Anda di halaman 1dari 13

Nama : Dyah Puspa Ningrum

Nim : 1808020047
Kelas :B
Tema : Hak Pekerja dalam Islam
Judul : Etika Pelaksanaan Pekerjaan
Profesi Apoteker dalam
Perlindungan Hak Pekerja
Berdasarkan Perspektif Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Setiap individu berhak atas hak kehidupannya untuk memenuhi kenikmatan dan
keluasaan dalam mengimplementasikannya, terutama hak dalam pekerjaan. Bahkan adanya
perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan
dan dilindungi oleh konstitusi. Bekerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja
manusia dapat merealisasikan dirinya untuk menemukan hidupnya sendiri sebagai manusia
yang mandiri.

Hak pekerja harus diperlakukan secara relevan dan sama tanpa adanya diskriminasi
suatu etnis tertentu. Pekerja berhak mendapatkan jaminan terhadap hak pekerjaannya yang
merupakan salah satu penerapan dari prinsip keadilan dalam pekerjaan keprofesian (Keraf,
1998). Jaminan atas hak pekerja akan berpengaruh terhadap sikap, komitmen, dan loyalitas
kinerja dari setiap pekerja terhadap pekerjaannya terutama dalam menerapkan pekerjaan
keprofesian apoteker.
Seorang pekerja khususnya apoteker selain untuk memperoleh upah atau pengasilan juga
untuk mengaplikasikan ilmu keprofesian kepada masyarakat. Sudah pasti harapan yang
memotivasi seorang pekerja adalah mendapatkan upah, sehingga penghasilan yang diperoleh
mendorong seseorang untuk maju. Usaha mencari kerja untuk mendapatkan penghasilan
supaya bisa hidup lebih maju itu sah – sah saja, tetapi harus berdasarkan konsep Islam.
Pekerja yang berpedoman pada ajaran Islam akan menjadikan agamanya sebagai bimbingan
dan pedoman dalam bekerja sehingga terbebaskan dari al-ghayah tubarriru al-washilah atau
tujuan menghalalkan segala cara, karena baginya agama adalah conditio sine quo non atau
persyaratan yang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari pekerjaan yang ditekuni. Agama

1
adalah guiding principle yang berarti prinsip yang membimbing setiap perilaku dalam
bekerja (Luth, 2001).
Setiap pekerja, terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja
secara Islami karena pekerjaan yang ditekuninya bernilai ibadah. Oleh karena itu, seleksi
memilih pekerjaan dan menumbuhkan etos kerja yang Islami menjadi satu keharusan bagi
semua pekerja (Luth, 2001). Setiap pekerja terutama yang berprofesi sebagai apoteker berhak
atas hak dan kewaiban atas pekerjaan, khususnya hak atas upah yang adil merupakan hak
legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu
konstitusi (Keraf, 1998).

1.2. Rumusan Masalah :


1. Bagaimana etika apoteker dalam melaksanakan pekerjaan berdasarkan perspektif
Islam?
2. Bagaimana pandangan Islam pada pekerjaan keprofesian apoteker dalam
perlindungan atas hak pekerja ?

1.3. Tujuan Masalah :


1. Mengetahui bagaimana etika apoteker dalam melaksanakan pekerjaan berdasarkan
perspektif Islam.
2. Mengetahui bagaimana pandangan Islam pada pekerjaan keprofesian apoteker dalam
perlindungan atas hak pekerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pekerja menurut Islam

Istilah pekerja muncul sebagai pengganti istilah buruh. Tenaga kerja atau pekerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (Luth, 2001).

2.2. Pengertian Apoteker

Sebuah apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional agar dapat
memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Setiap tenaga kefarmasian termasuk seorang
apoteker untuk dapat melakukan praktik kefarmasian harus mendapat izin praktik (Satibi,
dkk. 2016).
Seorang apoteker yang mendalami agama dan profesi akan menekuni pekerjaannya.
Seorang pekerja apoteker dituntut agar senantiasa mengikuti dinamika dunia kerja. Ia dituntut
untuk mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja. Benar apa yang difirmankan
Allah SWT :
“Katakanlah (Muhammad)!”Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaan (amal)
mu, dan juga Rasul serta orang – orang mukmin”. (at – Taubah: 105).
Pekerja dituntut memahami secara mendalam strategi – strategi mutakhir dalam bekerja.
Rasulullah SAW bersabda :
“Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak, dan banyak kerja dengan kebodohan berarti
sedikit”. (HR. As-suyuthi).
Sehingga jelas bahwa syariat Islam yang luas dan lurus telah menancapkan kaidah –
kaidah pokok tentang hak dan kewajiban pekerja sejak empat belas abad lampau pada sistem
perbudakan, dan telah digantikan menjadi sistem dan perundang – undangan tentang hak –
hak manusia yang dilahirkan melalui revolusi dan konflik pada jaman itu.

3
2.3. Etika Kerja pada pekerja dalam konsep Islam

Etika bekerja yang dilakukan oleh pekerja sangat perlu dibangun kembali agar kinerja
para pekerja menjadi lebih baik dan dapat memberikan kesejahteraan bagi dirinya dan
sesama. Ada beberapa pertimbangan mengapa kita perlu membangun etika bekerja. Di
antaranya sebagai berikut :
a. Harapan konsumen terhadap barang/ jasa yang berkualitas melalui tangan – tangan
pekerja yang baik.
b. Memasuki era persaingan pasar global, bukan saja keterampilan atau skill yang
menjadi andalan utama, tetapi juga sikap (attitude) untuk meraih keunggulan
kompetitif (competitive advantage).
c. Batas antara halal dan haram semakin menipis, sehingga bukan mustahil orang akan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh penghasilan.
d. Penghasilan yang kita peroleh bukan hanya dinikmati di dunia saja, tetapi juga akan
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan di alam baqa’ (akhirat).

2.4. Macam – macam hak pekerja dalam Islam

a. Hak bekerja
Hak memilih pekerjaan yang sesuai. Islam menetapkan setiap individu untuk memilih
pekerjaan. Hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia karena melekat pada tubuh
manusia. kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja manusia merealisasikan
dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih
manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia menentukan hidupnya sendiri
sebagai manusia yang mandiri. jaminan terhadap hak atas pekerjaan menandakan bahwa
manusia dihormati sebagai makhluk yang mampu mengembangkan dan menentukan dirinya
sendiri. Dengan kerja pula manusia membebaskan dirinya dari ketergantungan yang negatif
pada orang lain. Bersamaan dengan kerja seorang pekerja khususnya apoteker menegaskan
dirinya, identitasnya, dan eksistensinya. Dengan kata lainnya, kerja berkaitan dengan harkat
dan martabat manusia sebagai manusia. karena itu, kerja harus dianggap sebagai sebagai
salah satu hak asasi manusia. Karena demikian pentingnya, hak ini lalu dimodifikasi dalam
hukum positif oleh negara tertentu. Indonesia, misalnya dengan jelas mencantumkan, dan
berarti menjamin sepenuhnya, hak atas pekerjaan ini. Pasal 27, ayat 2 UUD 1945 dengan
tegas menyatakan bahwa “Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaandan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.” Ini berarti negara kita mengakui dan menjamin hak atas

4
pekerjaan sebagai hak asasi (demi kemanusiaan), dan juga hak ini berkaitan dengan
penghidupan yang layak sebagai manusia.
Khalifah Umar bin Khattab r.a berkata,
“Barangsiapa menunjuk seseorang untuk suatu jabatan karena pertimbangan cinta dan
kedekatan kekeluargaan, dan ia memperkerjaannya hanya karena itu, maka ia telah
berkhianat pada Allah, Rasul, dan orang – orang beriman”.
b. Hak atas upah yang adil
Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang
sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Karena itu, perusahaan yang
bersangkutan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah yang adil.
Dengan hak atas upah yang adil sesungguhnya mau ditegaskan tiga hal. Pertama,
bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah. Artinya, setiap pekerja berhak untuk
dibayar. Ii merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Dalam kerangka keadilan komunitatif
ini merupakan hak sempurna, yaitu upah yang dituntut untuk dipenuhi konstitusi dan bahkan
setiap pekerja berhak memaksa konstitusi untuk memenuhinya.
Dasar pemikirannya adalah bahwa setiap orang berhak memperoleh dan menikmati
hasil kerjanya. Hasil kerja melekat pada kerja, padahal kerja melekat pada tubuh setiap orang
sebagai hak asasinya. Upah sesungguhnya adalah perwujudan atau kompensasi dari hasil
kerjanya yang tidak dinikmatinya secara langsung. Upah lalu dianggap sebagai hasil keringat,
hasil kerja setiap pekerja. Kedua, setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah, seorang
pekerja terutama yang bekerja sebagai apoteker berhak untuk memperoleh upah yang adil,
yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya. Dasar moralnya
adalah prinsip keadilan komutatif, yaitu kesetaraan dan keseimbangan antara apa yang
diperoleh pemilik perusahaan atau tempat kerja melalui dan dalam bentuk tenaga yang
disumbangkan setiap pekerja di satu pihak dan apa yang diperoleh setiap pekerja dalam
bentuk upah di pihak lain. Karena pekerja telah memberikan tenaganya, maka hasil dari kerja
kerasnya ini harus diberikan kompenasi, diganti secara seimbang dalam bentuk upah yang
setara dan sebanding dengan tenaga tersebut. Ketia, ditegaskan dengan hak atas upah yang
adil adalah bahwa pada prinsipnya tidak boleh ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif
dalam soal pemberian upah kepada semua pekerja. Upah yang adil bukan berarti sama, justru
kesamaan dalam upah akan merupakan suatu bentuk ketidakadilan. Yang dimaksud dengan
upah yang adil adalah suatu tingkat upah yang paling minim yang masih ditolerir rasa
kemanusiaan dan keadilan kita, dan karena itu masih dianggap adil. Di bawah tingkat ini,
upah tersebut akan dan harus dianggap sebagai tidak adil. Tingkat upah minimum ini

5
didasarkan pada perhitungan kebutuhan pokok rata – rata bagi pekerja di tempat tersebut.
Tingkat upah minimum dianggap adil karena mampu menutupi biaya hidup yang mampu
memulihkan kembali tenaga baik fisik dan mental pekerja. Perbedaan tingkat upah yang adil
tidak hanya didasarkan pada mekanisme pasar melainkan juga berdasarkan berbagai faktor
seperti risiko pekerjaan, pengalaman kerja, lama keja, pendidikan, lingkup tanggung jawab,
volume pekerjaan, tingkat upah dalam industri sejenis, dan sebagainya.
Ada beberapa macam hak pekerja dalam memperoleh upah atau gaji :
1. Upah sesuai dengan pekerjaan
Kaidah Islam menegaskan bahwa gaji harus sesuai dengan pekerjaan. Tidak ada
kezaliman, pengangguran, atau anarki. Allah SWT berfirman :
“Janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang – barang takaran dan
timbangannya.” (Al-A’raf : 85).
“Dan bagi masing – masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka
kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan – pekerjaan
mereka sedang mereka tiada dirugikan.” (Al-Ahraq : 19).
Maka dalam pandangan Islam, negara harus menyediakan anggaran untuk
menjamin gaji yang adil. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak menyia –
nyiakan amal orang – orang yang beramal di antara kamu, baik laki – laki maupun
perempuan”. (Ali Imran : 195).
2. Perbedaan tingkat upah
Jika Islam menetapkan bahwa upah ditentukan berdasarkan pekerjaan, maka ia juga
menetapkan perbedaan jumlah gaji yang ditentukan berdasarkan jenis dan
pentingnya suatu pekerjaan. Allah SWT berfirman :
“Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu
kerjakan.” (ash-Shaffat:39).
“Dan bagi masing – masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka
kerjakan.” (al-Ahqaf: 19).
3. Menentukan rangsangan kerja
Islam memberi peluang adanya rancangan kerja baik yang bersifat positif dalam
bentuk pemberian insentif, maupun yang negatif dalam bentuk sanksi. Tujuan
pemberian rangsangan adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja dan
memperbaiki tingkat pelaksanaan. Selain itu rangsangan akan mengurangi
kecerobohan bekerja serta menambah keseriusan dan efektivitas kerja. Allah SWT
berfirman :

6
“Maka barangsiapa yang melakukan kebaikan sekecil atom pun akan dilihat
(Allah). Dan barangsiapa yang melakukan kejahatan sekecil atom pun akan dilihat
(Nya).” (al-Zalzalah: 7-8).
c. Hak untuk berserikat dan berkumpul
persoalan upah yang adil berkaitan dengan kepentingan dua pihak yang saling
bertentangan pemilik modal dan pekerja. Pekerja akan menjadi kelompok sosial yang
sangat diperhitungkan, kalau bukan ditakuti, baik oleh penguasa maupun pengusaha.
Untuk bisa memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja
harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Setiap pekerja terutama
pekerja profesi apoteker harus dijamin haknya untuk membentuk serikat pekerja dengan
tujuan bersatu memperjuangkan hak dan kepentingannya. Hak berserikat dan berkumpul
merupakan salah satu syarat penting untuk bisa menjamin hak atas upah yang adil.
Ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul ini.
Pertama, merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan
salah satu hak asasi manusia. Kedua, hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat
bersama – sama secara kompak mempejuangkan hak atas upah yang adil. Dengan
berserikat dan berkumpul, posisi pekerja menjadi kuat dan pada pada gilirannya berarti
hak pekerja akan lebih bisa dijamin. Tanpa hak berserikat dan berkumpul, pekerja akan
sulit bersatu dan posisinya akan menjadi lemah. Konsekuensinya, hak – hak pekerja akan
sulit ditegakkan.
d. Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan
Hak atas perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja adalah hak atas
hidup. Karena itu, hak ini pun dianggap sebagai salah satu hak asasi manusia. Setiap
pekerja berhak mendapat perlindungan atas keamanan, keselamatan, dan kesehatan
melalui program jaminan atau asuransi keamanan dan kesehatan yang diadakan konstitusi
ini. Jaminan ini bersama upah atau gaji, tercakup dalam paket “imbalan” yang diterima
setiap pekerja atas pelaksanaan pekerjaannya. Setiap pekerja berhak mengetahui
kemungkinan risiko yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya dalam
bidang tertentu dalam suatu kostitusi tertentu. Pekerja bebas untuk memilih dan menerima
pekerjaan dengan risiko yang sudah diketahuinya itu atau sebaliknya menolaknya. Kalau
pekerja sudah dengan bebas memilih pekerjaan itu, risiko apa pun yang akan terjadi
menjadi tanggung jawabnya juga. Jika pokok diatas tersebut dipenuhi, suatu konstitusi
sudah dianggap menjamin secara memadai hak pekerja atas perlindungan keselamatan,
keamanan, dan kesehatan kerja.

7
e. Hak untuk diproses hukum secara sah
Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam dengan hukuman
tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahat tertentu, maka pekerja
tersebut wajib diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya dan wajib
diberikan kesempatan untuk membuktikan apakah ia melakukan kesalahan seperti yang
dituduhkan atau tidak. Secara legal maupun moral perusahaan atau konstitusi tidak
diperkenankan untuk menindak seorang pekerja secara sepihak tanpa mencek atau
mendengarkan pekerja itu sendiri. Maka hak pekerja yaitu harus didengar dan bisa
membuktikan posisinya dengan saksi dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
f. Hak untuk diperlakukan secara sama
Hak ini menegaskan bahwa setiap pekerja pada prinsipnya, harus diperlakukan secara
sama, secara fair yaitu tidak boleh ada diskriminasi dalam konstitusi ataupun perusahaan
entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamnya, baik dalam
sikap dan perlakuan gaji, maupun peluang untuk jabatan, pelatihan, pendidikan lebih
lanjut.
g. Hak atas rahasia pribadi
Hak ini tentu saja tidak mutlak, karena dalam kasus tertentu, data yang bahkan
dianggap sebagai paling rahasia oleh seseorang, harus diketahui oleh perusahaan dan
semua pekerja. Ketika rahasia pribadi itu dapat mempunyai efek yang membahayakan
pihak lain, misalnya, orang yang memiliki penyakit tertentu pada seorang pekerja, maka
suatu perusahaan tempatnya bekerja harus diketahui agar posisi pekerja dalam
pelaksanaan pekerjaan keprofesian tepat untuk mencegah atau meminimalisir kecelakaan
atau kejadian yang tidak diinginkan.
h. Hak atas kebebasan suara hati
Hak ini menuntut agar setiap pekerja harus dihargai kesadaran moralnya. Pekerja
dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.
Konkretnya, pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan penggelapan uang dari suatu
tempat ia bekerja atau melakukan kecurangan dengan tujuan memperoleh keuntungan
sebesar – besarnya. Pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan hal ini kalau
berdasarkan pertimbangan suara hatinya hal – hal itu tidak baik dan tidak boleh
dilakukannya.

8
i. Hak cuti dan keringanan pekerjaan
Hak cuti dan keringanan pekerjaan seperti jam kerja, libur, dan cuti biasanya
dimasukkan dalam ketentuan jam kerja dan harilibur. Dalam Al-Qur’an, Allah
berfirman :
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(al-Baqarah: 286).
Rasulullah SAW bersabda :
} ‫ { متفق عليه‬.‫ بشروا وال تنفرا‬,‫ يسروا وال تعسروا‬: ‫عن أنس رضى هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
“Permudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan jangan menjauhkan
mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2.5. Kedudukan pekerja dalam Islam

Konsep kerja dalam Islam meliputi berbagai sektor pekerjaan baik materi maupun
pemikiran. Tetapi yang dituntut dari seorang muslim adalah aktivitas fisik sebagai prioritas.
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT :
“Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan
mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (Yasin : 35).
Dalam pandangan Islam kedudukan pekerja dan perusahaan atau konstitusi yang
memperkerjakan pekerja adalah sistem per pekerjaan dengan konsep pemberian upah. Islam
memberikan pengahrgaan tinggi terhadap pekerjaan, dan pekerja yang bekerja serta
mendapatkan penghasilan dengan tenaganya sendiri wajib dihormati. Karena dalam
perspektif Islam, bekerja merupakan kewajiban mulia bagi setiap manusia agar dapat hidup
layak dan dihormati.
Rasulullah SAW pernah menjabat tangan seorang buruh yang bengkak karena kerja keras,
lalu menciumnya dan berkata “Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasulnya.”
H.R.Bukhari. Tolak ukur hak pekerjaan dalam Islam adalah kualitas dari hasil kerja tersebut,
maka pekerja yang baik merupakan pekerja yang meningkatkan kualitas kerjanya.
Sebagaimana firman Allah SWT “Dan masing – masing orang memperoleh derajatnya
dengan apa yang dikerjakannya”. (Q.S. Al-An’am : 132). Mengingat pentingnya kualitas
kerjanya, Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadist “Sesungguhnya Allah senang bila
salah seorang dari kamu meninggikan kualitas kerjanya” (HR.Baihaqi) (Hasbiyallah, 2009).

