Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu sistem wilayah merupakan sistem yang rumit, hanya sebagian saja
parameter-parameter yang dapat diamati oleh manusia, atau yang mampu diamati
dengan "mikroskop" perencana. Beberapa parameter yang dapat diamati antara
lain: hubungan antar manusia atau masyarakat, perusahaan industri, aparat
pemerintahan dan lainnya. Berbagai sistem pendekatan telah dilakukan dalam
usaha menghayati sistem wilayah yang rumit tersebut. Misalnya dengan
pendekatan analisis kependudukan, analisis ekonomi, analisis input-output,
program linear dan lainnya.

Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk melihat atau menilai


hubungan antar daerah adalah Model Gravitasi. Dalam model ini, daerah dianggap
sebagai suatu massa. Huungan antar daerah disamakan dengan hubungan antar
massa. Massa wilayah juga mempunyai daya tarik, sehingga terjadi  pengaruh
mempengaruhi antar daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik-menarik antar
daerah. Karena kenyataan ini maka model gravitasi dapat diterapkan sebagai salah
satu model analisis. Sudah barang tentu dengan modifikasi tertentu sesuai dengan
karakter massa yang dihadapi. Model graviotasi diambil dari konsepsi fisika yang
menyatakan daya tarik-menarik antar dua kutub magnet. Dalam analisis daerah,
pengemolpokkan penduduk,  pemusatan kegiatan, atau potensi sumberdaya alam,
dianggap mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan dengan daya tarik
magnet. Penggunaan model ini dalam analisis daerah tentu saja mengandung
beberapa kelemahan yang harus diperhatikan. Model ini lebih banyak digunakan
dalam analisis  pengangkutan untuk menilai besarnya interaksi antar dua kutub
yang diukur melalui besarnya arus lalu lintas.

Teori gravitasi juga dapat di terapkan dan di pergunakan untuk mengetahui


potensi penduduk di setiap kawasan. Gravitasi dan migrasi juga di kembangkan
dalam hubungannya dengan penelitian perpindahan penduduk seperti yang telah
di terapkan oleh sarjana-sarjana di Negara maju. Perhitungan gravitasi dengan
formula tipe Pareto hanya memperhatikan jarak, sedangkan hambatan-hambatan
dalam proses perpindahan penduduk tidak hanya faktor jarak tetapi juga ada

1
hambatan alami, seperti topografi, iklim, hutan, daerah aride, dan sebagainya.
Hambatan-hambatan yang bersifat alami ini dapat menghalangi proses
perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Kelemahan model ini dalam analisis daerah terutama terletak pada variabel
yang digunakan sebagai ukuran. Dalam ilmu fisika, setiap molekul suatu zat
mempunyai sifat homogen, tetapi tidak demikian halnya unsur ( yang
dianalogikan dengan molekul zat) pembentuk suatu daerah, misalnya unsur
penduduk. Untuk menutupi kelemahan ini model gravitasi telah banyak
dikembangkan dengan memasukkan tidak hanya variabel massa, tetapi juga gejala
sosial sebagai faktor yang disebut “bobot”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Model Pendekatan Gravitasi

Sifat ilmu kewilayahan yang multi disiplin membuat cabang ilmu ini
menjadi sangat terbuka bagi berbagai perkembangan ilmu dan kontribusi cabang
keilmuan yang lain. Kajian-kajian mengenai perkotaan misalnya, tidak semata-
mata menjadi domain ilmu geografi tetapi juga cabang-cabang ilmu lain seperi
sosiologi, ekonomi antropologi, pertanian, perencaan dan sebagainya. Interaksi
antar cabang keilmuan tersebut pada giliranya banyak melahirkan inovasi dalam
metode analisis. Penerapan metode gravitasi dalam beberapa analisis kewilayahan
merupakan contoh dari interaksi cabang keilmuan tersebut.

Hukum gravitasi dicetuskan oleh Sir Issac Newton seorang ahli ilmu fisika
atau fisikawan pada tahun 1687. Dia mengatakan bahwa dua buah benda atau
materi memiliki gaya tarik-menarik yang kekuatannya berbanding lurus dengan
hasil kali kedua massa tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
benda tersebut. 

Secara matematis, rumus dari Hukum Gravitasi adalah sebagai berikut:

m A . mB
G=g .
(d A . B)2

Keterangan:

G : Kekuatan gravitasi diantara dua benda

g : Ketetapan gravitasi Newton

mA : Massa benda A

mB : Massa benda B

Hukum gravitasi Newton dapat diterapkan dalam studi geografi pemasaran


dan studi transportasi. Selain itu, juga digunakan dalam studi perpindahan

3
penduduk, masalah memilih lokasi, dan masalah interaksi. Model Gravitasi dapat
pula digunakan untuk mendeskripsikan intensitas pergerakan manusia atau
komoditas diantara wilayah- wilayah dengan berbagai jenis ukuran (dimana
kecenderungan interaksi naik seiring dengan luas wilayah) menarik ke dalam
“penipisan” efek jarak.

Menurut Tarigan model gravitasi yang digunakan untuk menganalisa daya


tarik suatu lokasi dapat juga digunakan untuk memperkirakan besarnya arus
lalulintas pada jalan tertentu, menaksir banyaknya perjalanan antara dua tempat
(berdasarkan daya tarik masing- masing tempat), banyaknya pemukim untuk
lokasi tertentu (berdasarkan daya tarik masing-masing permukiman), banyaknya
pelanggan untuk suatu kompleks  pasar (berdasarkan daya tarik masing-masing
pasar), banyak murid sekolah untuk masing-masing lokasi (berdasarkan daya tarik
masing-masing sekolah untuk jenjang dan kualitas yang sama), banyaknya
masyarakat yang berobat pada berbagai lokasi tempat berobat (berdasarkan daya
tarik masing-masing tempat berobat dengan kualitas yang sama). Selain itu, model
ini juga banyak digunakan untuk perencanaan transportasi untuk melihat besarnya
arus lalu lintas ke suatu lokasi sesuai daya tarik lokasi tersebut. Dengan demikian
dapat diperkirakan volume arus lalu lintas dan lebar  jalan yang perlu dibangun
sesuai volume jalan tersebut.

Dalam perencanaan wilayah, model gravitasi yang pertama kali digunakan


adalah model gravitasi yang dikembangkan oleh W.G Hansen. Model ini
berkaitan dengan prediksi lokasi dari pemukiman penduduk berdasarkan daya
tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa tersedianya
lapangan kerja, tingkat aksesibilatas,dan adanya lahan perumahan yang masih
kosong, akan menarik  penduduk berlokasi ke subwilayah tersebut.

Sekali lagi menurut Tarigan, model ini tidak persis sama dengan model
gravitasi karena tidak didasarkan atas saling interaksi antar subwilayah (zona),
melainkan tiap subwilayah destinasi dianggap memiliki daya tarik tersendiri dan
bagaimana suatu kegiatan dari keseluruhan wilayah bereaksi terhadap daya tarik
tersebut. Artinya, origin tidak diperinci per subwilayah hanya destinasi yang
diperinci  per subwilayah. Hansen mula-mula menggabung jumlah lapangan kerja

4
dan kemudahan mencapai lokasi sebagai accessibility index (indeks
aksesibilitas). Secara umum indeks aksesibilitas adalah adanya unsur daya tarik
yang terdapat di suatu subwilayah dan kemudahan untuk mencapai subwilayah
tersebut. Menurut Hansen accessibility index adalah faktor utama dalam
menentukan orang memilih lokasi tempat tinggalnya.

Selain indeks aksesibilitas, adanya lahan kosong dan tersediannya fasilitas


lainnya adalah merupakan unsur daya tarik lain yang harus diperhatikan, untuk
berlokasi di subwilayah tersebut. Lahan kosong ini oleh Hansen dinamakan
holding capacity. Perlu diingat pengertian lahan kosong di Indonesia adalah lahan
yang cocok untuk pemukiman penduduk. Lahan kosong yang tidak sesuai dengan
pemukiman  penduduk harus dikeluarkan dari perhitungan ini, misalnya lahan
yang kemiringannya diatas 30°, daerah rawa-rawa, daerah yang sering banjir,
sawah beririgasi teknis,  badan jalan, sungai, drainase, dan lahan yang sudah
diperuntukan untuk tujuan tertentu, misalnya perkantoran, kompleks militer,
kawasan industri, lapangan olahraga, dan pariwisata. Gabungan accessibility
index dan holding capacity adalah  potensi pengembangan daerah tersebut. Untuk
mengetahui daya tarik subwilayah tersebut, potensi pengembangan subwilayah
tersebut harus dibandingkan dengan daya tarik keseluruhan wilayah.

Ada kegiatan yang harus berada di suatu lokasi tanpa ada pilihan lain,
misalnya apabila kegiatan itu terkait dengan potensi alam, seperti pertambangan ,
daerah pariwisata, olahraga ski (salju), pengelolahan hutan, perkebunan tembakau
Deli, dan pelabuhan laut. Ada lokasi kegiatan yang walaupun hasil kreasi manusia
telah berada di tempat tersebut sejak dahulu kala sehingga keberadaannya sudah
merupakan suatu anugerah. Namun, berbagai kegiatan yang kemudian muncul
dapat dianalisis mengapa kegiatan itu memilih lokasi di tempat tersebut. Salah
satu analisis yang memungkinkan kita menjelaskan keberadaan kegiatan pada
lokasi tersebut adalah Model Gravitasi.

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk


melihat  besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.
Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan
besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Analisis model gravitasi ini

5
masih berkaitan dengan analisis scalogram, setelah diketahui kota kecamatan yang
dapat dikategorikan sebagai pusat  pertumbuhan maka langkah selanjutnya adalah
menghitung indeks gravitasi  pada masing-masing hinterland. Metode analisis
model gravitasi ini digunakan untuk: (1) mengukur kekuatan keterkaitan antara
sentra komoditi dengan pusat pengembangan wilayah; (2) menentukan kekuatan
tempat kedudukan dari setiap pusat kegiatan ekonomi, produksi dan distribusi
(sentra-sentra komoditi) dalam sistem jaringan jasa, distribusi dan transportasi.

Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat
apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang
benar. Selain itu, apabila kita ingin membangun suatu fasilitas yang baru maka
model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya,
fasilitas itu akan digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Itulah sebabnya model
gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam
perencanaan.

Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain, demikian juga


wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-
wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan
dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang
mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga
penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk
memperoleh kebutuhan yang diperlukan. Morlok (1988) mengemukakan bahwa
akibat adanya perbedaan tingkat  pemilikan sumberdaya dan keterbatasan
kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah
menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Dalam
menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal
yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working,
opportunities, circulation, housing, recreation, and other living  facilities.

Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada


dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal
dan eksternal. Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain
selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan

6
satu sama lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut
dapat berupa  jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi.
Transportasi merupakan hal yang penting dalam suatu sistem kehidupan suatu
penduduk. Tanpa adanya transportasi perhubungan antara satu tempat dengan
tempat lain tidak terwujud secara baik. Semakin bertambahnya teknologi karena
kemajuan iptek, alat transportasi semakin beragam jenisnya. Adanya transportasi
mengurangi gangguan jarak, yakni antara lain: 

a. Dibutuhkan waktu dan tenaga (biaya) untuk mencapai lokasi dari suatu
lokasi tertentu. 
b. Semakin jauh dari lokasi, makin kurang diketahui potensi atau karakter
yang ada pada suatu wilayah.
c. Semakin jauh jarak yang ditempuh, makin menurunkan minat orang untuk
berpergian.

Ketiga gangguan tersebut sudah dapat diatasi oleh adanya perkembangan


transportasi. Misalnya, dahulu kita tidak mengetahui objek wisata Raja Ampat di
Papua karena letaknya yang sangat jauh dan tidak ada informasi mengenai objek
wisata tersebut. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi, dan
transportasi, seolah- olah Raja Ampat begitu dekat dan mudah untuk dijangkau.
Dalam interaksi antar wilayah, semakin kuat interaksinya akan terlihat pada
keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa.
Transportasilah yang dapat dijadikan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar
wilayah dan sangat  penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan
suatu wilayah.

Selain tranportasi, rekreasi juga dapat dijadikan faktor pertimbangan


pilihan tinggal atau mendirikan kegiatan ekonomi bagi seseorang atau perusahaan.
Rekreasi sebagai tempat berlibur di akhir pekan bagi keluarga. Bila dari susut
pandang pelaku kegiatan ekonomi dan mengerti celah ekonomi, maka tempat
rekreasi dapat diajadikan sebagai ladang rizki. Biasanya, di temapt- tempat
rekreasi banyak  pedangan berjualan. Mulai dari pedagang kaki lima, hingga
pelaku ekonomi besar seperti pemilik sewa vila, hotel, apartemen dll.

7
Housing sebagai faktor penarik berikutnnya dapat diartikan sebagai
perumahan, kualitas rumah, letak kestrategisan rumah,kualitas sir dalam rumah,
hingga harga jual jual rumah yang dinilai sebagai prestise bagi orang- orang
tertentu. Harga rumah disesuaikan dengan harga lahan. Bila semakin strstegis
suatu tempat, maka sewa atau harga jual lahan semakin tinggi. Semakin
bertambahnya zaman, daya dukung atau fasilitas rumah atau bangunan semakin
banyak digunakan oleh orang lain. Sehingga orang sekarang berpikiran agar dapat
tinggal dan dengan adanya transports semakin memperpendek jarak. Dengan kata
lain, saat ini telah terjadi alternatif pilihan dari yang hospitable ke non-
hospitable karena faktor lahan.

Fasilitas- fasilitas lain yang mendukung adanya daya tarik wilayah atau
tempat. Misalnya, fasilitas pendidikan, kesehatan dan informasi. Untuk saat ini,
pendidikan dan kesehatan diinilai sangat penting. Sehingga kedua hal tersebut
juga menjadi bahan pertimbangan. Informasi tak ayal lagi dipandang sebagai
keharusan dan bukanlah suatu pilihan lagi bagi seseorang atau pelaku kegiatan
ekonomi. Terletak di kawasan industri menyebabkan informasi lebih mudah
didapatkan dan harganya relatif terjangkau tergantung pada pentingnya informasi
tersebut.

Pada umumnya pengusaha yang bertaraf internasional akan memilih lokasi


yang dapat menjangkau pasar seluas mungkin. Maka dari itu, untuk penetapan
lokasi industri yang secara komprehensif, diperlukan berbagai ilmu pengetahuan
dan disiplin. Pemilihan lokasi industri memiliki arti yang sangat penting sebab
akan mempengaruhi perkembangan dan kontinuitas proses dan kegiatan industri.
Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi dan perlu diperhitungkan dalam
menentukan  pilihan lokasi industri antara lain ketersediaan bahan baku, upah
buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan
aksebilitas dari tempat  produksi ke wilayah pasar yang di tuju (terutama
aksebilitas pemasaran ke luar negeri). Pada dasarnya lokasi industri yang paling
ideal terletak pada suatu tempat yang dapat memberikan total biaya produksi yang
rendah dan keuntungan yang maksimal. Maksudnya, lokasi tersebut memiliki unit
cost dari proses produksi dan distribusi yang rendah, sedangkan untuk harga dan

8
volume penjualan produk akan mampu untuk menghasilkan keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi suatu  perusahaan.

Masalah lokasi timbul karena unsur-unsur yang mempengaruhi faktor


lokasi tersebut tidak selalu terdapat pada daerah yang sama dan sering terpencar.
Oleh karena itu, berdasarkan orientasi faktor-faktor lokasi yang mempengaruhinya
maka ada kecenderungan lokasi industri berada dekat dengan bahan mentah atau
berada dekat sumber tenaga atau berada sumber tenaga kerja atau dekat dengan
pasar. Pada umumnya industri demikian akan memilih daerah pasar sebagai
lokasinya.

Permodelan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap pola


interaksi atau keterkaitan antardaerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah
lainnya, adalah Model Gravitasi. Dalam hukum gravitasi dikatakan“besarnya
kekuatan tarik menarik antara dua benda adalah berbanding terbalik dengan jarak
dua benda pangkat dua.” Penerapan model ini ini dalam bidang analisis
perencanaan kota adalah dengan anggapan dasar bahwa faktor aglomerasi
penduduk, pemusatan kegiatan atau potensi sumber daya alam yang dimiliki,
mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan sebagai daya tarik menarik antara
2 (dua) kutub magnet.

1.1 Interaksi Antar Lokasi

Banyak permasalahan yang menghimpit suatu kota seperti : kesulitan


ekspansi dan administrasi, harga tanah, penggunaan lahan di kota tersebut, supply,
keterjangkauan dan transportasi, masalah air, limbah, dan sebagainya. Terlebih
lagi unsur-unsur pendukung kota satu dengan kota lainnya itu  berbeda. Perbedaan
ini disebabkan oleh interaksi masyarakat dan lingkungan tempat tinggal.
Sumberdaya alam yang ada menjadi penopang kelangsungan hidup masyarakat
setempat. Sama halnya dangan karakteristik yang dimiliki oleh suatu kota.
Perbedaan karakteristik antara dua kota atau dua wilayah akan menyebabkan
terjadinya keterkaitan di antara kedua kota atau kedua wilayah.

Menurut Hagget (1970:33-35) masalah interaksi keruangan telah menjadi


perhatian dalam geografi sejak tahun 1850-an. Intensitas keterkaitan yang terjadi

9
akan sangat ditentukan oleh tipe keterkaitan yang berlaku di antara kedua kota
tersebut. Intensitas keterkaitan ini salah satunya berdampak interaksi yang terjadi.
Karakteristik kota yang saling bertolak belakang di antara keduanya
mengakibatkan tingginya intensitas keterkaitan. Semakin  banyak perbedaan suatu
kota dengan kota lainnya maka keterkaitannya semakin kuat, namun hal ini harus
didukung dengan jarak yang relative mudah diakses dan terjangkau.

Hubungan antara dua lokasi didekati dengan model gravitasi. Untuk itu
maka masing-masing lokasi diasumsikan sebagai suatu massa tertentu yang
memiliki gaya tarik. Dalam hal ini jumlah penduduk sering digunakan sebagai
ukuran penentu besaran massa suatu lokasi.

Selain ukuran massa lokasi, besarnya gaya tarik menarik antara dua massa
ditentukan oleh jarak antara keduanya, semakin dekat jarak antara dua lokasi
semakin besar juga gaya tark yang terjadi antara keduanya. Atau sebaliknya,
semakin besar jarak antara dua lokasi, semakin kecil gaya tarik menarik yang
terjadi antara keduanya.Dengan demikian gaya tarik antara dua lokasi terbalik
dengan jarak. Selanjutnya mengacu ke hokum gravitasi Newton, maka besar gaya
tarik menarik atau interaksi antara dua lokasi berbanding lurus dengan perkalian
massa (populasi) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, atau dalam
bentuk formula dinyatakan sebagai berikut:

( P 1 ) x ( p 2)
F 12=
(d 212 )

Dengan:

F 12= gaya tarik menarik antara lokasi 1 dan lokasi 2

P1= pupolasi di lokasi 1

P2= populasi di lokasi 2

d 212= jarak antara lokasi 1 dan lokasi 2

Perlu diingat bahwa formula diatas merupakan formula umum yang


dibangun secara hipoteti dengan asumsi bahwa fenomena alam beralaku pula
terhadap hubungan gaya tarik menarik antar dua lokasi. Gaya tarik menarik itu

10
sendiri secara intuitif sering dikaitkan dengan interksi social-ekonomi antar lokasi
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, aplikasi dari persamaan tersebut lebih sering
diterapkan untuk melakukan analisis interaksi social-ekonomi.

1.2 Ideks Potensial Akses ke Pasar (IPAP)

Contoh aplikasi lain yang dikembangkan dari hukum gravitasi adalah


perhitungan Indeks Potensial Akses ke Pasar (IPAP). Potensial akses ke pasar
dinyatakan dalam indeks yang dihitung dengan menggunakan hubungan gravitasi
yang berbandng lurus dengan volume penjualan dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak. Berikut diberikan contoh analisis IPAP yang diambil dari soal Ujian
Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Wilayah dan Kota Jurusan Planologi ITI
Tahun 2000.

2. Contoh Soal
a. Hitunglah interaksi antara A, B, dan C, bila diketahui:
 Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan A = 300.000 jiwa.
 Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan B = 20.000 jiwa.
 Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan C = 10.000 jiwa.
 Jarak antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan B
= 5 km maka,

300.000 x 20.000 6.000.000 .000


I A . B= = =240.000 .000
(5)
2
25

Jika di dekat wilayah pertumbuhan A ada desa lain, yaitu wilayah pertumbuhan C
dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa dan jaraknya dengan A = 10 km, maka:

300.000 x 10.000 3.000 .000.000


I A .C = = =30.000.000
(10)2 100

Jadi, interaksi antara wilayah pertumbuhan A dengan wilayah pertumbuhan B dan


wilayah pertumbuhan C dapat ditulis dengan angka sederhana, yaitu 24
berbanding 3 atau 8 berbanding 1. Jika digambarkan sebagai berikut:

C A B

8 1
11
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi A dengan B lebih besar
daripada interaksi antara A dengan C. Berarti pengaruh A terhadap B lebih besar
daripada pengaruh A terhadap C.

b. Hitunglah interaksi antara kota Malang, Surabaya, Kediri, dan Bojonegoro,


bila diketahui:
 Jumlah penduduk kota Malang = 851.298 jiwa.
 Jumlah penduduk kota Surabaya = 2.848.583 jiwa.
 Jumlah penduduk kota kediri = 280.004 jiwa.
 Jumlah penduduk kota bojonegoro = 1.236.607 jiwa.
 Jarak antara kota Malang dan Surabaya 95 km
 Jarak antara kota Surabaya dan Bojonegoro 110 km
 Jarak anatra kota Bojonegoro dan Kediri 100 km
 Jarak antara kota Kediri dan Malang 101 km

Maka apabila dihitung dengan formula gravitasi

851.298 x 2.848 .583 2.424 .993.010 .734


I M . S= = =268.697 .286,5
( 95 )2 9.025

2.848 .583 x 1.236 .607 3.522 .577 .677 .881


I S . B= = =291.122.122,1
( 110 )2 12.100

1.236 .607 x 280.004 346.254 .906.428


I B. K = = =34.625.490,6
(100)2 10.000

280.004 x 851.298 238.366.845 .192


IK.M= = =23.367 .007,6
(101)
2
10.201

Hasil perhitungan diatas menyatakan Surabaya dan Bojonegoro sebagai kota yang
memiliki interaksi terbesar (I = 291.122 .122,1) artinya frekuensi hubungan sosial,
ekonomi dan sebagainya kedua tempat tersebut tertinggi jika dibandingkan
dengan interaksi antar kota lainnya. Meski jarak antara keduannya adalah jarak

12
terpanjang dibandingkan jarak kota lainnya, hal ini dikarenakan dua kota tersebut
merupakan kota industri.

c. Suatu industry bermaksud mendirikan pusat distribusi untuk melayani


permintaan dari lima buah pasar: P, Q, R, S, T. Hasil survey menyarankan
empat alternative lokasi, yakni: A, B, C, dan D. Volume penjualan di lima
pasar dan jarak ke masing-masing lokasi alternative disajikan dalam tabel
dibawah ini. Tentukan lokasi yang paling menguntungkan sebagai pusat
distribusi bagi industry tersebut.

Tabel 4.9. Data Penjualan Bulanan dan Jarak antar Lokasi

P Q R S T
Vol Penjualan Bulanan 100 150 200 180 200
(juta rp/minggu)
Jarak dari/ke A (km) 1 5 4 6 3
Jarak dari/ke A (km) 6 1 6 6 8
Jarak dari/ke A (km) 2 2 2 3 8
Jarak dari/ke A (km) 8 6 2 8 6

Dengan menerapkan perhitungan IPAP di masing-masing alternative


lokasi (A, B, C, D) kita bisa mendapatkan lokasi paling menguntungkan. Untuk
itu IPAP dihitung dengan persamaan:

IPAP = Volume Penjualan / (jarak)2 (3.11)

Hasil Perhitungan IPAP untuk masing-masing lokasi disajikan pada tabel


berikut ini.

Tabel 4.10. Hasil Perhitungan IPAP

Pasar Pasar P Pasar Pasar P Pasar P Total


P (2) P (4) (5) (1)+(2)+(3)+
(1) (3) (4)+(5)

IPAP 100 / 150 / 200 / 180 / 200 / 145,7


A (1)2 (5)2 (4)2 (6)2 (3)2

13
IPAP 100 / 150 / 200 / 180 / 200 / 166,5
B (6)2 (1)2 (6)2 (6)2 (8)2
IPAP 100 / 150 / 200 / 180 / 200 / 135,6
C (2)2 (2)2 (2)2 (3)2 (8)2
IPAP 100 / 150 / 200 / 180 / 200 / 64,1
D (8)2 (6)2 (2)2 (8)2 (6)2

Total nilai IPAP dari masing – masing lokasi merupakan penjumlahan dari
seluruh nilai IPAP lokasi tersebut terhadap pasar – pasar yang dilayani (P, Q, R,
S, dan T). Dari hasil perhitungan total nilai IPAP terlihat lokasi B memberikan
total nilai IPAP yang terbesar yakni 166,5.

Dengan demikian, B merupakan lokasi yang paling menguntungkan untuk


dijadikan pusat distribusi yang melayani lima pasar P, Q, R, S, dan T. Sedangkan
lokasi D merupakan lokasi yang paling tidak menguntungkan karena memiliki
total nilai IPAP yang paling rendah.

14
BAB III
PENUTUP

Gaya tarik dua kota dapat di buktikan dengan adanya mobilitas ataupun
bentuk interaksi lain penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Daya tarik kota
yang kuat akan menarik interaksi yang besar ke dalam wilayah kota yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki
suatu kota, serta adanya persamaan kepentingan. Unsur - unsur pendukung suatu
kota juga berperan penting dalam timbulnya daya tarik antar kota, faktor
fisiogafis, sosial,ekonomi, teknologi kota yang berbeda akan memunculkan suatu
interaksi yang mengakibatakan daya tarik antar keduanya. Adanya
komplementaritas antar kota akan semakin memperkuat daya tarik antar kedua
kota, hal ini juga didukung oleh transferbilitas yang dapat tercipta antar keduanya.
Semakin besar tranferbilitas yang terjadi maka dapat dikatakan daya tarik antar
kota tersebut sangat kuat, jarak dalam hal ini dapat diatasi dengan pembangunan
akses jalan yang baik, untuk mendukung kelancaran interaksi keduanya.

15

Anda mungkin juga menyukai