0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas apresiasi pembelajaran sastra di sekolah dasar, meliputi karakteristik sastra anak SD, jenis kegiatan apresiasi berdasarkan tujuannya, dan persiapan pembelajaran sastra SD yang terdiri dari pemilihan bahan ajar, penentuan metode, dan evaluasi. Dokumen ini juga membahas teknik pembelajaran puisi, prosa, dan drama di kelas rendah dan tinggi SD serta manfaat pembelajaran drama bagi per
Dokumen tersebut membahas apresiasi pembelajaran sastra di sekolah dasar, meliputi karakteristik sastra anak SD, jenis kegiatan apresiasi berdasarkan tujuannya, dan persiapan pembelajaran sastra SD yang terdiri dari pemilihan bahan ajar, penentuan metode, dan evaluasi. Dokumen ini juga membahas teknik pembelajaran puisi, prosa, dan drama di kelas rendah dan tinggi SD serta manfaat pembelajaran drama bagi per
Dokumen tersebut membahas apresiasi pembelajaran sastra di sekolah dasar, meliputi karakteristik sastra anak SD, jenis kegiatan apresiasi berdasarkan tujuannya, dan persiapan pembelajaran sastra SD yang terdiri dari pemilihan bahan ajar, penentuan metode, dan evaluasi. Dokumen ini juga membahas teknik pembelajaran puisi, prosa, dan drama di kelas rendah dan tinggi SD serta manfaat pembelajaran drama bagi per
Karakteristik sastra anak sekolah dasar terdapat empat karakteristik, penjelasan keempat karakteristik sebagai berikut. Pertama karakteristik tradisional, yang tumbuh dari lapisan rakyat sejak zaman dahulu, bentuk mitologi, fabel, dongeng, legenda, dan kisah kepahlawanan. Kedua karakteristik realistis, yaitu sastra yang memuat nilai-nilai universal, dalam arti didasarkan pada hal-hal terbaik penulis zaman dulu dan kini. Ketiga karakteristik populer, yaitu sastra berisi hiburan yang menyenangkan anak-anak. Keempat karakteristik teoretis, yaitu yang dikomunikasikan kepada anak-anak dengan bimbingan orang dewasa serta penulisannya dikerjakan oleh orang dewasa pula (Endraswara, 2005). Jenis kegiatan apresiasi sastra berdasarkan tujuan terbagi menjadi tiga kegiatan, dengan penjelasan sebagai berikut. 1. Ketepatan apresiasi berupa kegiatan yang menimbulkan kepekaan psikis, mendengarkan, membaca sendiri, membaca bersama, interpretasi auditif- musikal dan visual, mementaskan, mengundang pelaku seni, memahami serta melatih keterampilan menggunakan teknis. 2. Kedalaman apresiasi meliputi dalam hal guru berupaya agar siswa mengalami proses kegiatan intelektual, emosional, dan imajinatif yang seimbang dengan proses yang pernah dialami oleh pengarang (sastrawan) dalam menciptakan karyanya. 3. Keluasan apresiasi antara lain kegiatan guru mendorong dan mengarahkan perhatian pada hubungan antara sastra dengan kehidupan segala masalahnya. Para siswa juga harus menggunakan pengetahuan lain. Pada kegiatan ini diharapkan siswa memiliki kepekaan terhadap nilai ekstrinsik dan menyadari bahwa kedudukan sastra sebagai lembaga masyarakat (Susanti, 2015). Apresiasi pembelajaran sastra di sekolah dasar terdiri dari tiga persiapan yang meliputi sebagai berikut. Pertama persiapan pembelajaran terdiri dari pemilihan bahan ajar dan penentuan metode pembelajaran. Pemilihan bahan ajar sastra memperhatikan dua aspek meliputi aspek bahasa dan aspek kematangan jiwa (psikologi). Alasan kedua aspek tersebut bahwa aspek bahasa berkaitan dengan tingkat penguasaan bahasa pembaca, sedangkan aspek kematangan jiwa berpengaruh terhadap minat dan keengganan siswa dalam pembelajaran sastra (Rahmanto, 1989). Metode dan teknik pembelajaran sastra meliputi metode berkisah, metode pembacaan, metode peragaan, teknik tanya jawab, dan teknik penugasan. Kedua persiapan pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan apresiasi pembelajaran sastra dapat berupa menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Ketiga persiapan evaluasi pembelajaran. Evaluasi apresiasi pembelajaran sastra dilakukan dengan tes (uraian dan pilihan ganda) dan nontes (penilaian prosedur) (Azkiya, 2014).
B. Apresiasi Sastra Anak Pada Kelas Rendah
Teknik pembelajaran puisi di kelas rendah meliputi pelacakan pendahuluan (untuk mengetahui pemahaman awal), penentuan sikap praktis (pemilihan puisi), pengantar (menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan), penyajian (pemberian kesan dan pesan terhadap siswa), diskusi, dan pengukuhan (pemberian tugas) (Yulianeta, 2014). Siswa di kelas rendah pada rentang usia 6-9 tahun dalam pembelajaran prosa karakteristiknya menyukai cerita sederhana tentang kehidupan sehari-hari, dongeng binatang, dan kisah-kisah yang lucu. Dengan demikian untuk pemilihan bahan ajar prosa memperhatikan enam kriteria keterbacaan yang meliputi kejelasan bahasa, kejelasan tema, kesederhanaan plot, kejelasan perwatakan, kesederhanaan latar, dan kejelasan pusat pengisahan (Rahim, 2011). Pembelajaran drama di kelas rendah menyediakan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari psikologi manusia dengan berbagai perilakunya, dengan berbagai tingkah lakunya. Anak-anak mempunyai kesempatan memerankan tokoh. Peran tokoh itu tentu saja dihayatinya dengan baik, sehingga tanpa sadar proses itu akan sangat membantu anak-anak dalam proses pendewasaan diri. Anak-anak mengidentifikasikan diri mereka dengan tokoh- tokoh yang dibawakannya, pun mengenal secara baik permasalahan- permasalahan tokoh tersebut. Demikian pula, anak-anak tahu secara persis nilai- nilai (moral) yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh, sehingga anak-anak cukup terlatih dalam upaya memecahkan permasalahannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Sumaryadi, 2006). Jenis kegiatan pembelajaran drama melalui menirukan dialog drama atau membaca dialog drama. Berikut beberapa hal yang diperhatikan pada saat membaca dialog drama antara lain (1) pelafalan atau pengucapan kata harus jelas, (2) penggunaan intonasi yang tepat, (3) penempatan jeda yang tepat karena jika salah dalam menempatkan jeda maka makna kalimat yang diucapkan akan berubah, (4) kejelasan suara, serta (5) mimik atau ekspresi wajah ketika sedang berbicara (Suyatno, dkk 2008).
C. Apresiasi Sastra Anak Pada Kelas Tinggi
Kriteria pemilihan bahan ajar puisi terdapat dua hal yang meliputi kriteria keterbacaan dan kriteria kesesuaian. Kriteria keterbacaan berkaitan dengan bahasa yang digunakan dalam puisi, kesederhanaan dalam mengungkapkan pesan pada puisi, dan susunan larik puisi. Kriteria kesesuaian terbagi dua meliputi kesesuaian dengan kelompok usia anak dan kesesuaian dengan lingkungan (Rahim, 2011). Langkah-langkah mengapresiasi puisi sebagai berikut (Setyaningsih, 2010). 1. Membaca puisi berulang kali 2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan : a. Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma. b. Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai. 3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi. 4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada). 5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa. Siswa pada kelas tinggi rentang usia 9-12 tahun atau 13 tahun menyukai cerita yang melukiskan pahit getirnya hidup kekeluargaan yang ditulis secara realistis, dan juga menyenangi cerita yang fantasi (science fiction) dan kisah- kisah petualangan. Kriteria pemilihan bahan ajar drama meliputi kriteria keterbacaan dan kriteria kesesuaian. Kriteria keterbacaan meliputi kejelasan dialog, kejelasan tema serta pesan, kesederhanaan alur, dan kejelasan tokoh (Rahim, 2011). Kriteria kesesuaian terbagi dua meliputi kesesuaian dengan kelompok usia anak dan kesesuaian dengan lingkungan (Rahim, 2011) Langkah-langkah mengubah prosa menjadi puisi sebagai berikut. Pertama memahami teori, jenis, dan perbedaan antara karya sastra yang akan diparafrase dengan karya sastra yang akan dijadikan hasil parafrase. Kedua membaca dan memahami secara keseluruhan karya sastra yang sudah dipilih. Ketiga membuat rangkuman cerita anak yang telah dipilih. Keempat menyusun hasil rangkuman berurutan ke bawah, setiap kalimat pokok ditulis dalam satu baris. Kelima mencari kata-kata yang mungkin masih dapat diganti dengan kata- kata yang lebih pendek, tetapi maknanya lebih mengena. Keenam berusaha agar setiap akhir baris atau susunan kata berirama dan bersajak. Langkah-langkah mengubah prosa menjadi drama meliputi membaca cerita, membuat sinopsis, menganalisis alur, tokoh, menentukan babak dan adegan, dan mengembangkan dialog (Rahim, 2011). Pembelajaran drama pada kelas tinggi memberikan peluang secara strategis kepada anak-anak untuk berkenalan dan mengenal manusia yang perwatakannya jauh lebih hebat dibanding dengan dirinya sendiri. Dengan begitu, anak-anak menemukan ‘hero’ (kepahlawanan) di dalam drama yang diperankan secara intensif, sehingga akan berpengaruh dalam pembinaan dan pengembangan pribadi dan pematangan jiwa anak. Berkegiatan drama yang dilakukan secara rutin atau berkesinambungan bisa berdampak positif bagi anak-anak. Hal ini dikarenakan mereka cenderung menjadi mudah bergaul dengan orang lain tanpa memandang status sosial. Mereka bisa saling menghormati pendapat orang lain, sabar mendengarkan pembicaraan orang lain. Anak-anak menjadi terbiasa dengan pertentangan pendapat di antara mereka, berjiwa toleran, berani menentang hal- hal yang tidak baik, dan sebagainya (Sumaryadi, 2006).