9
2.6. Kewajiban pekerja dalam Islam

Islam selain menetapkan hak – hak pekerja, juga menetapkan kewajiban –


kewajibannya. Kewajiban terpenting adalah menegakkan amanah dalam pekerjaan,
memahami agama dan bidang kerja. Amanah dalam bekerja sebagai berikut :
1. Bekerja secara profesional
Sebagai seorang pekerja apoteker yang profesional harus melakukan pekerjaan sebaik
mungkin sehingga memperoleh hasil terbaik, sebagaimana firman Allah “Dan
sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (an-Nahl: 93).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah senang jika salah seorang di antara
kamu mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara tekun dan sungguh – sungguh.
(HR. Muslim).
Hal ini harus disertai sarana ilmiah modern yang canggih. Allah berfirman, “Apakah
sama orang – orang yang berilmu dengan orang – orang yang tak berilmu.” (az – Zumar:
9).
2. Kejujuran dalam bekerja adalah ibadah
Islam memandang bahwa kejujuran dalam bekerja bukan hanya merupakan tuntutan,
melainkan juga ibadah. Seorang apoteker yang beragama akan mendekatkan diri dengan
Allah SWT, sehingga dalam menjalankan pekerjaannya akan bekerja dengan baik untuk
dunia dan akhiratnya.
Rasulullah SAW, menekankan bahwa bekerja itu ibadah. Pribadi agung ini bersabda :
‫لَهُ رًا َم ْغفُوْ اَ ْم َسى يَ َد ْي ِه َع َم ِل ِم ْن َكااًّل اَ ْم َسى َم ْن‬
“Barangsiapa di sore hari merasa letih karena bekerja, maka sore itu diampuni (dosanya)
di hari kiamat.” (HR. Thabrani).
3. Memenuhi amanah kerja adalah jenis ibadah yang paling utama
Islam menilai bahwa memenuhi amanah kerja sebagai seorang apoteker merupakan jenis
ibadah yang paling utama. Pernah dilaporkan kepada Rasulullah SAW perihal seorang
pria yang banyak melakukan ibadah. Rasulullah SAW, bertanya tentang siapa yang
mengurusi kebutuhan – kebutuhannya. Mereka menjawab, saudaranya. Rasulullah SAW
bersabda,
“Saudaranya lebih beribadah daripada dia”. (HR. Thabrani).
Salah seorang sahabat ingin berkhalwat dan beri’tikaf untuk berzikir kepada Allah, lalu
Rasulullah SAW, bersabda :

10
“Jangan kamu lakukan, sebab kedudukan salah satu di antara kamu fi sabililah (melayani
kepentingan orang lain dengan amal saleh) lebih utama daripada shalat dalam rumahnya
selama enam puluh tahun”.
4. Dasar keimanan dalam Islam adalah amal perbuatan
Islam mendefinisikan konsep keimanan seperti yang dinyatakan Rasulullah SAW,
“Iman bukanlah angan – angan, tetapi apa yang bersemayam dalam hati dan diwujudkan
dalam bentuk amal perbuatan” (HR. Ad-Dailami).
Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyimpulkan pandangan Islam tentang kemuliaan
bekerja, sebagai berikut :
“Demi Allah, jika datang orang – orang non – Arab dengan membawa amalan – amalan,
sedang kita tidak, maka meeka lebih dekat kepada Muhammad SAW daripada kita pada
hari akhirat.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang apoteker harus memiliki
hak – hak dan kewajiban pekerja dalam pekerjaannya. Hak pekerja harus diperlakukan secara
relevan dan sama tanpa adanya diskriminasi suatu etnis tertentu. Pekerja berhak mendapatkan
jaminan terhadap hak pekerjaannya yang merupakan salah satu penerapan dari prinsip
keadilan dalam pekerjaan keprofesian. Setiap pekerja apoteker berhak atas hak dan kewaiban
atas pekerjaan, khususnya hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan
dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu konstitusi. Dari pandangan
Islam pekerja selain memiliki hak – haknya juga memiliki etika kerja dalam menjalankan
kewajibannya untuk menegakkan amanah dalam pekerjaan, memahami agama dan bidang
kerja. Setiap pekerja, terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja
secara Islami karena pekerjaan yang ditekuninya bernilai ibadah. Oleh karena itu, seleksi
memilih pekerjaan dan menumbuhkan etos kerja yang Islami menjadi satu keharusan bagi
semua pekerja.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mursi, A.H. 1997. SDM yang produktif pendekatan al-qur’an dan sains. Jakarta : Gema
Insani Press.

Hasbiyallah. 2008. Buku pelajaran fiqih untuk kelas ix madrasah. Bandung : Grafindo Media
Pratama.

Luth, T. 2001. Antara perut dan etos kerja. Jakarta : Gema Insani.

Keraf, A.S. 1998. Etika bisnis tuntutan dan relevansinya. Yogyakarta : Kanisius.

Agoes, S. 2009. Etika bisnis dan profesi tantangan membangun manusia seutuhnya. Jakarta :
Salemba empat.

Satibi, dkk. 2016. Manajemen apotek. Jakarta : Gadjah Mda University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai