Anda di halaman 1dari 8

PERTEMUAN XIII

PENILAIAN TERHADAP KEWAJIBAN KONTINJENSI PADA


LAPORAN POSISI KEUANGAN SECARA LENGKAP DAN
BENAR

Kelompok 2 :

1. 05 / 1907531031 / Ni Made Sandyarani Dwi Nantari ( )

2. 06 / 1907531034 / Ni Kadek Listiani ( )

3. 07 / 1907531035 / Ni Putu Tara Asti Nugraheni ( )

4. 09 / 1907531038 / Ni Putu Melia Astuti ( )

5. 34 / 1907531221 / Ni Putu Sri Puspita Dewi ( )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019 – 2020
PENILAIAN TERHADAP KEWAJIBAN KONTINJENSI PADA
LAPORAN POSISI KEUANGAN SECARA LENGKAP DAN
BENAR

Kontinjensi atau lebih dikenal dengan peristiwa atau transaksi yang


mengandung syarat merupakan transaksi yang paling banyak ditemukan dalam
kegiatan bank sehari-hari. Kontinjensi yang dimiliki oleh suatu bank dapat
berakibat tagihan atau kewajiban bagi bank yang bersangkutan. PSAK No. 31
mengatur akuntansi untuk transaksi kontinjensi dalam suatu perusahaan.
Istilah kewajiban bersyarat digunakan untuk menyatakan kewajiban yang
kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidaknya satu peristiwa
di masa yang akan datang. Dengan demikian pada tanggal neraca belum
terdapat kepastian mengenai ada tidaknya kewajiban tersebut.
13.1 Pengakuan dan Pengukuran Kewajiban Kontinjensi
a. Pengakuan
Banyak peristiwa masa lalu yang dapat menimbulkan kewajiban kini.
Walaupun demikian, dalam beberapa peristiwa yang jarang terjadi, misalnya
dalam tuntutan hukum, dapat timbul perbedaan pendapat mengenai apakah
peristiwa tertentu sudah terjadi atau apakah peristiwa tersebut menimbulkan
kewajiban kini. Jika demikian halnya, perusahaan menentukan apakah kewajiban
kini telah ada pada tanggal neraca dengan mempertimbangkan semua bukti yang
tersedia, termasuk misalnya pendapat ahli. Bukti yang dipertimbangkan
mencakup, antara lain, bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah
tanggal neraca. Atas dasar bukti tersebut, apabila besar kemungkinan bahwa
kewajiban kini belum ada pada tanggal neraca, pemerintah mengungkapkan
adanya kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan
arus keluar sumber daya kecil. Kewajiban kontinjensi dapat berkembang ke arah
yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban kontinjensi harus
terus-menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus
keluar sumber daya bertambah besar (probable). Apabila kemungkinan itu terjadi,

1
maka manajemen akan mengakui kewajiban diestimasi dalam laporan keuangan
periode saat perubahan tingkat kemungkinan tersebut terjadi, kecuali nilainya
tidak dapat diestimasikan secara andal. Pengukuran Besaran kewajiban
kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan
profesional oleh pihak yang berkompeten. Penyajian dan Pengungkapan
Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca , namun demikian perusahaan
harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan
Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neraca.
b. Pengukuran
Besaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu
diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten

13.2 Pencatatan Kewajiban Kontinjensi


Kewajiban Kontinjensi / Kewajiban Bersyarat / Contingent Liability adalah
kewajiban-kewajiban yang sampai pada tanggal neraca masih belum pasti apakah
akan menjadi kewajiban atau tidak. Kewajiban-kewajiban semacam ini timbul
akibat kegiatan di masa lalu. Standar mengidentifikasikan bahwa kejadian
kontinjensi terbagi menjadi tiga, yaitu kejadian kontinjensi dengan kemungkinan
besar (probable), kejadian kontinjensi dengan cukup mungkin (reasonably
possible), dan kejadian kontinjensi dengan kemungkinan kecil (remote). Suatu
estimasi kerugian dari kontinjensi kerugian harus diakrualkan dengan
pembebanan ke beban (pengeluaran) dan suatu kewajiban akan dicatat hanya jika
kedua kondisi berikut terpenuhi, yaitu informasi yang tersedia sebelum penerbitan
laporan keuangan menunjukan bahwa kemungkinan besar suatu kewajiban telah
terjadi pada tanggal laporan keuangan dan jumlah kerugian dapat diestimasi
dengan layak.
a) Perkara Pengadilan, Tuntutan, dan Pengenaan  Faktor-faktor berikut
harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu kewajiban harus
dicatat berkenaan dengan perkara yang ditunda atau yang mengancam dan
tuntutan atau pengenaan yang sebenarnya atau yang mungkin: (1) periode
waktu di mana terjadi penyebab dasar dari tindakan, (2) kemungkinan dari

2
suatu hasil yang tidak menguntungkan, (3) kemungkinan untuk membuat
taksiran yang layak atas jumlah kerugian, dan (4) untuk melaporkan
kerugian dan kewajiban dalam laporan keuangan penyebab perkara
pengadilan harus terjadi pada atau sebelum tanggal laporan keuangan.
b) Pengungkapan Kontinjensi Kerugian  Kontinjensi kerugian dan
kewajiban dicatat jika kerugiannya mungkin dan dapat diperkirakan.
Tetapi jika kerugiannya kecil sekali hanya di ungkapkan saja di catatan
atas laporan keuangan.
c) Biaya Garansi dan Jaminan  Jaminan / Garansi Produk (warranty or
product guarantee) adalah suatu janji yang dibuat oleh penjual kepada
pembeli untuk meperbaiki kekurangan dalam kuantitas, kualitas, atau kerja
suatu produk. Garansi ini biasanya digunakan oleh perusahaan sebagai
teknik promosi penjualan. Jaminan dan garansi adakalanya diiringi dengan
biaya di masa yang akan datang atau biasa disebut biaya purna jual.
Walaupun jumlah, dan waktu kejadian yang tidak menentu di masa yang
akan datang, perusahaan mungkin ataupun harus mengestimasikan dengan
layak atas perkiraan tersebut. Jumlah kewajiban merupakan taksiran dari
semua biaya yang akan dikeluarkan sesudah penjualan, sesudah
penyerahan dan sejumlah biaya yang terjadi untuk mengoreksi kerusakan
atau kecacatan barang yang disyaratkan menurut ketentuan jaminan.
Terdapat dua pendekatan dalam mencatat kerugian kontinjensi dari suatu
produk yang berupa jamian, yaitu metode kas dan metode akrual.
 Dasar Kas : Pengakuan metode ini mensyaratkan bahwa biaya jaminan
dibebankan pada saat terjadinya suatu transaksi. Metode ini merupakan
metode yang diakui dalam perpajakan perusahaan. Seringkali
dibenarkan untuk akuntansi atas dasar kecepatan pemprosesan bila
jaminan jumlahnya tidak material dan waktu jaminan relatif pendek.
Metode dasar kas disyaratkan bila kewajiban tidak diakrualkan dalam
tahun berjalan karena tidak mungkin kewajiban tersebut terjadi dan
jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diperkirakan dengan layak.

3
 Dasar akrual : Dapat digunakan apabila pelanggan akan mengajukan
tuntutan berdasarkan jaminan berkenaan dengan produk atau jasa yang
telah dijual dan taksiran yang layak atas biaya yang terlibat
didalamnya. Menurut metode akrual, biaya jaminan dibebankan dalam
biaya operasi pada tahun berjalan. Penggunaan metode akrual
diklasifikasikan lagi menjadi dua pendekatan, yaitu metode beban dan
metode penjualan. Apabila perusahaan tidak memisahkan antara
produk dengan jaminan maka perusahaan dapat menggunakan metode
beban. Namun, apabila perusahaan memisahkan harga antara harga
jual dan jaminan maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
penjualan. Apabila jaminan merupakan bagian yang terpadu dan tidak
Keterangan Debet Kredit dapat
Kas Rp xxx  
Penjualan   Rp xxx dipisahkan
(Mencatat penjualan barang dengan
kewajiban jaminan yang diakui)     dari
     

Keterangan Debet Kredit


Beban Jaminan Rp xxx  
Kas   Rp xxx
(Mencatat pembayaran jaminan oleh
perusahaan)    
     

penjualan dan dipandang sebagai kerugian Kontinjensi maka metode


yang digunakan adalah metode beban sebagai berikut:

Keterangan Debet Kredit


Beban Jaminan Rp xxx  
Kewajiban Kontinjensi atas
Jaminan   Rp xxx
(Mencatat kewajiban Kontinjensi atas
jaminan oleh perusahaan)    
     
4
Metode kedua yang digunakan dalam mencatat jaminan adalah pendekatan
penjualan. Pendekatan ini dicirikan dengan pemisahan antara jaminan
dengan harga penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun jurnal
adalah sebagai berikut.
Keterangan Debet Kredit
Kas Rp xxx  
Penjualan   Rp xxx
Pendapatan Jaminan yang belum dihasilkan   Rp xxx
(Mencatat kewajiban Kontinjensi atas jaminan oleh
perusahaan)    
     

Keterangan Debet Kredit


Pendapatan Jaminan yang belum dihasilkan Rp xxx  
Pendapatan Jaminan   Rp xxx
(Mencatat kewajiban Kontinjensi atas jaminan oleh
perusahaan)    
     

13.3 Pengungkapan dan Pelaporkan Kewajiban Kontinjensi


Menurut PSAK No. 31, kontinjensi diartikan sebagai tagihan atau kewajiban
yang timbulnya tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih
peristiwa di masa yang akan datang. Dalam pengakuan kewajiban kontinjensi ini,
diperlukan pertimbangan terhadap semua bukti yang tersedia dan juga bisa
mempertimbangkan pendapat ahli. Pengungkapan kewajiban kontinjensi tidak
dilakukan jika kemungkinan arus kas keluar sumber daya tersebut kecil. Selain
itu, kontinjensi sebenarnya dapat tidak diungkapkan dalam laporan keuangan
apabila nilai transaksi kontinjensi tidak materil.
Penyajian dan pengungkapan kewajiban kontinjensi tidak disajikan dalam
Laporan Posisi Keuangan atau Neraca, tetapi disajikan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontinjensi pada tanggal neraca.
Pengungkapan tersebut meliputi karakteristik kewajiban kontinjensi, estimasi dari
dampak finansial yang diukur, indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan
jumlah atau waktu arus keluar sumber daya, dan kemungkinan penggantian oleh
pihak ketiga.

5
Dalam PSAK No. 31 diungkapkan bahwa kontinjensi harus disajikan
sedemikian rupa sehingga bila dikaitkan dengan pos-pos aktiva dan pasiva dapat
menggambarkan posisi keuangan secara wajar. Meskipun kontinjensi ini
merupakan transaksi yang belum memengaruhi keuangan perusahaan, kewajiban
ini harus diakui apabila persyaratan yang telah disepakati dengan pelanggan
terpenuhi. Sistematika penyajian kewajiban kontinjensi ini disusun berdasarkan
urutan tingkat kemungkinan pengaruhnya terhadap perubahan posisi keuangan
dan hasil usaha perusahaan. Kewajiban kontinjensi disajikan secara tersendiri
tanpa pos lawan atau dilakukan dengan single entry melalui rekening administratif
yang merupakan pos di luar neraca (off balance-sheet).
Pengungkapan kewajiban kontinjensi juga dikaitkan dengan penerapan
konsep atau azas konservatif atau berhati-hati dalam prinsip akuntansi.
Maksudnya, penyisihan suatu rugi kontinjensi dapat dilakukan pada perhitungan
rugi-laba bila terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah terjadi penurunan aktiva
atau telah timbul kewajiban pada tanggal neraca dan jumlah kerugiannya dapat
ditaksir secara wajar.

6
DAFTAR PUSTAKA

Diah, Ayu. 2013. Kewajiban Kontinjensi di


https://id.scribd.com/document/348216438/Kewajiban-kontijensi (diakses
pada 14 Mei 2020 pukul 11.00 WITA).

Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield. 2017. Akuntansi


Keuangan Menengah, Volume 1 Edisi IFRS. Jakarta: Salemba Empat.

Luna. 2014. Kewajiban Kontinjensi di http://ventilunadewi.blogspot.com


/2014/04/kewajiban-kontijensi.html (diakses pada 14 Mei 2020 pukul
11.45 WITA).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 Akuntansi Perbankan.

Rizal, Muhammad. 2013. Kewajiban Lancar & Kontingensi di


http://zallrizal.blogspot.com/2013/11/kewajiban-lancar-kontingensi.html
(diakses pada 13 Mei 2020 pukul 17.25 WITA).

Rosyd, Sandhi Idhar. 2012. Kewajiban Kontijensi di


https://bangunkembali.blogspot.com/2012/06/kewajiban-kontijensi.html
(diakses pada 13 Mei 2020 pukul 19.25 WITA).

Weagant, Keiso. 1995. Buku Akuntansi Intermediate. Jakarta: Bhinarupa Akhsara.

Widianingsih. 2012. Kewajiban Kontinjensi di


http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.AKUNTANSI/197907022005
12-MIMIN_WIDANINGSIH/AKUNTANSI_KONTINJENSI.pdf (diakses
pada 14 Mei 2020 pukul 10.40 WITA).

Anda mungkin juga menyukai