata. Keberhasilan mengucap kata dari symbol pada huruf-huruf mendorong keinginan menyelesaikan tugas membaca (Rizka & Tamba, 2018:16). 1. Cita-cita atau aspirasi siswa Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan, dan lain sebagainya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Kemauan telah disertai dengan penghitungan dengan akal sehat. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar instrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya cita-cita akan memwujudkan aktualisasi diri (Wulansari, Mahawati & Hartini, 2018:6). 2. Kemampuan siswa Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. 3. Kondisi Siswa Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seorang siswa yang sehat, kenyang, dan gembira akan mudah menguatkan perhatian. Dengan kata lain, kondisi jasmani dan rohani siswa akan berpengaruh pada motivasi belajar. 4. Kondisi Lingkungan Siswa Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian antarsiswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Oleh sebab itu, kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat. 5. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio, televise, dan film semakin menjangkau siswa. Kesemua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Oleh sebab itu, guru professional diharapkan mampu memanfaatkan semua itu agar tercipta kondisi dinamis yang bagus bagi pembelajaran dan untuk memotivasi belajar. 6. Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa Guru adalah seorang pendidik yang professional dan juga seorang pendidik yang berkembang. Tugas profesionalnyha mengharuskan dia belajar sepanjang hayat. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilah yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan siswa. Partisipasi dan teladan perilaku yang baik merupakan salah satu upaya membelajarkan siswa. Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut: Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah Membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan Membina belajar tertib pergaulan Membina belajar tertib lingkungan sekolah. Disamping itu, upaya pembelajaran secara individual tiap guru menghadapi anak didiknya meliputi: Pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib belajar Pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna Mendidik cinta belajar. Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar sekolah. Pusat pendidikan luar sekolah yang penting adalah keluarga, lembaga agama, pramuka, dan pusat pendidikan pemuda lainnya. Guru professional dituntut menjalin kerja sama pendagogis dengan pusat-pusat pendidikan tersebut. Upaya mendidikkan belajar “tertib hidup” merupakan kerjasama sekolah dan luar sekolah. I. Upaya meningkatkan Motivasi Belajar Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Seorang anak yang membaca iklan surat kabar dengan keinginan mencari sekolah yang benar, akan memperoleh kepuasan karena ia memperoleh informasi yang benar. Perilaku membaca pada anak “pencari informasi sekolah” berbeda dengan perilaku membaca kedua anak tersebut berbeda. Demikian halnya dengan motif belajar pada siswa yang sedang membaca buku pelajaran. Membaca dengan motivasi “mencari sesuatu”. Guru di sekolah menghadapi banyak siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar. Oleh karena itu peran guru mengingatkan motivasi belajar cukup banyak. 1. Optimalisasi penerapan prinsip belajar Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Dari segi perkembangan, ada siswa yang semula hanya ikut-ikutan, suka bermain, belum mengerti faedah belajar. Dengan tugas-tugas sekolahnya, kemudian mereka mulai menyenangi belajar. Bermain-main merupakan hal yang menyenangkan bagi bagian besar siswa. Siswa akan menyadari bahwa bermain, belajar sungguh-sungguh, pemberian motivasi belajar, belajar giat, istirahat, belajar lagi, dan kemudian bekerja adalah pola perilaku kehidupan yang wajar bagi anggot amasyarakat. Dalam upaya pembelajaran, guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat membelajarkan, atau mengajarkan bahan pelajaran dipersyaratkan: Guru telah mempelajari bahan pelajaran Guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang, dan sukar Guru telah menguasai cara-cara mempelajari bahan, dan Guru telah memahami sifat bahan pelajaran tersebut. 2. Optimalisasi unsur dinamis belajar dam pembelajaran Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya. Peranan kemauan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemampuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelelahan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energy jiwa. Pada suatu saat perasaan siswa kecewa, dan akibatnya kemauan belajar menurun. Atau walaupun perasaannya kecewa, ia dapat mengatasinya, dan kemuan dan semangat belajar diperkuat. Sebaliknya, lingkungan yang berupa teman belajar, surat kabar, radio, majalah, televise, guru, orangtua juga akan memperngaruhinya. Ada teman belajar yang putus asa, ada pula yang tegar. Unsur-unsur lingkungan tersebut ada yang mendorong, da nada pula yang menghambat kegiatan belajar. Keputusan akan belajar giat, ataupun menangguhkan belajar, ada pada diri siswa sendiri. Guru adalah pendidik dan sekaligus pembimbing belajar. Guru lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang menilai kesempatan belajar. Oleh karena itu, guru dapat mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada di lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut adalah sebagai berikut: Memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkap hambatan belajar yang dialaminya Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar Meminta kesempatan pada orang tua siswa atau wali, agar memberi kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, media-media yang menggangu pemusatan perhatian belajar harus dicegah Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku belajar; pada tingkat ini guru memberlakukan upaya “belajar merupakan aktualisasi diri siswa” Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan. 3. Optomalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah. Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau tingkat kesukaran pengalaman belajar, dan segera membantu mengatasi kesukaran belajar. “bantuan mengatasi kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum siswa putus asa. Guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan kemapuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisasi pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut: Siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya; tiap membaca bahan belajar siswa mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut selanjutnya diserahkan kepada guru Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa Guru memecahkan hal-hal yang sukar dengan mencari cara memecahkannya Guru mengajarkan “cara memecahkan” dan mendidik keberanian mengatasi kesukaran Guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran Guru memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami kesukaran Guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri DAFTAR PUSTAKA Arthur, R. (2018) ‘Evaluasi Program Peserta’, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 22(1), pp. 35–48. Azizah, N. and Zainuddin, M. (2019) ‘Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi di SMK Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah’, Jurnal Education, 2(2), pp. 5–10. Bentri, A., Hidayati, A. and Rahmi, U. (2018) ‘Pelaksanaan Pelatihan Penyusunan Instrument Penilaian Pendidikan Karakter Bagi Guru- Guru SD Se Kecamatan Padang Timur Kota Padang’, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 2(1), pp. 1–8. Cahyanti, A. D., Farida and M, R. R. (2019) ‘Sosialisasi Budaya Malu di Kalangan Pelajar melaui Infografis Sebagai Bentuk Pendidikan Karakter’, Jurnal Pendidikan, 02(3), pp. 363–371. Fitrianti, L. (2018) ‘Prinsip Kontinuitas dalam Evaluasi Proses Pembelajaran’, Jurnal Pendidikan, 10(1), pp. 89–102. Available at: http://journal.staihubbulwathan.id/index.php/alishlah/article/view/ 68%0Ahttp://moraref.kemenag.go.id/documents/article/ 97874782241969537. Gunawan, Ahmad Harjono, H. S. and Program (2019) ‘Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Inovatif Bagi Guru Madrasah di Kota Mataram untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa’, Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyaraka, 53(9), pp. 1689– 1699. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004. Hidayat, T. and Asyafah, A. (2019) ‘Konsep Dasar Evaluasi dan Implikasinya Peserta Dididk Di Sekolah’, Jurnal Pendidikan Islam, 10(I), pp. 159–181. Kurniawati, A. (2018) ‘Analisis Hasil Tes Evaluasi Pendidikan pada Mahasiswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar’, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 19(1), pp. 89–106. Lestari, I. A. P. S. (2018) ‘Penerapan Metode Pembelajaran Diskusi dan Resitasi Dalam Meningkatkan Motivasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Hindu Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Tumbu Karangasem’, Jurnal Penjaminan Mutu, 4(1), pp. 58–66. Marzuki, I. and Hakim, L. (2019) ‘Motivasi Belajar Peserta Dididik Ditinjau dari Hasil Belajar’, Jurnal Pendidikan, 1(1), pp. 77–84. Muhammad, A., Mappeasse, M. Y. and Arfandi, A. (2018) ‘Pengembangan Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Sistem Komputer Berbasis E- Xam Caraka Di SMK Negeri 1 Bantaeng’, Jurnal Pendidikan, 1(2), pp. 26–29. Nurendah, Y., Mulyana, M. and Muanas, M. (2018) ‘Evaluasi dan Pemetaan Minat Studi Siswa SMA dan SMK di Kota Bogor Pada Program Studi Ekonomi Syariah’, Jurnal Analisis Sistem Pendidikan Tinggi, 2(2), pp. 83–94. doi: 10.36339/jaspt.v2i2.206. Pamungkas, N. T. S. and Hakim, L. (2019) ‘Pengembangan Evaluasi Berbasis Computer Test (CBT) pada Materi Jurnal Penyesuaian Perusahaan Dagang id SMA Negeri 1 Puri Mojokerto’, Jurnal Pendidikan Akuntansi, 07(01), pp. 90–95. Prasojo, L. D., Kande, F. A. and Mukminin, A. (2019) ‘Evaluasi Pelaksanaan Standar Proses Pendidikan pada SMP Negeri di Kabupaten Sleman’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004. Rahman, M. L. (2016) ‘Evaluasi pendidikan islam dengan pendekatan tematik’, Jurnal Ilmu Pendidikan, 12(195), pp. 102–114. Revita, R. and Fitri, I. (2019) ‘Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Tahap Perencanaan dalam Pembelajaran Matematika SMA’, Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), pp. 197–208. Rizka, M. A., Tamba, W. and Suharyani (2018) ‘Pelatihan Evaluasi Program Pendidikan Nonformal Bagi Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ( PKBM ) di Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat’, Junal Pendidikan, 2(April), pp. 15–23. Safi’i, I. (2018) ‘Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Peserta Didik’, Jurnal Pendidikan Karakter, 8(1), pp. 74–83. Suking, A. and Hamid, M. Y. (2019) ‘Evaluasi kinerja alumni dalam mendukung penguatan program studi akreditasi’, Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan, 4(1), pp. 35–44. Susanto, E. (2020) ‘Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran Berbasis Online pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri 3 Sekongkang’, Jurnal Studi Pendidikan, 2(1), pp. 9–23. Syahrir, R. & (2019) ‘Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran SMAN 1 Praya Barat Daya Tahun 2018’, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 3(1), pp. 5–10. Wahyudi, D. (2016) ‘Konsepsi Al-Qur’an Tentang Motivasi Pelajar dalam Pembelajaran Agama Islam’, Jurnal Hikmah, 12(2), pp. 245–272.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu