PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
ii
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
KEPENDUDUKAN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN
2011-2035
TAHUN 2011-2035
iii
iv
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
KATA PENGANTAR
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT R.I
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
vi
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
DAFTAR ISI
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
vii
viii
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
ix
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.5
Gambar 4.1
Gambar 4.2
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
DAFTAR GAMBAR
DAN GRAFIK
Gambar 1.1
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
xi
Grafik 2.6
Grafik 2.7
xii
Grafik 3.4
Grafik 3.5
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
B
AB
BAB
Pendahuluan
demand yang kemudian harus dipenuhi oleh sektor lainnya, misalnya penyediaan
kebutuhan dasar manusia, yaitu papan, pangan dan pakaian. Kekhawatiran banyak orang tentang keamanan pangan misalnya, secara langsung berhubungan dengan
peningkatan jumlah penduduk yang tidak terkontrol. Demikian juga halnya dengan
kebutuhan dasar lainnya. Memang hubungan antara keduanya tidak bersifat eksklusif
karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kompleksitas hubungan, yaitu
tehnologi dan orgarnisasi. Akan tetapi aspek kependudukan merupakan aspek penting
dalam pembangunan, dan tidak dapat diabaikan.
Salah satu isu penting lainnya yang terkait dengan perkembangan kuantitas penduduk
di Indonesia adalah perubahan komposisi penduduk, khususnya menurut umur. Dengan
tren perubahan komposisi penduduk menurut umur di masa lalu, diperkirakan Indonesia akan mencapai tahap windows of opportunity tahun 2030-an. Hal ini hanya akan terjadi
jika pengelolaan kuantitas penduduk, khususnya fertilitas, dilakukan dengan benar. Jika
tidak, maka tahap tersebut akan terlewatkan dan Indonesia akan kehilangan momentum untuk mengakselerasi percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Tahap windows of opportunity ditandai dengan angka ketergantungan yang paling rendah
dalam perkembangan perubahan komposisi penduduk menurut umur. Kondisi tersebut
disertai dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif, menurunnya jumlah penduduk
usia anak-anak, dan meningkatnya jumlah penduduk lansia. Tahap ini merupakan
kesempatan yang hanya datang sekali dan harus direspons dengan kebijakan yang
memadai agar opportunity berubah menjadi bonus demografi. Jika tahap ini terjadi dan
tidak ada intervensi yang tepat, maka kesempatan tersebut akan berubah menjadi disaster. Dengan cara berpikir tersebut, maka seharusnya telah disusun suatu arah dan
penahapan pencapaian pembangunan kuantitas yang mampu mendorong terealisasinya
tahap tersebut.
Selain persoalan yang terkait dengan pertumbuhan dan komposisi penduduk, Indonesia masih dihadapkan pada masalah ketimpangan distribusi penduduk, antara Jawa dan
luar Jawa, atau antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Demikian
juga halnya antara desa dan kota. Persolan ketimpangan distribusi penduduk pada
dasarnya erat kaitannya dengan persoalan lingkungan. Di satu pihak ketimpangan
distribusi penduduk melahirkan persoalan overpopulation yang ditunjukkan oleh,
diantaranya, adalah kepadatan penduduk dan tekanan penduduk, di pihak lain muncul
persoalan optimalisasi sumber daya alam, khususnya di daerah yang kaya sumber daya
alam tetapi jumlah penduduknya sedikit.
Persoalan kependudukan yang dihadapi Indonesia menjadi lebih kompleks karena selain
masalah kuantitas, juga dihadapkan pada persoalan kualitas penduduk (terutama bidang
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan pemerataan ekonomi). Contoh yang paling jelas
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Krisis politik telah memengaruhi fokus perhatian pemerintah yang lebih pada kebijakan
politk. Oleh karena itu kebijakan kependudukan di tahun-tahun awal reformasi
terabaikan. Kedua, sejalan dengan perubahan pemerintahan tersebut, pemerintah
melaksanakan otonomi daerah yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun, melaksanakan, serta melakukan monitoring dan evaluasi pembangunan, termasuk di dalamnya kebijakan kependudukan.
Seperti halnya yang terjadi di pusat, pemerintah kabupaten/kota lebih memfokuskan
pada pembangunan politik dan ekonomi serta cenderung mengabaikan pembangunan
kependudukan. Akibatnya adalah komitmen politik menurun dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Oleh banyak kalangan, hal ini diklaim sebagai salah satu faktor
yang ikut memengaruhi penurunan kinerja kebijakan kependudukan di Indonesia.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu acuan bagi
pembangunan kependudukan di masa mendatang, baik dari sisi kebijakan umum dalam
bentuk Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK). Hal ini merupakan tindak
lanjut atau operasionalisasi Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Usaha untuk menyusun GDPK diawali oleh Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat
dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan
kependudukan melalui pembentukan kelompok kerja (working group). Melalui Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 27 Tahun 2011 tentang
penyusunan Grand Design terkait Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035 telah
terbentuk lima kelompok kerja untuk menyusun GDPK yang masing-masing
bertanggung jawab untuk menyusun grand design termasuk roadmap pembangunan
kependudukan. Kelima kelompok kerja tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelompok Kerja Bidang Pengendalian Kuantitas Penduduk (Kelompok Kerja I)
2. Kelompok Kerja Bidang Peningkatan Kualitas Penduduk (Kelompok Kerja II)
3. Kelompok Kerja Bidang Pembangunan Keluarga (Kelompok Kerja III)
4. Kelompok Kerja Bidang Penataan Persebaran dan Pengaturan Mobilitas Penduduk
(Kelompok Kerja IV)
5. Kelompok Kerja Bidang Pembangunan Database Kependudukan (Kelompok
Kerja V)
Kelima kelompok kerja tersebut telah bekerja secara maksimal dan telah menghasilkan draf
konsep grand design. Hasil dari kelima kelompok kerja tersebut merupakan sumber utama
dalam penyusunan GDPK pembangunan kependudukan ini. Dengan kata lain, dokumen
GDPK ini merupakan integrasi dan penyempurnaan hasil kerja dari kelima kelompok kerja.
Diharapkan dokumen GDPK ini dapat menjadi landasan dan acuan bagi perumusan program atau kegiatan operasional untuk mengatasi permasalahan kependudukan di Indonesia
serta mengintegrasikannya dengan dokumen pembangunan yang lainnya.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
6.
7.
8.
9.
10.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Pengarahan Mobilitas
Penduduk
Pengelolaan Kuantitas
penduduk
1.7. Sasaran
1. Terwujudnya pembangunan berwawasan kependudukan yang berdasarkan pada
pendekatan hak asasi untuk meningkatkan kualitas penduduk dalam rangka mencapai
pembangunan berkelanjutan
2. Pencapaian windows of opportunity melalui pengelolaan kuantitas penduduk dengan
cara pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan
mobilitas penduduk
3. Keluarga berkualitas yang memiliki ciri ketahanan sosial, ekonomi, budaya tinggi
serta mampu merencanakan sumber daya keluarga secara optimal
4. Pembangunan database kependudukan melalui pengembangan sistem informasi data
kependudukan yang akurat, dapat dipercaya, dan terintegrasi
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND
DESIGN
GRAND
DESIGN
PEMBANGUNAN
KEPENDUDUKAN
PEMBANGUNAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
2011-2035
TAHUN
2011-2035
10
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Terlepas dari kontroversi yang ada, kecenderungan bahwa angka pertumbuhan penduduk
tahun 2000-2010 tidak menurun seperti yang diharapkan merupakan alarm bagi kebijakan
pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia. Dengan melihat tren yang terjadi
tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan tahun 2000-2010 pertumbuhan penduduk
mencapai 1,27 persen dengan jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 234,2 juta jiwa.
Dengan demikian, hasil Sensus Penduduk tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan
perkiraan. Jumlah penduduk tahun tersebut menunjukkan sekitar 3,5 juta yang lebih
besar 0,4 persen daripada proyeksi atau perkiraan dan pertumbuhan penduduk selama
periode 2000-2010.
Satu hal yang perlu dicatat adalah angka pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak
homogen. Terdapat disparitas angka pertumbuhan menurut provinsi dan dalam konteks
kebijakan kependudukan, hal ini harus menjadi perhatian tersendiri. Sebagai ilustrasi,
pada umumnya angka pertumbuhan penduduk di provinsi-provinsi di Jawa lebih rendah
dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Jawa. Namun karena jumlah penduduk
sangat besar di Jawa, maka pertumbuhan penduduk yang rendah di wilayah ini akan
memberikan tambahan jumlah penduduk yang besar. Sebaliknya, di luar Jawa, khususnya
di Indonesia bagian timur, dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit walaupun angka
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
11
12
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
yaitu 86,8. Ini berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung 86,8 penduduk tidak
produktif yang terdiri dari lansia dan anak-anak. Angka tersebut turun menjadi 79,3
tahun 1980; 67,8 tahun 1990; 53,8 tahun 2000; dan 51,3 tahun 2010. Perubahan ini
merupakan gambaran bahwa jumlah penduduk usia produktif semakin meningkat relatif
terhadap pertambahan jumlah penduduk usia tidak produktif. Jika kecenderungan
penurunan ini berlangsung terus, maka diharapkan Indonesia akan segera mencapai
fase ketika rasio ketergantungan mencapai titik terendah, yang disebut dengan windows
of opportunity.
Sebagaimana telah dijelaskan di bagian sebelumnya, seiring dengan perubahan lingkungan
strategis sejak akhir tahun 1990-an, kebijakan kependudukan di Indonesia mengalami
kemunduran yang ditandai dengan melemahnya program keluarga berencana (KB).
Salah satu indikator melemahnya program KB dapat dilihat dari pencapaian angka peserta
KB (CPR) yang stagnan. Berdasarkan data dua SDKI terakhir (tahun 2002 dan 2007),
CPR relatif tidak berubah, yaitu sekitar 60 persen dan angka fertilitas total (TFR) sebesar
2,4 anak per perempuan. Di sisi lain angka kebutuhan kontrasepsi tidak terpenuhi (unmet
need) KB justru meningkat dari 8,6 persen (2002) menjadi 9,1 persen (2007).
Seperti halnya angka pertumbuhan penduduk, terdapat disparitas pencapaian program
KB antarprovinsi. Disparitas pencapaian program ini sangat besar yang, antara lain,
dapat ditunjukkan dari range peserta KB yang berkisar dari 40 persen (Maluku) sampai
dengan 74 persen (Bengkulu). Angka prevalensi tersebut masih didominasi oleh
pemakaian jenis kontrasepsi jangka pendek (67 persen). Hal ini diperburuk dengan
persoalan yang lain, yaitu tingginya kebutuhan kontrasepsi tidak terpenuhi KB (unmet
demand). Seperti halnya CPR, kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi juga memiliki
kesenjangan yang cukup lebar antara provinsi yang satu dengan yang lain, yaitu antara
3,2 persen (Babel) sampai dengan 22,4 persen (Maluku) (lihat SDKI 2007). Dalam
waktu yang bersamaan disparitas juga terjadi untuk angka fertilitas total. Agka fertilitas
total antarprovinsi tercatat memiliki gap yang cukup besar, yaitu dari 1,8 per perempuan
(DIY) sampai dengan 4,2 (NTT).
Disahkannya Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga merupakan dasar untuk melakukan
revitalisasi kebijakan kependudukan di Indonesia. Dari sisi kelembagaan, UU tersebut
memberikan kesempatan yang besar untuk mengelola kebijakan kependudukan secara
memadai dengan mengubah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota, UU No. 52 Tahun 2009 mengamanatkan terbentuknya BKKBD
(Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah) di setiap provinsi dan
kabupaten/kota. Namun sampai dengan akhir tahun 2012 hanya beberapa kabupaten/
kota yang telah membentuk BKKBD dan belum ada satu pun provinsi yang
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
13
membentuknya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara nasional masalah kependudukan di
Indonesia dari aspek pengendalian kuantitas adalah adanya kecenderungan stagnasi
kinerja pembangunan kependudukan. Disamping itu, indikator kuantitas penduduk
semuanya memperlihatkan adanya disparitas antar provinsi (bahkan juga antar
kabupaten/kota). Hal ini tampaknya bersumber dari belum maksimalnya kebijakan
pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk.
2.2
Kualitas Penduduk
2.2.1
Pendidikan
14
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yakni SMA, tampak bahwa APM mengalami
peningkatan dari tahun 1994, yakni 33,22 persen, meningkat menjadi 39,33 persen tahun
2000 dan 43,50 persen tahun 2005 serta tahun 2010 menjadi 45,48 persen. APM untuk
perguruan tinggi juga mengalami peningkatan dari 7,92 persen tahun 1994 menjadi
7,95 persen tahun 2000, kemudian 8,71 persen tahun 2005, dan terakhir tahun 2010
meningkat pesat menjadi 11,01 persen.
Perubahan tersebut memperlihatkan bahwa peningkatan APM tertinggi tercatat di tingkat
SMP dan SMA. Sementara itu, untuk tingkat SD, karena telah mencapai angka yang
tinggi (hampir 100 persen), maka peningkatannya paling lambat.
Tabel 2.2 lebih jelas menunjukkan adanya ketidakmerataan angka partisipasi sekolah di
Indonesia. Wilayah perkotaan dalam segala kelompok umur umumnya memiliki tingkat
partisipasi sekolah lebih tinggi, baik jika dilihat dari jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan. Perbedaan paling mencolok adalah pada kelompok usia 16-18 yang
umumnya menduduki Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada pendidikan ini, perbedaan
dapat mencapai sekitar 20 persen.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
15
Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah perdesaan lebih banyak anak tidak melanjutkan
ke pendidikan lebih tinggi karena cukup sulit mengakses SMA di wilayah perdesaan.
Pada umumnya SMA hanya terdapat di ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten
sehingga biaya sekolah untuk transportasi dan asrama meningkat bagi siswa dari
perdesaan yang ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA. Sementara itu, untuk
partisipasi sekolah pada penduduk usia 19-24, perbedaan antara perdesaan dan perkotaan
juga cukup tinggi. Angka partisipasi sekolah untuk usia ini di wilayah perdesaan masih
jauh dari harapan, yaitu berkisar 5,94 persen. Gap antara perdesaan dan perkotaan
untuk kelompok umur ini adalah berkisar 11,76 persen.
