Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENYIMPANGAN HAK ASASI MANUSIA


PADA PT. AFI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis

Disusun oleh:
Cilki Nuryanti (195111039)
Ellya Octamelya (195111042)
Fadhilla Hafsari G (185111043)
2 AK B

PRODI D3 AKUNTANSI
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena atas berkat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah Etika Bisnis
sebagai bahan tugas di Program Studi Akuntansi.

Penulisan makalah berjudul “Penyimpangan Hak Azasi Manusia Pada PT. ALPEN
FOOD INDUSTRY ” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap
makalah ini dapat menjadikan pertimbangan untuk penegakkan Hukum terhadap HAM
yang adil serta pembelajaran bagi pihak pihak yang bersangkutan.

Bandung, 22 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.................................................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia dalam Etika Bisnis.................................................................3
2.2 Teori Pemenuhan Hak Pekerja......................................................................................................4
2.3 Pengaruh Kebijakan Perusahaan...................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN KASUS............................................................................................................8
3.1 KASUS..............................................................................................................................................8
3.2 PEMBAHASAN KASUS...............................................................................................................10
BAB 4.......................................................................................................................................................13
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................................................................13
4.1 Simpulan.........................................................................................................................................13
4.1 Saran...............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak asasi manusia adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah Swt. Kepada setiap
manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak itu
bersifat permanen, kekal dan abadi serta tidak boleh di ganggu gugat. Oleh karena itu, manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas dan memelihara alam semesta
dengan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan manusia dan juga HAM melekat pada diri
manusia yang bersifat universal sehingga harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Hak atas pekerjaan dan hak dalam bekerja merupakan salah satu HAM untuk kaum
buruh. Perlindungan dan pemenuhan hak tersebut memberikan arti penting bagi pencapaian
standar kehidupan yang layak. Pendapatan dari kerja harus diberikan secara baik dan
memberikan pengaruh positif bagi kelangsungan hidup karyawan.
Di dalam Undang - Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara jelas
disampaikan bahwa “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Yang dapat diartikan bahwa negara
menjamin perlakuan yang adil dan layak terhadap para pekerja/buruh, oleh karena itu tidak
seorangpun yang bisa memberikan perlakuan tidak baik terhadap pekerja/buruh dan jika
melakukannya akan mendapatkan sanksi berupa hukuman.
Dalam berbagai tulisan tentang buruh seringkali terdapat peribahasa yang berbunyi
“pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Peribahasa itu memiiki arti bahwa pekerja
dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena memang pekerja mempunyai peranan
sangat penting untuk kemajuan perusahaan. Menyadari pentingnya pekerja bagi perusahaan,
pemerintah dan masyarakat, maka perlu diperhatikan hak-hak pekerja/buruh dalah menjalankan
pekerjaannya.
Hak atas jaminan sosial dan K3 ( Keselamatan dan Kesehatan Kerja ) tertulis dalam UU
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU No. 3 Tahun 1992, UU No. 1 Tahun 1970. Ketetapan
Presiden No. 22 Tahun 1993, Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, Peraturan Menteri No. 4
Tahun 1993 dan No. 1 Tahun 1998. Hal ini berarti jaminan sosial dan keselamatan kerja sangat
penting bagi kelangsungan hidup pekerja/buruh.
Namun, meskipun demikian kehidupan marginal kaun buruh di Indonesia dapat terlihat
dari rendahnya fasilitas kesehatan dan keamanan kerja. Dua hal ini memberikan pengaruh yang
besar dalam proses penguatan kualitas sumber daya pekerja. Mereka seolah-olah terjebak dalam
kehidupan yang didominasi oleh kapitalisme. Suasana tidak berdaya membuat mereka menerima

1
kondisi yang pahit, hidup serba kekurangan dan memprihatinkan. Alokasi bekerja tidak
sebanding dengan jaminan kesehatan dan keamanan mereka. Kenyataan ini membuktikan
lemahnya andil negara dalam memosisikan dan memperjuankan hak-hak dan nasib pekerja/buruh
yang dapat disebut dengan pelanggaran HAM.
Dengan itu, perusahaan harus memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kerja
untuk pekerja/buruh termasuk perempuan hamil, mereka diberikan hak-hak khusus yang banyak
tercantum dalam peraturan perundang-undangan mengenai hak pekerja perempuan yang salah
satunya tertuang dalam Pasal 76 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
perusahaan dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 (shift malam) karena hal tersebut akan mengancam
keselamatan pekerja dan bayi yang dikandungnya.
Sebuah tim peneliti kedokteran di Denmark melakukan penelitian mengenai dampak
kerja shift malam bagi wanita hamil. Penelitian ini meningkatkan resiko keguguran pada usia
kehamilan 4-24 minggu. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa wanita yang bekerja shift
malam dua kali seminggu memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami keguguran dibandingkan
wanita yang tidak melakukan shift malam.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apa hubungan HAM dengan etika dalam berbisnis;
2. Bagaimana pemenuhan hak buruh/pekerja wanita hamil di perusahaan PT. ALPEN
FOOD INDUSTRY;
3. Bagaimana pengaruh kebijakan perusahaan PT. ALPEN FOOD INDUSTRY dalam
mempekerjakan buruh wanita pada malam hari untuk para buruh.

1.3 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Hubungan HAM dengan etika dalam berbisnis .
2. Bagaimana pemenuhan hak buruh/pekerja wanita hamil di perusahaan PT. ALPEN
FOOD INDUSTRY.
3. Pengaruh kebijakan perusahaan PT. ALPEN FOOD INDUSTRY dalam
mempekerjakan buruh wanita pada malam hari untuk para buruh.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia dalam Etika Bisnis


Hak Asasi Manusia merupakan hak yang telah dianugerahkan kepada setiap diri pribadi
manusia oleh Tuhan YME sejak mereka lahir dan bersifat tidak dapat dicabut (inalienable)
oleh siapapun. Sedangkan menurut C. De Rover HAM adalah hak hukum yang dimiliki oleh
setiap manusia yang bersifat universal. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar oleh orang
lain, akan tetapi keberadaannya tidak dapat di hapuskan. Sehingga dengan adanya prinsip-
prinsip hak tersebut menjadikan landasan adanya hukum yang mengatur tatanan perihal
menjaga dan melindungi hak yang dimiliki satu pribadi dengan pribadi lainnya, agar tidak
menjadikan timpang tindih antar hak.

Pada hakikatnya manusia memerlukan suatu upaya untuk dapat melangsungkan


kehidupan dengan memenuhi segala bentuk keperluan hidupnya. Keperluan tersebut dapat
dipenuhi dengan adanya kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pemberi kerja dan pekerja untuk
memperoleh hasil yang dapat digunakan oleh semua lini kehidupan. Dalam pelaksanaan
kegiatan bisnis antara pemberi kerja dan pekerja terdapat hukum yang sudah melandasi agar
tidak terjadi pelanggaran HAM yang dimiliki masing-masing pihak tersebut. Dalam pasal 6
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “setiap pekerja atau buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”

Dalam dunia bisnis, etika bisnis dan hak asasi manusia memiliki relevansi yang sangat
kuat. Perusahaan memiliki peran penting dalam mengatur karyawan dengan mementingkan
hak asasi manusia yang telah diatur dalam undang-undang sebagai acuan yang sah.
Perusahaan juga harus memiliki nilai-nilai etika sehingga dalam menjalankan sebuah bismis,
perusahaan dapat mempekerjakan karyawan dengan nilai etika yang baik dan tidak melanggar
hak asasi manusia yang sudah ada.

2.2 Teori Pemenuhan Hak Pekerja


Hak normative pekerja adalah hak-hak yang lahir sebagai upaya pemberian perlindungan
terhadap pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha yang diatur dalam Peraturan

3
Perundang-undangan Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerjasama yang bersifat mengikat
pekerja dan pengusaha. Pada pengimplementasiannya hak normative menjadi instrument
proteksi terhadap exploitasi terhadap pekerja yang memiliki potensi untuk berkembang
dimana kondisi pihak pekejra tidak memahami hak-hak dirinya sebagai pekerja.

Hak-hak normative yang harus dilaksanakan oleh pemberi kerja diantaranya :

a. Upah Minimum
Dalam Pasal 88 ayat (4) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Pemerintah menetapkan upah minimum
berdasarkan kebutuh hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas upah minimum Kabupaten / Kota
dan Provinsi. Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja / buruh yang bekerja di
perusahaan dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Kebutuhan hidup layak yang
dijadikan dasar penetapan upah minimum adalah standar kebutuhan seorang pekerja /
buruh lajang untuk dapat hidup secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

b. Pesangon
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena sebab – sebab tertentu
terhadap pekerja wajib diberikan pesangon oleh pengusaha, termasuk juga uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Selain uang pesangon, dalam hal
pekerja memasuki usia pensiun dan pekerja tidak diikutkan oleh pengusaha dalam
program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja uang pesangon
sebesar 2 (Dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang – undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja / buruh
meninggal dunia kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang  yang besar
perhitungannya sama dengan perhitunganuang pesangon sebesar 2 (Dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4) Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4
c. Perlindungan social
Peraturan Presiden RI Nomor 109/Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan
Program Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan sebagai Penjabaran Undang – undang
Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial / BPJS disebutkan
bahwa Setiap Pekerja baik yang bekerja pada Penyelenggara Negara ( CPNS, PNS,
Anggota TNI, Anggota Polri, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Pejabat
Negara, Peserta Didik Polri dan Prajurit Siswa TNI ) dan bukan penyelenggara negara
( Usaha Besar, Menengah, Kecil dan Mikro ) wajib diikutkan dalam Program Jaminan
Sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK ), Jaminan Kematian ( JK ), Jaminan
Hari Tua ( JHT ) dan Jaminan Pensiun ( JP ). Disamping itu pekerja dan pemberi kerja
juga wajib diikutkan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh
BPJS Kesehatan.

d. THR keagamaan
THR Keagamaan ini merupakan upaya untuk membantu pekerja dalam
merayakan Hari Besar Keagamaan bersama Keluarga, dimana dalam momen Hari
Raya ini kebutuhan pembiayaan berbagai keperluan agak meningkat. Bedasarkan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan ( Permenaker ) Nomor 6 tahun 2016 tentang THR
Keagamaan bagi Pekerja / Buruh di Perusahaan, pekerja / buruh yang memiliki masa
kerja 12 ( dua belas ) bulan secara terus menerus atau lebih, berhak atas 1 ( satu )
bulan upah. Sedangkan pekerja / buruh yang memiliki masa kerja 1 ( satu ) bulan
secara terus menerus tetapi kurang dari 12 ( dua belas ) bulan diberikan tunjangan
secara proporsional. THR Keagamaan ini diberikan satu kali dalam satu tahun dan
dibayarkan paling lama satu minggu sebelum hari raya keagamaan.

e. Upah Lembur
Dalam Kepmenakertrans Nomor 102 tahun 2002 tentang Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur disebutkan bahwa Pekerja yang melebihi jam kerja ( 7 jam
perhari 40 jam perminggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu dan 8 jam perhari 40 jam
perminggu  untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu ) atau bekerja pada waktu istirahat

5
mingguan atau bekerja pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah, upah kerja
lemburnya wajib dibayarkan pengusaha.

f. Waktu Istirahat
Waktu istirahat juga termasuk hak normatif pekerja yang wajib dipatuhi dan
dilaksanakan pengusaha. Setiap pekerja yang telah bekerja minimal 4 (empat ) jam
secara terus menerus, berhak untuk beristirahat setengah jam. Demikian juga untuk
pekerja yang telah bekerja selama 12 ( dua belas ) bulan secara terus menerus berhak
untuk cuti selama 12 ( dua belas) hari. Pada sisi lain, pekerja yang telah bekerja selama
6 ( enam ) tahun secara terus menerus berhak atas istirahat panjang selama 2 ( dua )
bulan. Demikian juga untuk pekerja perempuan yang melahirkan berhak atas waktu
istirahat 3 ( tiga ) bulan, pekerja perempuan yang mengalami gugur kandungan berhak
atas waktu istirahat selama 1,5 bulan sesuai dengan keterangan dokter kandungan.
Termasuk juga pekerja perempuan yang mengalami sakit pada hari pertama dan hari
kedua haidnya. Waktu istirahat ini termasuk juga waktu istirahat mingguan yang
berlaku untuk semua pekerja.

g. Serikat Pekerja
Bahwa pekerja / buruh dijamin haknya untuk berserikat dalam bentuk SP / SB.
Undang – undang Nomor 21 tahun 2000 tentang SP / SB pada Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) menyatakan Setiap Pekerja / Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
SP / SB. SP / SB dibentuk oleh sekurang – kurangnya 10 orang pekerja / buruh.

h. Mogok Kerja
Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja / buruh dan SP / SB yang dilaksanakan
secara sah, tertib dan damai, sebagai akibat gagalnya perundingan. Ada mekanisme
yang harus dipenuhi sebelum mogok dilaksanakan, yaitu harus ada pemberitahuan
tertulis kepada pengusaha atau instansi yang membidangi ketenagakerjaan.
Pemberitahuan tersebut sudah harus disampaikan minimal 7 hari sebelum mogok
dilaksanakan dengan memuat waktu dimulai dan berakhirnya mogok, tempat mogok,

6
alasan – alasan dan sebab mengapa mogok dilaksanakan serta tanda tangan
penanggung jawab mogok.

i. Tidak Masuk Kerja

Ada kondisi – kondisi dimana pekerja tidak bekerja atau hadir ditempat kerja tapi
tidak melakukan pekerjaan pengusaha diwajibkan membayar upah kerja dengan
ketentuan pekerja sakit, pekerja perempuan yang sakit di hari pertama dan kedua
haidnya, pekerja menikah, menikahkan anaknya, mengkhitan anaknya, membaptis
anaknya, suami / istri pekerja, orang tua, anak dan mertua pekerja meninggal dunia
atau salah seorang anggota keluarga di rumah meninggal dunia.

2.3 Pengaruh Kebijakan Perusahaan


William Dun (1999) Menurutnya “Kebijakan ialah aturan tertulis yang merupakan suatu
keputusan formal organisasi, yang mempunyai sifat yang mengikat, yang mengatur perilaku
dengan tujuan untuk dapat menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau juga anggota masyarakat didalam
berperilaku. Kebijakan pada umumnya memiliki sifat problem solving serta  proaktif. Berbeda
dengan Hukum (Law) dan juga Peraturan (Regulation), kebijakan lebih memiliki sifat adaptif
dan intepratatif, walaupun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, serta apa yang tidak
boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum namun tanpa menghilangkan ciri
lokal yang spesifik. Kebijakan itu harus memberi peluang diintepretasikan sesuai dengan
kondisi spesifik yang ada.”

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan kebijakan yang diambil


perusahaan sangat berpengaruh untuk keberlangsungan kegiatan perusahaan yang secara
langsung atau tidak langsung terhadap kinerja pegawai.

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

7
3.1 KASUS

PT. ALPEN FOOD INDUSTRY Memperkerjakan Buruh Perempuan Hamil pada Malam
Hari
Sepanjang tahun 2019, terjadi 13 kasus keguguran dan 5 kematian bayi sebelum
dilahirkan. Kasus bertambah menjadi satu kasus keguguran dan satu kasus kematian bayi pada
awal tahun 2020. Minggu ini, terjadi satu kasus keguguran lagi. Total kasus keguguran yang
kami terdata sebanyak 21 kasus. Permasalahan kondisi kerja buruh perempuan hamil telah kami
laporkan ke pengawasan dan Komnas Perempuan sebagai berikut:
Bahwa PT. ALPEN FOOD INDUSTRY bergerak dibidang Industry food and beverage
yang memproduksi es krim dengan Merek Aice dengan alamat di Jl. Selayar II Blok H, No.10
Telajung, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat 17530;
Bahwa pengaduan kami dilatarbelakangi oleh kondisi pekerjaan buruh perempuan hamil
di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY masih dikenakan shift (1, 2 dan 3) dan juga target produksi
serta kondisi lingkungan kerja kurang kondusif dan sehat untuk kesehatan buruh perempuan
hamil;
Bahwa PT. ALPEN FOOD INDUSTRY menyediakan klinik di dalam perusahaan tetapi
hanya melayani kesehatan pada shift 1 dan 2, sedangkan shift 3 klinik tidak ada petugasnya dan
tidak ada pelayanan kesehatan, serta di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY tidak disediakan
fasilitas mobil ambulance;
Bahwa pekerja/buruh perempuan yang bermaksud untuk meminta cuti haid karena
merasakan sakit diharuskan diperiksa di klinik terlebih dahulu oleh dokter perusahaan dan hanya
diberikan obat pereda nyeri, serta permohonan izin cuti biasanya tidak diberikan oleh pihak
pengusaha;
Bahwa jam kerja umum yang berlaku di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY adalah sebagai
berikut:
Shift 1 : Jam 07.00 – 15.00 WIB
Shift 2 : Jam 15.00 – 23.00 WIB
Shift 3 : Jam 23.00 – 07.00 WIB
Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY tidak ada fasilitas jemputan untuk karyawan
yang bekerja pada shift 3, hanya diganti dengan uang transportasi sebesar Rp. 5000,00 per hari;
Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY untuk karyawan perempuan yang bekerja
pada shift 3 mendapatkan tambahan asupan gizi berupa susu kemasan botol cair 190 ml dan 1
pcs roti yang bernilai kurang lebih Rp. 5000,00;
Bahwa di PT. ALPEN FOOD INDUSTRY jam istirahatnya diberlakukan system rolling
yang mana mesin tetap beroperasi selama 24 jam penuh, setiap pekerja/karyawan mendapatkan

8
jatah jam istirahatnya dengan system rolling yaitu : istirahat jam pertama dimulai setelah bekerja
selama 2 jam dengan jatah istirahat selama 1 jam diteruskan bekerja sampai jam pulang kerja,
istirahat jam kedua dimulai setelah bekerja selama 3 jam dengan jatah istirahat selama 1 jam
diteruskan bekerja sampai jam pulang kerja, istirahat jam ketiga dimulai setelah bekerja selama 4
jam dengan jatah istirahat selama 1 jam diteruskan sampai jam pulang kerja, hal tersebut berlaku
untuk shift 1, 2 dan 3;
Bahwa pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan target produksi seperti biasa dan
tidak mendapatkan keringanan atau pembebasan target meskipun kehamilan telah dilaporkan
kepada atasan/pihak pengusaha;
Bahwa pekerja/buruh perempuan hamil masih dikenakan pekerjaan yang tergolong, di
antaranya dengan posisi kerja berdiri dan mengangkat beban berat, seperti:
a. Pekerjaan di bagian mesin packing dengan mengoperasikan mesin packing selama jam
kerja dilakukan dengan posisi berdiri dan setiap 40 menit sekali mengganti gulungan
plastik (plactic roll) kemasan es krim dengan mengangkat gulungan tersebut dan
memasangkan ke mesin packing yang mana berat gulungan plastik kurang lebih 12 kg
per satu gulungan.
b. Pekerjaan di manual packing dengan pekerjaan menyusun es krim ke dalam kotak (box)
dengan posisi bekerja berdiri.
c. Pekerjaan di bagian sanitasi dengan mengepel dan menyapu lantai di mana mengepel
dilakukan dengan menggunakan kain dan jongkok serta bau cairan pel yang menyengat
dan membuat mual.
d. Pekerjaan di bagian statistik (inti) dengan pekerjaan menytempel karton kurang lebih
2200 karton/hari, serat menurunkan stik dengan cara mengangkat satu persatu kurang
lebih 11 dus per hari stik yang beratnya kurang lebih 13 kg per dus, lalu ditambah
menurunkan kurang lebih 15 rol plastik/hari yang beratnya kurang lebih 12 kg per roll
plastik.
e. Di bagian operator packing mesin jagung dengan cara sebelum memulai produksi mesin
dipanaskan dan diminyakkan sehingga menimbulkan asap yang sangat pekat dan ruang
produksi di bawah tanah. Dari awal masuk sampai pulang pekerjaan tersebut dilakukan
dengan posisi duduk setengah membungkuk dalam rentang waktu 30 menit per box.
Kemudian memindahkan box jagung tersebut dengan cara mengangkat yang beratnya
kurang lebih 2 kg per box jagung dengan target 13 box per hari;
f. Bahwa untuk mendapatkan pindah kerja ke bagian lain yang lebih ringan seringkali
pekerja/buruh harus menunggu selama beberapa hari atau minggu atau menunggu
buruh/pekerja lain yang mengambil cuti melahirkan, kembali pekerja;
Buruh perempuan hamil juga tidak dapat mengambil kerja non shift karena dipersulit
dengan syarat harus ada keterangan dari dokter spesialis kandungan dan harus ada kelainan
kandungan.

9
Sebelum mengambil cuti melahirkan, buruh dimintai membuat pernyataan ditulis tangan
dengan materai yang salah satu isinya adalah tidak akan menuntut kepada perusahaan di
kemudian hari terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
(sumber: https://fsedar.org/rangkuman-kasus-aice/)

3.2 PEMBAHASAN KASUS

Hak asasi manusia (HAM) umumnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu Hak Sipil dan
Politik (Civil and Political Rights) dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Economic, Social,
and Cultural Rights). Hak sipil dan politik adalah hak yang berkaitan dengan kebebasan individu
sebagai warga dari suatu negara yang demokratis, yang meliputi perlindungan dari tirani
penguasa yang sewenang-wenang, persamaan di hadapan hukum, kebebasan untuk memilih dan
dipilih dalam proses demokrasi, kebebasan berpendapat, dan seterusnya. Sedangkan hak
ekonomi, sosial, dan budaya adalah hak yang berkaitan dengan hak individu dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, yang meliputi hak atas pekerjaan, hak atas pemeliharaan kesehatan, hak atas
lingkungan yang sehat, hak atas jaminan sosial, dan seterusnya. Hak ekonomi, sosial, dan budaya
mempunyai relevansi yang sangat besar dengan hukum ketenagakerjaan, sedangkan bentuk hak
sipil dan politik yang ada relevansinya dengan hukum ketenagakerjaan di antaranya adalah hak
berserikat bagi pekerja hak mogok, dan hak untuk tidak mendapatkan diskriminasi di tempat
kerja.
Memperkerjakan perempuan hamil dari jam 23:00 – 07:00, fasilitas jemputan diganti
dengan uang transportasi Rp 5000/hari, mendapatkan tambahan asupan gizi berupa susu kemasan
botol cair 190 ml dan 1 pcs roti yang bernilai kurang lebih Rp. 5000,00; jam istirahatnya
diberlakukan system rolling yang mana mesin tetap beroperasi selama 24 jam penuh, perempuan
hamil masih dikenakan target produksi seperti biasa dan tidak mendapatkan keringanan atau
pembebasan target meskipun kehamilan telah dilaporkan kepada atasan/pihak pengusaha; Buruh
perempuan hamil juga tidak dapat mengambil kerja non shift karena dipersulit dengan syarat
harus ada keterangan dari dokter spesialis kandungan dan harus ada kelainan kandungan. Lalu,
sebelum mengambil cuti melahirkan, buruh dimintai membuat pernyataan ditulis tangan dengan
materai yang salah satu isinya adalah tidak akan menuntut kepada perusahaan di kemudian hari
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Sudah jelas bahwa pernyataan tersebut hanya menguntungkan pihak perusahaan dan
merugikan pihak pekerja. Ketentuan jam kerja pekerja perempuan hamil dapat ditemukan dalam
Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”), yaitu “Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan
hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00.” Maka jelas bahwa jam kerja untuk pekerja perempuan yang sedang hamil tidak boleh
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 7.00. Apabila dilanggar, pelakunya dapat dikenakan

10
sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.
Ada aspek lain yang penting, yakni aspek kesehatan pekerja, terutama pekerja yang
sedang hamil. Sejatinya pengusaha wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Pasal 86 ayat
(1) UU Ketenagakerjaan berbunyi: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi.
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Jika sampai terbukti bahwa pengusaha mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja,
sehingga menyebabkan pekerjaan yang dilakukan mengganggu kesehatan ibu dan/atau janinnya,
bahkan menyebabkan keguguran, maka perusahaan telah melanggar ketentuan Pasal 86 dan
Pasal 87 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Sanksi administratif akan dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 87 ayat (1)
UU Ketenagakerjaan, berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan izin.
Perselisihan mengenai hak pekerja/buruh dan kewajiban pengusaha terkait keselamatan
dan kesehatan kerja dapat diselesaikan melalui mekanisme Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”). Salah satu jenis
perselisihan hubungan Industrial dalam UU PPHI adalah perselisihan hak, yaitu perselisihan

11
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Terkait tanggung jawab perusahaan setelah keluar pabrik, Pasal 76 ayat (4) UU
Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa: “Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput
bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 05.00.” Jadi, di sinilah letak tanggung jawab perusahaan yang mempekerjakan
pekerja perempuan untuk perjalanan dari kantor hingga pulang ke rumah. Tetapi perusahaan
menggantinya dengan uang transportasi senilai Rp 5000,00 / hari. Hal ini juga sesuai dengan
ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Kep-224/Men/2003 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan
Pekerja/Buruh Perempuan antara Pukul 23.00 sampai dengan 07.00, yang menegaskan bahwa:
a. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan 07.00 berkewajiban untuk:
1) memberikan makanan dan minuman bergizi;
2) menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
b. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan
yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.
Pelanggaran atas ketentuan ini memiliki sanksi yang serupa dengan larangan
mempekerjakan perempuan hamil dalam UU Ketenagakerjaan. Perusahaan PT AFI sudah
memenuhinya dengan memberikan pekerjaan yaitu makanan dan minuman walaupun totalnya
kurang lebih Rp 5000,00. Tetapi, untuk masalah kesehatan dan keselamatan pekerja yang bekerja
shift 3 tidak ada, karena klinik perusahaan tidak beroperasi dijam tersebut.

12
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
1. Dalam dunia bisnis, etika bisnis dan hak asasi manusia memiliki relevansi yang sangat kuat.
Perusahaan memiliki peran penting dalam mengatur karyawan dengan mementingkan hak
asasi manusia yang telah diatur dalam undang-undang sebagai acuan yang sah. Perusahaan
juga harus memiliki nilai-nilai etika sehingga dalam menjalankan sebuah bismis,
perusahaan dapat mempekerjakan karyawan dengan nilai etika yang baik dan tidak
melanggar hak asasi manusia yang sudah ada.
2. PT ALPEN FOOD INDUSTRY tidak sepenuhnya memenuhi hak pekerjanya karena
kasusnya yang mempekerjakan wanita hamil pada malam hari, tidak menyediakan klinik
untuk shift malam, tidak menyediakan transportasi antar-jemput dan hanya di ganti dengan
uang transportasi sebesar Rp. 5.000, serta wanita hamil masih diberikan pekerjaan yang
tergolong berat (tidak seharusnya dikerjakan wanita hamil ).
3. Kebijakan yang diambil perusahaan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup para
karyawannya. Kebijakan perusahaan dalam mempekerjakan buruh wanita hamil
berpengaruh kepada keselamatan dan kesehatan janin yang dikandung dan juga kesehatan
wanita hamil itu sendiri, sehingga sepanjang tahun 2019, terjadi 13 kasus keguguran dan 5
kematian bayi sebelum dilahirkan. Total kasus keguguran dan bayi meninggal sebelum
dilahirkan pekerja PT ALPEN FOOD INDUSTRY pada awal tahun 2020 terdata sebanyak
21 kasus.

4.2 Saran
a. Mempertahankan dan memperjuangkan hak diri sendiri dan menghormati dan menjaga
hak orang lain.
b. Tidak membuat kebijakan yang dapat merugikan karyawan dengan merenggut haknya
untuk kepentingan perusahaan.
c. Memberikan jaminan-jaminan untuk memenuhi hak pekerja dan selalu memotivasi
pekerja agar kinerjanya lebih tinggi dan perusahaan pun lebih maju tanpa mengurangi
hak-hak pekerja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Muhammad. (2018). HAK ASASI MANUSIA Filosofi, Teori dan Instrumen
dasar.Bandung: CV. Social Politic Genius.

Miladiyanto.Sulthon.(2017,June). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK


REPRODUKSI PEKERJA WANITA (PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA. (Vol 2 No.1), 58-61

Tjandra, Surya. (2016). Labour Law and Development in Indonesia. Leiden: Leiden University
Repository.

14

Anda mungkin juga menyukai