Anda di halaman 1dari 9

Asertif 2

Oleh: Yamin Setiawan

Dari kiriman artikel saya tentang Asertif, ada tanggapan dari salah seorang teman saya, dia bilang: "Yamin ada nggak
manusia yang sempurna ??? :P"

Apakah ada yang berpikiran bahwa ada manusia yang sempurna di dunia ini? Atau ada yang merasa dirinya sempurna? ;-D
Perilaku asertif bukan berarti dirinya sempurna, sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat, dan kebutuhan kita
secara jujur dan wajar, tidak dibuat-buat.

Perilaku agresif merugikan orang lain.


Perilaku permisif/pasif merugikan diri sendiri.
Perilaku asertif tidak ingin merugikan orang lain maupun diri sendiri.

Pada penelitian di Amerika, dikatakan bahwa perilaku agresif dan permisif/pasif adalah animal behavior sedangkan asertif
adalah human behavior. Sorry ini bukan saya yang bilang, karena sayapun termasuk yang dianggap didalam animal behavior
ini lho (walaupun saya sedang berusaha berubah, tapi saya akui sangat sulit) :) Tapi kita yang di Indonesia tidak usah terlalu
memikirkan ungkapan itu karena kitapun harus menyadari ada pengaruh lintas budaya disini, seperti yang kita ketahui bahwa
orang-orang di barat memiliki sifat yang blak-blakan, tidak seperti di negara timur (termasuk Indonesia, terutama di Jawa)
yang dimulut jawabnya: nggeh... nggeh... tapi hatinya mrongkol... :-D

Saya coba beri contoh lagi ya: :)


Perut anda keroncongan, anda memutuskan pergi ke rumah makan favorit anda, karena saat itu adalah waktunya makan
siang.. rumah makan tersebut ramai sekali, kelihatan sekali pelayannya repot banget melayani pesanan-pesanan para
tamunya. Karena menunggu terlalu lama, anda akan melakukan sikap:

 Berteriak-teriak: Hei pelayan, saya sudah nunggu 10 jam, kamu kira saya ini pengemis ya dibiarkan begini saja
(agresif)
 Menunggu terus dengan sabar (permisif/pasif)
 Memanggil pelayan: Mas, saya sudah menunggu dari tadi, bisa tolong tuliskan pesanan saya? (asertif)

Setelah beberapa saat menu pesanan anda datang (anggap saja yang permisif/pasif sudah dilayani), anda tadi memesan nasi
rawon tapi yang dihidangkan adalah nasi pecel. Lalu sikap anda:

 Marah-marah: Telinga kamu dimana? kamu kira saya ini kambing ya disuruh makan rumput kayak gini. Saya tidak
mau tahu, cepat ganti, awas salah lagi, cepat (agresif)
 Berpikir: ya nggak apa-apalah, aku khan suka pecel juga, kasihan juga pelayannya kalau majikannya marah kalau
tahu dia ceroboh (pasif/permisif)
 Memanggil pelayan: Mas, tolong coba lihat pesanan saya tadi? Nah, tadi saya pesan nasi rawon, mungkin anda salah
meja, bisa tolong ganti nasi pecel ini dengan nasi rawon seperti yang saya pesan? Terima kasih ya. (asertif).

Dari contoh diatas, kita bisa melihat apakah sikap asertif adalah sikap manusia sempurna? Bukan seperti itu khan? Hanya
bagaimana kita bersikap agar tidak merugikan orang lain tapi juga tidak membuat kita rugi atau dimanfaatkan oleh orang lain.
:)

Baru-baru ini saya mengikuti seminar tentang Intimate Love and Passion yang dibawakan oleh Dra. Lisa Nathalia, MS, Phd.
Disitu saya mendapat satu tambahan lagi, yaitu perilaku manipulatif, bu Lisa mengatakan bahwa:

Perilaku Agresif konflik dengan orang lain


Perilaku permisif / pasif konflik dengan diri sendiri
Perilaku asertif tidak konflik dengan diri sendiri maupun orang lain
Perilaku manipulatif konflik dengan diri diri sendiri dan orang lain

Perilaku manipulatif ini menjelek-jelekkan orang lain dibelakangnya, tapi ketika orang yang dibicarakannya / dijelek-
jelekkannya muncul didepan pintu, orang-orang yang barusan berbicara dengannya tadi akan terbengong-bengong keheranan
ketika dia dengan senyum manis menyambut dan memeluk orang yang dibicarakannya / dijelek-jelekkannya tadi.
Hmm... perilaku yang membingungkan bukan... :)

27 Oktober 2004

http://indonesia.heartnsouls.com/cerita/e/c468.shtml

Asertif, Bukan Berarti Agresif...!


 
Pakar perilaku terkenal Astrid French menulis dalam
bukunya yang berjudul Interpersonal Skills bahwa perilaku
asertif akan memberikan Anda kesempatan untuk
mendapatkan apapun yang menjadi hak Anda. Perilaku
asertif sangat berbeda dengan sikap agresif, yang cenderung
bergerak di luar batas hak.
Jadi, sikap asertif bukanlah merupakan cerminan pribadi tapi
hanyalah ketrampilan Anda dalam berkomunikasi. Nah, jika
saat ini Anda termasuk orang yang lebih suka membisu atau
melontarkan senyum basa-basi ketika Anda dirugikan,
mungkin Anda bisa mencoba langkah ini:
 
- Pilah dengan jelas wilayah yang menjadi hak Anda
dengan wilayah yang bukan hak Anda, tapi Anda
menginginkannya. Orang asertif bukan orang serakah
yang mencaplok wilayah hak orang lain.
 
- Beranilah membicarakan sesuatu yang tak beres yang berkaitan dengan diri Anda, meski untuk
sesuatu yang sepele. Katakan selalu dengan nada datar dan bersahabat, bukan dengan nada emosi.

- Tunjukkan citra diri yang positif. Orang yang memiliki citra yang baik akan diterima dengan positif ketika
ia menunjukan sikap asertif.

- Pintar-pintarlah membaca keadaan. Perilaku asertif dapat dinilai agresif jika ditunjukan dalam kondisi
yang salah. Pastikan suasana yang ada tidak dilingkupi perasaan emosional.
http://www.conectique.com/trend_tips_solution/relationship/article.php?article_id=594

Memilih Asertif Bukan Agresif

Dalam menaiki jenjang karir salah satu yang dihadapi adalah bagaimana membangun sikap yang tegas, tetapi tidak
ditafsirkan menyerang orang lain. Bisa berkata tidak, tanpa melukai siapapun. Asertifitas ini bukan sekedar bicara,
tapi lebih luas lagi: Bagaimana tindakan kita sehari-hari dalam berhubungan dengan orang di sekeliling kita?
Bagaimana ciri-ciri perilaku asertif, yang letaknya diantara submisif dan agresif itu?  Inilah penjelasannya.
Orang yang mempunyai perilaku submisifberkecenderungan menerima dan bahkan menyerah pada semua hal yang
terjadi, sekalipun yang dihadapi buruk adanya. Yang menonjol dari perilaku ini adalah tidak mampu mengatakan
"Tidak" pada kondisi dimana ia harus menyatakan "tidak". Jelas perilaku seperti ini  menimbulkan berbagai masalah 
baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang lain yaitu: tidak dapat dijadikan partner kerja yang baik dan sulit
untuk berkembang. Orang dengan perilaku seperti ini akan selalu menghadapi berbagai hambatan dan selalu
melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat menjatuhkan aktivitasnya.

Bagaimana mengenai perilaku agresif? Perilaku agresif mempunyai  pengertian yang bertolak belakang dari perilaku
submisif. Perilaku agresif cenderung untuk tidak melihat atau tidak mempertimbangkan kepentingan orang
lain. Apa pun yang menjadi keinginannya itulah yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, orang yang berperilaku
demikian akan menemui berbagai kesulitan pada waktu berkeja secara tim. Kalaupun dipaksakan cenderung
melakukan banyak kesalahan yang pada akhirnya menghambat kariernya sendiri.

Dan inilah yang dimaksud dengan perilaku asertif. Perilaku asertif dibandingkan dengan kedua perilaku di atas
(submisif dan agresif) berada di antara keduanya, yaitu perilaku yang dapat menyatakan "Ya" dan "Tidak" sesuai
pada kondisi yang terjadi.

Orang  yang memiliki perilaku asertif ini cenderung dapat bekerja sama dan dapat berkembang untuk mencapai
tujuan yang lebih baik. Pada perilaku ini tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga ia dapat membaca
situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya
secara strategis, terarah, dan terkendali mantap.

Ketiga perilaku dasar tersebut selalu berdampak langsung terhadap perkembangan diri dan berbagai aktivitas yang
dijalankannya. Di sini terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku yang dimiliki dengan tindakan yang
dilakukan. Seperti halnya orang yang berperilaku submisif cenderung tidak memfokuskan diri pada perkembangan
dirinya berdasarkan kemampuan yang dimiliki; mereka akan mengikuti apa saja yang menjadi keinginan pimpinan,
keinginan keluarga, atau keinginan masyarakat. Apabila kita menyimak secara mendalam penjabaran di atas, maka
terlihat bahwa perilaku asertif merupakan pilihan utama yang patut dikembangkan dalam upaya memperlihatkan citra
diri berkualitas.

Perilaku asertif berarti adanya sikap tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam
berbagai aktivitas kehidupan. Dalam artian, ia dapat mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu
berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional, meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya. Ia
menegakkan kemandiriannya tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Ketegasan penuh kelembutan, ketegasan
tanpa arogansi, itulah ciri  asertif.

Lebih jauh lagi perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan
keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan
perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. Citra dirinya akan terlihat sebagai
sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan
timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi dirinya di
tengah-tengah khalayak luas.

Membangun Perilaku Asssertive

Kehadiran seorang teman memiliki arti tersendiri bagi kita semua. Berhubungan dengan orang lain dengan
beranggapan bahwa mereka adalah teman sampai pada batas-batas tertentu, dapat membantu kita untuk selalu
bersikap ramah, terbuka, dan memperhatikan kehadiran mereka.
Kesemuanya dapat kita manfaatkan secara positif dalam rangka mengembangkan perilaku asertif dalam aktivitas
sehari-hari, karena dengan menerima kehadiran orang lain terlebih dahulu kita pun dapat membuat mereka
memahami keberadaan kita.

Dalam membangun assertivitas terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh. Salah satunya adalah Formula 3
A, yang terangkai dari tiga kata Appreciation, Acceptance,  Accommodating:
Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, dan tetap memberikan perhatian
sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka pun, seperti kita, tetap
membutuhkan perhatian orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan
menghargai diri kita, maka sebaiknya kita mulai dengan terlebih dahulu menunjukkan perhatian, pemahaman, dan
penghargaan kepada mereka.
Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian
seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri mereka
masing-masing. Dalam hal ini, kita  tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap perubahan sikap atau perilaku orang
lain (kecuali yang negatif) agar ia mau berhubungan dengan mereka. Tidak memilih-milih orang dalam berhubungan
dengan tidak membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan
latar belakang lainnya.

Terakhir adalah accomodating. Menunjukkan sikap ramah kepada semua orang, tanpa terkecuali, merupakan perilaku
yang sangat positif. Keramahan senantiasa memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada semua orang yang
kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap
akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Dalam artian,
kita dapat memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita jadi ikut lebur dalam
pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk
diperhatikan agar kita mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling
pengertian dengan banyak orang.

Formula 3 A merupakan pedoman untuk memperlihatkan asertivitas berdasarkan empati dalam rangka membina
hubungan baik dengan banyak orang, dengan asumsi bahwa orang lain pun mempunyai hak dan kesempatan yang
sama seperti kita. Oleh karena itu, kita dapat mengemukakan hak pribadi, namun janganlah kita melupakan untuk
memperhatikan hak orang lain pula.

Asertivitas harus didukung oleh kemampuan untuk berargumentasi secara logis dan konstruktif, yaitu bahwa ia
mampu untuk menjalankan pilihannya secara konsekuen dan bertanggung jawab. Bagi kita yang merasa perlu untuk
tampil secara asertif diharapkan dapat mengevaluasi diri dengan memperhatikan elemen-elemen yang bermanfaat
untuk peningkatan asertivitas dengan berpatokan pada formula 3 A.

