Anda di halaman 1dari 14

Makalah Bimbingan Konseling Keluarga

Dosen: Drs. H. Badrul Kamil,M.Pd

Disusun oleh :
Ari Firmansyah(2011080291)
Divya Nuraina Poetry(2011080193)
Sania Maylan Dara(2011080311)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN


LAMPUNG
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN PELAJARAN 2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Aplikasi Tiori Tiori Konseling poin ABCDE” salawat serta salam marilah kita haturkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman terang benderang semilir keimanan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk lebih mengkaji dan
memperdalam pengetahuan kita tentang , Aplikasi Tiori Tiori Konseling poin
ABCDE, Meskipun demikian saya mengakui bahwa apa yang kami sajikan kedalam makalah ini
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari
para pembaca yang budiman sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, jikalau di dalam
makalah ini terdapat kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala
sebaliknya, kalau di dalamnya terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan semuanya itu karena
kekurangan dan keterbatasan kami sendiri.
Akhirnya, saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. H. Badrul
Kamil,M.Pd.yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk mengkaji materi ini, semoga
kesediaan tersebut mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Aamiin.

Bandar Lampung,
19 September 2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….... 1


KATA PENGHANTAR ………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………… 4
1.2 TUJUAN MASALAH ………………………………………………… 4
1.3 RUMUSAN MASALAH ……………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN
A. PENDEKATAN TERPUSAT PADA KLIEN ………………………………… 5
B. PENDEKATAN EKSISTENSIAL DALAM KONSELING KELUARGA…. 6
C. KONSELING KELUARGA PENDEKATAN GESTALT ………………….. 6
D. PENDEKATAN KONSELING KELUARGA
MENURUT ALIRAN ADLER ……………………………………………………. 7
E. PENDEKATAN TRANSACTIONAL ANALYSIS

DALAM KONSELING KELUARGA ……………………………………………. 9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ………………………………………………………………….. 12

B. SARAN …………………………………………………………………………... 13

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Aplikasi teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan.
Sebenarnya setiap teori konseling ada praktek untuk konseling individual. Akan tetapi sering
konselor mengalami kesulitan dalam aplikasi tersebut dengan single theory, karena perilaku
manusia tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja. Jadi harus disorot dari segala arah. Karena itu
menggunakan multi theory adalah hal yang wajar dalam mempelajari atau mengamati perilaku
manusia, terutama dalam praktek konseling..

1.2 Tujuan masalah

Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan
pembaca tentang Aplikasi Tiori Tiori Konseling poin A,B,C,D,E.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah aplikasi tiori konseling poin A?


2. Bagaimanakah aplikasi tiori konseling poin B?
3. Bagaimanakah aplikasi tiori konseling poin C?
4. Bagaimanakah aplikasi tiori konseling poin D?
5. Bagaimanakah aplikasi tiori konseling poin E?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Terpusat Pada Klien

Rogers (1961) menulis tentang implikasi konseling terpusat pada klien terhadap
kehidupan keluarga, dalam bukunya "On becoming a person" dia menekankan bahwa hubungan
dalam keluarga dapat di hidupkan atas suatu dasar yang wajar, jujur, asli, sebagaimana
bertentangan dengan kehidupan yang berpura pura atau penuh kepalsuan. Dalam kehidupan
tersebut membolehkan anggota keluarga untuk menyatakan pikiran dan perasaan secara terbuka,
belajar berkomunikasi dua arah, saling menerima dan menghormati dan membiarkan orang lain
berbeda pendapat, pikiran, dan perasaan.

Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam keanggotaan kelompok akan mencapai
kepercayaan diri, dimana dia mengatakan bahwa anggota anggota keluarga dapat mempercayai
dirinya. Anggota keluarga sering berjuang untuk mempertanyakan kepercayaan anggota lain
yang didasarkan pada rasa kejujuran, keterbukaan berespon dan kewajaran. Sebagian anggota
keluarga yang datang untuk konseling pada mulanya bersikap defensif dan tidak ditemukan
pernyataan-pernyataan. Karena itu konseling keluarga harus dengan iklim terbuka, bebas, dan
jujur, sehingga seharusnya iklim itu dibawa juga sampai ke rumah nantinya. Masalah besar
lainnya adalah bahwa sebagian anggota keluarga merasa tidak dilayani atau dihargai sebagai
pribadi unik yang berbeda dengan orang lain. Kadang-kadang terjadi bahwa suatu penerimaan
dan kasih saying dari orang tua harus bersyarat. Sebagai contoh, seorang ibu akan sayang dan
menerima anaknya jika anak tersebut melakukan sesuatu yang unggul sesuai harapan ibu itu. Jika
syarat itu tak tepenuhi,maka anak tersebut hanya akan menerima umpatan dan caci atau olok-
olok dari orang tua. Situasi ini akan muncul dalam konseling keluarga terutama pada sesi-
sesinya, karena itu harus diusahakan muncul kepermukaan. Di dalam konseling keluarga, fungsi
konselor adalah sebagai fasilitator, yaitu untuk memudahkan membuka dan mengarahkan jalur-
jalur komunikasi apabila ternyata dalam kehidupan keluarga tersebut pola-pola komunikasi telah
berantakan bahkan terputus sama sekali. Kondisi-kondisi inti dari hubungan terapeutik yang
dikemukakan dalam teori Rogers, merupakan hal yang penting dalam konseling keluarga. Suatu
asumsi dasar dalam hal ini adalah sikap konselor amat menentukan terhadap keterbukaan
anggota keluarga dalam setiap sesi. Konselor tidak melakukan pendekatan terhadap anggota
keluarga sebagai seorang pakar yang akan menerangkan rencana treatmentnya. Akan tetapi, ia
berusaha untuk menggali sumber-sumber ada di dalam keluarga itu, yaitu bahwa anggota
keluarga mempunyai potensi untuk berkembang.

Thayer (1982) menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi


diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan memecahkan masalah individual

5
maupun masalah keluarga. Mereka mampu untuk membentuk pertumbuhan mereka sendiri baik
secara individual maupun secara keluarga. Dan esensinya adalah bahwa nggota keluarga adalah
arsitek bagi dirinya sendiri. Konselor memperlihatkan respek (rasa hormat) yang tinggi bagi
potensi keluarga yang digunakan untuk menentukan dirinya sendiri.Dengan dimikian konseling
keluarga adalah proses menganyam dari semua anggota keluarga untuk tumbuh dan menemukan
diri.

B. Pendekatan Eksistensial Dalam Konseling Keluarga

Walter Kempler (1981) dalam bukunya experiential Psychotherapy mengemukakan pertama


kali pendekatan Gestalts terhadap konseling keluarga. Ia sebagai konselor gestalt beranggapan
bahwa, pendekatan ini amat dekat dengan pendekatan eksistensial fenomenologis. Dalam
deskripsinya mengenai teori dan praktik psikoterapi pengalaman keluarga (family experiential
psychotherapy), Kempler menekankan perhatianya pada perjuangan (encounter) atau interaksi
interpersonal dalam situasi terapeutik di sini-dan-sekarang (here-and-now). Selanjutnya konselor
harus mengembangkan tujuan konseling dengan cara berpartisipasi penuh sebagai manusia
(person). Di dalam konsep eksistensial, aspek-aspek seperti membuat pilihan-pilihan, menerima
tanggung jawab secara bebas, penggunaan kreatif terhadap kecemasan, dan penelitian terhadap
makna dan nilai, adalah merupakan hal-hal yang mendasar dalam situasi terapeutik dalam
konseling keluarga. Pendekatan yang bersifat grounded atau apa yang terjadi sebenarnya (yang
ada, exist) dalam prinsip eksistensialis yang digunakan pada konseling keluarga, menggunakan
metode-metode kognitif, behavioral, dan berorientasi kepada perbuatan. Asumsi dasar dari
keluarga adalah bahwa anggota keluarga mengbentuk nasibnya melalui pilihan-pilihan yang
dibuatnya sendiri, Manusia hanyalah korban yang secara pasif dibentuk oleh tenaga-tenaga dari
luar, dan inilah rupanya kesimpulan atau pandangan kebanyakan keluarga.

C. Konseling Keluarga Pendekatan Gestalt

Kempler (1982) mendefinisikan konseling keluarga dengan pendekatan Gestalt sebagai suatu
model difokuskan pada saat sekarang ini (present moment) dan pada pengalaman keluarga yang
dilakukannya di dalam sesi-sesi konseling Teori Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang
dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang kejadian ketika
mereka berkata itu bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan
apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya.

Pendekatan Gestalt dan Kempler (1982) menerangkan Experiential di dalam konseling


keluarga segbagai berikut:

6
"The term experiential is used to describe this approach wherein the working session itself is
used as a laboratory in which we have new experiences It is not a "talking about" therapy but
rather than an action therapy. By working within the framework of the current family, by
examining the nature of new encounters during the therapy session, and with full participation of
the therapist as a person within the group, shape the essential forces for attaining the goal.
(Corey, 1985:303)

Jadi pengerian experiential adalah bahwa sesi konseling yang sedang berlangsung digunakan
sebagai laboratorium di mana kita memperoleh pengalaman pengalaman baru. Konseling itu
lebih bersifat action counseling. Melalui kehidupan atau perilaku yang sedang terjadi dalam
konseling keluarga, melalui perjuangan dalam konseling dengan partisipasi penuh dari konselor
sebagai seorang manusia dalam kelompok, kita membentuk tenaga-tenaga yang amat penting
untuk mencapai tujuan. Tujuan Kempler adalah untuk menggunakan sesi-sesi konseling keluarga
dijadikan ajang untuk berpartisipasi oleh anggota keluarga secara aktif ketimbang mereka hanya
sebagai penonton dan komentator situasi keluarganya belaka. Mereka seharusnya peduli terhadap
apa dan bagaimana perilaku yang harus dilakukan terhadap situasi yang ada sekarang di keluarga
mereka. Yang lebih ditekankan lagi ialah keterlibatan konselor dalam keluarga. Kempler bahkan
berangapan bahwa konseling keluarga eksperiensial sebenarnya adalah persoalan pribadi sebagai
manusia bagi konselor itu, dan masalah teknik cenderung tak menjadi yang terpenting dalam
sesi-sesi itu. Tidak ada alat atau skill, yang ada hanyalah hubungan orang dengan orang manusia
dengan manusia. Karena itu yang penting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi
mereka, Konselor melakukan perjuampaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh,
sebagai sahabat sebagai orang yang dipercaya dalam perjumpaan antara sesama. Karena itu
kadang-kadang Kempler senang dengan style directive dan confrontatifnya sebab hubungan
mereka akrab. Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya kedalam
perjumpaan konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan
merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur, asli (genuine), akan terjadi jika individu-
individu yang terlibat di dalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri sebagaimana adanya
dan memahami orang lain sebagaimana adanya pula.

D. Pendekatan Konseling Keluarga Menurut Aliran Adler

Aliran adler mempunyai sejarah yang panjang dalam pekerjaannya dgn keluarga dan studi
tentang dinamika keluarga. Adler memperkenalkan kelompok-kelompok keluarga dalam klinik
bimbingan anak di Vienna. Pendekatan Adler adalah unik dalam memberikan perhatian khusus
terhadap hubungan-hubungan antara saudara kandung dan posisi seseorang di dalam keluarga.
Adler beranggapan bahwa problem seseorang pada hakekatnya adalah bersifat sosial, karena itu
diberi kepentingan yang besar terhadap hubungan-hubungan antara manusia, yang terjadi sebagai
dinamika psikis dari individu-individu yang biasanya merupakan kasus dalam keluarga.

7
1. Tujuan Konseling Keluarga Menurut Aliran Adler

Tujuan dasar dari pendekatan ini adalah untuk mempermudah perbaikan hubungan anak-anak
dan menigkatkan hubungan di dalam keluarga. Mengajarkan anggota keluarga bagaimana
menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap anggota keluarga yang lainnya dan bagaimana hidup
bersama dalam keluarga sosial yang sederajat (sesama manusia) sebagai bagian diri tujuan ini.
Dinkmeyer et al. (1979) mengungkapkan bahwa tujuan ini adalah menyempurnakan kehidupan
dalam keluarga dengan cara sharing (berbagi) dengan sesama anggota keluarga atas dasar prinsip
demokrasis dalam menyelesaikan konflik, memperbaiki orientasi destruktif antara anggota
keluarga menjadi komunikasi dua arah, dan yang penting lagi mengajar anggota keluarga agar
mampu memberikan semangat dan dorongan untuk berkembang bagi anggota lain.

2. Tanggung Jawab Anggota Keluarga Dalam Proses Konseling

Salah satu asumsi terpenting adalah bahwa konseling keluarga harus diikuti secara sukarela oleh
anggota keluarga. Anggota keluarga diharapkan mengunjungi rentetan sesi-sesi konseling dan
terlibat secara sungguh-sungguh dalam penyelesaian tugas-tugas rumah. Orang tua diharapkan
ikut dalam studi kelompok dimana hasilnya bisa dimanfaatkan bagi penyelesaian masalah-
masalah keluarga (hasil studi adalah informasi-informasi berguna) Fungsi konselor dalam proses
konseling keluarga adalah sebagai fasilitator bagi semua anggota yang mengunjungi sesi.
Konselor berasumsi bahwa peranan membantu orang tua adalah berupa pemahaman yang lebih
baik terhadap faktor-faktor penyebab kesulitan keluarga di rumah, dan menyarankan cara-cara
pemecahannya. Diharapkan bahwa anggota eluarga akhirnya akan mempelajari strategi-strategi
bagi pemecahan konflik dan masalah dalam keluarga dengan cara yang saling menghormati.
Anggota keluarga belajar bagaimana memfokuskan isu-isu yang merebak dalam keluarga dan
bagaimana mencapai persetujuan-persetujuan baru atau membuat usaha kompromi dan secara
aktif berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang baik.

3. Teknik Teknik Konseling Keluarga

Banyak teknik yang digunakan yang dipelopori oleh aliran Adlerian ini, dan sebagai garis
besarnya dikemukakan oleh Lowe (1982) sebagai berikut.

a. Interview awal
Tujuan interview adalah membantu konselor mendiagnosis tujuan anak-anak,
mengevaluasi metode orang tua dalam mendidik anak, memahami iklim di keluarga, dan
dapat membuat rekomendasi khusus bagi perubahan dalam situasi keluarga tersebut.
Proses interview ini difokuskan pada usaha memberikan keberanian dan memperkuat
semua anggota keluarga. Yang paling utama adalah pembentukan rapport yang
memungkinkan usaha produktif tercapai. Konstelasi keluarga menjadi perhatian khusus
bagi konselor dalam wawancara awal ini. Anggota keluarga ditanya bagaimana mereka
melalui hari-harinya dalam kehidupan keluarga. Suatu pandangan tertentu tentang

8
dimulainya kehidupan keluarga untuk berkembang didasarkan pada pola-pola interaksi
antara saudara-saudara sekandung dan posisi anak-anak di dalam keluarga. Orang tua
juga ditanya tentang pandangannya mengenai situasi keluarga. Sebagai contoh, orang tua
ditanya mengenai kepeduliannya terhadap anak-anak mereka
Konselor membuat suatu rancangan dan hipotesis sehubungan dengan tujuan anak-
anak, suasana keluarga, metode mendidik anak, dan menilai kekuatan anggota keluarga.
Interview berakhir dengan seperangkat rekomendasi dan termasuk PR untuk orang tua
dan orang-orang lain di keluarga yang berarti bagi anak-anak.
b. Role playing (Bermain Peran)

Bermain peran dan metode-metode lain yang berorientasi kepada perbuatan yang
tampak, sering merupakan bagian dari sesi-sesi konseling keluarga. Perbuatan yang
tampak adalah hasil interaktif anggota di dalam keluarga.

c. Interpretasi (penafsiran)

Interpretasi merupakan bagian penting dalam konseling Adlerian yang dilanjutkan


pada sesi-sesi seterusnya. Tujuannya adalah untuk menimbulkan insight (pemahaman
bagi anggota keluarga, memberi pemahaman tentang apa yang telah dilakukannya), dan
mendorong mereka untuk menterjemahkan apa yang mereka pelajari dan diterapkan bagi
perilakunya sehari-hari. Seorang anggota keluarga memberikan tafsiran terhadap
perilakunya terhadap anggota lain, atas usul konselor.

E. Pendekatan Transactional Analysis (TA) Dalam Konseling Keluarga

Erskine (1982) menyatakan bahwa prosedur-prosedur TA dapat diadaptasikan kepada


berbagai masalah dalam keluarga. TA menyediakan unsur-unsur terapeutik bagi menghadapi
masalah kognitif, afektif dan secara perilaku nyata (behavioral). Sebagian klien lebih baik
memiliki informasi kognitif dulu sebelum berusaha terhadap menyatakan perasaan-perasaannya
yang selama ini disimpan sebelum membuka diri untuk perubahan kognisi dan perilaku. Yang
lain ingin perubahan perilaku nyata. Klien yang lain membutuhkan untuk melihat perubahan
khusus pada perilakunya sebelum feeling dan kognisinya bekerja. Konselor transactional anaysis
mempunyai metode dalam terapi keluarga untuk mengungkap ketiga dimensi pengalaman
manusia (parent, adult, and child).

Tujuan dasar dari konseling keluarga TA ialah bekerja dengan struktur kontrak yang
dilakukan oleh setiap anggota keluarga terhadap konselor. Secara umum kontrak-kontrak ini
mempunyai tujuan suatu struktur keluarga yang independen dan fungsional. Model kontraktual
menempatkan tanggung jawab klien bagi menentukan tujuan seseorang dan bekerja mencapai
tujuan Konseling keluarga dengan pendekatan transactional analysis, di dalam sesi-sesinya
anggota keluarga diusahakan untuk berespon satu sama lain secara langsung untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara terbuka dan mendapatkan umpan balik dari

9
anggota lain. Mereka diharapkan bertanggung jawab terhadap perilakunya dan memikirkan
bagaimana akibatnya terhadap keluarga secara keseluruhan. Mereka juga bertanggung jawab
untuk menentukan kapan mereka melengkapi kontrak dan kemudian mengembangkan kontrak
baru atau mengakhiri konseling.

1. Tahapan-Tahapan Konseling

McClendon (1977) menerangkan tiga tahap dalam konseling keluarga menurut


pendekatan transactional analysis.

a. Tahapan awal

Fokus konseling adalah pada dinamika keluarga sebagai suatu sistem. Konselor
mendorong anggota-anggota keluarga untuk berbicara tentang apa sebabnya ia datang ke
konselor dan apakah yang ingin ia cari. Teknik yang digunakan konselor adalah yang dapat
mengembangkan kesadaran bagaimana keluarga berfungsi sebagai sistem, tentang masalah
yang dihadapi keluarga, dan tentang kemungkinan perubahan. Pada tahap awal ini atau pada
sesi-sesi awal anggota keluarga membuat kontrak dengan konselor. mengidentifikasi klien,
mengenal masalahnya fokusnya adalah berinteraksi memperjelas masalah klien, dan
bagaimana anggota keluarga itu.

Konselor menerangkan kepada anggota keluarga bagaimana suatu perilaku individu


muncul dan mempengaruhi anggota lain dalam suatu unit keluarga. Mula-mula diajarkan
bertanya secara langsung tentang masalahnya, dan juga berbicara dengan anggota lain secara
langsung pula.

b. Tahapan kedua

Terjadinya proses terapeutik dengan setiap anggota keluarga. Di sini terlihat dinamika
individual dalam proses konseling. Konselor mulai inisiatif untuk menyeleksi anggota
keluarga yang mempunai kekuatan yang amat besar dalam keluarga. Misalnya fokus kita
pada ibu, anak, atau ayah, maka hendaknya konselor mengamati terjadinya dinamika
intrapsikis. Hal ini termasuk bagaimana perintah orang tua terjadi di keluarga yang didengar
ibu bagaimana keputusan-keputusan orang tua, dan bagaimana riwayat keluarga itu. Jika sesi
itu berjalan secara terbuka (terutama pembicaraan ibu dan ayah) maka hal ini akan memberi
nilai yang berharga bagi anak-anak mereka yang hadir dalam konseling itu demikian juga
bagi ibu, karena mereka sadar bahwa perintah-perintah orang tua dilakukan secara turun
temurun adalah demikian keadaannya. Ibu sadar bagaimana ia harus membentuk keluarganya
dengan cara belajar keadaan yang sebenarnya dari para anggota keluarga pengalaman itu
memberikan pemahaman yang tinggi bagi ayah dalam berhubungan dengan ibu, dan
bagaimana pula agar supaya hubungan antara mereka dengan anak-anak mereka menjadi
baik terutama bagaimana cara mereka berespon. Jika masing-masing anggota keluarga

10
memahami dinamika hubungan antara mereka, maka focus kita sekarang adalah terhadap
keluarga sebagai suatu unit.

c. Tahapan Ketiga

Tujuan kita di sini adalah mengadakan reintegrasi terhadap keseluruhan keluarga. Setelah
bekerja dengan keluarga sebagai suatu sistem untuk mencerahkan hakekat transaksi antara
anggota keluarga, maka konselor sekarang menuju kepada aspek-aspek seperti keributan-
keributan, perintah-perintah, keputusan-keputusan, dan sejarah hidup (life script) dari
individu-individu anggota keluarga. Tujuan yang akan kita capai adalah mengembangkan
struktur keluarga di mana setiap anggota keluarga akan memahami dan saling memenuhi
kebutuhan anggota keluarga lainnya dan tercapailah keharmonisan dalam keluarga. Artinya
dalam keluarga itu tercapai interdepedensi atau saling membutuhkan, saling ketergantungan.
Diharapkan setiap anggota keluarga akan menyadari perilaku- perilakunya yang dapat
mempengaruhi atau mengakibatkan orang lain, dan mereka belajar bagaimana berunding dan
bekerja sama dalam keluarga. Tujuan yang akan dicapai adalah berfungsinya anggota
anggota keluarga baik secara independen maupun interdependen sehingga setiap anggota
menjadi mampu berdiri sendiri dan dapat hidup sehat dalam keluarga.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rogers (1961) menulis tentang implikasi konseling terpusat pada klien terhadap
kehidupan keluarga, dalam bukunya "On becoming a person" dia menekankan bahwa
hubungan dalam keluarga dapat di hidupkan atas suatu dasar yang wajar, jujur, asli,
sebagaimana bertentangan dengan kehidupan yang berpura pura atau penuh
kepalsuan. Dalam kehidupan tersebut membolehkan anggota keluarga untuk
menyatakan pikiran dan perasaan secara terbuka, belajar berkomunikasi dua arah,
saling menerima dan menghormati dan membiarkan orang lain berbeda pendapat,
pikiran, dan perasaan. Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam
keanggotaan kelompok akan mencapai kepercayaan diri, dimana dia mengatakan
bahwa anggota anggota keluarga dapat mempercayai dirinya. Anggota keluarga
sering berjuang untuk mempertanyakan kepercayaan anggota lain yang didasarkan
pada rasa kejujuran, keterbukaan berespon dan kewajaran.
2. Walter Kempler (1981) dalam bukunya experiential Psychotherapy mengemukakan
pertama kali pendekatan Gestalts terhadap konseling keluarga. Ia sebagai konselor
gestalt beranggapan bahwa, pendekatan ini amat dekat dengan pendekatan
eksistensial fenomenologis. Dalam deskripsinya mengenai teori dan praktik
psikoterapi pengalaman keluarga (family experiential psychotherapy), Kempler
menekankan perhatianya pada perjuangan (encounter) atau interaksi interpersonal
dalam situasi terapeutik di sini-dan-sekarang (here-and-now). Asumsi dasar dari
keluarga adalah bahwa anggota keluarga mengbentuk nasibnya melalui pilihan-
pilihan yang dibuatnya sendiri, Manusia hanyalah korban yang secara pasif dibentuk
oleh tenaga-tenaga dari luar, dan inilah rupanya kesimpulan atau pandangan
kebanyakan keluarga.
3. Kempler (1982) mendefinisikan konseling keluarga dengan pendekatan Gestalt
sebagai suatu model difokuskan pada saat sekarang ini (present moment) dan pada
pengalaman keluarga yang dilakukannya di dalam sesi-sesi konseling Teori Gestalt
memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana
mereka mengatakannya, apa yang kejadian ketika mereka berkata itu bagaimana
ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka
berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya.
4. Tujuan dasar dari pendekatan aliran adler adalah untuk mempermudah perbaikan
hubungan anak-anak dan menigkatkan hubungan di dalam keluarga. Mengajarkan
anggota keluarga bagaimana menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap anggota

12
keluarga yang lainnya dan bagaimana hidup bersama dalam keluarga sosial yang
sederajat (sesama manusia) sebagai bagian diri tujuan ini.
5. Erskine (1982) menyatakan bahwa prosedur-prosedur TA dapat diadaptasikan kepada
berbagai masalah dalam keluarga. TA menyediakan unsur-unsur terapeutik bagi
menghadapi masalah kognitif, afektif dan secara perilaku nyata (behavioral).
Sebagian klien lebih baik memiliki informasi kognitif dulu sebelum berusaha
terhadap menyatakan perasaan-perasaannya yang selama ini disimpan sebelum
membuka diri untuk perubahan kognisi dan perilaku. Yang lain ingin perubahan
perilaku nyata. Klien yang lain membutuhkan untuk melihat perubahan khusus pada
perilakunya sebelum feeling dan kognisinya bekerja. Konselor transactional anaysis
mempunyai metode dalam terapi keluarga untuk mengungkap ketiga dimensi
pengalaman manusia (parent, adult, and child).
B. Saran

Kami menyadari kekurangan dari makalah ini, sehingga kami manyarankan kepada
pembaca agar bisa memberikan kritik dan saran, agar makalah ini bisa jadi lebih baik,
terima kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Orr, Dougless W., and Adams. Nancy Orr, 1987, Life Cycle Counseling- Guidelines For Helping
People, Charles C Thomas-Publisher, Illionis.

Perez, Joseph E., 1979, Family Counseling: Theory and Practice, S. Van Nostrand Company,
New York.

Sikun Pribadi, 1981, Menuju Keluarga Bijaksana, Yayasan Sekolah Isteri Bijaksana, Bandung

Sofyan S. Willis, 1994, Konseling Keluarga: Suatu Pendekatan Sistem, Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, FIP, IKIP, Bandung.

Sofyan S. Willis 1995, Konseling Individual, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan,
Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP, Bandung.

Sofyan S. Willis, 2001, Perubahan Orientasi Bimbingan dan Konseling di SMU, Jurnal
Penelitian Pendidikan, vol. 1-2, No. 34 Agustus 2001, Lembaga Penelitian Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung

Yalon, Irvin D., 1985, The Therapy and Practice of Group Psychotherapy: Third Edition, Basic
Books, Inc., Publisher, New York.

Yayasan Cinta Anak Bangsa, Desember 2001, For a Drug-Free Indonesia, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai