Anda di halaman 1dari 23

TUGAS 1

PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
[Type the document subtitle]

‘’ THE LEARNER & THEIR MOTIVES


‘’
(PELAJAR & MOTIVASI )

MAGFIRAH
7/1/2098

SEKOLAH TINGGI KEJURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH BONE
A. Pengertian Pelajar
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur
pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada
jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu (Fitrianti, 2018:100).
Istilah lain dari peserta didik maupun pelajar yaitu:
 Siswa/Siswi istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
 Mahasiswa/Mahasiswi istilah umum bagi peserta didik pada jenjang
pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi ataupun sekolah tinggi.
 Warga belajar istilah bagi peserta didik yang mengikuti jalur
pendidikan nonformal. Misalnya seperti warga belajar pendidikan
keaksaraan fungsional.
 Murid istilah lain peserta didik.
 Santri adalah istilah bagi peserta didik suatu pesantren atau sekolah-
sekolah salafiyah yang sangat mempunyai potensi.
B. Keutamaan Sebagai Pelajar
Pada dasarnya, kegiatan belajar adalah suatu kegiatan yang wajib
dilaksanakan kepada setiap orang agar tercipta sumber daya yang
berkualitas dan berperilaku baik terhadap kemajuan bangsa. Dihadapkan
pada tantangan dan kemajuan teknologi yang berkembang pesat didunia,
belajar adalah salah satu cara untuk menjembatani dan memfasilitasi setiap
orang dalam berkembang mengikuti tuntutan zaman. Berbicara tentang
belajar, kita pasti mengalami fase dimana kita menuntut ilmu, mulai dari
TK, SD, SMP, SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi (Wahyudi,
2016:266). Dalam masa-masa sekarang ini, seorang pelajar dituntut untuk
dapat menguasai materi akademis dan mempunyai banyak pengalaman
dalam bidang non-akademis.
Hal ini sangat menarik karena negara kita ada ditangan para pejuang
muda, yaitu para pelajar, dimana seorang pelajar diharapkan untuk dapat
melakukan dan menemukan hal-hal baru dengan mengaplikasikan ilmu
yang digali, didalam kehidupan sehari-hari. Semua pelajar harus giat belajar.
Giat dalam belajar berarti mampu untuk mempertahankan dan mengahadapi
godaan yang menghalangi dalam proses belajar (Nurendah, Mulyana and
Muanas, 2018:89).
Harus belajar diartikan sebagai suatu kewajiban yang mutlak dan
dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat untuk mengusahakannya agar dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama. Kita adalah pelajar diarahkan
untuk menjadi seorang yang berhasil dalam hal akademis maupun non-
akademis, dan membangun negara ini menjadi negara yang sejahtera dengan
masyarakat yang berperilaku baik. Sebagai seorang pelajar, kita juga tidak
akan pernah lepas dalam berusaha untuk mencapai tujuan kita yang
berorientasi kedepan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan
kita itu yang akan menjadi pedoman bagi kita untuk selalu berpikir maju,
kritis, dan bertanggung jawab sebagai seorang pelajar (Rizka, Tamba and
Suharyani, 2018:19).
Berbagai macam tujuan yang telah kita tetapkan akan dapat diraih
dengan mudah jika kita mempunyai tekat yang kuat. Oleh karena itu, kita
harus giat belajar untuk mencapai semua mimpi dan tujuan kita menjadi
nyata. Bukanlah hal yang mustahil untuk menjadi seorang yang giat belajar.
Kita hidup untuk belajar dan harus melaksanakan kewajiban kita itu dengan
penuh tanggung jawab. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dan
perubahan yang bermanfaat, harus dimulai dari dalam diri sendiri, yaitu giat
belajar dan terus berjuang (Bentri, Hidayati and Rahmi, 2018:6). Dalam
belajar, ilmu yang dipelajari bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan alam
ataupun sosial saja. Belajar tata karma yang baik, menghadapi tantangan
dengan kuat, berdisiplin tinggi dan mencari jalan keluar untuk setiap
permasalahan yang ada tentunya dapat mempengaruhi perkembangan diri
setiap orang.
Kegiatan belajar ini harus didasari oleh rasa tanggung jawab dan
tuntutan untuk berhasil sebagai motivasi yang akan terus berlaku dalam
proses belajar. Belajar itu sangat terkait dengan tindakan perjuangan,
berjuang untuk memperoleh yang terbaik dengan hasil keringat sendiri, dan
membiarkan masyarakat merasakan betapa pentingnya menjadi sesorang
yang berpendidikan dan berkualitas tinggi (Setiawan, 2019:1690).

C. Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Belajar


Pelajar
Hal yang harus diperhatikan dalam proses belajar pelajar yaitu
sebagai berikut (Syofian & Irmawita, 2019:110) :
1. Kedisiplinan
Hal ini merupakan salah satu kunci berhasil atau tidaknya segala
sesuatu. Tanpa adanya sebuah kedisiplinan, sepertinya mustahil untuk
mencapai hasil yang maksimal. Aturlah belajar anda dan jalankanlah apa
yang sudah anda rencanakan dengan disiplin tinggi.
2. Aktiflah
Jangan menunggu bapak atau ibu guru atau dosen mengajukan
sebuah pertanyaan kepada anda. Mulai sekarang, mulailah bertindak aktif
ketika sedang dalam proses belajar mengajar di kelas. Jangan pasif. Dengan
begitu, hal-hal yang sekiranya benar-benar belum anda fahami mempunyai
peluang lebih besar untuk langsung dijelaskan solusinya oleh para pengajar
anda.
3. Mengembangkan materi pelajaran
Bagi sebagian besar pelajar, hal ini masih sangat jarang dilakukan
atau diterapkan. Padahal jika hal ini dilakukan dengan baik, dampaknya
akan sangat terlihat. Carilah segala hal / pertanyaan yang belum ada dalam
soal-soal latihan, dan nantinya bisa anda tanyakan langsung kepada para
bapak/ibu guru yang mengajar pelajaran itu. Mulai sekarang,
kembangkanlah materi sebanyak mungkin agar bisa lebih mendalami materi
pelajaran.
D. Motivasi dan Pentingnya Motivasi
Terdapat tiga peristiwa yang dapat digunakan sebagai pemisalan
yaitu (Prasojo, Kande & Mukminin, 2019:1690):
1. siswa segan belajar karena tidak mengetahui kegunaan mata
pelajaran di sekolah. Siswa tersebut bermotivasi rendah, karena
kurangnya memperoleh informasi.
2. motivasi belajar siswa menurun, karena gangguan ekstern belajar.
Pada kedua peristiwa tersebut, motivasi belajar siswa menjadi lebih
baik setelah guru mengubah kondisi eksten belajar siswa
3. siswa memiliki motivasi belajar tinggi. Walaupun guru tidak
membantu siswa, tetapi siswa mampu mengatasi gangguan dan
hambatan belajarnya.
E. Pengertian motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti
”menggerakan”. Berdasarkan pengertian ini makna motivasi menjadi
berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang
memberi arah dan ketahanan (persistence pada tingkah laku tersebut
(Syahrir, 2019:6).
Ames dan Ames (1984) didefinisikan motivasi sebagai perspektif
yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkunganya.
Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas, akan termotivasi
untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini menjadi motor
penggerak bagi kemaunnya (Gunawan, Ahmad Harjono & Program,
2019:1693).
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai
melalui perilaku tertentu”. Dalam konsep ini, siswa akan berusaha mencapai
suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan
diperoleh. Motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah
patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang berbagai kesulitan.
Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas untuk kerja dalam melakukan
suatu tugas.
Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak
peristiwa. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Pada
peristiwa pertama, motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah
siswa memperoleh informasi yang benar. Pada kedua peristiwa tersebut,
peranan guru mempertinggi motivasi belajar siswa sangat berarti. Pada
peristiwa ketiga, motivasi diri siswa tergolong tinggi. Sehingga timbul
pertanyaan-pertanyaan seperti (Hidayat & Asyafah, 2019:173):
 Kekuatan apa yang menjadi bergerak belajar siswa?
 Berapa lama kekuatan tersebut berpengaruh dala kegiatan belajar?
 Dapatkah kekuatan tersebut dipelihara?
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan
mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita. Kekuatan
mental tersebut dapat tergolong rendah, atau tinggi. Ada ahli psikologi
pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya
belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Dalam motivasi terkandung adanya
keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif. Keadaan jiwa
tersebutlah yang mengaktifkan, mengarahkan, menyalurkan, dan
mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Cahyanti, Farida & M,
2019:366). Terdapat tiga komponen utama dalam motivasi yaitu Kebutuhan,
Dorongan dan Tujuan
1. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan
antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Sebagai ilustrasi,
siswa merasa bahwa hasil belajarnya rendah, padahal ia memiliki
waktu pelajaran yang lengkap. Ia merasa memiliki cukup waktu,
tetapi ia kurang baik mengatur waktu belajar. Waktu belajar yang
digunakannya tidak memadai untuk memperoleh hasil belajar yang
baik, sedangkan ia membutuhkan hasil belajar yang baik. Oleh
karena itu, siswa mengubah cara-cara belajarnya. Dorongan
merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam
rangka memenuhi harapan.
2. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada
pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang
berorientasi tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Sebagai
ilustrasi, siswa kelas tiga SMP memiliki harapan untuk diterima
sebagai siswa SMA terbaik di kotanya. Sisw atersebut memperoleh
hasil belajar rendah pada mata pelajaran matematika dan IPA dalam
ulangan bulan ke satu. Menyadari hal tersebut, maka siswa tersebut
mengambil kursus tambahan dan belajar lebih giat. Pada ulangan
keduua hasil belajarnya bertambah baik. Menyadari hasil belajarnya
bertambah baik, maka semangat belajar siswa menjadi tinggi.
3. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan
tersebut mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Pada
kasus siswa mengambil kursus dan semangat belajar tinggi tersebut
menunjukkan bahwa bertujuan lulus SMP dengan nilai yang
memuaskan dan diterima di SMA yang ia inginkan.
Maslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkat, yaitu:
 Kebutuhan fisiologis
 Kebutuhan akan perasaan aman
 Kebutuhan social
 Kebutuhan akan penghargaan diri, dan
 Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan fisiologis berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia
seperti papan, sandang, pangan. Kebutuhan akan rasa aman berkenaan
keamanan yang bersifat fisik, dan psikologis. Kebutuhan sosial berkenaan
dengan perwujudan berupa diterima oleh orang lain, jati diri yang khas,
berkesempatan maju, merasa diikut sertakan pemilikan harga diri.
Kebutuhan untuk aktualisasi diri berkenaan dengan kebutuhan individu
untuk menjadi Sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya (Muhammad,
Mappeasse & Arfandi, 2018:28).
Dari segi dorongan, menurut Hull motivasi berkembang untuk
memenuhi kebutuhan organisme. Disamping itu juga merupakan sistem
yang memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab munculnya
dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan
keseimbangan fisiologis organisme. Tingkah laku organisme terjadi
disebabkan oleh respons dari organisme, kekuatan dorongan organisme dan
penguatan kedua hal tersebut. Hull memang menekankan dorongan sebagai
motivasi penggerak utama perilaku, tetapi kemudian juga tidak sepenuhnya
menolak adanya pengaruh factor-faktor eksternal. Dalam hal ini insentif
(hadiah atau hukuman) mempengaruhi intensitas dan kualitas tingkah laku
organisme (Safi’i, 2018:79).
Dari segi tujuan, maka tujuan merupakan pemberi arah pada
perilaku. Jika tujuan trercapai maka kebutuhan terpenuhi untuk “sementara”.
Jika kebuthan trepenuhi, maka orang menjadi puas, dan dorongan mental
untuk berbuat “terhenti sementara”. Lama kekuatan mental dala diri
individu adalah sepanjang tugas perkembangan manusia. Menurut
Havighurst tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi masa bayi, anak
sekolah, masa muda, masa dewasa muda, usia tengah baya, dan masa
dewasa lanjut.
Menurut Monks, kekuatan mental atau kekuatan motivasi tersebut
dapat dipelihara. Perjalanan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar
dapat diperkuat dan dikembangkan. Menurut Monks, faham-faham
interaksionis faham tugas perkembangan, dan teori emansipasi mengakui
pentingnya pemeliharaan kekuatan motivasi belajar. Dorongan dari dalam
atau kekuatan mental dan pengaruh dari luar berpengaruh pada kemajuan
individu. Interaksi kekuatan mental dan lingkuan luat tersebut ditentukan
pula oleh respons dan prakarsa pribadi pelaku (Azizah & Zainuddin,
2019:7).
F. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Penelitian psikologi banyak menghasilkan teori-teori motivasi
tentang perilaku. Subjek terteliti dalam motivasi ada yang berupa hewan da
nada yang berupa manusia. Penelit yang menggunakan hewan adalah
tergolong peneliti biologis dan behavioris. Peneliti yang menggunakan
terteliti manusia adalah peneliti kognitif. Temuan ahli-ahli tersebut
bermanfaat untuk bidang industry, tenaga kerja, urusan pemasaran, rekruting
militer, konsultasi, dan pendidikan. para ahli berpendapat bahwa motivasi
perilaku manusia berasal dari kekuatan mental umum, insting, dorongan,
kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya
motivasi belajar adalah sebagai berikut (Sukainah et al., 2018:93):
1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir.
2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, bila
dibandingkan dengan teman sebaya
3. Mengarahkan kegiatan belajar
4. Membesarkan semangat belajar
5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru.
Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa
bermanfaat bagi guru, sebagai berikut (Suking & Hamid, 2019:39):
 Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa
untuk belajar sampai berhasil
 Digunakan sebagai strategi mengajar belajar, karena motivasi belajar
siswa di kelas bermacam-macam
 Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara
bermacam-macam peran, seperti sebagai penasihat, fasilitator,
instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau guru
pendidik. Peran pedagogis tersebut sudah barang tentu sesuai dengan
perilaku siswa.
 Memberi peluang guru untuk “untuk kerja” rekayasa pedagogis 
G. Jenis dan Sifat Motivasi
Motivasi sebagai kekuatan mental individu, memiliki tingkat-
tingkat. Para ahli ilmu jiwa mempunyai pendapat yang berbeda tentang
tingkat kekuatan tersebut. Perbedaan pendapat tersebut umumnya
didasarkan pada penelitian tentang perilaku belajar pada hewan. Meskipun
mereka berbeda pendapat tentang tingkat kekuatannya, tetapi mereka
umumnya seoendapat bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis
yatu, motivasi primer dan motivasi sekunder (Lestari, 2018:63).
1. Jenis Motivasi
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif
dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis, atau
jasmani manusia. Manusia adalah makhluk berjasmani, sehingga
perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Mc
Dougall misalnya, berpendapat bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran
tentang tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan.
Tingkah laku insting dapat diaktifkan, dimodifikasi, dipicu secara spontan,
dan dapat diorganisasikan. Diantara insting yang penting adalah
memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan
diri, rasa ingin tahu, membangun, dan kawin. (Marzuki & Hakim, 2019:80).
Freud berbndapat bahwa insting memiliki empat ciri-, yaitu tekanan,
sasaram, objek, dan sumber. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi
individu untuk bertingkah laku. Semakin besar energi dalam insting, maka
tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan
atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi pada insting
berkurang. Menurut Freud, energy bekerja memelihara keseimbangan fisis.
Insting bekerja sepanjang hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara
pemuasan atau obyek pemuasan. Tingkah laku individu yang memuaskan
insting dapat secara lansung atau dengan menekan. Penekanan insting
tersebut tidak menghilangkan energy. Penekanan insting tersebut
diupayakan masuk alam tidak sadar. Tingkah laku manusia sedemikian
kompleks, ada yang dapat dikenali motivasi dari alam sadarnya, da nada
pula yang berasal dari alam tak sadarnya (Kurniawati, 2018:104).
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari.. hal ini berbeda
dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar akan tertarik
pada makanan tanpa belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang
harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus
belajar bekerja. “bekerja dengan baik” merupakan motivasi sekunder. Bila
orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang
tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat
umum, agar orang bekerja dengan baik (Riyani, Maizora & Hanifah,
2017:63).
Motivasi social atau motivasi sekunder memegang peranan penting
bagi kehidupan manusia. Para ahli membagi motivasi sekunder tersebut
menurut pandangan yang berbeda-beda. Misalnya Thomas dan Znaniecki
menggolongkan motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan seperti
berikut:
 Memperoleh pengalaman baru
 Untuk mendapat respons
 Memperoleh pengakuan
 Memperoleh rasa aman
Pemberi informasi pada orang lain, seperti rasa sedih terlukis dalam
wajah. Pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain, seperti
pembicara yang bersemangat menimbulkan semangat kerja, dan Sumber
informasi tentang diri seseorang, seperti pemerolehan rasa sehat. Perilaku
juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yangdipercaya, pengetauan
yangdipercaya tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak
berdasarkan akal sehat. Pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya
perilaku. Sebagai ilustrasi, orang tetap merokok dengan motivasi yang
berbeda. Ada yang ingin menunjukkan kejantanan, ada yang mengisi waktu
luang, ada pula yang ingin menimbulkan kreativitas, meskipun mereka ini
juga menyadari akan bahaya rokok. Oerilaku juga terpengaruh oleh
kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan perilaku menetap,
berlangsung otomatis. Kemungkinan besar, perilaku tersebut merupakan
hasil belajar. Kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan secara kuat.
Kemauan seseorang timbul karena adanya (Pamungkas and Hakim,
2019:93) :
 Keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan
 Pengetahuan tentang cara memperoleh tujuan
 Energy dan kecerdasan
 Pengeluaran yang tepat untuk mencapai tujuan
Dengan kata lain, kebiasaan dan kemauan seseorang mempertinggi motif
untuk berperilaku. Motivasi belajar diperkuat dengan adanya sikap, emosi,
kesadaran, kebiasaan, dan kemauan (Sumadu Suryabrata, 1991; Singgih
Gunarsa, 1990; Monks, Konoers, Siti Rahayu, 1989).
2. Sifat Motivasi
Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri sendiri, yang
terkenal sebagai motivasi internal, dan dari luar seseorang yang dikenal
sebagai motivasi eksternal. Di samping itu, juga bisa membedakan motivasi
instrinsik dan karena orang tersebut senang melakukannya. Sebagai
ilustrasi, seorang siswa membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahu
kisah tokoh, bukan karena tugas sekolah. Motivasi memang mendorong
terus, dan memberi energi pada tingkah laku. Setelah siswa tersebut
menamatkan sebuah buku, maka ia mencari buku lain, dalam hal ini,
motivasi instrinsik tersebut telah mengarah pada timbulnya motivasi
berprestasi.
Menurut Monks motivasi berprestasi telah muncul pada saat anak
berusia balita. Hal ini berarti motivasi instrinsik perlu diperhatikan, sebab
disiplin diri merupakan kunci keberhasilan belajar. (Syofian & Irmawita,
2019:110). Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku
seseorang, yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat
sesuatu, karena adanya dorongan dari luar seperti adanya hadiah, atau
menghindari hukuman. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik juga “dapat
berubah” menjadi motivasi instrinsik.
Motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat.
Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk meningkatkan kegiatan
belajar. Jika siswa belajar dengan hasil yang sangat memuaskan, maka ia
akan memperoleh hadiah dari guru atau orangtua. Sebaliknya, jika hasil
belajar tidak baik, atau memperoleh nilai kurang, maka ia akan meperoleh
“peringatan atau hukuman” dari guru atau orangtua. “Peringatan” tersebut
tidak menyenangkan siswa. Motivasi belajar meningkat, sebab siswa tidak
senang memperoleh “peringatan” dari guru atau orangtua. Dalam hal ini,
hukuman dan juga hadiah, dapat merupakan motivasi ekstinsik bagi siswa
untuk belajar dengan bersemangat (Wahyudi, 2016:269).
Ada baiknya juga memperhatikan pandangan Maslow dan Rogers
yang mengakui pentingnya motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Menurut
Maslow setiap individu bermotivasi untuk mengaktualisasi diri. Ia
menemukan 15 ciri orang yang mampu mengaktualisasi diri. Ciri tersebut
adalah (Nurendah, Mulyana & Muanas, 2018:88):
 Berkemampuan mengamati suatu realistis secara efisien, apa adanya
dan terbatas dari subjektivitas
 Dapat menerima diri sendiri maupun orang lain secara sewajarnya
 Berperilaku spontan, sederhana, dan wajar
 Terpusat pada masalah atau tugasnya
 Memiliki kebutuhan privasi atau kemandirian yang tinggi
 Memiliki kebebasan dan kemadirian terhadap lingkungan dan
kebudayaannya; ia mampu mendisiplinkan diri aktif, dan
bertanggungjawab atas dirinya
 Dapat menghargai dengan rasa hormat dan dan penuh gairah
 Dapat mengalami pengalaman puncak, seperti terwujud dalam
kreativitas, penemuan, kegiatan intelektual, atau kegiatan
persahabatan
 Memiliki rasa keterikatan, solidaritas kemanusiaan yang tinggi
 Dapat menjalin hubungan pribadi yang wajar
 Memiliki watak terbuka dan bebas prasangka
 Memiliki standar kesusilaan tinggi
 Memiliki rasa humor terpelajar
 Memiliki kreativitas dalam bidang kehidupan, seperti dalam
pengetahua, kesenian, atau keterampilan hidup tertentu, dan
 Memiliki otonomi tinggi
Motivasi mengaktualisasi diri tersebut berjalan sesua dengan
kemampuan setiap orang. Upaya memuaskan kebutuhan aktualisasi diri
tersebut tentu saja tidak mudah. Sebagai ilustrasi, dapat diperhitungkan
betapa sulitnya seorang anak desa, yang berjuang sepanjang hayat, yang
dikemudian hari diberi kepercayaan memimpin negara, bangsa oleh seluruh
rakyat.
Motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat dijadikan titik
pangkal rekayasa pedagogis guru. Pada tempatnya guru mengenal adanya
motivasi-motivasi tersebut. Untuk mengenal motivasi yang sebenarnya,
guru perlu melakukan penelitian. Ini berarti bahwa guru SMP dan SMA,
sesuai tuntutan profesi guru, sebaiknya belajar meneliti sambil praktetk
mendidik di sekolah.
Ada kalanya guru menghadapi siswa yang belum memiliki motivasi
belajar yang baik. Dalam hal ini sebaiknya guru berpegang pada motivasi
ekstrinsik. Dengan menggunakan penguat berupa hadiah atau hukuman.
Sebaiknya guru memperbaiki disiplin diri siswa dalam beremansipasi.
3. Motivasi dalam Belajar
Perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut
ada yang instrinsik, atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar
tersebut berada ditangan para guru pendidik dan anggota masyarakatlai.
Guru sebagai pendidik bertugas memperkuat motivasi belajar selama
minimum 9 tahun pada usia wajib belajar. Orangtua bertugas memperkuat
motivasi belajar sepanjang hayat.
H. Unsur-unsur yang mempengaruhi Motivasi Belajar
Motivasi belajar ada di dalam diri siswa. Dalam kerangka
pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa
pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan persiapan mengajar,
pelaksanaan belajar-mengajar, maka guru menguatkan motivasi belajar
siswa. Sebaliknya, dilihat dari segi emansipasi kemandirian siswa, motivasi
belajar semakin meningkat pada tercapainya hasil belajar. Motivasi belajar
merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya
terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa.
Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah misalnya,
terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indera untuk mengucap kata.
Keberhasilan mengucap kata dari symbol pada huruf-huruf mendorong
keinginan menyelesaikan tugas membaca (Rizka & Tamba, 2018:16).
1. Cita-cita atau aspirasi siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti
keinginan belajar berjalan, makan makanan yang lezat, berebut permainan,
dan lain sebagainya. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut
menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari cita-cita dalam
kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral,
kemauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga
dibarengi oleh perkembangan kepribadian.
Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat
memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran,
penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah
keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita.
Keinginan berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan
kemauan dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Kemauan telah disertai
dengan penghitungan dengan akal sehat. Cita-cita dapat berlangsung dalam
waktu yang sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita akan
memperkuat motivasi belajar instrinsik maupun ekstrinsik. Sebab
tercapainya cita-cita akan memwujudkan aktualisasi diri (Wulansari,
Mahawati & Hartini, 2018:6).
2. Kemampuan siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau
kecakapan mencapainya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan
akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
3. Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi
motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah
akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seorang siswa yang sehat,
kenyang, dan gembira akan mudah menguatkan perhatian. Dengan kata lain,
kondisi jasmani dan rohani siswa akan berpengaruh pada motivasi belajar.
4. Kondisi Lingkungan Siswa
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat
tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan.Sebagai anggota
masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana
alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian
antarsiswa, akan mengganggu kesungguhan belajar. Oleh sebab itu, kondisi
lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu
dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan
indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.
5. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran
yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan
teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar.Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat
tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya
siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio, televise, dan film semakin
menjangkau siswa. Kesemua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi
belajar. Oleh sebab itu, guru professional diharapkan mampu memanfaatkan
semua itu agar tercipta kondisi dinamis yang bagus bagi pembelajaran dan
untuk memotivasi belajar.
6. Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa
Guru adalah seorang pendidik yang professional dan juga seorang
pendidik yang berkembang. Tugas profesionalnyha mengharuskan dia
belajar sepanjang hayat. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilah
yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah
merupakan upaya membelajarkan siswa. Partisipasi dan teladan perilaku
yang baik merupakan salah satu upaya membelajarkan siswa. Upaya guru
membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya
pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut:
 Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah
 Membina disiplin belajar dalam tiap kesempatan
 Membina belajar tertib pergaulan
 Membina belajar tertib lingkungan sekolah.
Disamping itu, upaya pembelajaran secara individual tiap guru menghadapi
anak didiknya meliputi:
 Pemahaman tentang diri siswa dalam rangka kewajiban tertib belajar
 Pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat
guna Mendidik cinta belajar.
Upaya pembelajaran guru di sekolah tidak terlepas dari kegiatan luar
sekolah. Pusat pendidikan luar sekolah yang penting adalah keluarga,
lembaga agama, pramuka, dan pusat pendidikan pemuda lainnya. Guru
professional dituntut menjalin kerja sama pendagogis dengan pusat-pusat
pendidikan tersebut. Upaya mendidikkan belajar “tertib hidup” merupakan
kerjasama sekolah dan luar sekolah.
I. Upaya meningkatkan Motivasi Belajar
Perilaku belajar merupakan salah satu perilaku. Seorang anak yang
membaca iklan surat kabar dengan keinginan mencari sekolah yang benar,
akan memperoleh kepuasan karena ia memperoleh informasi yang benar.
Perilaku membaca pada anak “pencari informasi sekolah” berbeda dengan
perilaku membaca kedua anak tersebut berbeda. Demikian halnya dengan
motif belajar pada siswa yang sedang membaca buku pelajaran. Membaca
dengan motivasi “mencari sesuatu”. Guru di sekolah menghadapi banyak
siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar. Oleh karena itu peran
guru mengingatkan motivasi belajar cukup banyak.
1. Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Perilaku belajar di sekolah telah menjadi pola umum. Dari segi
perkembangan, ada siswa yang semula hanya ikut-ikutan, suka bermain,
belum mengerti faedah belajar. Dengan tugas-tugas sekolahnya, kemudian
mereka mulai menyenangi belajar. Bermain-main merupakan hal yang
menyenangkan bagi bagian besar siswa. Siswa akan menyadari bahwa
bermain, belajar sungguh-sungguh, pemberian motivasi belajar, belajar giat,
istirahat, belajar lagi, dan kemudian bekerja adalah pola perilaku kehidupan
yang wajar bagi anggot amasyarakat.
Dalam upaya pembelajaran, guru berhadapan dengan siswa dan
bahan belajar. Untuk dapat membelajarkan, atau mengajarkan bahan
pelajaran dipersyaratkan:
 Guru telah mempelajari bahan pelajaran
 Guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang, dan sukar
 Guru telah menguasai cara-cara mempelajari bahan, dan
 Guru telah memahami sifat bahan pelajaran tersebut.
2. Optimalisasi unsur dinamis belajar dam pembelajaran
Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya. Peranan
kemauan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemampuan yang lain tertuju pada
belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan
lancar. Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelelahan jasmani atau
mentalnya, ataupun naik turunnya energy jiwa. Pada suatu saat perasaan
siswa kecewa, dan akibatnya kemauan belajar menurun. Atau walaupun
perasaannya kecewa, ia dapat mengatasinya, dan kemuan dan semangat
belajar diperkuat. Sebaliknya, lingkungan yang berupa teman belajar, surat
kabar, radio, majalah, televise, guru, orangtua juga akan memperngaruhinya.
Ada teman belajar yang putus asa, ada pula yang tegar. Unsur-unsur
lingkungan tersebut ada yang mendorong, da nada pula yang menghambat
kegiatan belajar. Keputusan akan belajar giat, ataupun menangguhkan
belajar, ada pada diri siswa sendiri.
Guru adalah pendidik dan sekaligus pembimbing belajar. Guru lebih
memahami keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang
menilai kesempatan belajar. Oleh karena itu, guru dapat mengupayakan
optimalisasi unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada di
lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut adalah sebagai berikut:
 Memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkap hambatan
belajar yang dialaminya
 Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga
terwujud tindak belajar
 Meminta kesempatan pada orang tua siswa atau wali, agar memberi
kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar
 Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar,
media-media yang menggangu pemusatan perhatian belajar harus
dicegah
 Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira
terpusat pada perilaku belajar; pada tingkat ini guru memberlakukan
upaya “belajar merupakan aktualisasi diri siswa”
 Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri
bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan.
3. Optomalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar
setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran
sekolah. Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai
penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran
siswa. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau tingkat
kesukaran pengalaman belajar, dan segera membantu mengatasi kesukaran
belajar. “bantuan mengatasi kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum
siswa putus asa. Guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan
kemapuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisasi
pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
 Siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya; tiap membaca
bahan belajar siswa mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal
yang sukar tersebut selanjutnya diserahkan kepada guru
 Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa
 Guru memecahkan hal-hal yang sukar dengan mencari cara
memecahkannya
 Guru mengajarkan “cara memecahkan” dan mendidik keberanian
mengatasi kesukaran
 Guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran
 Guru memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan
masalah untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami
kesukaran
 Guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi
kesukaran belajarnya sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, R. (2018) ‘Evaluasi Program Peserta’, Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, 22(1), pp. 35–48.
Azizah, N. and Zainuddin, M. (2019) ‘Evaluasi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (Studi di SMK Muhammadiyah 1 dan SMK
Muhammadiyah’, Jurnal Education, 2(2), pp. 5–10.
Bentri, A., Hidayati, A. and Rahmi, U. (2018) ‘Pelaksanaan Pelatihan
Penyusunan Instrument Penilaian Pendidikan Karakter Bagi Guru-
Guru SD Se Kecamatan Padang Timur Kota Padang’, Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran, 2(1), pp. 1–8.
Cahyanti, A. D., Farida and M, R. R. (2019) ‘Sosialisasi Budaya Malu di
Kalangan Pelajar melaui Infografis Sebagai Bentuk Pendidikan
Karakter’, Jurnal Pendidikan, 02(3), pp. 363–371.
Fitrianti, L. (2018) ‘Prinsip Kontinuitas dalam Evaluasi Proses
Pembelajaran’, Jurnal Pendidikan, 10(1), pp. 89–102. Available at:
http://journal.staihubbulwathan.id/index.php/alishlah/article/view/
68%0Ahttp://moraref.kemenag.go.id/documents/article/
97874782241969537.
Gunawan, Ahmad Harjono, H. S. and Program (2019) ‘Pelatihan
Penyusunan Perangkat Pembelajaran Inovatif Bagi Guru Madrasah
di Kota Mataram untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa’,
Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyaraka, 53(9), pp. 1689–
1699. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Hidayat, T. and Asyafah, A. (2019) ‘Konsep Dasar Evaluasi dan
Implikasinya Peserta Dididk Di Sekolah’, Jurnal Pendidikan Islam,
10(I), pp. 159–181.
Kurniawati, A. (2018) ‘Analisis Hasil Tes Evaluasi Pendidikan pada
Mahasiswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar’, Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, 19(1), pp. 89–106.
Lestari, I. A. P. S. (2018) ‘Penerapan Metode Pembelajaran Diskusi dan
Resitasi Dalam Meningkatkan Motivasi Hasil Belajar Pendidikan
Agama Hindu Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Tumbu Karangasem’,
Jurnal Penjaminan Mutu, 4(1), pp. 58–66.
Marzuki, I. and Hakim, L. (2019) ‘Motivasi Belajar Peserta Dididik Ditinjau
dari Hasil Belajar’, Jurnal Pendidikan, 1(1), pp. 77–84.
Muhammad, A., Mappeasse, M. Y. and Arfandi, A. (2018) ‘Pengembangan
Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Sistem Komputer Berbasis E-
Xam Caraka Di SMK Negeri 1 Bantaeng’, Jurnal Pendidikan, 1(2),
pp. 26–29.
Nurendah, Y., Mulyana, M. and Muanas, M. (2018) ‘Evaluasi dan Pemetaan
Minat Studi Siswa SMA dan SMK di Kota Bogor Pada Program
Studi Ekonomi Syariah’, Jurnal Analisis Sistem Pendidikan Tinggi,
2(2), pp. 83–94. doi: 10.36339/jaspt.v2i2.206.
Pamungkas, N. T. S. and Hakim, L. (2019) ‘Pengembangan Evaluasi
Berbasis Computer Test (CBT) pada Materi Jurnal Penyesuaian
Perusahaan Dagang id SMA Negeri 1 Puri Mojokerto’, Jurnal
Pendidikan Akuntansi, 07(01), pp. 90–95.
Prasojo, L. D., Kande, F. A. and Mukminin, A. (2019) ‘Evaluasi
Pelaksanaan Standar Proses Pendidikan pada SMP Negeri di
Kabupaten Sleman’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), pp. 1689–1699. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.
Rahman, M. L. (2016) ‘Evaluasi pendidikan islam dengan pendekatan
tematik’, Jurnal Ilmu Pendidikan, 12(195), pp. 102–114.
Revita, R. and Fitri, I. (2019) ‘Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Tahap
Perencanaan dalam Pembelajaran Matematika SMA’, Jurnal
Pendidikan Matematika, 3(1), pp. 197–208.
Rizka, M. A., Tamba, W. and Suharyani (2018) ‘Pelatihan Evaluasi Program
Pendidikan Nonformal Bagi Pengelola Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat ( PKBM ) di Kecamatan Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat’, Junal Pendidikan, 2(April), pp. 15–23.
Safi’i, I. (2018) ‘Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Peserta Didik’, Jurnal
Pendidikan Karakter, 8(1), pp. 74–83.
Suking, A. and Hamid, M. Y. (2019) ‘Evaluasi kinerja alumni dalam
mendukung penguatan program studi akreditasi’, Jurnal Manajemen
dan Supervisi Pendidikan, 4(1), pp. 35–44.
Susanto, E. (2020) ‘Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran Berbasis
Online pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri
3 Sekongkang’, Jurnal Studi Pendidikan, 2(1), pp. 9–23.
Syahrir, R. & (2019) ‘Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran SMAN 1
Praya Barat Daya Tahun 2018’, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan,
3(1), pp. 5–10.
Wahyudi, D. (2016) ‘Konsepsi Al-Qur’an Tentang Motivasi Pelajar dalam
Pembelajaran Agama Islam’, Jurnal Hikmah, 12(2), pp. 245–272.

Anda mungkin juga menyukai