Anda di halaman 1dari 12

PENELITI/JUDUL/ BAHAN BAKU DAN METODE DESKRIPSI DAN HASIL

TAHUN
Agung Pratama (2014) Pada penelitian ini menggunakan bahan Rendemen gelatin dari tulang ikan
Tulang Ikan Bawal baku : bawal segar 14,6% dan dari tulang
sebagai Bahan Baku  Tulang Ikan Bawal bawal goreng 14,4%. Untuk uj
Pembuatan Gelatin  Aquadest organoleptik warna keduanya yaitu putih
dan Karakterisasi Sifat Metode : kecoklatan sedangkan untuk bau agak
Fisika Kimianya Pembuatan gelatin melalui beberapa amis, dan rasa hambar. Rata – rata kadar
tahap yaitu tahap degreasing, air gelatin tulang ikan bawal segar
demineralisasi, ekstraksi, dan yaitu 3,63% dan goreng 5,33%. Rata –
pengeringan. Pengamatan dan uji yang rata derajat keasaman gelatin tulang
dilakukan adalah membandingkan tulang ikan bawal segar 4,65 dan goreng 4,61
ikan bawal segar dan masak pada Untuk spectra FT-IR keduanya mirip dan
rendemen, organoleptik, kadar air, berbeda dengan gelatun dari mamalia pada
derajat keasaman, dan spectra FT-IR. serapan 1800-1700 cm-1 yang tajam
berupa asam karboksilat.

Kekurangan :
1. Pengujia pada penelitian ini belum
terdapat pengujian pada kada
protein, kekuaran gel, titik leleh
dan kadar abu.
Dwi Wulandari (2016) Pada penelitian ini menggunakan bahan Kadar air edible film terendah adalah pada
Pembuatan Edible baku : 6% gelatin dan 30% gliserol yaitu 11,43%
Film berbahan Gelatin  Gelatin tipe A dari kulit sapi sedangkan tertinggi yaitu pada 4% gelatin
Kulit Sapi Split split yang diproduksi sendiri dengan 50% gliserol yaitu 16,83%
dengan Penambahan  Asam Klorida (HCl) Ketebalan tertinggi yaitu gelatin 4%
Level Gliserol  Aquadest dengan 50% gliserol sebesar 0,19 mm
 NaOH sedangkan ketebalan terendah yaitu
 Gliserol dengan 4% gelatin dengan 30% glisero
Metode : yaitu 0,09 mm. Kuat Tarik tertinggi yaitu
Dalam pembuatan edible film gelatin 6% dengan 30% sebesar 1,81 MPa
tahapannya meliputi menggunakan sedangkan kuat tarik terendah dengan 4%
gelatin 4% dan 6% (b/v) lalu pembuatan gelatin 50% gliserol yaitu 0,56 MPa
suspense dalam aquadest, kemudia Elongasi tertinggi yaitu 4% gelatin dengan
dilakukan pemanasan dan pengadukan 50% gliserol sebesar 98,66% dan elongas
selama 30 menit pada suhu 55oC terendah yaitu 6% gelatin dengan 40%
kemudian penambahan gliserol gliserol yaitu 36,82%. WVTR tertingg
(30;40;50) % (b/b) lalu dilakukan yaitu 4% gelatin dengan 50% glisero
pengadukan selama 5 menit pada suhu sebesar 27,60 g/m2.hari sedangkan WVTR
kamar lalu dicetak dan dikeringkan pada terendah yaitu 6% gelatin dengan 30%
suhu 50oC selama 24 jam. gliserol yaitu 15,89 g/m2.hari.

Semakin tinggi level gelatin dan


semakin rendah level gliserol maka
mutu edible film lebih memenuh
standart JIS (1975).

Kondisi operasi optimal?

Penambahan gliserol menyebabkan


kuat tarik menurun sedangkan elongas
meingkat.

Kekurangan :
1. WVTR masih melebihi standar
JIS (1975) yaitu maksimal 10
g/m2.hari.
2. Belum ada analisa uji seperti FT-
IR dan analisis uji SEM.
3. Belum ada uji organoleptik.
Lismawati (2017) Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil dan pembahassan dalam penelitian
Pengaruh Penambahan baku : ini adalah pada ketebalan edible film
Plasticizer Gliserol  Pati kentang tertinggi dengam kadar gliserol sebesa
terharap Karakteristik  Aquadest 40% sebesar 0,071mm dan terendah pada
Edible Film dari Pati  Gliserol konsentrasi 20% yaitu 0,058mm. Kua
Kentang Metode : Tarik tertinggi yaitu pada konsentras
1. Pembuatan Pati Kentang gliserol 20% sebesar 0,75 N/mm
Kemtang dicuci lalu dipotong, sedangkan terendah konsentrasi glisero
kemudian diblender dan diekstrak 40% yaitu 0,35 N/mm2. Elongasi tertingg
dengan perbandingan 4:1(air: yaitu pada konsentrasi 40% sebesar 9,51%
kentang) selanjutnya bahan sedangkan elongasi terendah pada
diperas menggunakan kain saring. konsentrasi gliserol 20% 4,96%. Uj
Ampas kentang ditambah air organoleptik terbaik yaitu pada
dengan perbandingan 4:1 (air: penambahan konsentrasi gliserol 30%
ampas kentang) lalu disaring Kelaarutan tertinggi yaitu dengan
kembali. Susu pati diendapkan konsentrasi gliserol 40% sebesar 34,6%
selama 6-8 jam. Endapan pati sedangkan terendah yaitu konsentras
dipisahkan dengan cara dekantasi gliserol 20% sebesar 19%.
kemudian dikeringkan pada suhu
± 40oC selama ± 6 jam, kemudian Penambahan gliserol menyebabkan
diayak dengan ayakan 100 mesh. kuat tarik menurun sedangkan elongas
2. Pembuatan Edible Film meingkat.
Pati Kentang (PK) yang telah diayak
dengan ukuran partikel 100 mesh Kondisi operasi optimal?
ditimbang sebanyak 3 \gram kemudian
dilarutkan ke dalam aquadest 100 mL Kekurangan :
setelah itu ditambahkan dengan gliserol 1. Elongasi pada pembuatan edible
sebanyak 20% dari berat pati (perlakuan film dari pati kentang masih
yang sama dilakukan untuk gliserol 30% sangat rendah belum memenuh
dan 40% dari berat pati). Larutan film standart JIS (1975) yaitu minima
yang telah dibuat dimasukkan kedalam 10%.
magnetic stirrer dan dipanaskan pada 2. Kelarutan pada edible film dari pat
suhu 85oC selama 15 menit sambil kentang belum memenuhi standar
diaduk hingga partikel pati dan gliserol JIS (1975) yaitu maksimal 14%.
tercampur Larutan tersebut dituang ke
dalam cetakan kaca ukuran 21 cm x 17
cm. Cetakan yang berisi larutan film
kemudian dikeringkan pada suhu 50oC
selama 24 jam. Cetakan kaca dikeluarkan
dari oven dan didinginkan pada suhu
kamar selama 10 menit. Lapisan film
yang terbentuk dikelupas (peeling)
dengan bantuan spatula dan dimasukkan
ke dalam wadah kedap udara untuk
melindungi film dari kerusakan dan
kelembaban.
Dea Trimelya (2016) Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil karakteristik ketebalan edible film
Karakteristik Edible baku : dari gelatin kulit kuda dengan
Film dari Gelatin Kulit  Kulit Kuda penambahan gliserol 30% (v/v) dan
Kuda (Equus  Aquadest sorbitol 30%, 40% dan 50% (v/v) adalah
Caballus) serta  Gliserol berturut-turut: 0,17 mm, 0,21 mm dan
Aplikasinya untuj  Sorbitol 0,22 mm. kuat tarik yaitu 3,96341 MPa
Kemasan Makanan. Metode : 3,04878 MPa dan 1,74034 Mpa dan
Konsentrasi gelatin yang digunakan yaitu persen pemanjangan yaitu sebesa
0,067%, konsentrasi gliserol 30% (v/v) 16,1904%, 23,8095% dan 31,4285%.
dan variasi konsentrasi sorbitol (30%,
40% dan 50%). Penambahan gliserol atau sorbito
(plasticizer) menyebabkan kuat tarik
Metode bgmn mb menurun sedangkan elongasi meingkat.

Kekurangan :
Belum ada uji WVTR dan analisis uji FT-
IR atau SEM dari edible film.
PENELITI/JUDUL/ BAHAN BAKU DAN METODE DESKRIPSI DAN HASIL
TAHUN
Dewi Fatimmah & Pada penelitian ini menggunakan bahan Pada penelitian diperoleh yield terting
Akyunul Jannah baku : pada variasi konsentrasi asam sitrat yie
(2008)  Tulang ikan bandeng tertinggi yang dihasilkan pa
Efektivitas  Asam Sitrat konsentrasi asam sitrat 9% deng
Penggunaan Asam  Aquadest yield sebesar 8,39% sedangka pa
Sitrat dalam Pembatan Metode : variasi lama perendaman gelatin deng
Gelatin Tulang Ikan 1. Pembersihan Tulang waktu perendaman 48 jam yield yan
Bandeng (Chanos Tulang ikan cuci dan dibersihkan dihasilkan sebesar 9,74%. Karakterisa
chanos) dengan air. gelating tulang bandeng deng
2. Degreasing Tulang perlakukan asam sitrat 9% dan lam
Tulang direndam dengain air pada perendaman 48 jam adalah memili
suhu 70 – 80oC selama 2 jam, kadar air 6,68%, kadar abu 0,033
kemudian ditirskan lalu kadar protein 9,56%, kekuatan g
dikeringkan. 38,72 mm/gr.dt, titik leleh 71oC, war
3. Perendaman Tulang 3,8 (putih), aroma 3,0 (sedikit ag
- 250 g tulang kering direndam anyir), rasa 2,85 (enak). Gugus fung
dengan asam sitrat (1; 3; 5; 7; yang dapat diidemtifikasi dari spectra F
9) % dengan perbandingan IR gelatin tulang ikan bande
berat sample dan pelarut 1:3 diantaranya C-N, N-H, C=O, & O-H.
selama 24 jam dengan
pengadukan dan dilakukan Kekurangan :
pengulangan secara triplo. 1. Kadar protein dalam penelitia
- 250 g tulang kering direndam tergolong masih rendah dima
dengan asam sitrat 9% dengan menurut GMIA (2012) kad
perbandingan berat sample dan protein seharusnya berkisar 8
pelarut 1:3 selama (12; 24; 36; 90%. Kadar protein dipengaru
48; 60) jam dengan oleh asam yang digunakan dala
pengadukan dan dilakukan proses perendaman dan pros
pengulangan secara triplo. ekstraksi, pada proses perendam
1. Ekstraksi Gelatin Tulang Ikan pemutusan ikatan hidrogen d
Bandeng pembukaan koil kolagen har
250 g tulang hasil perendaman secara optimum dan pada su
dengan asam sitrat direndam dalam yang tepat agar jumlah prote
air bersuhu 50 oC (dilakukan yang teresktrak menjadi banya
pengadukan) selama 4 jam, lalu selain itu kadar prote
tulang dikeluarkan dan cairan dipengaruhi oleh suhu d
perendaman dipindahkan ke wadah waktu pemanasan pada sa
larutan gelatin (larutan gelatin proses ekstraksi, juga kesegar
tahap I. Kemudian tulang yang tadi pada bahan baku.
direndam dengan air bersuhu 65 oC 2. Bau yang dihasilkan dari gela
(dilakukan pengadukan) selama 4 agak sedikit anyir.
jam, lalu dipisahkan dengan tulang
dan air rendaman dicampurkan
dengan larutan gelatin tahap I
(larutan gelatin tahap I&II) dan
yang terakhir tulang dari
perendaman sebelumnya kemudian
direndam dengan air bersuhu 80oC
(dilakukan pengadukan) selama 4
jam. Kemudia larutan gelatin tahap
I&II dicampur dengan larutan hasil
perendaman pada suhu 80oC
(larutan gelatin tahap I, II, &II)
2. Penguapan Gelatin Tulang Ikan
Bandeng
Larutan gelatin tahap I, II, & III
diuapkan dengan rotary evaporator
vacuum pada suhu 70oC
3. Pengeringan Gelatin Tulang Ikan
Bandeng
Gelatin pekat diletakkan dalam
wadah stainless steel yang telah
dialasi plastic dan diratakan.
Kemudian dikering anginkan
dengan sinar matahari selama 8 jam
Alexander Antonius, Pada penelitian ini menggunakan bahan Perlakuan yang menghasilkan yie
dkk (2012) baku : tertinggi yaitu pada penggunaan H
Gelatin Berkualitas  Tulang ikan bandeng 2,5% dengan lama waktu perendam
Tinggi dari Limbah  Asam klorida (HCl) 48 jam, dimana yield yang diperol
Tulang Bandeng  Aquadest sekitar 16,2%. Karakterisasi kadar a
Metode : kadar abu, kadar protein, pH, kekuat
Terdapat 3 tahap dalam pembuatan gelatin gel, viskositas, dan titik leleh berturu
yaitu meliputi: tahap persiapan bahan baku, turut yaitu 2,95%; 11,039%; 85,4415%
o
tahap demineralisasi dan ekstraksi, dan 4,16; 70,5 g bloom; 2 cP; dan 19 C.
tahap purifikasi. Setelah didapatkan gelatin
dilakukan analisa karakteristik gelatin pada Kekurangan:
perlakukan yang memberikan yield 1. Kadar abu dalam gelatin pa
tertinggi. penelitian belum memenu
1. Tahap Persiapan Bahan Baku standard SNI 06-3735-1999 m
Ikan di bersihkan, dikeringkan, 3,5%. Hal ini dikarenakan pa
dihancurkan, dan diayak untuk proses demineralisasi tid
mendapatkan ukuran yang seragam. dilakukan penggantian larutan d
2. Tahap Demineralisasi dan pengadukan berkala ju
Ekstraksi pencucian kurang maksim
Perendaman tulang ikan bandeng sehingga masih ada kompon
menggunakan HCl dengan mineral yang terikat dala
konsentrasi (1,5; 2; 2,5; 3; 3,5) % kolagen.
dan lama perendaman (24; 36; 2. Titik leleh masih rend
48) jam kemudian pembilasan dikarenakan pencucian osse
hingga pH menjadi 5 lalu dilakukan masih mencapai pH 5 dima
proses ekstraksi. keberadaan asam yang mas
3. Tahap Purifikasi banyak menyebabkan pemutus
Penyaringan dan pengeringan lalu ikatan peptide sehingga ikat
lembaran gelatin dihancurkan peptide menjadi pende
menjadi bubuk. pendeknya ikatan peptide ak
mengurangi ikatan hidrogen d
ikatan antar peptide sehing
kekuatan gel menjadi rendah d
mudah mencair meskipun pa
suhu rendah (Heidi,2006).
Masirah (2018) Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil dari penelitian ini yaitu pH ya
Perbandingan baku : didapat lebih rendah dari pH gela
Karakteristik Sifat  Tulang ikan bandeng komersial tetapi masi memenuhi stand
Fisikokimia Gelatin  Asam klorida (HCl) GMIA (2012), kadar air gelatin tula
Tulang Ikan Bandeng  Aquadest bandeng 1,58% lebih rendah daripa
dan Gelatin Sapi Metode : gelatin komersial 4,07% hal sesuai deng
Komersial Metode yang digunakan dalam penelitian SNI (06-3735-1999) max 16%, kadar a
ini menggunakan ekstraksi dan pencucian dalam gelatin tulang ikan bandeng sebes
dengan asam. 1,08% lebih tinggi dari gelatin komers
0,98% dan memenuhi SNI (06-373
1999) max 3,25%, kadar protein d
gelatin ikan bandeng maupun komers
melebihi standart GMIA (2012), kekuat
gel dari tulang ikan bandeng sebes
337,46 g bloom lebih rendah daripa
gelatin komerisal 410,39 g bloom hal
tidak sesuai SNI (06-3735-1999) kare
maksimal 50-300 g bloom , unt
viskositas sudah memenuni stand
GMIA (2012) dan titik leleh gelatin tula
ikan lebih rendah daripada gela
komersial. Warna yang dihasilkan d
gelatin tulang ikan cenderung berwar
coklat sedangkan gelatin komers
berwarna putih kekuningan.

Kekurangan:
1. Warna yang dihasilkan mas
berwarna coklat sehingga per
dilakukan modifikasi dalam wak
suhu, dan metode pengeringan.
2. Kekuatan gel melebihin SNI (0
3735-1999) yaitu berkisar anta
50-300 g bloom.
Rena Sulle (2019) Pada penelitian ini menggunakan bahan Dari perlakuan perendeman dengan H
Optimasi Pembuatan baku : 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6% ya
Gelatin dari Limbah  Tulang Bandeng menghasilkan gelatin dengan ni
Tulang Bandeng  Asam Klorida (HCl) rendemen tertinggi dari konsentrasi 3
(Chanos chanos)  Aquadest dengan nilai 2.573% dan nilai rendem
menggunakan Metode : terendah pada konsentrasi 6% deng
berbagai Konsentrasi Dari penelitian ini menggunakan ekstarksi nilai 0.383%. Dari hasil kadar a
Asam Klorida dengan asam melalui beberapa tahapan: konsentrasi HCl yang terting
1. Degreasing menggunakan konsentrasi HCl 3% deng
Perebusan dengan suhu 70oC nilai 0.60% sudah memenuhi standar mu
selama 30 menit gelatin SNI (06-3735-1999) dengan ni
2. Cutting max 3,25%. Dari hasil kadar
Tulang ikan dipotong seragam dan konsentrasi HCl tertinggi dari 3% deng
dikeringkan kemudian direndah nilai 11% dan telah memenuhi SNI (0
dalam NaOH 0,1 N selama 3 hari 3735-1999) yaitu max 16%. Dari hasil
3. Demineralisasi kadar protein konsentrasi HCl terting
Direndam dengan HCl (2;3;4;5;6) dari perlakuan 3% dengan nilai 36.68
% selama 3 hari namun tidak memenuhi standar GM
4. Washing (2012) dengan nilai 84-90%.
Ossein dicuci dengain air sampai
pH 4-5 Kekurangan:
5. Ekstraksi 1. Kadar protein dalam peneliti
Dilakukan pada suhu 70oC selama tergolong masih rendah dima
4 jam menurut GMIA (2012) kad
6. Drying protein seharusnya berkisar 8
Pengeringan dalam oven dengan 90%. Kadar protein dipengaru
suhu 55oC oleh asam yang digunakan dala
proses perendaman dan pros
ekstraksi, pada proses perendam
pemutusan ikatan hidrogen d
pembukaan koil kolagen har
secara optimum dan pada su
yang tepat agar jumlah prote
yang teresktrak menjadi bany
dan dipengaruhi juga oleh kualit
ossein dalam perendaman, sela
itu kadar protein dipengaruhi ol
suhu dan waktu pemanasan pa
saat proses ekstraksi. Rendahn
kadar protein disebabk
kandungan yang terdapat pa
bahan baku rendah yaitu 20-24
sehingga kadar protein daala
pembuatan gelatin rendah dan ju
dipengaruhi oleh kesegaran pa
bahan baku.
Bhayu Gita, dkk Pada penelitian ini menggunakan bahan Penggunaan variasi konsentrasi pelar
(2020) baku : asam berupa HCl pada saat pros
Ekstraksi Gelatin dari  Tulang Bandeng perendaman berpengaruh terhad
Tulang Ikan Kakap  Asam Klorida (HCl) rendemen yang dihasilkan. Rendem
Putih (Lates  Aquadest gelatin tertinggi diperoleh pada perlaku
calcarifer) dengan Metode : perendaman dalam HCl 7% yaitu sebes
Variasi Konsentrasi 1. Degreasing 1,90%, dengan nilai kadar air 10,16%
Asam HCl Proses degreasing mengacu pada kadar abu 3%, dan kadar protein 3,25%
metoda yang digunakan oleh Pengujian kadar air dan kadar abu dap
Ridhay, et al. (2016) dan memenuhi syarat Standar Nasion
dimodifikasi. Proses diawali dengan Indonesia No.06-3735 tahun 1995.
cara merendam tulang ikan dengan
air mendidih selama ± 30 menit, Kekurangan :
kemudian sisa daging dan lemak 1. Kadar protein yang dihasilk
yang masih menempel dibersihkan sangat rendah dan tidak sesuai SN
dari tulang. Selanjutnya tulang ikan (06-3735-1995) 84-80% hal
dijemur hingga kering dan dikarenakan dalam peneliti
dipotong-potong dengan ukuran ± 1 tulang yang digunakan tidak dala
cm keadaan segar sebelum diol
2. Demineralisasi disimpan beberapa hari dahu
Sebanyak 75gram tulang ikan kakap Penggunaan pelarut asam pa
putih direndam dalam larutan asam saat demineralisasi dan pros
klorida (HCl) dengan variasi ekstraksi juga menyebabk
konsentrasi 3%, 7% dan 11% protein mengalami denatura
dengan waktu perendaman selama sehingga mempengaruhi kad
48 jam (sampai terbentuk tulang protein yang dihasilkan (Saputra
lunak (ossein)), setelah itu disaring. al., 2015). Rachmania et al. (201
Perbandingan yang dimiliki pada menjelaskan bahwa kadar prote
tulang ikan dengan pelarut yaitu terbentuk akibat dari pros
sebesar 1:3 (b/v) Kemudian tulang pemanasan. Apabila pros
lunak (ossein) tersebut dicuci pemanasan dilakukan berleb
dengan akuades hingga pH 6-7 maka jumlah protein bertambah.
(netral) kemudian disaring.
3. Ekstraksi
Ossein pada pH netral hasil
demineralisasi, dilakukan proses
ekstraksi menggunakan water bath
pada suhu 70oC selama ± 3 jam.
Kemudian filtrat disaring.
4. Pengeringan
Filtrat hasil ekstraksi dikeringkan
dalam oven pada suhu 50-60oC
selama 24 jam (hingga terbentuk
gelatin)
Agustina Cloudia Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil dari penelitian ini adalah gela
(2017) baku : dengan kuat tarik terbaik adal
Pengaruh Penambahan  Tulang Bandeng penambahan ceker ayam terbesar ya
Cakar Ayam terhadap  Asam Klorida (HCl) (3:1) yaitu 1,57 N/mm2 dan kuat Tar
Karakteristik Gelatin  Aquadest terendah yaitu dengan rasio perbanding
Tulang Ikan Bandeng Metode : (1:1) yaitu 0,31 N/mm2. WVTR terba
(Channos Forks) 1. Pembuatan Gelatin yaitu dengan penambahan rasio (1:
sebagai Bahan Baku Bahan tulang ikan bandeng melalui karena menghasilkan WVTR yang rend
Pembuatan Edible proeses, degreasing, defatting, yaitu 156,49 g/m2.hari.
Film demineralisasi dengan laruhtan
HCl 5% selama 48 jam, ekstraksi Kekurangan :
dengan pemanasan dan 1. Dalam penelitian ini belu
pengeringan sehingga menjadi ditambahkan plasticizer untu
gelatin. memperbaiki tekstur edible film
2. Pembuatan Edible Film 2. Nilai WVTR melebihin stand
Edible film dibuat dengan JIS (1975) yaitu maksimal
pengkombinasian antara tulang g/m2.hari.
cakar ayam dengan tulang 3. Dalam penelitian ini belu
bandeng dengan rasio (1:1), (3:1), menganalisa karakteristik dala
dan (1:3). edible film seperti elongasi d
ketebalan edible film.
4. Belum adanya uji analisa fis
pada edible film seperti FT-IR d
uji SEM.
Dwi Wulandari (2016) Pada penelitian ini menggunakan bahan Kadar air edible film terendah adalah pa
Pembuatan Edible baku : 6% gelatin dan 30% gliserol yaitu 11,43
Film berbahan Gelatin  Gelatin tipe A dari kulit sapi split sedangkan tertinggi yaitu pada 4% gelat
Kulit Sapi Split yang diproduksi sendiri dengan 50% gliserol yaitu 16,83%
dengan Penambahan  Asam Klorida (HCl) Ketebalan tertinggi yaitu gelatin 4
Level Gliserol  Aquadest dengan 50% gliserol sebesar 0,19 m
 NaOH sedangkan ketebalan terendah ya
 Gliserol dengan 4% gelatin dengan 30% gliser
Metode : yaitu 0,09 mm. Kuat Tarik tertinggi yai
Dalam pembuatan edible film tahapannya gelatin 6% dengan 30% sebesar 1,81 M
meliputi menggunakan gelatin 4% dan 6% sedangkan kuat tarik terendah dengan 4
(b/v) lalu pembuatan suspense dalam gelatin 50% gliserol yaitu 0,56 MP
aquadest, kemudia dilakukan pemanasan Elongasi tertinggi yaitu 4% gelatin deng
dan pengadukan selama 30 menit pada 50% gliserol sebesar 98,66% dan elonga
suhu 55oC kemudian penambahan gliserol terendah yaitu 6% gelatin dengan 40
(30;40;50) % (b/b) lalu dilakukan gliserol yaitu 36,82%. WVTR terting
pengadukan selama 5 menit pada suhu yaitu 4% gelatin dengan 50% gliser
kamar lalu dicetak dan dikeringkan pada sebesar 27,60 g/m2.hari sedangkan WVT
suhu 50oC selama 24 jam. terendah yaitu 6% gelatin dengan 30
gliserol yaitu 15,89 g/m2.hari.
Semakin tinggi level gelatin d
semakin rendah level gliserol ma
mutu edible film lebih memenu
standart JIS (1975).

Penambahan gliserol menyebabk


kuat tarik menurun sedangkan elonga
meingkat.

Kekurangan :
1. WVTR masih melebihi stand
JIS (1975) yaitu maksimal
g/m2.hari.
2. Belum ada analisa uji seperti F
IR dan analisis uji SEM.
3. Belum ada uji organoleptik.
Lismawati (2017) Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil dan pembahassan dalam peneliti
Pengaruh Penambahan baku : ini adalah pada ketebalan edible fil
Plasticizer Gliserol  Pati kentang tertinggi dengam kadar gliserol sebes
terharap Karakteristik  Aquadest 40% sebesar 0,071mm dan terendah pa
Edible Film dari Pati  Gliserol konsentrasi 20% yaitu 0,058mm. Ku
Kentang Metode : Tarik tertinggi yaitu pada konsentra
1. Pembuatan Pati Kentang gliserol 20% sebesar 0,75 N/mm
Kemtang dicuci lalu dipotong, sedangkan terendah konsentrasi gliser
kemudian diblender dan diekstrak 40% yaitu 0,35 N/mm2. Elongasi terting
dengan perbandingan 4:1(air: yaitu pada konsentrasi 40% sebesar 9,51
kentang) selanjutnya bahan diperas sedangkan elongasi terendah pa
menggunakan kain saring. Ampas konsentrasi gliserol 20% 4,96%. U
kentang ditambah air dengan organoleptik terbaik yaitu pa
perbandingan 4:1 (air: ampas penambahan konsentrasi gliserol 30%
kentang) lalu disaring kembali. Kelaarutan tertinggi yaitu deng
Susu pati diendapkan selama 6-8 konsentrasi gliserol 40% sebesar 34,6
jam. Endapan pati dipisahkan sedangkan terendah yaitu konsentra
dengan cara dekantasi kemudian gliserol 20% sebesar 19%.
dikeringkan pada suhu ± 40oC
selama ± 6 jam, kemudian diayak Penambahan gliserol menyebabk
dengan ayakan 100 mesh. kuat tarik menurun sedangkan elonga
2. Pembuatan Edible Film meingkat.
Pati Kentang (PK) yang telah
diayak dengan ukuran partikel 100 Kekurangan :
mesh ditimbang sebanyak 3 \gram 1. Elongasi pada pembuatan edib
kemudian dilarutkan ke dalam film dari pati kentang masih sang
aquadest 100 mL setelah itu rendah belum memenuhi stand
ditambahkan dengan gliserol JIS (1975) yaitu minimal 10%.
sebanyak 20% dari berat pati 2. Kelarutan pada edible film d
(perlakuan yang sama dilakukan pati kentang belum memenu
untuk gliserol 30% dan 40% dari standart JIS (1975) yaitu maksim
berat pati). Larutan film yang telah 14%.
dibuat dimasukkan kedalam
magnetic stirrer dan dipanaskan
pada suhu 85oC selama 15 menit
sambil diaduk hingga partikel pati
dan gliserol tercampur Larutan
tersebut dituang ke dalam cetakan
kaca ukuran 21 cm x 17 cm.
Cetakan yang berisi larutan film
kemudian dikeringkan pada suhu
50oC selama 24 jam. Cetakan kaca
dikeluarkan dari oven dan
didinginkan pada suhu kamar
selama 10 menit. Lapisan film yang
terbentuk dikelupas (peeling)
dengan bantuan spatula dan
dimasukkan ke dalam wadah kedap
udara untuk melindungi film dari
kerusakan dan kelembaban.
Dea Trimelya (2016) Pada penelitian ini menggunakan bahan Hasil karakteristik ketebalan edible fi
Karakteristik Edible baku : dari gelatin kulit kuda deng
Film dari Gelatin Kulit  Kulit Kuda penambahan gliserol 30% (v/v) d
Kuda (Equus  Aquadest sorbitol 30%, 40% dan 50% (v/v) adal
Caballus) serta  Gliserol berturut-turut: 0,17 mm, 0,21 mm d
Aplikasinya untuj  Sorbitol 0,22 mm. kuat tarik yaitu 3,96341 MP
Kemasan Makanan. Metode : 3,04878 MPa dan 1,74034 Mpa d
Konsentrasi gelatin yang digunakan persen pemanjangan yaitu sebes
yaitu 0,067%, konsentrasi gliserol 30% 16,1904%, 23,8095% dan 31,4285%.
(v/v) dan variasi konsentrasi sorbitol
(30%, 40% dan 50%). Penambahan gliserol atau sorbit
(plasticizer) menyebabkan kuat tar
menurun sedangkan elongasi meingka

Kekurangan :
1. Belum ada uji WVTR dan anali
uji FT-IR atau SEM dari edib
film.
Cari metode & kondisi operasi terbaik dr penel sebelumnya terkait :
 Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan (Degreasing, Cutting, Demineralisasi, Washing,
Ekstraksi, Drying)

 Pembuatan Edible Film

 Pembuatan kemasan bumbu mie instan

Tentukan apa saja analisa bahan baku – bahan setengah jadi - produk
Perbanyak literatur dari jurnal luar (internasional), fokus pada penel gelatin dr bahan tulang ikan
ya,
Spertinya utk ikan bawal lbh jarang ya, cari ref ikan yg limbah tulang ikannya lbh banyak mb

Anda mungkin juga menyukai