Anda di halaman 1dari 3

NAMA :Rani Okta Kurnia

NPM:C1A018012

Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) akan membentuk lembaga kliring atas transaksi
derivatif suku bunga dan nilai tukar (SBNT) atau dikenal dengan istilah Central Counterparty
(CCP) pada 2023 mendatang. Pembentukan bertujuan untuk memitigasi risiko kegagalan dalam
transaksi instrumen tersebut.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Agusman menjelaskan transaksi


derivatif SBNT sebelumnya dilakukan oleh dua pihak secara bilateral, yaitu hanya antara penjual
dan pembeli instrumen derivatif. Namun nantinya, kata Agusman, akan ada satu lembaga yang
berfungsi menjadi penengah atas transaksi antara penjual dan pembeli, sehingga berskala
multilateral.

Ia memberi gambaran, CCP akan mengatur kontrak transaksi derivatif SBNT antara penjual dan
pembeli. Dalam pengaturan ini, transaksi bisa saja terjadi antara penjual yang besar dengan
pembeli yang kecil atau sebaliknya, sehingga terjadi pemerataan segmentasi pelaku di transaksi
derivatif ini.

"Ini bisa mengurangi segmentasi karena selama ini, yang besar tidak mau bermain dengan yang
kecil. Tapi nanti mereka bisa masuk ke CCP, ajukan kontrak, nanti CCP yang atur," ucap
Agusman di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Rabu (2/10).

Selain itu, sambungnya, kehadiran CCP juga berfungsi untuk memitigasi risiko kegagalan dalam
transaksi derivatif SBNT. Contohnya, ketika ada transaksi antara pihak A dan pihak B, lalu pihak
B mengalami kegagalan (default), maka CCP bisa menjamin kalau transaksi antar kedua pihak
tetap berjalan lancar.

"CCP akan mengambilalih posisi pihak B, lalu ditawarkan ke pihak lain, misalnya ke C untuk
ambil posisi B. Ketika sudah diambil pihak C, CCP jadi netral lagi, dia hanya ambil ketika
default," jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan kehadiran CCP bermanfaat untuk mendukung pengembangan pasar
keuangan dan meningkatkan efisiensi transaksi derivatif. Selain itu, katanya, bank sentral
nasional perlu membentuk CCP karena sudah menjadi komitmen dari forum G20, di mana
Indonesia menjadi salah satu anggota forum tersebut.

Negara lain pun sudah memiliki CCP, seperti India, Polandia, Inggris, dan negara lain di
kawasan Eropa. Untuk itu, Indonesia perlu pula membentuknya dengan melihat contoh yang
sudah berkembang di negara-negara tersebut.

Dari sisi teknis pembentukan, Agusman mengatakan bank sentral nasional sudah menerbitkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central
Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over the Counter sebagai dasar
hukum kebijakan ini. Penerbitan aturan hukum itu sudah dilakukan pada September lalu, namun
baru efektif berlaku pada 1 Juni 2020.

Kendati begitu, ia mengatakan kehadiran CCP dalam transaksi derivatif SBNT baru akan efektif
pada 2023. Pasalnya, BI perlu membentuk sistem dan infrastruktur kehadiran CCP. Selain itu, BI
perlu memproses izin penyelenggaraan CCP.

"Kami belum tahu siapa yang akan mendapatkan izin pertama dari kami (sebagai CCP), tapi
berdasarkan pengajuan internasional setidaknya (proses) selama 2,5 tahun. Saya tidak berani
sebut nama, tapi ada, more less di 2023 akan ada," terangnya.

Untuk menjadi CCP, Agusman menjabarkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan persetujuan prinsip, yaitu mengajukan permohonan izin prinsip secara tertulis,
memenuhi modal disetor minimum sebesar 50 persen dari modal minimum, dan memiliki
rancangan akte pendirian badan hukum.

Lalu, menyertakan daftar pemilik dan pengurus, susunan dan struktur organisasi, dan rencana
bisnis dan proyeksi neraca tiga tahun pertama. Kemudian, perlu juga mengajukan izin usaha
dengan memenuhi syarat, seperti menyertakan permohonan izin usaha disertai akte pendirian PT,
memenuhi 100 persen modal minimum, dan hasil penilaian dan kepatutan (fit and proper test)
bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
Selanjutnya, turut memenuhi sejumlah syarat umum, seperti berbadan hukum PT dan
kepemilikan saham maksimum 49 persen dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan
hukum asing. Lalu, memiliki modal minimum paling sedikit Rp400 miliar, di mana 50 persen
dari jumlah tersebut merupakan modal disetor.

Namun, BI akan meninjau modal minimum tersebut dan memiliki infrastruktur yang andal serta
aman. Setelah itu, BI akan memproses semua syarat tersebut.

Alurnya dimulai dari pengajuan persetujuan prinsip, pemberian persetujuan prinsip, pengajuan
izin usaha, pemberian izin usaha, hingga tercapai penyelenggaraan CCP transaksi derivatif
SBNT. "

Anda mungkin juga menyukai