Peningkatan yang cukup menggembirakan terhadap angka partisipasi murni (net enrollment) pada level nasional hingga mencapai 90 persen ternyata tidak terjadi secara merata.
Menurut data Susenas tahun 2005, net enrollment rate terendah untuk SD adalah Papua
sebesar 80 persen dan tertinggi adalah Kalimantan Tengah sebesar 95 persen. Untuk
SMP, Provinsi Papua masih juga masuk dalam kategori terendah sekitar 41 persen,
sedangkan tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 2.2 Angka Partisipasi Sekolah menurut Umur, Tipe Daerah, dan Jenis
Kelamin, 2006
16
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Data terakhir menurut Sensus Penduduk 2010 menunjukkan angka melek huruf di
Indonesia tercatat 92,37 persen. Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara lakilaki (94,79 persen) dengan perempuan (89,97 persen). Pada waktu yang bersamaan
kesenjangan juga masih muncul antara perkotaan (96,32 persen) dan perdesaan (88,33
persen). Kesenjangan antarprovinsi ditunjukkan dengan tingginya angka melek huruf
di DKI Jakarta (90,09 persen) dan rendahnya angka melek huruf di Papua (63,85 persen).
2.2.2. Kesehatan
a. Angka Kematian
Ada kemajuan yang konsisten pada indikator kesehatan, terutama angka kematian bayi
(AKB), angka kematian balita (U5MR), dan rasio kematian ibu (AKI). Untuk semua
indikator tersebut, telah terjadi penurunan secara signifikan meskipun masih di bawah
negara-negara Asia Tenggara lainnya. Kematian ibu menurun dari 390 per 100.000
kelahiran hidup tahun 1991 menjadi 307 per 100.000 KH tahun 2002 dan 228 per
100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Angka kematian bayi juga menurun, dari 68 per
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
17
1000 KH tahun 1991 menjadi 35 per 1000 KH tahun 2002. Namun terjadi perlambatan
penurunan AKB, tahun 2007 AKB hanya turun 1 point menjadi 34 per 1000
KH.Sementara itu, prevalensi gizi buruk menurun dari 25,8 persen tahun 2003 menjadi
18,4 persen tahun 2007 (lihat Gambar 2.4).
Penurunan ini memang membuktikan dampak positif dari upaya pembangunan,
khususnya kesehatan anak. Akan tetapi, jika dilihat pada besarnya penurunan, ada indikasi
perlambatan penurunan pada era setelah desentralisasi. Pengurangan besarnya penurunan
terlihat dari tingkat penurunan tahunan (ARR). Sebagai contoh, ARR untuk AKB, dan
U5MR, angkanya telah turun dari tiga persen pada periode sebelum desentralisasi menjadi
satu persen setelah desentralisasi. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu
pencapaian target MDGs.
Sementara itu, angka kematian neonatal telah berkurang dari 32 per 1000 per KH tahun
1991 menjadi 19 per 1000 KH tahun 2007. Proporsi kematian neonatal jika dibandingkan
dengan kematian bayi cukup tinggi yaitu 47% tahun 1991 dan terjadi peningkatan
menjadi 57% tahun 2002. Namun tahun 2007, proporsi kematian neonatal turun menjadi
56% dari seluruh kematian bayi. Masih tingginya kematian kematian neonatal
mencerminkan dua faktor kunci: masih tingginya persalinan di rumah dan belum
optimalnya penerapan intervensi neonatal yang efektif dan tepat waktu.
18
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Selain isu perlambatan penurunan dan peningkatan proporsi, ada juga isu kesenjangan
pencapaian antar daerah (lihat Gambar 2.5). Kesenjangan terjadi antara daerah perkotaan
dan perdesaan, serta di antara berbagai status sosial ekonomi. Misalnya, angka kematian
di bawah usia 5 tahun yang berkisar 22 di DI Yogyakarta dibandingkan dengan 96 di
Sulawesi Barat. Angka kematian di bawah usia 5 tahun juga jauh lebih tinggi bagi anakanak yang tinggal di daerah perdesaan (60 kematian per 1.000 kelahiran hidup)
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan (38 kematian per 1.000 kelahiran
hidup).
Data lainnya memperlihatkan bahwa secara nasional 46 persen kelahiran berlangsung
di fasilitas kesehatan. Pada tingkat subnasional, terdapat variasi yang sangat tajam
antardaerah dalam penggunaan fasilitas kesehatan untuk melahirkan, yaitu berkisar dari
91 persen di Bali sampi 8 persen di Sulawesi Selatan. Perbedaan yang sama juga terjadi
antar kelompok sosial ekonomi. Jika 83 persen perempuan dalam kuintil kekayaan
tertinggi melahirkan di fasilitas kesehatan, maka angka tersebut jauh lebih rendah, yaitu
hanya 14 persen bagi perempuan dalam kuintil terendah. Sementara itu, persen
perempuan dalam kuintil kekayaan tertinggi saat melahirkan mendapat bantuan dan
hanya 65 persen dari mereka dalam kuintil terendah yang mendapat bantuan.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
19
Berkaitan dengan pemanfaatan fasilitas kesehatan, maka pola yang sama juga muncul.
Hal itu ditunjukkan oleh fakta yang memperlihatkan 83 persen perempuan dalam kuintil
kekayaan tertinggi dan hanya 14 persen perempuan dalam kuintil terendah, yang
memanfaatkan fasilitas kesehatan. Sementara 34 persen perempuan dalam kuintil
kekayaan tertinggi dibantu oleh dokter kandungan/ginekolog (OB/Gyn), hanya satu
persen dari mereka dalam kuintil termiskin yang dibantu oleh OB/Gyn. Jika ditarik
indeks kesenjangan dari dua indikator utama kesehatan anak serta tingkat kematian bayi
dan balita, yaitu angka kematian jelas, tampak bahwa kesenjangan meningkat dalam
sepuluh tahun terakhir.
b. Angka Gizi Buruk
Kondisi kesehatan lain yang memengaruhi kualitas penduduk adalah masih tingginya
angka gizi kurang dan gizi buruk, serta anak pendek karena ketidaksesuaian antara tinggi
badan dengan usia standar (stunting) pada balita. Pada 2007 prevalensi anak balita yang
mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4 persen (dengan kasus gizi buruk
sebesar 5,4 persen) dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di
dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SC on Nutrition
2008).
Walaupun tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masingmasing 17,9 persen dan 35,6 persen, masih terjadi disparitas antarprovinsi yang perlu
mendapat penanganan karena sifatnya yang spesifik di wilayah rawan pangan (Riskesdas,
2010). Indonesia menempati peringkat kelima dengan jumlah anak pendek terbanyak
20
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
setelah India, China, Nigeria, dan Pakistan. Tinggi standar anak berusia 5 tahun adalah
110 cm. Namun tinggi rata-rata anak Indonesia umur lima tahun tahun 2010 diketahui
lebih pendek 6,7 cm untuk anak laki-laki dan lebih pendek 7,3 cm pada anak perempuan.
Penyebab anak-anak bertubuh pendek adalah karena kurang gizi kronis sejak dalam
kandungan. Parahnya kekurangan gizi ini banyak dipengaruhi oleh faktor kemiskinan
dan kekurangtahuan orang tua sehingga anak dan ibu hamil tidak mendapat asupan gizi
sesuai kebutuhan. Kurang gizi pada ibu hamil menyebabkan 11,1 persen bayi telah lahir
dengan berat badan rendah, yaitu kurang dari 2.500 gram.
Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas pangan penduduk.
Berdasarkan data BPS, tahun 2009 jumlah penduduk sangat rawan pangan (asupan
kalori <1.400 Kkal/orang/hari) mencapai 14,47 persen. Angka ini, telah meningkat
dibandingkan dengan kondisi tahun 2008, yaitu 11,07 persen. Rendahnya aksesibilitas
pangan (kemampuan rumah tangga untuk selalu memenuhi kebutuhan pangan bagi
anggota keluarganya) mengancam penurunan konsumsi makanan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman di tingkat rumah tangga. Pada akhirnya ini akan berdampak pada
semakin beratnya masalah kurang gizi masyarakat, terutama pada kelompok rentan,
yaitu ibu, bayi, dan anak.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
21
Angka harapan hidup Indonesia telah naik sebanyak 11,8 tahun sepanjang 1980-2011
(lihat Tabel 2.3). Viet Nam tahun 1980 memiliki angka harapan hidup yang lebih rendah
dibandingkan dengan Indonesia, tetapi tampak bahwa keadaan di Indonesia tahun 2011
jauh tertinggal dibandingkan dengan angka harapan hidup Viet Nam yang mencapai
75,2 tahun. Hal ini berarti bahwa di bidang kesehatan, pencapaian pembangunan Indonesia masih belum sebaik Viet Nam. Angka Harapan Hidup ini mencerminkan kondisi
kesehatan seseorang dilihat dari asupan gizi, terhindar dari penyakit infeksi dengan
imunisasi lengkap, cara hidup yang bersih dan sehat, kualitas pelayanan kesehatan yang
baik, serta sehat mental dan perilaku.
Seperti halnya dengan indikator lainnya, terdapat kesenjangan angka harapan hidup
antarprovinsi. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa angka harapan hidup
tertinggi tercatat di DKI Jakarta (74,7 tahun) dan terendah di Gorontalo (63,2 tahun).
Masih terdapat sembilan provinsi yang memiliki angka harapan hidup di bawah ratarata nasional.
22
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Sumber: www.undp/org
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
23
Gambar 2.9 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang
memiliki akses terhadap air bersih selama periode 2001-2008. Namun tampak dengan
jelas bahwa di awal tahun 2000-an kondisinya masih belum stabil yang terlihat dari
kecenderungan penurunan selama periode 2000-2003. Kondisi membaik setelah tahun
2003 ditunjukkan oleh peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki akses
terhadap air bersih secara konsisten.
Sehubungan dengan fasilitas sanitasi dasar, proporsi rumah tangga yang memiliki akses
terhadap fasilitas sanitasi yang layak (yang harus memenuhi kriteria menjadi keluarga
dengan jamban berventilasi dan septic tank) terus meningkat antara tahun 1995 dan
2009. Angkanya mencapai 18,2 persen tahun 1995 dan meningkat menjadi 42,5 persen
tahun 2009.
Gambar 2.10 memperlihatkan bahwa selama periode 2000-2008 jumlah rumah tangga
dengan sanitasi yang layak meningkat secara signifikan dari 33,44 persen menjadi hampir
separuh (49,54 persen). Dalam waktu yang bersamaan indeks disparitas mengalami
penurunan dari 0,33 tahun 2000 menjadi 0,22 tahun 2008. Hal ini sekaligus
menggambarkan perbaikan sanitasi rumah tangga, tetapi perlu juga dicatat bahwa masih
terdapat 50 persen rumah tangga yang belum memiliki sanitasi yang layak.
24
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
25
Indonesia mengalami fase terburuk selama Orde baru ketika terjadi krisis ekonomi
tahun 1998. Hal itu ditandai dengan angka kemiskinan yang mencapai 24,2 persen yang
meningkat dari 15,1 persen tahun 1990. Pada 2011, angka kemiskinan menurun menjadi
12,4 persen. Gambar 2.12 memperlihatkan bahwa pada periode 2004-2006 terjadi
peningkatan jumlah penduduk miskin dan juga angka kemiskinan. Pada periode
setelahnya jumlah penduduk miskin dan angka kemiskinan secara konsisten mengalami
penudukan. Meskipun angka kemiskinan menurun, secara absolut jumlah penduduk
miskin sangat besar, yaitu lebih dari 30 juta orang. Hal ini menjadi isu penting dalam
program penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Tabel 2.4 memperlihatkan bahwa terdapat kesenjangan antarpulau. Sebagai konsekuensi
dari jumlah penduduk yang terkonsentrasi di Jawa, maka jumlah penduduk miskin
terbesar terdapat di Jawa kemudian disusul oleh Sumatera. Akan tetapi, jika
dibandingkan angka kemiskinan antarpulau, terlihat adanya pola yang berbeda. Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi adalah pulau dengan angka kemiskinan yang hampir sama,
yaitu sekitar 12 persen. Kalimantan adalah pulau dengan angka kemiskinan terendah
dan Maluku bersama dengan Papua adalah pulau dengan angka kemiskinan tertinggi.
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Miskin dan Angka Kemiskinan Tahun 2011
26
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Berdasarkan kriteria garis kemiskinan yang digunakan jumlah penduduk miskin sangat
besar dan akan lebih besar lagi jumlahnya jika menggunakan pendekatan human capability. Banyak penduduk tidak mampu mengakses kebutuhan dan layanan dasar untuk
hidup layak. Melalui 12 program penanganan kemiskinan dengan dana yang amat besar
dari Rp18 trilliun (2000) yang meningkat menjadi Rp64,6 trilliun (2010), tetap saja
penurunan jumlah penduduk miskin relatif lambat dibandingkan dengan peningkatan
jumlah anggaran untuk penanganan kemiskinan.
2.2.4. Indeks Pembangunan Manusia
Dengan memerhatikan sejumlah indikator pembangunan kualitas manusia sebagaimana
telah dijelaskan di atas, implikasinya adalah pada nilai IPM Indonesia secara umum.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menurut data UNDP tahun 2009
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-108 dari 169 negara. Peringkat
108 tersebut adalah termasuk kategori medium. Peringkat ini memang belum memuaskan
karena masih cukup banyak indikator pembangunan manusia yang belum mencapai
hasil sebagaimana diharapkan jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, khususnya
negara tetangga ASEAN. Dibandingkan dengan negara ASEAN, Indonesia berada
pada urutan keenam dari 10 negara.
Peringkat tersebut mengalami penurunan tahun 2011, tetapi masih masuk dalam kategori
medium human development dan menduduki peringkat 124 dari 187 negara dengan nilai
HDI sebesar 0,617. Nilai setiap indikator dalam HDI tersebut terdiri dari angka harapan
hidup saat lahir 69,4 tahun, Adult years of schooling 5,8 tahun dan expected years of schooling
13,2 tahun; dan GNI per kapita PPP sebesar $ 3.716. Posisi Indonesia tahun 2011 ini
jauh di bawah sesama negara ASEAN: Singapura (26), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112); serta China (101). Akan tetapi, posisi
Indonessia masih lebih tinggi dibandingkan dengan Viet Nam (128), India (134), dan
Timor Leste (147) .
Kendati peringkat menurun, tren angka indeks sesungguhnya mengalami peningkatan
secara absolut. Grafik di bawah menunjukkan bahwa IPM Indonesia tahun 1980 sebesar
0,423. Rata-rata pertumbuhan nilai HDI sebesar 1,23 persen per tahun (1980-2011).
Namun khusus rata-rata pertumbuhan HDI antara periode 2000-2011 adalah sebesar
1,17 persen per tahun. Dengan demikian, selama periode 2000-2011 nilai HDI mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
27
Sumber: www.undp.org
2.2.5
28
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
menunjukkan posisi lebih rendah dibandingkan IPM dengan rasio perbandingan antara
IPG terhadap IPM pada kisaran 93 persen. Artinya, meskipun IPG selalu meningkat
selama periode 2004-2010, tetap kesenjangan gender masih terjadi.
Komponen IPG yang mempunyai kontribusi terhadap kenaikan IPG adalah sumber
pendapatan, angka harapan hidup, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah seperti
dalam grafik berikut.
Grafik 2.3. Perkembangan Komponen IPG, 2009-2010
Meskipun pertumbuhan komponen IPG relatif lambat namun upaya peningkatan perlu
terus dilakukan untuk itu diperlukan program peningkatan kapasitas dasar yang mencakup
berbagai pelayanan dasar kesehatan, maupun pendidikan, termasuk kemudian akses
ekonomi yang diberikan pemerintah kepada semua penduduk, termasuk juga bidangbidang sosial lainnya agar kualitas sumberdaya perempuan semakin membaik dan pada
gilirannya kualitas hidup manusia Indonesia akan meningkat.
Pertumbuhan yang lain yang perlu diperhatikan dalam melihat KKG adalah IDG. IDG
dibentuk berdasarkan tiga komponen, yaitu keterwakilan perempuan dalam parlemen,
perempuan sebagai tenaga profesional, teknisi, kepemimpinan dan ketatalaksanaan,
dan sumbangan pendapatan.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
29
Tampak bahwa peranan perempuan dalam pengambilan keputusan tahun 2004 baru
mencapai sebesar 59,70 persen dari peranan yang dijalankan laki-laki, kemudian
meningkat menjadi 68,15 persen tahun 2010.
30
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
31
32
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Dampak dari tidak berfungsinya keluarga secara optimal adalah munculnya beberapa
permasalahan dari sisi internal maupun eksternal keluarga.
Dari sisi internal keluarga, beberapa dampak yang teridentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Penyikapan terhadap pola berkeluarga
Sebagian keluarga belum memahami pola keluarga yang ideal sehingga
ketidakpahaman ini menghambat implementasi pola keluarga ideal.
2. Pemenuhan hak dasar keluarga
Pemenuhan hak dasar keluarga, seperti partisipasi dalam pendidikan serta akses
terhadap pelayanan kesehatan, perumahan, dan sosial, belum sepenuhnya tercapai.
3. Berkaitan dengan ketahanan keluarga
Rendahnya tingkat partisipasi keluarga terhadap penyandang masalah
kesejahteraan sosial
Adanya konflik antarkelompok di beberapa daerah
Rendahnya partisipasi keluarga untuk terlibat dalam kegiatan organisasi di
masyarakat
Rendahnya kemampuan keluarga dalam memelihara kearifan lokal dan dalam
mengelola sumber daya
Dampak eksternal keluarga yang dapat dicatat adalah sebagai berikut.
1. Daya dukung lingkungan
Pertambahan penduduk yang tidak terkendali menyebabkan daya dukung lingkungan
berkurang, seperti beralih fungsinya lahan produktif (sawah dan perkebunan) untuk
permukiman dan makin berkurangnya ketersediaan air bersih. Penduduk yang
bertambah mengakibatkan mobilitas yang tinggi dan meningkatkan jumlah alat
transportasi. Hal ini menyebabkan pencemaran udara yang akan berpengaruh pada
gangguan kesehatan. Pertambahan penduduk meningkatkan jumlah limbah rumah
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
33
Data menunjukkan bahwa tahun 1970, sekitar 65 persen penduduk Indonesia tinggal di
Pulau Jawa. Hasil Sensus Penduduk tahun 1980 menunjukkan 62 persen penduduk
yang ada masih berkonsentrasi di Pulau Jawa dan untuk periode dua sensus selanjutnya
(1990 dan 2000) masih sekitar 60 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa. Hasil Sensus
Penduduk 2010 menunjukkan sedikit penurunan, yaitu Pulau Jawa masih dihuni oleh
34
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
35
Jumlah migran risen terus meningkat dari waktu ke waktu. Migran risen adalah penduduk
pada lima tahun terakhir mempunyai tempat tinggal yang berbeda (baik provinsi,
kabupaten atau kota). Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat 5,396 juta jiwa penduduk
atau 2,5 persen penduduk merupakan migran masuk risen antarprovinsi. Persentase
migran risen di daerah perkotaan tiga kali lipat lebih besar daripada migran risen di
daerah perdesaan, masing-masing sebesar 3,8 dan 1,2 persen. Menurut jenis kelamin,
jumlah migran laki-laki lebih banyak daripada migran perempuan, 2,83 juta jiwa
berbanding 2,6 juta jiwa. Seks rasio migran risen adalah 110,3. Data tersebut menunjang
teori bahwa migran lebih banyak di daerah perkotaan dan laki-laki lebih banyak
melakukan perpindahan. Beberapa provinsi merupakan daerah tujuan migran adalah
Kepulauan Riau, Papua Barat, dan DI Yogyakarta. Daerah-daerah ini mempunyai daya
tarik tersendiri bagi migran. Pada umumnya alasan utama pindahnya para migran ini
adalah karena pekerjaan, mencari pekerjaan, atau sekolah.
Seperti halnya migran risen, jumlah migran seumur hidup juga meningkat dari waktu ke
waktu. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat 27.975.612 penduduk atau 11,8
persen penduduk merupakan migran masuk seumur hidup antarprovinsi. Persentase
36
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
migran seumur hidup di daerah perkotaan hampir tiga kali lipat daripada migran seumur
hidup di daerah perdesaan, masing-masing sebesar 17,2 dan 6,3 persen. Menurut jenis
kelamin, jumlah migran laki-laki lebih banyak daripada migran perempuan: 14.736.632
berbanding 13.238.980 orang. Rasio jenis kelamin migran seumur hidup adalah 111,3.
Data tersebut menunjang teori bahwa migran lebih banyak di daerah perkotaan dan
laki-laki lebih banyak melakukan perpindahan. Beberapa provinsi merupakan daerah
tujuan migran adalah Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur. Daerah
tersebut mempunyai daya tarik tersendiri bagi migran. Pada umumnya alasan utama
pindahnya para migran ini adalah karena pekerjaan, mencari pekerjaan, atau melanjutkan
sekolah. Indonesia mengalami peningkatan urbanisasi yang cukup pesat. Pada 1990,
urbanisasi atau daerah yang dikategorikan daerah urban masih berjumlah sekitar 30
persen, meningkat terus menjadi 42 persen tahun 2000, dan meningkat lagi menjadi 54
persen pada Sensus Penduduk tahun 2010.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
37
38
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
PDRB
PE
PPK
JPM
1,42
3,50
3,18
24,80
Secara spasial ketimpangan ekonomi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Data dan gambar tersebut menunjukkan bahwa Jawa dan Bali masih merupakan pusat
pertumbuhan. Kontribusi Jawa dan Bali terhadap PDB sangat dominan, yaitu hampir
dua pertiga. Pulau lain yang memiliki kontribusi terhadap PDB terbesar kedua adalah
Sumatera, yaitu sekitar 20 persen, disusul oleh Kalimantan dengan sekitar delapan persen.
Pulau-pulau lainnya memiliki kontribusi yang sangat rendah, bahkan kontribusi Maluku
kurang dari satu persen. Memerhatikan hal ini tidak aneh jika kemudian arus migrasi
cenderung ke Jawa Bali dan juga ke Sumatera.
Namun ada hal menarik yang dapat menjadi dasar dalam pengarahan mobilitas penduduk
di masa depan. Sulawesi memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi. Hal ini merupakan
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
39
potensi dan jika didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai, maka di
masa depan Sulawesi akan memiliki peran ekonomi lebih besar.
Tren mobilitas penduduk di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting, yakni kebijakan ekonomi makro, kebijakan politik nasional, gaya hidup, dan
globalisasi. Kebijakan ekonomi makro pada era Orba (1967-1998) telah menghasilkan
pemusatan ekonomi di Jawa dan kota besarnya sehingga mendorong mobilitas desakota secara besar-besaran khusunya ke kota-kota di Jawa. Sementara itu, persebaran
penduduk melalui transmigrasi mati suri seiring dengan berakhirnya era Orba dan
digantikan era reformasi (yang menghasilkan kebijakan desentralisasi). Pengembangan
transmigrasi saat ini lebih bertumpu pada transmigrasi swakarsa dan kerja sama
antardaerah provinsi/(kabupaten/kota) yang didukung oleh kebijakan pengembangan
kawasan pusat pertumbuhan ekonomi terpadu (Kapet). Munculnya era Otonomi Daerah
dalam beberapa hal menurunkan minat dan tingkat penduduk melakukan transmigrasi
yang dicirikan oleh munculnya kebijakan di beberapa daerah yang melakukan pembatasan
migrasi masuk penduduk (atau mensyaratkan syarat yang memberatkan pendatang).
Kondisi ini mendorong semakin meningkatnya migran spontan dan migrasi keluarga.
Secara umum dapat digambarkan bahwa fenomena mobilitas penduduk di Indonesia
ditandai dengan tetap meningkatnya mobilitas antardaerah dan hanya di beberapa daerah
terjadi penurunan, peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan, peningkatan
mobilitas nonpermanen, peningkatan mobilitas internasional, peningkatan arus mobilitas
tenaga kerja dari luar negeri (khususnya perempuan untuk ke wilayah Asia).
2.5. Data dan Informasi Kependudukan
Dalam pembangunan kependudukan, administrasi kependudukan sebagai suatu sistem
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adminstrasi pemerintahan dan administrasi
negara dalam rangka pemberian perlindungan terhadap hak-hak individu penduduk,
melalui pelayanan publik dalam bentuk penerbitan dokumen kependudukan (Kartu
Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Catatan Sipil). Sesuai amanat Undang-Undang
No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan hukum
pelaksanaan kebijakan administrasi kependudukan dan data dasar (database)
kependudukan nasional dan terwujudnya tertib administrasi kependudukan, pada
gilirannya nanti akan dapat didayagunakan untuk kepentingan-kepentingan perumusan
kebijakan pemerintahan dan perencanaan pembangunan yang berbasis administrasi
kependudukan, sehingga akan terwujud pembangunan administrasi kependudukan yang
berkelanjutan.
Sumber data kependudukan dapat diambil dari beberapa sumber. Pertama, sensus
penduduk dengan informasi yang dikumpulkan bersifat umum, dilakukan di seluruh
40
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Indonesia, untuk semua penduduk, tidak menggunakan sampel penduduk atau sampel
wilayah, dan dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Kedua, survei kependudukan untuk
pengumpulan data umum dan khusus. Data kependudukan yang umum didapatkan
dari SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) yang dilaksanakan 10 tahun sekali dan
yang khusus misalnya Sakernas untuk bidang ketenagakerjaan yang dikumpulkan dua
kali dalam setahun. Disamping itu, Indonesia juga melaksanakan Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) yang terdiri dari Susenas inti untuk pengumpulan data pokok bidang
sosial ekonomi yang dilakukan sekali setahun dan Susenas Modul untuk data yang lebih
rinci atau khusus, seperti pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan, perumahan,
lingkungan tempat tinggal, dan sosial budaya lainnya yang
dilakukan setiap tiga tahun. Di luar kedua survei ini, masih ada
yang lain, seperti SDKI serta Survei Upah dan Perjalanan dan
Data dan informasi
lain sebagainya.
kependudukan di Indonesia
belum tertata dengan baik,
Sebagai sumber data yang ideal, registrasi penduduk sampai dengan saat ini masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu masalahnya adalah kualitas data yang rendah.
Sumber masalah tersebut diantaranya adalah penggunaan sistem pasif yang dalam tingkat
tetentu bersamaan dengan kurangnya kesadaran penduduk untuk melaporkan kehadian
demografis, menyebabkan data yang terkumpul underreporting. Persoalan yang perlu dicari
pemecahannya adalah membuat penduduk lebih proaktif untuk melaporkan perubahan
status kependudukan kepada petugas yang berwenang pada tingkat dusun dan desa,
bahkan RT sebagai ujung tombak pendaftaran penduduk. Memperkuat pemahaman
dalam pencatatan dan pelaporan pada lini paling bawah ini sangat penting karena
kelengkapan dan kualitas data berada pada tingkat desa. Pada tingkat desa inilah sebagian
besar daftar isian atau formulir pencatatan tersedia secara lengkap.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
41
Data dasar (database) kependudukan adalah kumpulan berbagai jenis data kependudukan
yang tersimpan secara sistematik, terstruktur, dan saling berhubungan menggunakan
perangkat lunak, perangkat keras, dan jejaring komunikasi data. Untuk itu, diperlukan
adanya penataan administrasi kependudukan yang merupakan rangkaian kegiatan
penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi
kependudukan, serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan
sektor lain.
Untuk membangun data dasar (database) kependudukan, saat ini sedang dibangun Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam kerangka administrasi
kependudukan, yang terdiri dari hal-hal berikut.
1. Sistem Pendaftaran Penduduk (Dafduk)
Pencatatan biodata penduduk per keluarga
Pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan
Pendataan penduduk rentan kependudukan
Pelaporan penduduk yang tidak dapat melapor sendiri
42
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
43
1). Regulasi
Regulasi Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, baik di tingkat pusat maupun
daerah, masih belum lengkap dan memadai. Hal ini menyebabkan lembaga legislatif
sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan TIK yang sangat pesat.
Harmonisasi regulasi antarinstansi terkait dengan pemanfaatan database
kependudukan dari pelayanan aplikasi SIAK masih perlu diintensifkan menuju
konvergensi seluruh regulasi yang saling mendukung dalam rangka tertib administrasi
kependudukan.
2). Kelembagaan
Sinkronisasi struktur organisasi dengan tupoksi
Sinkronisasi struktur organisasi dengan tupoksi masih belum optimal. Oleh karena
itu, pekerjaan setiap direktorat atau Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil
dengan tupoksinya menjadi terhambat.
Koordinasi kegiatan antarunit yang bermuara pada pencapaian visi
Kegiatan antarunit yang bermuara pada pencapaian visi belum terkoordinasi secara
baik sehingga pencapaian visi itu pun menjadi terhambat.
3). Sumber Daya Manusia
Kemampuan SDM dalam mendukung penerapan aplikasi SIAK sebagai subsistem
pengelola database kependudukan masih perlu ditingkatkan. Pemahaman SDM
terhadap sistem ini masih sangat rendah dan jumlahnya masih sedikit. Hal ini akan
berakibat terhambatnya penerapan dan pemanfaatan aplikasi SIAK.
4). Aplikasi dan Database SIAK
Penerapan aplikasi SIAK masih belum optimal karena terbatasnya kesiapan
infrastruktur.
Konsolidasi database dari kabupaten/kota kemudian ke pusat data pusat dan provinsi
masih rendah. Meskipun daerah telah mengimplementasikan SIAK, konsolidasi
data ke jenjang berikutnya (provinsi dan ke pusat) masih belum optimal.
Penerapan tata kelola IT (governance) yang mendukung tercapainya tata administrasi
kependudukan belum optimal.
Pemanfaatan database kependudukan masih mengalami kendala dan belum sesuai
harapan.
5). Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik
Nomor Induk Kependudukan
Kondisi NIK yang ada masih belum pasti tunggal yang diindikasikan dengan masih
terdapatnya penduduk yang memiliki beberapa NIK. Walaupun NIK yang
diterbitkan adalah unik, beberapa NIK yang unik tersebut dimiliki oleh penduduk
44
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
yang sama. Hal ini karena setiap database kependudukan belum tersambung melalui
jaringan komunikasi data dan terkonsolidasi secara nasional serta belum
termanfaatkannya faktor ketiga dalam proses pemastian ketunggalan, yaitu
karakteristik yang melekat pada diri seseorang, yaitu biometri sidik jari. Apabila
NIK tunggal telah direalisasikan, maka pemanfaatan NIK tunggal sebagai kunci
akses pelayanan dapat memudahkan penduduk dalam registrasi dan transaksi, baik
untuk layanan pemerintahan maupun nonpemerintahan.
Kartu Tanda Penduduk Elektronik
Masih banyak beredar KTP palsu dan KTP ganda yang dimanfaatkan untuk halhal ilegal, terorisme, kriminal, dan pemalsuan identitas. KTP yang bersifat nasional
masih kurang dipercaya sehingga banyak kebijakan lokal maupun institusi yang
mengharuskan penduduk agar memiliki KTP di tempat penduduk tersebut
bertransaksi. Hal ini tersebut tampak dalam praktik berikut ini.
Di lapangan beberapa instansi mengharuskan penduduk memiliki KTP di tempat
kejadian transaksi walaupun orang tersebut telah memiliki KTP dari tempat asal.
Hal ini mendorong maraknya penerbitan KTP lokal, yang secara nasional akan
berakibat pada penerbitan KTP ganda. Kebijakan yang melarang kepemilikan KTP
ganda, baik untuk urusan administrasi pemerintahan maupun urusan
nonpemerintah, telah dikeluarkan. Namun permasalahan koordinasi, sosialisasi,
dan penegakan (enforcement) kebijakan dengan lembaga/instansi terkait masih
lemah sehingga praktik KTP ganda tetap berlangsung.
Potensi manipulasi data biodata penduduk tidak semua dapat terdeteksi dalam proses
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
45
verifikasi dan validasi untuk penerbitan dokumen kependudukan. Pada banyak kasus,
data invalid masih dapat dideteksi pada proses verifikasi dan validasi, tetapi sengaja
dibiarkan agar dapat menerbitkan dokumen kependudukan. Sistem verifikasi dan
validasi, serta kontrol prosedur/SOP masih dapat dimanipulasi oleh faktor manusia.
Diperlukan suatu sistem dan mekanisme verifikasi dan validasi dari otentitas jati
diri penduduk yang lebih kebal manipulasi (robust). Sistem e-KTP didesain lebih
kebal manipulasi yang disebabkan oleh faktor manusia.
KTP belum dapat dijadikan sebagai kartu identitas pemilih dalam pemilu nasional.
Kegiatan pendaftaran penduduk untuk pembuatan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
harus melalui tahapan proses dan verifikasi sehingga hasil akhir DPT masih
menimbulkan masalah. Pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, permasalahan
DPT menyebabkan Mahkamah Konstitusi melegalkan penggunaan KTP, dengan
syarat tambahan tertentu, pada saatsaat terakhir menjelang dilaksanakannya pemilu.
Namun hal tersebut bukanlah suatu solusi permanen. Sistem e-KTP akan lebih
mempermudah kebijakan penggunaan KTP sebagai kartu identitas pemilih.
6. Infrastruktur TIK
Kondisi infrastruktur yang tersedia di lingkungan Ditjen Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri maupun di daerah masih terbatas.
Untuk itu, perlu ditingkatkan pemerataan sarana dan prasarana infrastruktur
pendukung operasional aplikasi SIAK.
46
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa dengan skenario paling optimis TFR sama dengan
2,1 akan tercapai pada tahun 2020. Kondisi inilah yang inginj dicapai, sebab jika
memperhatikan dua skenario lainnya, pencapaian TFR sama dengan 2,1 terjadi pada
periode yang lebih lambat dan akan memiliki implikasi terhadap perubahan komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin.
GRAND
GRAND DESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
TAHUN 2011-2035
2011-2035
47
47
48
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Perlu untuk dicatat bahwa kondisi ini adalah kondisi di tingkat nasional. Pada tingkat
provinsi atau kabupaten/kota, kondisinya sangat bervariasi. Bagi wilayah yang angka
TFR rendah misalnya DI Yogyakarta dan DKI Jakarta, kondisinya akan sangat berbeda
dengan NTT yang masih memiliki TFR cukup tinggi. Disamping itu, variabel lain yang
tidak kalahpentingnya adalah migrasi, karena besar dan kecilnya migrasi akan sangat
memengaruhi komposisi penduduk.
3.2. Kualitas Penduduk
Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi
derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan,
kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan
dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian,
berkebangsaan, dan hidup layak (UU No. 52 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 5). Pengembangan
kualitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan manusia yang sehat jasmani dan rohani,
cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki
etos kerja yang tinggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
pembangunan kualitas penduduk difokuskan pada unsur
Angka kematian bayi pada kurun
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
waktu 2010-2015 diharapkan akan
menjadi 23 per 1.000 kelahiran
Dari sisi pendidikan target utama adalah angka melek huruf mencapai
100 persen. Hal ini didukung oleh angka partisipasi murni (APM)
2030-2035 menjadi sekitar 12 per
untuk SD mencapai 100 persen dari 94,0 persen pada tahun 2008,
1.000 kelahiran hidup. Sejalan
meskipun sebenarnya pencapaian target tersebut dapat dilakukan
dengan menurunnya angka
pada periode sebelumnya melalui program wajib belajar. Sementara
kematian bayi, usia harapan hidup
itu APM untuk tingkat SLP mencapai 100 persen dari 66,9 tahun
juga meningkat dari
1998. Pencapaian ini cukup realistis dengan memerhatikan tren
71,4 tahun tahun 2015 menjadi
74,9 tahun tahun 2035.
selama 30 tahun terakhir yang memperlihatkan knaikan cukup
impresif. Pada 2010 APM pada tingkat SLA telah mencapai hampir
46 persen, maka pencapaian 70-80 persen tahun 2035 adalah masuk
akal. Pada 2035 APM pada jenjang perguruan tinggi diharapkan meningkat menjadi 20-25
persen dari 11 persen tahun 2010.
hidup dan terus menurun secara
berlanjut hingga pada periode
Berdasarkan target program, angka kematian bayi tahun 2015 diharapkan akan menjadi
23 per 1.000 kelahiran hidup dan terus menurun secara berlanjut hingga pada periode
2035 menjadi sekitar 14,5 per 1.000 kelahiran hidup. Sejalan dengan menurunnya angka
kematian bayi, usia harapan hidup juga meningkat menjadi dari 71,4 tahun tahun 2015
menjadi 74, 9 tahun pada 2035.
Pemerintah dalam visi 2025 menargetkan PDB mencapai 3,8-4,5 triliun dolar AS dengan
pendapatan per kapita 13.000-16.000 dolar AS dari kurang lebih 3000 dolar AS tahun
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
49
2010 dari 3500-3600 dolar AS tahun 2011. Sebagai sasaran antara, tahun 2015 ditargetkan
pendapatan per kapita akan meningkat menjadi 5500 dolar AS. Jika target ini dijadikan
dasar untuk menentukan pencapaian tahun 2035, tampaknya sulit dilakukan. Keinginan
untuk mencapai pendapatan per kapita dua kali lipat lebih tahun 2025 dibandingkan
tahun 2005 mengakibatkan angkanya tahun 2035 akan lebih besar lagi. Untuk mencapaini
perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi (kurang lebih 10 persen per
tahun). Angka paling realistis adalah bahwa tahun 2035 GNI per kapita penduduk Indonesia berkisar antara 8000-9000 dolar AS (lihat pada pembahasan Roadmap).
Terdapat isu yang lebih penting dari sekedar kenaikan pendapatan per kapita, yaitu
pemerataan pendapatan. Pada 2012 Gini ratio diperkirakan berada pada kisaran 0,4,
artinya tidak berubah banyak deari kondisi terakhir tahun 2010. Angka ini harus ditekan
serendah mungkin tahun 2035 agar kesenjangan pendapatan yang merupakan salah
satu sumber kemiskinan dapat ditekan.
Wakil Presiden Boediono menyatakan bahwa tahun 2014 angka kemiskinan ditargetkan
turun menjadi 8-10 persen. Pada tahun 2011 angka kemiskinan tercatat 12,5 persen.
Artinya selama satu tahun pemerintah berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan
sebesar 2,5-4,5 persen. Jika perkiraan ini menjadi acuan maka tidak mustahil untuk
mengharapkan tahun 2035 angka kemiskinan akan turun menjadi 5-7 persen.
3.3. Kondisi Keluarga
Terwujudmya keluarga Indonesia
50
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
51
52
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
53
yang lain walaupun jumlah hanya satu dua daerah saja. Untuk itu, perlu mendesakkan
adanya standardisasi struktur organisasi penanganan SAK di daerah. Struktur organisasi
yang menangani SAK dan SIAK, baik yang di pusat maupun yang di daerah, tidak akan
berjalan jika tidak didukung oleh SDM yang berkualitas.
SDM TIK yang menangani SAK dan SIAK seyogianya disusun berdasarkan hierarki
kelembagaan yang mengelola SAK dan SIAK tersebut. Setiap tingkatan pada hierarki
tersebut memerlukan kompetensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu
ditetapkan SDM yang sesuai dengan kompetensinya pada setiap unit. SDM ini secara
terus-menerus perlu ditingkatkan kapasitasnya, baik pengetahuan maupun
keterampilannya dalam menangani SAK dan SIAK. Pelatihan untuk SDM ini perlu
dilakukan secara berkala, terjadwal, dan berkelanjutan. Terutama untuk SDM TIK
yang telah dilatih, mereka tidak boleh dimutasikan ke bidang non-TIK, tetapi perlu
disediakan jenjang karier yang jelas. Hal ini perlu dilakukan agar SDM TIK tersebut
tetap dapat merespond perubahan-perubahan infrastruktur TIK yang sangat pesat.
Aplikasi SIAK itu tersendiri terdiri dari dua modul utama, yaitu modul pendaftaran
penduduk dan modul pencatatan sipil. Setiap modul utama tersebut dibagi lagi atas
berbagai submodul yang digunakan, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena
itu, perlu direviu sejauh mana aplikasi SIAK diterapkan, baik yang di pusat maupun
yang di daerah. Seyogianya, aplikasi SIAK tersebut mengalir mulai dari titik layanan
kependudukan (kelurahan atau kecamatan), lanjut ke kabupaten/kota, dan pusat
serta ke provinsi. Secara proporsional dan terdistribusi, aliran aplikasi SIAK ini
harus disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. Bersamaan dengan
aplikasi SIAK tersebut, maka database kependudukan dapat dikonsolidasikan secara
bertingkat.
NIK dan KTP elektronik adalah salah satu informasi identitas dan dokumen
kependudukan sebagai keluaran dari aplikasi SIAK yang sangat penting dan
berdampak luas. NIK, selain sebagai identitas penduduk Indonesia, juga merupakan
kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna
mendukung pelayanan publik. Ketunggalan NIK secara efektif dimulai sejak
diterbitkannya kepada seorang menggunakan SIAK. Pada saat ini untuk menjamin
autentitas NIK hanya digunakan dua faktor, yaitu faktor yang menyatakan sesuatu
yang Anda ketahui dan faktor yang menyatakan sesuatu yang Anda miliki. Dalam rangka
memastikan ketunggalan NIK, dilakukan konsolidasi antar-database kabupaten/kota,
provinsi, dan nasional secara sistem tersambung (on-line). Pada saat bersamaan, setiap
database kependudukan kabupaten/kota dimuktakhirkan untuk membersihkan unsur
yang menjadikan NIK ganda, NIK yang tidak merepresentasikan pemiliknya, satu
NIK dimiliki oleh dua orang, dan seterusnya dengan mekanisme konsolidasi secara
on-line dan verifikasi 1: N.
54
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
55
56
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
57
58
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
59
60
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
penduduk usia dewasa pada umumnya disebabkan karena oleh penyakit degeneratif.
Persoalan yang menyangkut penentuan skala prioritas menjadi problematik.
c. Ekonomi
1. Kesempatan Kerja dan Pengangguran
Jumlah penduduk tahun 1971 sekitar 118,3 juta dan meningkat menjadi 237,6 juta
tahun 2010. Angka pertumbuhan penduduk periode 1971-1980 adalah 2,32 persen
per tahun dan menurun menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 2000-2010.
Persebaran penduduk antara Jawa dan Luar Jawa sangat timpang. Pada 1971 sekitar
64,2 persen penduduk bertempat tinggal di Jawa dan menurun menjadi 59,1 persen
tahun 2010. Ketimpangan ini menyebabkan terkurasnya sumber daya alam atau
daya dukung lingkungan di Jawa. Sebaliknya, sumber daya alam yang ada di Luar
Jawa kurang dimanfaatkan secara optimal karena kekurangan sumber daya manusia.
Dilihat menurut struktur umur, terutama usia 0-14, dari sekitar 25,4 persen atau
63,0 juta tahun 2015 akan terjadi penurunan menjadi 18,9 persen atau 56,6 juta
tahun 2035. Penduduk usia kerja (15+) tahun 2015 hanya sekitar 74,6 persen atau
185,2 juta dan akan meningkat menjadi 81,1 persen atau 243,0 juta tahun 2035.
Dengan menggunakan TPAK 69,2 persen (Sakernas, 2011), maka jumlah angkatan
kerja yang tahun 2015 mencapai sekitar 128,1 juta akan bertambah menjadi 168,2
juta tahun 2035. Apabila angka pengangguran terbuka hanya sekitar 6,7 persen dan
angka setengah pengangguran hanya 29,5 persen, maka jumlah pengangguran
terbuka sekitar 8,6 juta meningkat menjadi 11,3 juta tahun 2035. Kemudian pekerja
setengah penganggur meningkat dari 37,8 juta tahun 2015 menjadi 49,6 juta tahun
2035. Apabila pemerintah dan swasta nasional berhasil memperluas kesempatan
kerja sebanyak 50 persen hingga 2035, maka jumlah pengangguran terbuka dan
pekerja setengah penganggur masih sekitar 30 juta penduduk. Hal ini merupakan
pekerjaan yang berat, tetapi harus dilakukan untuk menciptakan kesempatan kerja
yang baru.
Tantangannya adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan
kesempatan kerja yang memadai bagi angkatan kerja baru. Setiap tahun pertambahan
jumlah angkatan kerja diperkirakan 2 juta sehingga untuk mempertahankan jumlah
pengangguran terbuka pada angka yang sama dengan tahun sebelumnya ada tuntutan
penambahan kesempatan kerja dalam yang sama. Jika targetnya adalah penurunan
jumlah pengangguran terbuka, maka kesempatan kerja yang diciptakan harus lebih
besar dari pada jumlah angkatan kerja baru.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
61
Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia adalah bahwa ternyata pertumbuhan ekonomi
yang relatif stabil tinggi diikuti oleh peningkatan kesenjangan. Salahsatu indikatornya
adalah kenaikan gini rasio. Sejak tahun 2007 hingga 2011 angka gini rasio meningkat
dari 0,33 menjadi 0,41. Ketimpangan pendapatan adalah salah satu faktor pentig yang
menyebabkan munculnya kemiskinan. Disamping itu, ketimpangan merupakan sumber
dariinstabilitas sosial dan politik, sehingga tantangannya adalah bagaimana tetap menjaga
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dalam waktu yang bersamaan menurunkan
ketimpangan.
2. Kemiskinan
Karakteristik rumah tangga atau penduduk miskin, antara lain, berada pada keadaan
4L, yaitu the last, the least, the lowest, dan the lost atau mereka yang tercecer di belakang.
Menurut Bappenas (2007), batasan kemiskinan adalah sekelompok orang atau seseorang
yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermanfaat. Hak-hak dasar, antara lain, adalah
terpenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan air
bersih, merasa aman dari tindak kekerasan, serta mempunyai hak berpartisipasi dalam
kehidupan sosial politik. Konsep operasional kemiskinan model Bappenas tersebut
sebagian sulit diukur sehingga perhitungan kemiskinan yang digunakan adalah dengan
pendekatan makro dan dilakukan oleh BPS dengan data sampel dari Susenas modul
konsumsi. Hasil perhitungan menyajikan jumlah dan persentase penduduk miskin serta
tidak dapat menunjukkan siapa dan lokasi penduduk miskin. Metode ini dilakukan sejak
1984 sampai sekarang. Perkembangan persentase dan jumlah penduduk miskin di Indonesia tersajikan pada tabel berikut.
62
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Tabel 3.3 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut Daerah
Tahun 1998-2011
Sumber: BPS
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
63
Persoalan kemiskinan tidak lepas dari ketimpangan pendapatan antargolongan di Indonesia yang diukur dari rasio Gini. Data menunjukkan bahwa rasio Gini setelah tahun
2006 mengalami peningkatan, sebaliknya pertumbuhan ekonomi setelah tahun 2007
hingga 2009 mengalami penurunan. Data lain menunjukkan bahwa secara nasional
penurunan rasio Gini hanya terjadi di perkotaan dari 0,362 menjadi 0,352, sedangkan di
perdesaan justru meningkat menjadi 0,297 dari 0,288.
3. Ketahanan Pangan
Pembahasan kebutuhan dasar makanan dan minuman mencakup satu dari 52
komoditas saja, yaitu beras. Kebutuhan pangan beras dihitung berdasarkan
Kebutuhan Hidup Pantas (KHP), yaitu 10 kg beras per kapita per bulan atau 120
kg beras per kapita per tahun. Pada 2011 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
telah mencapai 242 juta, tahun 2015 sekitar 257,3 juta, dan tahun 2035 minimal
telah menjadi 307,2 juta. Menggunakan kriteria di atas, maka kebutuhan pangan
beras sekitar 2.575 juta kg per bulan atau 30.900 juta kg per tahun. Jumlah ini akan
meningkat menjadi 308,2 juta kg per tahun atau 36.984 juta kg per tahun. Ini baru
kebutuhan pangan beras, belum termasuk kacang, kedelai, jagung, gula, garam,
ikan, daging, dan lain-lain. Persediaan beras sebagai pangan nasional menurun terus
akibat dari berbagai hal, seperti penyusutan lahan pertanian pangan menjadi
peruntukan nonpangan, gagal panen karena hama dan penyakit, serta musim
kemarau yang panjang. Solusi paling mudah adalah mengimpor beras yang banyak
menguras devisa negara. Jika pengendalian jumlah penduduk gagal, maka jumlah
beras itulah yang akan muncul.
Kebijakan penciptaan tanah pertanian pangan yang baru di Jawa-Madura sangat
sulit dilakukan dan yang terjadi adalah alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi
tempat tinggal, industri, dan jasa. Memperlambat cepatnya penyusutan lahan
pertanian dalam jangka panjang sampai 2035 agaknya sulit dilakukan, tetapi ini
harus dilakukan. Penciptaan lahan pertanian baru di luar Jawa adalah pilihan utama
sambil mempelajari kegagalan pencetakan lahan pertanian sejuta hektar di
Kalimantan. Pemberian subsidi input pertanian juga diperlukan, utamanya dalam
bentuk pupuk, bibit unggul lokal, pestisida, dan infrastruktur irigasi teknis. Perlu
juga dilakukan perluasan kesempatan kerja di luar sektor pertanian dan
pemberdayaan upah sekaligus mengerem urbanisasi desa-kota. Apabila beberapa
hal tersebut gagal dilaksanakan, ada kemungkinan Indonesia akan tetap menjadi
pengimpor produk pertanian terbesar di dunia. Hal yang sama juga terjadi dalam
hal negara pengimpor garam yang cukup besar jumlahnya, padahal Indonesia adalah
negara dengan garis pantai terpanjang di dunia
64
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
65
Bentuk mobilitas lain yang cukup mengemuka dalam satu dasawarsa terakhir di Indonesia adalah pengungsian (displacement) akibat bencana alam, konflik sosial, kerusuhan
lokal, serta intervensi-investasi ekonomi yang akhirnya mendorong sebagian penduduk
terusir dari tanah kelahiran dan tempat tinggalnya lalu terpaksa untuk pindah ke tempat
lain. Dalam konteks di Indonesia, fenomena pengungsian terjadi secara besar-besaran
terkait dengan berbagai konflik sosial dan politik. Sementara itu, perpindahan terpaksa
akibat konflik laten antarelemen masyarakat pada satu dasawarsa terakhir akibat
munculnya sentimen antipendatang di beberapa wilayah Indonesia yang semakin
mengemuka.
Pengungsi dalam negeri atau Internally Displaced Oersons (IDPs) dalam satu dasawarsa
terakhir semakin meningkat dengan berbagai alasan. Perlu adanya kebijakan nasional
maupun lokal yang kondusif bagi seluruh penduduk sehingga mengurangi bias
kepentingan lokal, etnis, dan kelompok. Konflik lokal yang marak dalam beberapa
tahun terakhir harus mampu dikelola dengan baik dan dicarikan solusi dalam kerangka
kepentingan nasional. Apabila negara gagal melakukan hal ini, maka tidak dapat dihindari
terjadinya mobilitas penduduk dari penduduk nonlokal yang meninggalkan daerah
nonasal etnis, meninggalkan daerah mayoritas religi akibat adanya diskriminasi kelompok
minoritas, dan proses-proses reclaiming kelompok masyarakat atas aset tanah kelompok
masyarakat yang lain (pendatang). Hal yang sangat khas Indonesia adalah pada saat ini
fenomena IDPs (sukarela maupun terpaksa) belum dianggap sebagai masalah penting.
Belum muncul kebijakan maupun aksi nyata untuk menangani penduduk terusir ini,
baik pada tingkatan nasional maupun lokal. Pada kenyataannya, masalah ini sebenarnya
semakin meningkat dalam satu dasawarsa terakhir seiring dengan menguatnya isu
kedaerahan dalam kebijakan politik saat ini.
66
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Konflik di berbagai tempat merupakan tantangan yang tidak dapat diabaikan. Dalam
konteks IDPs, kebijakan mobilitas penduduk harus mampu menjadi bagian dari
penyelesaian masalah terebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik yang terjadi di
berbagai tempat merupakan ekses dari mobilitas penduduk yang tidak dikelola secara
baik. Konflik berdarah yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir telah
menyebabkan tidak kurang dari 1,2 juta manusia yang tersebar di 20 provinsi harus
mengungsi di negara sendiri. Meskipun telah ada strategi penanganan pengungsi yang
mencakup normalisasi, relokasi, dan pemberdayaan, penanganan pengungsi belum
menunjukkan kemajuan yang signifikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa beberapa dampak dan masalah yang timbul
dari mobilitas kependudukan adalah sebagai berikut.
Fenomena dan Dampak Migrasi Internal
1. Migrasi Sirkuler (commuting)
Peningkatan secara eksponensial jumlah kendaraan bermotor mengakibatkan
peningkatan kemampuan jarak tempuh > 50 km per hari dari desa ke kota.
Paling tidak ada seorang anggota dari 25 persen rumah tangga perdesaan
melakukan ulang-alik desa-kota-desa.
Sulitnya memperoleh pekerjaan/mengembangkan usaha di perdesaan
mengakibatkan ulang-alik dan bekerja/berusaha di sektor informal di perkotaan.
Jumlah wilayah perkotaan yang terbatas, utamanya di Jawa, dengan infrastruktur
dan pelayanan yang tidak memadai serta penegakan hukum yang lemah
menyebabkan kekumuhan perkotaan dan kemacetan lalu lintas.
2. Migrasi Musiman (temporary)
Terbukanya lapangan kerja berbasis usaha migas dan berbasis pertanian/kehutanan
di luar Jawa (wilayah perdesaan) yang tanpa keberpihakan kepada masyarakat
setempat telah menarik penduduk luar wilayah tersebut bermigrasi masuk secara
musiman.
Buruknya konektivitas antarwilayah mengakibatkan masuknya penduduk yang
berketerampilan tinggi, cukup pengalaman, dan cukup modal sehingga memicu
disparitas di perdesaan.
Secara nasional terjadi disparitas tingkat upah dan pengangguran antarwilayah,
padahal aliran informasi antarwilayah cukup memadai sehingga berpotensi
terjadinya kecemburuan sosial.
Migrasi internal yang lebih spesifik di Indonesia adalah transmigrasi yang telah dikenal
sejak zaman kolonisasi sampai otonomi daerah. Cukup banyak lokasi penempatan
transmigrasi dari Jawa-Madura dan Bali yang telah berkembang pesat dan daerah tersebut
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
67
68
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Kependudukan
Prinsip mengenai integrasi kebijakan kependudukan ke dalam kebijakan pembangunan
harus menjadi prioritas, karena hanya dengan menerapkan prinsip tersebut pembangunan
kependudukan akan berhasil. Untuk itu strategi pertama yang harus dilakukan adalah
melakukan population mainstreaming. Semua kebijakan pembangunan harus dilakukan
dengan mendasarkan pada prinsip people centered development untuk mencapai pembangunan
yang berwawasan kependudukan. Pelaksanannya harus mendasarkan pada pendekatan
hak asasi. Untuk itu langkah pertama adalah melakukan capacity building untuk seluruh
pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten.
Langkah berikutnya adalah
melakukan integrasi kebijakan
kependudukan dengan kebijakan
pembangunan sejak tahap
perumusan, implementasi sampai
dengan evaluasi dan monitoring.
Dengan memerhatikan bahwa
kondisi dari semua aspek di Indonesia tidak homogen, maka
disparitas yang terjadi antarprovinsi, terlebih lagi antarkabupaten/kota, harus menjadi
pertimbangan utama dalam
merumuskan strategi. Strategi
yang dirumuskan tidak harus
bersifat tunggal, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan di setiap daerah.
Oleh karena itu, dalam menyusun
strategi diperlukan mekanisme yang saling melengkapi antara bottom-up dan top-down.
4.1. Pengendalian Kuantitas Penduduk
Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui pengaturan dua komponen utama
kependudukan, yaitu pengaturan fertilitas dan penurunan mortalitas.
4.1.2. Pengaturan Fertilitas
GRAND
GRANDDESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNANKEPENDUDUKAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
TAHUN2011-2035
2011-2035
69
Pengaturan fertilitas dilakukan melalui program KB yang mengatur (1) usia ideal
perkawinan, (2) usia ideal melahirkan, (3) jarak ideal melahirkan, dan (4) jumlah ideal
anak yang dilahirkan.
Kebijakan pengaturan fertilitas melalui program KB pada hakikatnya dilaksanakan untuk
membantu pasangan suami istri mengambil keputusan dan memenuhi hak-hak
reproduksi yang berkaitan dengan hal berikut. (1) Pengaturan kehamilan yang diinginkan,
(2) penurunan angka kematian bayi dan angka kematian ibu, (3) peningkatan akses dan
kualitas pelayanan, (4) peningkatan kesertaan KB pria, serta (5) promosi pemanfaatan
air susu ibu.
Pengaturan fertilitas melalui program KB juga dilakukan dengan cara berikut. (1)
Peningkatan akses dan kualitas KIE serta pelayanan kontrasepsi di daerah, (2) larangan
pemaksaan pelayanan KB karena bertentangan dengan HAM, (3) pelayanan kontrasepsi
dilakukan sesuai dengan norma agama, budaya, etika, dan kesehatan, serta (4) perhatian
bagi penyediaan kontrasepsi bagi penduduk miskin di daerah terpencil, tertinggal, dan
perbatasan.
4.1.3
Penurunan Mortalitas
70
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
71
reproduksi dan KB. Dalam pelaksanaannya, strategi ini perlu memerhatikan kondisi
sosial, budaya, demografi, dan ekonomi kelompok sasaran
4.2 . Peningkatan Kualitas
4.2.1. Dimensi Kesehatan
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka menurunkan angka kematian
dan meningkatkan angka harapan hidup
4.2.2. Dimensi Pendidikan
Meningkatkan kompetensi dan daya kompetisi penduduk Indonesia melalui
pendidikan formal, nonformal maupun informal dalam rangka memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional, khsususnya dalam rangka mendukung
tercapainya MP3EI dan MP3KI
Mengurangi kesenjangan pendidikan menurut jenis kelamin melalui peningkatan
akses perempuan untuk memperoleh pendidikan
4.2.3. Dimensi Ekonomi
Meningkakan status ekonomi penduduk melalui perluasan kesempatan kerja dan
pengurangan pengangguran dan setengah pengangguran.
Mengurangi kesenjangan ekonomi sebagai salah satu usaha untuk menurunkan angka
kemiskinan
4.2.4. Strategi Peningkatan Kualitas
Strategi peningkatan kualitas penduduk merupakan aspek yang sangat penting dalam
pembangunan kependudukan. Di samping itu, strategi peningkatan kualitas penduduk
merupakan bagian integral dari strategi pengendalian kuantitas penduduk, pembangunan
keluarga, dan pengarahan mobilitas penduduk.
Penduduk merupakan pelaku, pelaksana, dan penikmat pembangunan. Dengan kualitas
yang tinggi, penduduk akan lebih banyak berperan sebagai pelaku dan pelaksana
pembangunan. Selain itu, pembangunan tidak hanya bergantung pada sumber daya
alam dan teknologi, tetapi justru lebih bergantung pada kualitas penduduknya. Dengan
tersedianya sumber daya manusia yang memadai dalam arti kuantitas dan kualitas, maka
tantangan di masa yang akan datang dapat diatasi dengan baik. Kualitas sumber daya
manusia yang ada sekarang masih perlu ditingkatkanagar tantangan tersebut diatasi
dengan baik.
72
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN
PEMBANGUNAN
EKONOMI
SDM
PEMBANGUNAN
KESEHATAN
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
73
Sementara itu, strategi penurunan kematian maternal sangat erat kaitannya dengan program KB sehingga strategi yang dijalankan untuk pelaksanaan program KB juga akan
memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian maternal. Hal tersebut harus
ditopang dengan pengembangan pelayanan prenatal maupun antenatal.
Dari sisi pendidikan, strategi yang harus dilakukan adalah
memberikan akses yang sebesar-besarnya kepada kelompok
rentan, khususnya penduduk miskin, untuk memperoleh
pendidikan. Penurunan gender gap dalam hal akses terhadap
pelayanan pendidikan juga penting sebagai prioritas,
khususnya untuk mengatasi masalah di berbagai daerah yang
masih lebar kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan
perempuannya. Karena di berbagai provinsi angka melek
huruf masih rendah, maka untuk pendidikan nonformal
maupun informal perlu memperoleh prioritas. Dalam rangka
mendukung tercapainya MP3EI, maka kebijakan pendidikan
juga harus disusun berdasarkan kebutuhan kualifikasi SDM
di setiap koridor. Sejauh ini dokumen MP3EI belum
sepenuhnya memerhatikan kebutuhan SDM, terutama dari
segi kualitas, sebagai bagian penting dalam mencapai
percepatan pembangunan ekonomi di setiap koridor. Oleh
karena itu, kebijakan pendidikan harus dimulai dengan
mengidentifikasi kebutuhan tersebut.
74
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
maju, mandiri, dan harmonis yang berkeadilan dan berkesetaraan gender; membangun
keluarga yang berwawasan nasional dan berkontribusi kepada masyarakat, bangsa, dan negara;
serta membangun keluarga yang mampu merencanakan sumber daya keluarga.
berkeluarga berdasarkan
perkawinan yang sah;
pembangunan keluarga
harmonis, sejahtera, sehat,
maju, dan mandiri;
pembangunan keluarga yang
Strategi
Dalam upaya membangun keluarga yang bertakwa kepada Tuhan
yang Maha Esa, strategi yang disuguhkan adalah pembangunan
keluarga melalui Pendidikan Etika, Moral, dan Sosial Budaya secara
formal maupun informal.
Indikator keberhasilan
Pembangunan keluarga yang bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa
mempunyai indikator keberhasilan yang dilihat dari hal berikut.
Keluarga yang menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing
Keluarga yang menaati nilai, norma, dan aturan agama
Keluarga yang memelihara kerukunan antarumat beragama
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
75
Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam membangun iklim berkeluarga berdasarkan perkawinan
yang sah adalah.
Keluarga dibangun dari perkawinan menurut hukum agama dan negara.
Keluarga dibangun dari perkawinan antara laki-laki dan perempuan, bukan
perkawinan dengan sejenis kelamin.
Keluarga dibangun dari perkawinan yang diketahui oleh keluarga dan masyarakat.
Setiap perkawinan tercatat di lembaga yang berwenang dengan dibuktikan oleh
kepemilikan akta nikah.
c.
Strategi
Beberapa strategi untuk membangun keluarga harmonis, sejahtera, sehat, maju, dan
mandiri adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan ketahanan keluarga berwawasan gender berbasis kelembagaan lokal
Strategi ini dijalankan melalui kegiatan konsultasi dan advokasi keluarga,
pendampingan keluarga rentan, pengembangan nilai keluarga dan keadilan gender,
pembagian peran gender yang berkeadilan dan berkesetaraan, serta optimalisasi
fungsi keluarga menuju kesejahteraan dan ketahanan keluarga.
2. Pengembangan perilaku hidup sehat pada keluarga (sehat fisik/reproduksi, sehat
psikologis, sehat sosial, dan sehat lingkungan)
3. Pendidikan dan pengasuhan anak agar berkarakter baik
4. Pengembangan ketahanan keluarga dan ketahanan pangan keluarga. Strategi ini
dilaksanakan dengan pemanfaatan pekarangan dan dukungan sosial lingkungan.
Indikator keberhasilan
1. Keluarga berketahanan (kuat, bertahan hidup, beradaptasi)
2. Keluarga sejahtera (pendapatan per kapita/bulan tidak miskin, rumah layak huni,
mempunyai tabungan)
3. Keluarga sehat (kecukupan pangan dan gizi, morbiditas rendah, tidak berpenyakit,
sehat psikologis)
4. Keluarga maju (partisipasi pendidikan, partisipasi kerja)
5. Keluarga mandiri (kemandirian sosial ekonomi)
6. Keluarga harmonis (tidak bercerai, penurunan tingkat kekerasan dalam rumah
tangga, penurunan tingkat perdagangan manusia, penurunan tingkat kenakalan anak)
d. Membangun keluarga yang berwawasan nasional dan berkontribusi
kepada masyarakat, bangsa, dan negara
Strategi
76
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilannya adalah keluarga yang berketahanan sosial, berwawasan ke
depan (menguasai iptek), serta berkontribusi kepada masyarakat, bangsa, dan negara
(berperan serta dalam kegiatan sosial kemasyarakatan).
e. Membangun keluarga yang mampu merencanakan sumber daya keluarga
Strategi
Strategi yang dapat dilakukan adalah untuk membangun keluarga yang mampu
merencanakan sumber daya dengan pendampingan manajemen sumber daya keluarga.
Kegiatan lainnya adalah dengan konsultasi perkawinan, pengasuhan anak, manajemen
keuangan rumah tangga, manajemen stres, serta manajemen waktu dan pekerjaan
keluarga.
Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah.
1. Keluarga mampunyai perencanaan berkeluarga.
2. Keluarga mempunyai perencanaan investasi anak.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah wajib belajar, tabungan/asuransi
pendidikan anak, dan angka drop-out menurun.
3. Keluarga mempunyai perencanaan keuangan.
Hal ini dapat diukur dari tabungan keluarga, partisipasi keluarga menabung di bank,
dan perencanaan membeli rumah.
4.4. Persebaran dan Pengarahan Mobilitas Penduduk
Pokok-pokok Pembangunan Kependudukan pada penataan persebaran dan pengerahan
mobilitas, dapat diuraikan sebagai berikut,
1. Pengarahan mobilitas penduduk yang didorong dan mendukung pembangunan
pembangunan daerah yang berkeadilan
2. Pengelolaan urbanisasi yang mengarah pada pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan
3. Pengarahan persebaran penduduk untuk mencapai tujuan MP3EI dan MP3KI sesuai
dengan kebutuhan setiap koridor
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
77
Untuk tujuan ini, perlu tiga pendekatan dalam kebijakan pengarahan mobilitas penduduk.
1) Mengurangi peran pusat dan meningkatkan promosi daerah-daerah tujuan baru
sehingga penduduk terangsang untuk melakukan perpindahan secara spontan
2) Membuat regulasi yang menguntungkan bagi daerah tujuan dengan sasaran
menghambat/mengurangi minat penduduk yang tidak berkualitas berpindah ke
78
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
79
Berbicara tentang pengerahan penduduk, maka dalam jangka pendek maupun menengah
dan panjang, perlu dirumuskan beberapa sasaran pengarahan mobilitas penduduk yang
antara lain meliputi hal berikut.
1. Pemodelan rekayasa sosial yang memungkinkan integrasi antara penduduk pendatang
dan penduduk asli
2. Pengembangan kebijakan lokal yang pro masyarakat asli tanpa mengurangi hak
hidup pendatang
3. Pengembangan regulasi yang memungkinkan adanya migration selection berdasarkan
kapasitas pendidikan dan keterampilan, aspek politik, dan kelembagaan
4. Penguatan peran elemen masyarakat sipil (CSO, NGO, dan universitas) dalam capacity building permukiman baru hasil kebijakan mobilitas formal
5. Pengembangan forum komunikasi antarwarga di daerah-daerah tujuan mobilitas
6. Penguatan kelembagaan keluarga migran dalam konteks kebijakan kesehatan
reproduksi
7. Strategi pengembangan daerah penyangga perkotaan dan pengembangan ekonomi
perdesaan sehingga mengurangi minat penduduk desa melakukan urbanisasi
8. Pemodelan pengembangan ekonomi makro dan distribusi kesejahteraan yang merata
sehingga semakin mengurangi distorsi biaya hidup antarwilayah
9. Memikirkan kembali keterkaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja
10. Desentralisasi kewenangan pengarahan mobilitas penduduk
11. Pengembangan kajian akademis terkait pemodelan mobilitas penduduk dan dikaitkan
dengan kepentingan nasional (sesuai dengan dokumen perundangan), dengan tujuan
pengembangan dan mengonstruksikan proposisi/teori menengah terkait dengan
proses-proses migrasi yang berhasil diidentifikasi dari studi terkait kondisi masyarakat
Indonesia untuk menjawab tantangan tujuan-tujuan pengerahan penduduk,
mengaitkan kebijakan pengerahan mobilitas penduduk dengan konteks
perkembangan ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan fisik migran, baik lokal,
regional maupun global, membangun kerangka konseptual baru yang memungkinkan
untuk menjawab tantangan pengarahan mobilitas penduduk, serta pengembangan
strategi-strategi baru terkait dengan pengarahan mobilitas penduduk, baik internal
maupun internasional
Untuk tercapainya tujuan-tujuan pengarahan mobilitas penduduk tersebut, maka perlu
sejak awal dipastikan bahwa PP, perda, dan berbagai aturan pelaksana lainnya telah
dapat diselesaikan. Beberapa peraturan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan
tujuan itu adalah sebagai berikut.
a. Penataan dan penyebaran penduduk ke daerah perbatasan antarnegara
b. Kebijakan mobilitas penduduk nonpermanen
c. Penataan persebaran penduduk melalui kerja sama antardaerah
80
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
81
Pusat Pengembangan
Pangan, Perikanan, Energi
dan Pertambangan
Nasional
Pendorong
Industri dan
Jasa Nasional
Pintu Gerbang
Pariwisata dan
Pendukung Pangan
Nasional
TERSEBARNYA WILAYAH
PERKOTAAN SEBAGAI PUSAT
PELAYANAN YANG TERINTEGRASI
DENGAN WILAYAH PEDESAAN
SEBAGAI WILAYAH PRODUKSI
PERTANIAN DAN PENGELOLAAN
SUMBERDAYA ALAM
82
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Koridor ekonomi ini, dengan demikian, merupakan ruang yang secara sengaja dirancang
untuk tempat tumbuh dan berkembangnya komoditas dan/atau usaha unggulan tertentu
yang terintegrasi dengan kawasan permukiman dan membentuk pusat-pusat pelayanan
baru atau mendukung pusat-pusat pelayanan yang ada.
Pola pikir penataan persebaran adalah dengan cara mengembangkan dan membangun
sentra-sentra ekonomi di luar Pulau jawa. Strategi yang dilaksanakan adalah dengan
menciptakan kota-kota metropolitan potensial dari empat kota metropolitan besar
menjadi 14 kota metropolitan besar, kota metropolitan kecil dari tiga menjadi 18, kota
besar dari 17 menjadi 44, serta penciptaan kota sedang, kota kecil, dan pusat-pusat
pertumbuhan (pusat kegiatan lokal). Strategi Penataan Persebaran Penduduk dapat dilihat
pada skema di bawah ini.
Penataan persebaran penduduk disesuaikan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang
tersebar di seluruh pulau di Indonesia dan diarahkan pada pulau-pulau luar Jawa yang
merupakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan potensial. Diharapkan wilayah-wilayah
tersebut menjadi kota-kota metropolitan baru dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
baru yang akan menarik penduduk untuk bertempat tinggal di dalamnya.
Pengembangan Daerah Metropolitan
Dalam pengembangan daerah metropolitan, diperlukan pemahaman Kelas Ruang (KR)
dan Kelas Penduduk (KP). Kelas ruang merupakan jarak jalajah pelayanan maksimum,
sedangkan kelas penduduk merupakan penggambaran jumlah penduduk yang ada di
kota tersebut. Tabel tersbut dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.
Tabel 4.1. Kelas Ruang
Sumber: Hugh Denney, 1972, De Congesting Metropolitan America, It Can be Done, University of Missoury,
Extension Divission
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
83
Sumber: Hugh Denney, 1972, De Congesting Metropolitan America, It Can be Done, University of Missoury,
Extension Divission
Sumatera
Di Pulau Sumatera secara administratif terdapat 10 wilayah provinsi. Secara aktual
keruangan, wilayah Sumatera memiliki dua metropolitan ber-KR 10 (Medan dan
Palembang). Kedua pusat ruang ini berdasarkan kelas penduduk dengan sedirinya akan
menjadi dan bersama kota-kota lainnya berpotensi sebagai titik-titik pusat KR-9 (Gambar
4.4). Teridentifikasi bahwa seluruh ibukota provinsi di Sumatera dapat menjadi pusat
KR 9, kecuali Pekanbaru (ibukota Provinsi Riau) yang digantikan peran dan fungsinya
oleh Dumai serta Batam menggantikan Tanjung Pinang (ibukota Provinsi Kepulauan
Riau).
Dalam hal ini Batam tetap di bawah pengaruh dan sebagai daerah belakang Singapura.
Kota-kota metropolitan di luar Sumatera yang dianggap membatasi pengaruh dan
mempunyai pengaruh timbal balik adalah Penang (Malaysia) terhadap Medan dan Banda
Aceh, Kuala Lumpur (Malaysia) terhadap Dumai (Riau), Singapura terhadap Dumai,
Jambi, dan Pangkal Pinang (Babel); Pontianak terhadap Pangkal Pinang, serta Jakarta
terhadap Bandar Lampung dan Pangkal Pinang. Dengan adanya sepuluh pusat KR 9
dan dua di antaranya sudah ber KR 10 di wilayah Sumatera ini, diperkirakan potensi
tambahan penduduk yang dapat diakomodasikan mencapai sekitar 14,4 juta jiwa.
84
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
85
Kalimantan
Di Pulau Kalimantan terdapat empat provinsi dengan tiga kota aktual yang diproyeksikan
sebagai pusat KR 10 dan satu di antaranya (Balikpapan) secara aktual merupakan kota
otonom yang bukan ibukota provinsi. Dengan demikian, berdasarkan kelas penduduk,
di pulau ini terdapat limakota potensi metropolitan ber- KR 9, dengan rincian tiga di
antaranya secara otomatis karena telah ber-KR 10 dan dua lainnya (Samarinda merupakan
ibukota Provinsi Kaltim dan Palangkaraya sebagai ibukota Kalteng) diproyeksikan sebagai
salah satu alternatif pengganti DKI Jaya untuk menjadi ibukota negara. Samarinda,
bahkan dalam hal ini dipersyaratkan untuk beraglomerasi dengan Tenggarong, ibukota
Kabupaten Kutai Kertanegara. Selengkapnya Lihat Gambar 4.5. Dengan
memperhitungkan kapasitas daya tampung terhadap lima pusat KR 9 yang tiga di
antaranya telah ber-KR 10, potensi tambahan jumlah penduduk di kota-kota metropolitan baru di wilayah Kalimantan ini adalah sekitar 12,1 juta jiwa.
Tabel 4.4 Potensi Tambahan Jumlah Penduduk Kota-Kota yang Diproyeksikan
sebagai Metropolitan Besar dan Kecil Wilayah Kalimantan
86
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Gambar 4.5 Potensi Tambahan Jumlah Penduduk Kota-Kota yang Diproyeksikan sebagai
Metropolitan Besar dan Kecil Wilayah Kalimantan
Melalui analisis spasial KR 9, diketahui bahwa bagian terbesar wilayah kabupaten dan
kota perbatasan, baik di Provinsi Kalbar maupun Kaltim, berada di bawah pengaruh
kota-kota negara tetangga (Kuching-Serawak-Malaysia untuk Kalbar, serta Bandar
Seribegawan-Brunei Darussalam dan Tawao-Sabah-Malaysia untuk Kaltim). Sementara
itu, KR 9 yang saling memengaruhi dalam lingkup domestik antarpulau adalah PaluSulteng untuk Samarinda, Memuju-Sulbar untuk Balikpapan, serta Pangkal Pinang-Babel dan Singapura untuk Pontianak.
Sulawesi-Maluku-Maluku Utara
Di wilayah ini terdapat tiga kota yang diproyeksikan sebagai pusat untuk KR 10, yaitu
Makassar, Manado, dan Ambon. Berdasarkan gambaran spasial dan kelas penduduk
wilayah ini, untuk KR 9 teridentifikasi selain tiga kota tersebut yang telah menjadi pusat
KR 10, adalah ibukota-ibukota provinsi se-Sulawesi lainnya (Mamuju-Sulbar ketimbang
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
87
Mamuju (ibukota Provinsi Sulbar) dengan segala keterbatasan infrastrukturnya saat ini
lebih berorientasi ke luar ketimbang Palopo (salah satu kota otonom di Sulsel yang
lebih berorientasi ke dalam). Mamuju juga dapat menjadi akses utama keluar masuk
(seaway) bagi salah satu titik di Kabupaten Luwu Utara (Sulsel) bila terpilih menjadi
salah satu alternatif bagi letak ibukota negara. Kota-kota antarpulau yang dominan
membatasi ruang pengaruh pusat-pusat ber-KR 9 di wilayah ini adalah Samarinda
(Kaltim) untuk Palu, Balikpapan (Kaltim) dan Banjarmasin (Kalsel) untuk Mamuju,
serta Sorong (Papua Barat) untuk Ternate dan Ambon.
88
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Gambar 4.6 Potensi Tambahan Jumlah Penduduk Kota-Kota yang Diproyeksikan sebagai
Metropolitan Besar dan Kecil Wilayah Sulawesi-Maluku-Maluku Utara
Papua
Wilayah tertimur NKRI ini memiliki tiga pusat untuk KR 10 (Sorong di Papua Barat
serta Jayapura dan Merauke yang keduanya ada di Papua). Dengan kondisi alam yang
relatif miskin infrastruktur ini, pusatpusat untuk KR 9 berdasarkan kelas penduduk
selain tiga kota tadi, yang juga diproyeksikan adalah Timika (ibukota Kabupaten MimikaPapua), Kota Biak (Papua), dan Manokwari (ibukota Provinsi Papua Barat). Lihat
selengkapnya Gambar 4.7. Dengan memperhitungkan potensi daya tampung keenam
kota yang diproyeksikan menjadi pusat KR 9, tiga di antaranya telah ber-KR 10 dengan
jumlah penduduk yang dapat mencari dan menggerakkan kehidupan di metropolitan
baru tersebut sekitar 14 jutaan jiwa.
Jayapura dan Merauke yang keduanya diproyeksikan menjadi pusat KR 10 tetap diarahkan
dapat memengaruhi wilayah pantai utara PNG dan ibukota negara NPG. Bila tidak,
tentunya dalam jangka menengah-panjang akan terjadi fenomea saling pengaruhi atau
bahkan dipengaruhi. Khusus Sorong, pengaruh ruangnya akan dibatasi oleh Ternate
(Malut) dan Ambon (Maluku). Khusus Sorong dan Jayapura, sejak awal harus
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
89
90
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Bali-Nusa Tenggara
Wilayah ini dalam konstelasi KR 10 berada di bawah pengaruh Surabaya (Jatim), Makassar
(Sulsel), dan Kupang (NTT). Untuk analisis spasial berdasarkan kelas penduduk, di
wilayah ini teridentifikasi kota-kota yang diproyeksikan menjadi pusat-pusat KR 9, selain
Kupang, adalah Atambua (ibukota Kabupaten Belu yang juga diproyeksikan sebagai
salah satu kota Pusat Kegiatan Strategis Nasional/PKSN di wilayah perbatasan), Bima
(sebagai kota otonom di Pulau Sumbawa ketimbang Mataram di Pulau Lombok yang
tetap diproyeksikan menjadi pusat pemerintahan provinsi dan di bawah pengaruh
Denpasar), dan Denpasar sendiri yang menjadi ibukota Provinsi Bali (Gambar 16).
Empat potensi metropolitan ber-KR 9 di wilayah ini (termasuk Kota Kupang yang
diproyeksikan sebagai pusat KR 10) diperhitungkan dapat mengakomodasikan potensi
jumlah tambahan sekitar 7 jutaan jiwa penduduk.
Tabel 4.7. Potensi Tambahan Jumlah Penduduk Kota-Kota yang Diproyeksikan
sebagai Metropolitan Besar dan Kecil Wilayah Bali-Nusa Tenggara
Secara keruangan, batas pengaruh pusat-pusat ber-KR 9 di wilayah ini dengan wilayah
lainnya hanya terdapat di sebelah timur, yaitu Ambon-Kendari-Makassar, terutama
Atambua dan Darwin (Australia) untuk Kupang. Kupang sebagai pusat KR 10 melalui
Atambua, Kefamenanu, dan Kalabahi secara khusus diproyeksikan dapat memengaruhi
semua wilayah Negara Timor Leste. Sementara itu, untuk sebelah barat adalah Surabaya
(Jatim) yang saling pengaruhi terhadap Denpasar.
Ada kekhasan dalam sistem transportasi di wilayah ini, yaitu satu entitas kepulauan
yang terkoneksi melalui jalan raya didukung dengan angkutan penyeberangan, selain
seaways dan airways untuk menghubungkan antarwilayah (dengan Pulau Jawa khususnya)
pada kelas ruang di atasnya dengan metropolitan Surabaya sebagai salah satu pusat KR
10 yang memengaruhinya.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
91
Gambar 4.8 Potensi Tambahan Jumlah Penduduk Kota-Kota yang Diproyeksikan sebagai Metropolitan Besar dan Kecil Wilayah Bali-Nusa Tenggara
Dari tabel dan gambar di atas dapat diuraikan potensi pertambahan pendudukan untuk
kota yang diproyeksikan sebagai kota metropolitan besar dan kecil pada wilayah tersebut.
Pulau Sumatera mampu menampung tambahan penduduk sebesar 13,6 juta jiwa.
Pulau Kalimantan mampu menampung tambahan penduduk sebesar 12,1 juta jiwa,
Pulau Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara mampu menampung tambahan penduduk
sebesar 13,7 juta jiwa.
Pulau Papua mampu menampung tambahan penduduki sebesar 14 juta jiwa,
Pulau Bali dan Nusa Tenggara mampu menampung tambahan penduduk sebesar 7
juta jiwa.
Oleh karena itu, potensi perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa
sampai dengan tahun 2035 adalah sebesar sekitar 70,5 juta jiwa.
Sementara itu, potensi penduduk yang dapat dipindahkan dari Pulau Jawa ke luar Pulau
Jawa sehubungan dengan proyeksi terbentuknya kota besar adalah sebagai berikut :
Pulau Sumatera sebesar 9,2 juta jiwa.
Pulau Kalimantan sebesar 10,9 juta jiwa.
92
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Oleh karena itu, potensi perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa
sampai dengan tahun 2035 adalah sebesar sekitar 51,5 juta jiwa. Dengan diterapkannya
strategi pembentukan kota-kota metropolitan besar, kecil, dan kota besar di luar Pulau
Jawa, potensi penduduk yang dapat dipindahkan dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa
sampai dengan tahun 2035 sebesar adalah sekitar 125 juta jiwa.
Selain strategi pembentukan kota-kota metropolitan besar, kecil, dan kota besar di luar
Pulau Jawa, pengaturan dan penataan persebaran serta mobilitas penduduk dilaksanakan
melalui fokus intervensi perubahan sebagai berikut.
1. Komitmen politik pada kebijakan kependudukan dengan menerbitkan regulasi
2. Pemisahan lokalitas antara pusat pemerintahan dengan pusat pelayanan ekonomi,
sosial budaya, dan bisnis
3. Penataan, penggunaan dan pengendalian tata ruang dan tata wilayah
4. Reorientasi dan keberpihakan pembangunan dan investasi ekonomi ke pulau-pulau
luar Jawa
5. Pengarahan mobilitas penduduk secara spasial dan vertikal
6. Penguatan kelembagaan
Fokus intervensi perubahan dijabarkan dalam kebijakan penataan persebaran dan
pengaturan mobilitas penduduk sebagai berikut.
1. Percepatan pembangunan dan pengembangan antarwilayah dengan sekaligus
penataan persebaran dan pengaturan mobilitas penduduk yang berbasis spasial
2. Pengembangan wilayah diprioritaskan pada pengembangan pusat pertumbuhan di
luar Pulau Jawa berbasis pemberdayaan ekonomi lokal
3. Pemihakan alokasi dan belanja APBN dan APBD bagi daerah-daerah di luar Pulau
Jawa
4. Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan
5. Pembangunan dan pengembangan kehidupan bermasyarakat berbasis kearifan lokal
6. Penghormatan kepada hak asasi setiap warga negara untuk bertempat tinggal,
bekerja, dan membangun kehidupan di wilayah NKRI
7. Fasilitasi penempatan tenaga kerja ke luar negeri sebagai alternatif peluang pasar
kerja global
8. Penghapusan diskriminasi
9. Pembangunan berlandaskan hukum
10. Penetapan zonasi permukiman yang bebas dari potensi bencana
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
93
11. Peningkatan Komunikasi Informasi dan Edukasi pada penduduk potensial bencana
untuk menyadari besarnya potensi risiko keselamatan bagi diri, keluarga, dan
masyarakat luas
12. fasilitasi perpindahan penduduk yang terpaksa pindah akibat menempati ruang
yang tidak sesuai dengan peruntukkannya
Kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi berikut.
1. Penciptaan iklim investasi yang berpihak ke kawasan di luar Pulau Jawa melalui
penyederhanaan Standar Pelayanan Minimal dan Norma Standar Prosedur dan
Kriteria yang terkait dengan the Ease of Doing Business
2. Pewilayahan komoditas unggulan dan industri turunannya
3. Peningkatan infrastruktur yang mampu mendorong investasi dan pergerakan
penduduk secara keruangan
4. Restrukturisasi sistem penganggaran
5. Penyediaan perangkat regulasi yang adil
6. Penegakan hukum yang adil dan berpihak kepada masyarakat
Pengaturan mobilitas penduduk bertujuan untuk mewujudkan persebaran penduduk
optimal yang didasarkan pada keseimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung
alam dan daya tampung lingkungan. Mobilitas penduduk dibagi menjadi dua katagori,
yaitu mobilitas nasional dan internasional.
Mobilitas penduduk internal mencakup: mobilitas penduduk permanen dan
nonpermanen, mobilitas penduduk ke daerah penyangga dan pusat pertumbuhan
ekonomi baru, penataan persebaran penduduk melalui kerja sama antardaerah,serta
urbanisasi dan persebaran penduduk ke daerah perbatasan, daerah tertinggal, dan pulaupulau kecil terluar.
Pengarahan penduduk internal dilakukan dengan menghormati hak setiap penduduk
untuk bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah NKRI.
Pemerintah daerah menetapkan kebijakan pengarahan mobilitas penduduk sepanjang
tidak bertentangan dengan kebijakan nasional.
Perencanaan pengarahan mobilitas penduduk dan/atau persebaran penduduk dilakukan
menggunakan data dan informasi persebaran penduduk dengan memerhatikan Rencana
Tata Ruang Wilayah. Sistem informasi kesempatan kerja yang memungkinkan penduduk
untuk melakukan mobilitas ke daerah tujuan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
perlu dikembangkan.
94
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
95
10. Penyiapan SDM yang kompeten berstandar internasional sejak dari dunia pendidikan
hingga ke/dan selama di dunia kerja sebagai kebutuhan mutlak dan merupakan
salah satu alat perlindungan utama dalam hubungan kerja
11. Peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik
4.5. Pembangunan Database Kependudukan
Kebijakan umum pembangunan database kependudukan dilakukan dengan
mengembangkan database kependudukan yang memiliki akurasi dan tingkat kepercayaan
yang tinggi serta dikelola dalam suatu sistem yang integratif, mudah diakses oleh para
pemangku kepentingan, serta menjadi bagian dari Decision Support System (DSS). Kondisi
ini didukung oleh penguatan kapasitas sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
tinggi, infrastruktur yang memadai, serta sistem kelembagaan yang kuat.
4.5.1. Strategi Pembangunan Database Kependudukan
Salah satu aspek penting dalam penyusunan strategi adalah menyikapi isu-isu strategis
(strategic issues) di lingkungan nasional maupun global serta pengembangan berbagai
ukuran atau indikator kinerja untuk mengakui keberhasilan implementasi untuk setiap
rencana aksi. Penahapan strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut.
96
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Periode 2010-2015: fokus utama periode ini adalah pemantapan layanan Sistem
Administrasi Kependudukan (SAK) untuk instansi pemerintah terkait lainnya atau
lebih dikenal dengan konsep Government to Government (G2G), layanan SAK untuk
masyarakat atau dikenal dengan istilah Government to Citizen (G2C), layanan Sistem
Administrasi Kependudukan (SAK) untuk dunia bisnis (G2B), dan Pemantapan
Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan berbagai penyempurnaan dan
penyesuaian fitur agar sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2006. Pada periode
ini juga mulai dikembangkan sistem identifikasi pengenal tunggal dengan teknologi
biometrik. Pendekatan pengembangan dan penerapan, baik sisi fitur teknologi
maupun dari sisi implementasi di lapangan dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Periode 2016-2020: fokus periode ini terletak pada cara SAK dapat memberikan
layanan prima untuk mendukung hubungan sesama instansi pemerintah (G2G),
hubungan kepada masyarakat (G2C) dan hubungan dengan dunia bisnis, atau dikenal
dengan Goverment to Business (G2B). Pada periode ini, ditargetkan database
kependudukan untuk menjadi acuan bagi perencanaan pemerintah secara nasional
dan pemanfaatan dunia bisnis, seperti untuk kebutuhan marketing research, e-payment,
e-commerce, dan transaksi bisnis berbasis elektronik lainnya.
Periode 20212025: fokus pada periode ini adalah pemantapan fungsi dan peranan
Database Kependudukan Nasional yang berlandaskan pada tertib administrasi
kependudukan dan layanan prima administrasi kependudukan. Database
Kependudukan Nasional ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pemerintah, dunia bisnis, dan dunia internasional. Pada periode ini Database
Kependudukan Nasional telah memiliki tingkat kepercayaan (trust) yang tinggi dan
diakui oleh dunia internasional. Kepercayaan yang tinggi terhadapa Database
Kependudukan Nasional dapat digunakan untuk mendukung kerja sama multilateral bidang pertahanan dan keamanan, seperti cross border cyber crime, bidang
perekonomian (international investment), dan bidang lainnya, sehingga Indonesia
memiliki daya saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan global. Pada periode
ini juga diharapkan peranan SAK menjadi faktor daya saing bangsa dan sebagai
akselerator dalam mewujudkan iklim masyarakat informasi (Information Society) dan
masyarakat berpengetahuan (Knowledge base society).
Periode 2026-2030: Fokus strategi periode ini untuk mengembangkan database yang
ada terintegrasi dengan data lain terkait. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan
sistem yang terhubung dengan data lain yang berasal dari berbagai lembaga dan
sesuai dengan data yang telah ada. Sistem ini dikembangkan agar mudah diakses
oleh pemangku kepentingan.
Periode 2031-2035: Strategi yang dilakukan adalah mengembangkan sistem yang telah
terbangun menjadi bagian dari DSS (Decision Support System) yang terintegratif.
Tujuannya adalah memfasilitasi pengambil kebijakan untuk menggunakan data dan
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
97
98
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
penerapan e-KTP, diselesaikan akhir tahun 2012 dan pada saat itu akan didapat database
yang benar-benar dijamin keakuratannya.
Update database kependudukan agar data kependudukan yang ada sesuai dengan kondisi
nyatanya dilakukan secara regular melalui pelayanan pendaftaran penduduk, pencatatan
sipil, dan pelayanan e-KTP secara regular juga. Terbangunnya database kependudukan
berbasis NIK secara nasional akan memberikan banyak sekali keuntungan dari berbagai
sektor pembangunan dan pelayanan publik. Database kependudukan melalui NIK
diintegrasikan dengan sidik jari sebagai kunci akses sehingga data kependudukan terjamin
validitasnya dan secara mudah diakses oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Secara
garis besar, aksesibilitas database kependudukan dapat digambarkan pada ilustrasi berikut.
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
99
Database kependudukan juga dapat digunakan untuk kepentingan pemilu dan pemilukada,
baik itu melalui data kependudukan yang telah dimutakhirkan dan diverifikasi dengan
bimoterik dalam program e-KTP (Gambar 4.12) maupun melalui pemanfaatan e-KTP
untuk kegiatan pelaksanaan pemungutan suara di TPS-TPS (Gambar 4.12. dan 4.13).
Berikut adalah gambarannya.
100
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Gambar 4.12 dan 4.13 Pemanfaatan Database Kependudukan dan e-KTP untuk Mendukung Pemilu
Dirjen Adminduk
(Departemen
Dalam Negeri)
Sistem Pendataan
sesuai Kebutuhan
Departemen/Instansi
Kebutuhan
Departemen/
Instansi
Pengolahan
dan Publikasi
Pengolahan dan
Publikasi
Pendukung
Badan Pusat
Statistik
(Nondepartemen)
1.Sensus
a. Sensus Penduduk
b. Sensus Ekonomi
c. Sensus Pertanian
2.Survei Kependudukan
a. SUPAS
b. Sakernas
c. Susenas Kov
d. Susenas Modul
e. SDKI
f. Lain-lain
Pengolahan dan
Publikasi
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
101
102
GRAND
GRANDDESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNANKEPENDUDUKAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
TAHUN2011-2035
2011-2035
BAB Roadmap
5.1. Umum
Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting
dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini diselenggarakan melalui
pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan sumber daya
manusia. Karakteristik pembangunan, antara lain, dilaksanakan melalui pengendalian
pertumbuhan penduduk, keluarga berencana, dan dengan cara pengembangan kualitas
penduduk, melalui pewujudan keluarga kecil yang berkualitas dan mobilitas penduduk
yang terarah. Dalam kaitan itu, aspek penataan data dan informasi kependudukan
merupakan hal penting dalam mendukung perencanaan pembangunan, baik di tingkat
nasional maupun daerah.
5.1.1. Pengendalian Kuantitas Penduduk
Roadmap Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini mencakup kurun waktu
2010 sampai dengan 2035 dengan periode lima tahunan. Roadmap dibuat untuk
mengetahui sejauh mana sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk telah dapat
dicapai, baik yang mencakup fertilitas maupun mortalitas. Dengan demikian, tujuan
roadmap ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana sehingga dapat diketahui
sasaran-sasaran yang harus dicapai pada setiap periode, serta kebijakan, strategi, dan
program yang perlu dilakukan.
Tabel 5.1. Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
103
103
104
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
105
5.1.3
Pembangunan Keluarga
5.1.4
Merujuk pada UU No. 52 Tahun 2009 pasal 33:1, pengarahan mobilitas penduduk
bertujuan untuk tercapainya persebaran penduduk optimal dan didasarkan pada
keseimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan. Mobilitas penduduk meliputi mobilitas internal dan internasional. Pasal
16A PP No. 57 Tahun 2009 menegaskan bahwa mobilitas penduduk dilaksanakan secara
106
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
107
Tabel 5.8 Pokok-Pokok Roadmap Grand Design Pengarahan Mobilitas Penduduk 2010-2035
108
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
109
110
GRAND
GRANDDESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNANKEPENDUDUKAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
TAHUN2011-2035
2011-2035
BAB Pen
utup
enutup
GRAND
GRAND DESIGN
DESIGN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
KEPENDUDUKAN
TAHUN
TAHUN 2011-2035
2011-2035
111
111
berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan, dan hidup layak (UU No. 52 Tahun 2008
Pasal 1 ayat 5). Pengembangan kualitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan manusia
yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
dan memiliki etos kerja yang tinggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangunan
kualitas penduduk difokuskan pada peningkatan kapasitas pendidikan, terjaminnya
kesehatan, serta kapasitas perekonomian.
Permasalahan utama kuantitas penduduk adalah pertumbuhan yang masih cukup tinggi.
Dalam jangka panjang, kondisi kependudukan yang diinginkan adalah tercapainya
penduduk stabil dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Dari kondisi ini diharapkan
bahwa jumlah bayi yang lahir diharapkan sama (seimbang) dengan jumlah kematian
sehingga penduduk menjadi stasioner. Untuk mencapai kondisi penduduk tumbuh
seimbang (PTS), diharapkan angka kelahiran total (TFR) akan berada pada 2,1 per
perempuan atau Net Reproduction Rate (NRR) sebesar 1 per perempuan tahun 2015.
Selanjutnya secara berlanjut angka fertilitas total menjadi 1,88 per perempuan dan NRR
menjadi 0,89 tahun 2020. Kondisi ini akan dipertahankan terus sampai dengan tahun
2035.
Permasalahan utama pembangunan keluarga adalah masih banyaknya keluarga yang
berada dalam kemiskinan atau hampir (rentan) miskin. Kondisi yang diinginkan melalui
pembangunan keluarga adalah terwujudnya keluarga Indonesia yang berkualitas, sejahtera,
dan berketahanan sosial yang mampu melaksanakan fungsi keluarga secara maksimal.
Persoalan lain yang masih menjadi kendala besar dalam pembangunan kependudukan
adalah tidak tersebarnya mobilitas penduduk secara merata. Lebih banyak penduduk
yang terkonsentrasi di kota-kota besar khususnya di Jawa. Ketidakmerataan ini berdampak
pada lambatnya perkembangan ekonomi antar daerah sehingga terjadi ketimpangan
ekonomi antar daerah. Dari aspek mobilitas penduduk, kondisi yang diinginkan adalah
terjadinya persebaran penduduk yang lebih merata ke luar Pulau Jawa sehingga
konsentrasi penduduk tidak semakin besar di Pulau Jawa yang memang sangat padat
penduduk. Demikian juga halnya dengan urbanisasi, diharapkan agar penduduk tidak
berbondong-bondong datang ke perkotaan yang pada gilirannya menimbulkan masalah
baru. Kondisi persebaran penduduk yang diinginkan adalah persebaran penduduk yang
merata dan pengaturan mobilitas sesuai dengan potensi daerahnya. Tentunya yang
diharapkan adalah adanya penataan dan persebaran yang proporsial sesuai daya dukung
alam dan lingkungan.
112
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
113
Daftar Pustaka
Adioetomo, Sri Murtiningsih. 2005. Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara
Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Pidato Pengukuhan
Guru Besar Fakultas Ekonomi UI. Jakarta: FE-UI
Badan Pusat Statistik. 2000. Sensus Penduduk 2000. Jakarta.
. 2002. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002. Jakarta.
. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta.
. 2010. Sensus Penduduk 2010. Jakarta.
. 2011. Survei Angkatan Kerja Nasional 2011. Jakarta.
Bappenas. 2007.
Denny, Hugh. 1972. De Congesting Metropolitan America, It Can be Done. University of
Missoury, Extension Divission.
Granado, et.al. 2007.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta.
UN-SC on Nutrition. 2008.
Saleh, Harry Heriawan, Mengurai Benang Kusut Metropolitan (Bumi Nusantara untuk
Manusia Indonesia). Jakarta.
114
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
Lampiran
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
115
116
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
117
118
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
119
120
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
121
122
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
123
124
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035
125
126
GRAND DESIGN
PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
TAHUN 2011-2035