Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KRISIS HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stage Gawat Darurat


Pembimbing
CT : Zaqyyah Huzaifah, Ns., M.Kep
CI : M. Agus Kartono, S.Kep.,Ns

Disusun Oleh :
Nurjanah, S.Kep
NPM: 2014901210131

PROGRAM PROFESI NERS ALIH JENIS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVESITAS
MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI
A Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Krisis Hipertensi

Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut
American Society of Hipertension (ASH), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan
gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan
saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi
maligna.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di
atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali
untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001). Penderita hipertensi yang tidak
terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh ke dalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 2
– 7% penderita hipertensi berlanjut menjadi krisis hipertensi, dan banyak terjadi pada usia
sekitar 30-70 tahun.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2003 ).Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.
Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari
140/90 mmHg, etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial). Walaupun
Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini
akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu
(maintenance drug therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial
sistemik yang menetap tinggi merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati,
beban jantung berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang
mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30),
inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun,
perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul
krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130
mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut
laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi
hipertensi, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2
– 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60
juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka
kejadian ini.

2. Anatomi Krisis Hipertensi

a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya terdapat
pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas                 : pembuluh darah besar
2) Bawah             : diafragma
3) Setiap sisi        : paru
4) Belakang         : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
b.  Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri
dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-
cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk
menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot
(mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung ke
jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang pada
gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol, yang
berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol mempunyai diameter
yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi
kiri jantung ke jaringan.
Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3
lapisan yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah dan terdiri
dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic dan
termasuk otot polos
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat
gembur  yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin, 2006)
c.  Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol
dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila
kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi
umum, tekanan darah akan meningkat.
d.  Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari
arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh
darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari suatu
lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari
kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan yang terdapat di
usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.

e.  Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat
kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial.
Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan
pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam
darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Pembuluh
limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama dalam vili usus.
f.  Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan
venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat tubuh
masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena pulmonalis.
Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang selanjutnya menjadi
kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena pulmonalis,  mempunyai  dinding
tipis, mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.
3. Klasifikasi Krisis Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut WHO


1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-
94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg                 : Tekanan darah normal
b. 85 – 99                        : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104                        : Hipertensi ringan
d. 105 – 114                    : Hipertensi sedang
e. >115                            : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg               : Tekanan darah normal
b. 140 – 159                    : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160                           : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole
≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg membutuhkan
penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal,
jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi
parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target akut atau progresif.
Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan
tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang
berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau
kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah
dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
a. Hipertensi urgensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak (tekanan darah
sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg) tanpa disertai kerusakan organ
target. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun
waktu 24 – 48 jam.
b. Hipertensi emergensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak (tekanan darah
sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg) disertai kerusakan
organ target yang progresif. Pada keadaan ini memerlukan penurunan tekanan darah
yang segera dalam kurun waktu menit atau jam.
Beberapa kerusakan target organ yang bersifat progresif yang harus diwaspadai,
antara lain :
1) Perubahan status neurologis
2) Hipertensi ensefalopati
3) Infark serebri
4) Perdarahan intracranial
5) Iskemi atau infark miokard
6) Disfungsi paru akut
7) Diseksi aorta
8) Insufisiensi renal
9) Eklampsia
Kedua krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesa maupun
pemeriksaan fisik. Karena baik factor risiko dan penanggulangannya berbeda.

4. Etiologi Krisis Hipertensi

Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular, berupa


disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab krisis
hipertensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah
secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga
membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi
(Devicaesaria, 2014). Terdapat beberapa faktor yang dicurigai mempengaruhi
terjadinya krisis hipertensi, yaitu
a. Hipertensi yang tidak terkontrol
b. Kenaikan tekanan darah tiba – tiba pada penderita hipertensi kronis esensial
(tersering)
c. Hipertensi renovaskular
d. Glomerulonefritis akut
e. Eklampsia
f. Sindroma putus obat antihipertensi
g. Trauma kepala berat

5. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi

Manifestasi klinis dari krisis hipertensi secara umum adalah :


a. Tekanan darah meningkat > 140/90mmHg
b. Sakit kepala
c. Epistaksis
d. Pusing atau migren
e. Rasa berat di tungkuk
f. Sukar tidur
g. Mata berkunang-kunang, lamah dan lelah.
h. Muka pucat.
Pada hipertensi emergensi, manifestasi klinis yang ditunjukkan sesuai dengan organ
target yang diserang, yaitu :
a. Neuorologi
1) Sakit kepala
2) Pengelihatan kabur
3) Kejang – kejang
4) Deficit neurologis fokal
5) Mengalami penurunan kesadaran
b. Mata
1) Perdarahan retina
2) Eksudat retina
3) Edema pupil
c. Kardiologi
1) Nyeri dada
2) Edema paru
d. Ginjal
1) Azotemia
2) Proteinuria
3) Oliguria

6. Patofisiologi Krisis Hipertensi

Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidakteraturan meminum obat


antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum
alkohol. Karena ketidakteraturan atau ketidakpatuhan minum obat antihipertensi, maka
dapat menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang
terserang hipertensi yang semakin berat (Krisis hipertensi).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik yang dapat menyebabkan
vasokontriksi. Sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung
hormon estrogen serta progesterone dapat menyebabkan tekanan pembuluh darah
meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau
tekanan darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Menurunnya tonus vaskuler
meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bisa
meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan
mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan
adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat
meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Otak mempunyai suatu mekanisme autoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60 – 160
mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu
lagi enahan kenaikan tekanan darah, maka akan terjadi oedema otak. Tekanan diastolic
yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible. Aliran darah ke otak pada penderita
hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila mean arterial pressure (MAP) antara
120 mmHg- 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP
diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan darah
menyebabkan asidosis otak, yang akan mempercepat timbulnya oedema otak. Tekanan
darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat dalam waktu singkat menyebabkan
gangguan atau kerusakan gawat pada target organ. (cermin dunia kedokteran no.67,th
1991)
Apabila menuju ke otak, maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah serebral, sehingga O2 di otak menurun dan trombosis
perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak, sehingga suplai
darah menurun dan terjadi iskemik.
Dan bila di pembuluh darah koroner (jantung), akan menyebabkan miokardium
miskin O2, sehingga penurunan O2 miokardium akan menyebabkan penurunan
kontraktilitas yang berakibat penurunan COP.
Pada paru – paru juga akan terjadi peningkatan volume darah paru yang
menyababkan penurunan ekspansi paru, sehingga terjadi dipsnea dan penurunan
oksigenasi yang menyebabkan kelemahan.
Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi
diplopia yang bisa menyebabkan injuri.
7. Pathway Krisis Hipertensi
Riwayat Hipertensi

Ketidakteraturan meminum obat antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol

Krisis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Jantung

Ruptur pembuluh
darah otak Vasokonstriksi
Afterload Penyempitan
pembuluh darah ginjal
ventrikel kiri ↑ arteri kroner

Edema cerebral,
peningkatan TIK Suplai O2 ke ginjal Suplai O2 ke
Hipertropi
menurun ventrikel kiri jantung menurun

Iskemia – hipoksia
jaringan cerebral Risiko ketidakefektifan Akut Miokard
Gagal jantung kiri Infark
perfusi ginjal

Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Cardiac output Penurunan
menurun curah jantung

Metabolisme anaerob ↑
Back failure Ketidakefektifan
pola napas
Asam laktat ↑
Tekanan vena
pulmonalis ↑
Penurunan
Nyeri Akut
ekspansi paru
Tekanan
kapiler paru ↑
Edema paru

8. Pemeriksaan Diagnostik Krisis Hipertensi

Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit


penyerta, dan kerusakan target organ. Pemeriksaan yang sering dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan tekanan darah : Biasanya tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volumecairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas,
anemia.
2) BUN / SC : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi, dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein,dan glukosa mengindikasikan disfungsi ginjal dan
adanya penyakit DM.
c. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
d. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
e. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
f. Foto rontgen thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

9. Penatalaksanaan Medis Krisis Hipertensi

a. Untuk Hipertensi Urgensi :


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Normalisasi tekanan darah dilakukan secara bertahap selama 24 – 48 jam.
Penurunan tekanan darah secara cepat dapat mengakibatkan penurunan perfusi organ
yang dapat membahayakan. Umumnya digunakan obat – obat oral anti hipertensi
dalam menanggulangi hipertensi urgensi. Obat – obat oral anti hipertensi yang
digunakan antara lain :
1) Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5 – 10 menit), buccal (onset
5 – 10 menit), oral (onset 15 – 20 menit), duration 5 – 15 menit (secara
sublingual/buccal). Dosis 5 – 10 mg. Efek samping : sakit kepala, takhikardi,
hipotensi
2) Clonidine : pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit. Duration of
action 8 – 12 jam. Dosis : 0.1 – 0.2 mg, dilanjutkan 0.05 – 0.1 mg setiap jam s/d
0.7 mg. Efek samping : sedasi, mulut kering
3) Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat dapat
diulangi setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotic
oedema
4) Prazosin : pemberian secara oral dengan dosis 1 – 2 mg dan diulan perjam bila
perlu. Efek samping : hipotensi orthostatic, palpitasi, takhikardi, dan sakit kepala
Pasien diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui
efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila gejala penderita yang
diobati tidak berkurang, maka sebaiknya penderita dirawat inap.
b. Untuk Hipertensi Emergensi
1) Rawat pasien (jika memungkinkan di ICU) untuk pemberian obat intravena dan
tatalaksana kerusakan organ target
2) Pada kebanyakan pasien, TD diturunkan dalam hitungan menit atau jam sebagai
berikut :
a) 5 s/d 120 menit pertama TD diturunkan 25%
b) 2 – 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
c) 6 s/d 24 jam berikutnya TD diturunkan sampai < 140/90 mmHg (kalau tidak
ada iskemik organ)
3) Obat intravena dan dosis yang digunakan untuk tatalaksana hipertensi emergensi
antara lain :
a) Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
 Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infuse glukosa 5% 500cc
dan diberikan dengan mikrodrip, 12 tetes/menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai.
 Bila tekanan mencapai target, pasien diobservasi selama 4 jam kemudian
diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan
 Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan –
lahan oleh karena bahaya rebound phenomen, dimana tekanan darah naik
secara cepat bila obat dihentikan.

b) Diltiazem (Herbeser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)


 Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan
dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit.
 Bila tekanan darah telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30
mg/menit sampai target tercapai.
 Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4
jam diganti dengan tablet oral.
c) Nicardipin (perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
 Nicardipin diberikan 10 – 30 mcg/kgBB bolus
 Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0.5 – 6
mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai.
d) Labetalol (normodyne) IV
Labetalol diberikan 20 – 80 mg, IV bolus setiap 10 menit atau dapat
diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit
e) Nitroprusside (nitropress, nipride) IV
Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0.25 – 10
mcg/kgBB/menit.
f) Sodium nitroprusside
 Dosis 0.25 – 10 μg/kgBB/IV
 Onset segera
 Durasi 1-2 menit
4) Manajemen Spesifik
Berdasarkan organ target yang mengalami kerusakan, penatalaksanaannya antara
lain :
a) Ensefalopati Hipertensif
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari
hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia.
Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala,
mual muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan
penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut
menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang
dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
b) Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati,
karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme
pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah
perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau
diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg. Obat pilihan : Trimetapan
atau Hidralazin.
c) Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat
dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik
bila tensi telah terkontrol. Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid.
Pemberian Diuretik IV akan mempercepat perbaikan
d) Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan
berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri
kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10
mg IV.
e) Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang
meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul
biasanya adalah nyeri dada tidak khas yang menjalar ke punggung perut dan
anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau
cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan
dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih
dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
f) Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan:
Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
Sumber : Dewi dan Familia, 2010
10. Komplikasi Krisis Hipertensi

Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi
tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan dengan
aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi.
Sementara pada hipertensi emergensi terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan
darah yang sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut
terjadi, tekanan darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan
organ. Komplikasi organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi :
a. Ensefalopati Hipertensif
Pada hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas
autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai berikut

Kenaikan tekanan arteri

Kerusakan membran endothelia breakdown Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran darah lokal

Edema serebri

Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada
hipertensi adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi
adalah 150 mmHg. Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan
mengetahui batas tersebut maka penurunan tekanan darah secara drastis harus
dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari segi patologi anatomi dijumpai adanya
edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan nekrosis arterioler.

b. Perdarahan intra serebral


Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma oleh
sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh karena
nekrosis pembuluh darah otak, trombosis multipel atau spasme pembuluh darah
sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah secara tiba – tiba. Gejala klinis berupa
sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan kesadaran. Dengan pemeriksaan CT
scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas jaringan otak yang terkena.
c. Gagal jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :
1) Peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi sehingga
terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri
2) Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
3) Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
4) Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner dapat
berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas yang
hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang – kadang batuk berdarah,
ronki basah di kedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya hipervaskularisasi
pembuluh darah paru sampai dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat
ditemukan kardiomegali terutama pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan
LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV strain.
d. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat – tempat lain yang banyak
mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di
abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor,
banyak berkeringat, gelisah yang timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress,
emosi maupun trauma. Diagnosis pasti ditemukan dengan pemeriksaan kadar
katekolamin atau metaboliknya diurin, serta pengukuran kadar Vanilil Mandelic
Acid (VMA) dari urin.
e. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom di sekitar tuniaka media yang lambat
laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada
kelainan di tunika media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio aorta.
Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada yang menyerupai angina pektoris atau
infark miokard dengan penjalaran ke punggung, perut, sampai tungkai bawah serta
adanya tanda – tanda insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto thoraks
dijumpai adanya pelebaran mediastinum.
f. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai,
hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai pada
primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya pelepasan
renin dari uterus dan meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada

c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien maupun
keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang menjadi pencetus krisis hipertensi
pada pasien
2) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) dengan focus
pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang
hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung
S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
d) Status neurologic : pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis
dan patologis.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) yang dibuktikan oleh


hipertensi.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas.
c. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru.
d. Risko ketidakefektifan perfusi ginjal yang dibuktikan oleh hipertensi.
e. Nyeri akut b.d agen cedera biologis.
1. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1 Risiko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Edema Serebral
perfusi jaringan otak selama .... x ... jam, diharapkan tidak terjadi 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
yang dibuktikan oleh peningkatan tekanan intracranial dengan keluhan pusing, pingsan
penyakit neurologis kriteria hasil : 2. Monitor status neurolgi dengan ketat dan bandingkan
Perfusi Jaringan : Serebral dengan nilai normal
1. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik 3. Monitor tanda – tanda vital
dan diastolik 4. Monitor TIK dan CPP
2. Terjadi penurunan MAP 5. Monitor status pernapasan : frekwensi, irama,
3. Sakit kepala menurun atau hilang kedalaman pernapasan
4. Tidak gelisah 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
5. Tidak mengalami muntah 7. Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada
6. Tidak mengalami penurunan kesadaran lutut/panggul
7. Tidak demam 8. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau
lebih
9. Hindari cairan IV hipotonik
10. Monitor nilai-nilai laboratorium : osmolalitas serum
dan urin, natrium, kalium.

Monitor Tekanan Intrakranial (TIK)


1. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
2. Monitor tekanan aliran darah otak
3. Monitor status neurologis
4. Monitor suhu dan jumlah WBC
5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk
6. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang yang berlebihan
7. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan
perfusi serebral
8. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan
TIK dalam jangkuan tertentu.
2 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Cardiac Care
b.d perubahan ….. x …. jam, diharapkan masalah 1. Evaluasi adanya nyeri dada (Intesitas, lokasi, rambatan,
kontraktilitas penurunan curah jantung dapat teratasi durasi, serta faktor yang menimbulkan dan
dengan kriteria hasil : meringankan gejala)
Cardiac Pump Effectiveness 2. Monitor EKG untuk perubahan ST, jika diperlukan
1. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik 3. Lakukan penilaian komprehenif untuk sirkulasi perifer
dan diastolik (Cek nadi perifer, edema,CRT, serta warna dan
2. Heart rate dalam batas normal temperatur ekstremitas) secara rutin
3. Tekanan vena sentral (Central venous 4. Monitor tanda-tanda vital secara teratur
pressure) dalam batas normal 5. Monitor status kardiovaskuler
4. Gejala angina berkurang 6. Monitor disritmia jantung
5. Edema perifer berkurang 7. Catat tanda dan gejala dari penurunan curah jantung
6. Tidak mengeluh dispnea saat istirahat 8. Monitor status repirasi sebagai gejala dari gagal
7. Tidak terjadi sianosis jantung
9. Monitor abdomen sebagai indikasi penurunan perfusi.
Circulation Status 10. Monitor nilai laboratorium terkait (elektrolit)
1. PaO2 dalam batas normal (60-80 mmHg) 11. Sediakan terapi antiaritmia berdasarkan pada
2. PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg) kebijaksanaan unit (Contoh medikasi antiaritmia,
3. Saturasi O2 dalam batas normal (> 95%) cardioverion, defibrilator), jika diperlukan
4. Capillary Refill Time (CRT) dalam batas 12. Monitor dispnea, keletihan, takipnea, ortopnea.
normal (< 3 detik)
Cardiac Care : Acute
1. Monitor kecepatan pompa dan ritme jantung
2. Auskultasi bunyi jantung
3. Auskultasi paru – paru untuk crackles atau suara nafas
tambahan lainnya
4. Monitor faktor-faktor yang mempengaruhi aliran
oksigen (PaO2, nilai Hb, dan curah jantung), jika
diperlukan.

3 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Oxygen Therapy


napas b.d penurunan …. x …. jam, diharapkan pola nafas pasien 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea dengan tepat
ekspansi paru teratur dengan Kriteria Hasil : 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
Respiratory status : Ventilation 3. Siapkan peralatan oksigenasi dan berikan melalui
1. Respirasi dalam batas normal (dewasa: sistem humidifier
16-20 x/menit) 4. Monitor respirasi dan status O2
2. Irama pernafasan teratur 5. Pertahankan posisi pasien semi fowler
3. Kedalaman pernafasan normal 6. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
4. Suara perkusi dada normal (sonor) 7. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi induksi
5. Ekspansi dada simetris oksigen
6. Tidak terdapat akumulasi sputum
7. Tidak terdapat penggunaan otot bantu Monitor Pernafasan
napas 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
bernapas
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan intercosta
3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau
mengi
4. Monitor pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernapasan 1:1,
apneustik, respirasi biot, pola ataxic)
5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Posisikan pasien miring ke samping sesuai indikasi
untuk mencegah aspirasi
4 Risko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Electrolyte Management
perfusi ginjal yang … x … jam, diharapkan tidak terjadi 1. Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal seperti
dibuktikan oleh penurunan fungsi ginjal dengan criteria hasil : yang tersedia
hipertensi Kidney Function 2. Monitor perubahan status paru atau jantung yang
1. Urine output selama 8 jam normal (0.5 – 1 menunjukkan kelebihan cairan atau dehidrasi
ml/kgBB/jam) 3. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang
2. Warna urine normal memburuk atau dehidrasi (misalnya ronki basah di
3. pH urine normal (4.8 – 7.4) lapangan paru, poliuria atau oliguria, perubahan
4. Elektrolit urine normal (Na+ = 137 - 147 perilaku, kejang saliva berbusa dan kental, mata cekung
mEq/L, Cl- = 95 - 108 mEq/L, K+ = 3,5- atau edema, napas dangkal dan cepat)
5,5 mEq/L, Ca2+ = 8,5 – 10,5 mEq/L, Mg2+ 4. Berikan cairan yang sesuai
= 1,5-2,5 mEq/L, PO43- = 1,7 – 2,6 mEq/L) 5. Pastikan bahwa larutan intravena yang mengandung
5. Bikarbonat darah arteri/H2CO3 normal elektrolit diberikan dengan aliran yang konstan dan
(22-26 mEq/L) sesuai
6. Nitrogen urea darah/blood urea nitrogen 6. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
dalam batas normal (6 - 20 mg/dl) keseimbangan cairan (misalnya hematokrit, BUN, SC,
7. Kreatinin serum dalam batas normal (50 - albumin, protein total, natrium, kalium, osmolalitas
100 mg/hari) serum dan urin spesifik tingkat gravitasi)
8. Tidak ada peningkatan protein urine (< 7. Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang akurat
10mg/dl) 8. Batasi cairan yang sesuai
9. Tidak ada keton urine 9. Monitor intake dan output
10. Monitor tanda-tanda vital yang sesuai
10. Tidak ada anemia 11. Monitor manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit
11. Tidak ada edema
5 Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pain Management
cedera biologis … x … jam, diharapkan nyeri akut dapat 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
berkurang dengan Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
Pain Level intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
1. Beristirahat dengan nyaman/tidak gelisah 2. Kendalikan factor lingkungan yang dapat
2. Tidak tampak ekspresi wajah kesakitan mempengaruhi respon pasien terhadap
3. Frekuensi nafas dalam batas normal ketidaknyamanan (mis., suhu ruangan,pencahayaan dan
(dewasa : 16 - 24 x /menit) suara bising)
4. Tekanan darah mengalami penurunan 3. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
mencetus atau meningkatkan nyeri (mis., ketakutan,
kelelahan, keadaan monoton, dan kurang pengetahuan)
4. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(mis., farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitasi penurunan nyeri sesuai kebutuhan
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmaklogi (relaksasi)
6. Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesic
7. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
8. Monitor tanda – tanda vital
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. Leading Jurnal

Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hani, Sharon EF, Colgan R. 2010. Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin
Office Pract 2010.

Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension.WHO

Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI

Vaidya CK, Ouellette CK. 2009. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009.

Banjarmasin, Oktober 2021


Ners Muda,

(Nurjanah, S. Kep)
Preseptor Akademik,

(Zaqyyah Huzaifah, Ns., M.Kep)

Anda mungkin juga menyukai