Sosok pribadi yang mampu mengembangkan perilaku asertif ini secara memadai,  tentu akan terhindar dari berbagai
permasalahan yang acap kali menghadang gerak maju dalam pencapaian performansi prima. <Male Emporium>

http://jakartaconsulting.com/art-15-30.htm

Keterampilan Hidup Dan Intervensi Perubahan Perilaku


Written by admin   
Article Index

Keterampilan Hidup Dan Intervensi Perubahan Perilaku

Page 2

Page 3

Page 2 of 3
Perilaku agresif
Corak perilaku yang mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak dan kepentingan yang dilakukan melalui kata-kata dan atau
tindakan-tindakan yang keras, kasar, menekan dan melecehkan tanpa mempertimbangkan perasaan dan harga diri orang lain. Orang
dengan perilaku agresif sangat menjaga hak-hak dan kepentingan sendiri, tetapi sebaliknya kurang menghargai hak-hak dan
kepentingan orang lain. Tujuannnya ingin serba menang dan memperoleh apa yang diinginkan dengan mengalahkan orang lain.
Mottonya “I’m OK, you’re not OK”
Perilaku pasif
Kecenderungan seseorang untuk ragu dan tak berani mengungkapkan pendapat, perasaan, kehendak dan kepentingan sendiri.
Kalaupun mengungkapkannnya hal itu dilakukan dengan cara merendahkan diri dan penuh dengan permohonan maaf yang tak perlu
dilakukan. Orang dengan perilaku pasif adalah orang yang tidak menghargai hak-hak pribadi dirinya tetapi sangat menghargai hak-
hak orang lain. Orang seperti ini cenderung membiarkan dirinya dilecehkan orang, mengabaikan diri sendiri, dan serba mengalah pada
kehendak dan keputusan orang lain. Dalam corak hubungan dengan orang lain, perilaku pasif sering membuat self respect turun dan
perasaan mudah terluka, serta membuat orang lain merasa kasihan atau jengkel.Tujuannya menghindari sengketa dengan orang lain,
dan untuk itu bersedia mengalah.
Mottonya : “I’m not OK,you’re OK”
 
Perilaku pasif agresif
Kecenderungan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak dan kepentingan sendiri dengan cara-cara yang agresif, tetapi
dilain pihak membiarkan dirinya diperlakukan secara agresif pula oleh orang lain. Orang dengan perilaku seperti ini sebenarnya tidak
menghargai hak-hak pribadi dan harga dirinya sendiri seperti halnya ia tak menghormati hak-hak orang lain. Tujuannya ingin ingin
menghindari konflik dengan orang lain, tetapi diam-diam dengan berbagai cara berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya.
Mottonya : “I’m not OK. You’re not OK”
 
Perilaku asertif
Corak perilaku yang mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak dan kepentingan secara jujur dan terus terang dengan cara-cara
yang dapat diterima dan sesuai dengan sopan santun tanpa melanggar harga diri dan hak-hak pribadi sendiri dan orang lain.
Orang dengan perilaku asertif menghargai sekaligus hak-hak pribadi sendiri dan hak-hak orang lain. Ia tak mau harga dirinya
dilanggar, demikian pula ia tak mau melanggar harga diri orang lain. Tujuannya berusaha saling menghormati dan berusaha agar
komunikasi tetap berlangsung dengan baik.
Mottonya : “I’m OK, you’re OK”
 
Pada perilaku asertif terdapat beberapa hal yang mendasarinya yaitu :
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Sikap demokratis yang mengakui derajat sesame manusia dan
menghormatinya
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Sadar akan hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain serta berupaya
memenuhinya secara timbal balik
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Keberanian dan kejujuran untuk mengungkapkan pendapat, perasaan,
kehendak dan putusan pribadi seperti apa adanya tanpa merendahkan diri sendiri dan orang lain.
 
Perilaku asertif berkaitan erat dengan perilaku proaktif, yaitu perilaku dimana seseorang secara aktif dapat menentukan sikap dan
perilaku yang dikehendakinya, tanpa harus takut maupun menggantungkan diri pada orang lain.
Seseorang yang proaktif dalam hal ini harus :
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Aktif
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Dapat menentukan sikapnya sendiri
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Dapat menetukan perilaku
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Tidak menyalahkan orang lain/lingkungannya
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Sehingga dapat dikatakan bahwa orang yang berperilaku proaktif adalah orang
yang berani bertanggungjawab pada diri sendiri maupun lingkungannya.
Keterampilan Hidup Dan Intervensi Perubahan Perilaku
Written by admin   
Article Index

Keterampilan Hidup Dan Intervensi Perubahan Perilaku

Page 2

Page 3

Page 3 of 3
Manfaat perilaku proaktif
Dengan berperilaku proaktif, maka seseorang akan dapat menjadi :
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Mandiri
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Bertanggung jawab
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Aktif
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Dapat mengambil keputusaan
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Citra diri meningkat
 
III. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu ketermpilan, kemampuan yang dapat dipelajari dan dipraktekkan. Pengambilan keputusan
membantu seseorang untuk mengenal diri sendiri, baik diluar komunitasnya maupun di dalam lingkungannya. Keterampilan dalam
pengambilan keputusan merupakan salah satu kemampuan untuk meningkatkan perilaku yang sehat dan keikutsertaan dalam aktivitas
sosial.
IV. Ketahanan Diri Berlandaskan Iman dan Taqwa
Yang dimaksud dengan ’ketahanan diri’ adalah kemampuan seseorang untuk membentengi dirinya dari pengaruh negatif lingkungan
sekitarnya, yakni lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat serta pengaruh negatif dari media massa terutama media
elektronik (televisi, internet, dsbnya)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dan tingkah laku setiap manusia sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianutnya, baik nilai agama
maupun budaya. Sementara nilai yang paling melekat pada diri seseorang adalah nilai agama.
Nilai agama yang dianut oleh seseorang mempunyai pengaruh besar terhadap sikap dan tingkah laku/perbuatan seseorang.
Sehubungan dengan itu, pendidikan agama merupakan hal penting. Nilai agama yang dianut akan diekspresikan dalam bentuk
penanaman dan peningkatan iman yang selanjutnya akan membentuk perilaku taqwa pada diri seseorang.
 
V. Mempengaruhi orang lain
Berkaitan dengan intervensi perubahan perilaku orang lain, diperlukan keterampilan dalam mempengaruhi orang lain. Hal ini
diperlukan dalam kerja kelompok atau kepemimpinan dalam kelompok Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang paling
tepat untuk mempengaruhi orang lain.
Adapun persyaratan untuk terampil dalam mempengaruhi orang lain, sebagai berikut :
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Memiliki penampilan yang baik dan kepribadian yang luhur sehingga orang
lain respek/hormat terhadap kita, mau menerima pesan apa yang kita sampaikan
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Memiliki kemampuan menjalin komunikasi yang efektif (menghindari
hambatan komunikasi)
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Memiliki kemampuan berperilaku asertif
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Memiliki pengetahuan yang cukup berkaitan dengan permasalahan yang
dibicarakan
 
VI. Negosiasi
Dalam upaya negosiasi dan pengambilan keputusan serta hubungan yang sehat, keterampilan berperilaku asertif sangat diperlukan dan
perilaku agresif harus dihindarkan.
Tanpa memiliki kemmapuan berperilaku asertif maka seseorang tidak akan mampu menjadi seorang negosiator yang baik.
Beberapa persyaratan untuk menjadi seorang negosiator yang berhasil :
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Berperilaku asertif
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Menggunakan komunikasi yang efektif dengan menghindarkan hambatan-
hambatan komunikasi
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Memberikan argumentasi yang rasional, menghindari debat kusir
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Menjadi pendengar aktif bagi lawan bicara
<!--[if !supportLists]-->  <!--[endif]-->Mau menerima pendapat orang lain yang lebih rasional dan efektif
 
Daftar Pustaka
 
Drug Advisory Programme Colombo Plan. Skills For Drug Prevention a Manual for Trainers, Colombo Plan Project;2000
Kowani (Bidang KKLH). Pedoman Pelatihan Dasar Remaja Sebagai Pendamping Teman Sebaya (Peer Group); 2001.
http://ilmukedokteran.net/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=84

Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa


Oleh ISMAIL KUSMAYADI, S.Pd.
"Mengapa kursi disebut kursi, mengapa itu disebut meja, dan yang ini disebut baju? Siapa yang
memberi nama itu?" Riuhlah suasana kelas dengan gelak tawa ketika seorang siswa bertanya
seperti di atas. 

TEMAN-TEMANNYA meng-anggap pertanyaan siswa tadi mungkin terlalu "bodoh" untuk


ditanyakan. Akan tetapi, bagi saya, hal ini menjadi catatan yang sangat penting. Pertama,
pertanyaan tersebut adalah pertanyaan paling serius yang pernah saya temui berkenaan dengan
pelajaran bahasa Indonesia. Kedua, saya salut dengan keberanian dan kejelian berpikir dia yang
kemudian dia ungkapkan de-ngan penuh percaya diri.

Dalam tulisan ini, saya akan membahas catatan yang kedua. Sebab, salah satu permasalahan yang
sampai saat ini masih menjadi faktor penghambat proses pembelajaran di kelas adalah
ketidakpercayaan diri siswa dalam menyampaikan pendapat atau bahkan mengajukan pertanyaan.

Kondisi ini tentunya bukan hanya disebabkan oleh faktor guru, tapi faktor diri siswa sendiri.
Pembelajaran yang sedianya dilaksanakan secara interaktif, kembali menjadi satu arah. Akhirnya,
proses belajar-mengajar tidak berkembang,a tidak menarik, dan mengalami kejenuhan. Para siswa
datang ke sekolah hanya sebatas memenuhi kewajiban presensi, tanpa ada tujuan yang jelas. Jika
hal itu terjadi, para siswa tidak akan memperoleh pengalaman belajar apa pun saat pulang dari
sekolah.

Menumbuhkan kepercayaan diri siswa untuk menampilkan kemampuan dirinya tidaklah mudah.
Hal ini membutuhkan dorongan, motivasi, dan perhatin dari para guru yang mengajarnya. Apalagi
dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, rasa percaya diri siswa harus betul-betul
dapat dimunculkan. Bagaimana guru dapat memberikan penilaian atas kemampuan berbicara kalau
siswanya tidak mau tampil berbicara atau sekadar membacakan cerita di depan kelas. Jika hanya
merujuk pada tes tulis, berarti kita tetap hanya mengukur kemampuan kognitif.

Sejatinya, di era keterbukaan seperti sekarang ini, para siswa tidak perlu lagi merasa takut
mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan. Begitu pula para guru, sudah selayaknya
mereka memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyampaikan penda-pat dan
menghargai apa pun pendapat yang disampaikan siswa. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih
banyak siswa yang masih merasa takut, malu atau sungkan mengemukakan keinginan atau
pendapatnya secara terbuka. Pada situasi dan perasaan seperti itu, siswa lebih memilih diam
daripada membuka dialog dengan guru atau teman-temannya.

Melihat kondisi seperti itu, kita perlu menanamkan kemampuan asertif dalam diri siswa, khususnya
siswa SMP dan SMA yang sedang mengalami masa remaja. Kemampuan asertif merupakan
kemampuan seseorang untuk dapat mengemukakan pendapat, saran, dan keinginan yang
dimilikinya secara langsung, jujur, dan terbuka kepada orang lain.

Siswa yang asertif adalah siswa yang memiliki keberanian mengeks-presikan pikiran dan perasaan
yang sesungguhnya, mempertahankan hak-hak pribadinya, serta menolak permintaan-permintaan
yang tidak beralasan (Rathus, 1982). Asertivitas bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat
sesuatu seperti yang diinginkannya, tetapi di dalam asertivitas juga terkandung berbagai
pertimbangan positif mengenai baik buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.

Asertivitas ini akan berkembang sejalan dengan usia seseorang. Semakin dewasa, kemampuan
asertif ini akan semakin matang. Dengan begitu, penguasaan sikap dan perilaku asertif pada
periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak positif bagi periode-periode
selanjutnya.

Siswa yang memiliki kemampuan asertif pada umumnya akan lebih aktif mengikuti kegiatan-
kegiatan yang ada di kelas. Dengan senang hati mereka mau mengemukakan pendapat. Dengan
begitu, kegiatan pembelajaran akan lebih berkesan dan bermakna.***

Penulis, pengajar di SMA 1 Banjaran.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/022007/07/99forumguru.htm

Skripsi, 2004:
HUBUNGAN ANTARA SIBLING RIVALRY DENGAN PERILAKU ASERTIF
PADA REMAJA

Oleh: Lina Shofiana - F100990148

F PSIKOLOGI UMS
Dibuat: 2007-01-11

Keywords: perilaku asertif, sibling rivalry

Setiap remaja harus mampu berkomunikasi dengan orang lain mengenai apa yang dirasakan
pada saat itu secara langsung jujur dan wajar, oleh karena itu kemampuan berperilaku asertif
harus dimiliki oleh setiap remaja agar remaja mampu berkomunikasi dengan orang lain.
Menumbuhkan kemampuan untuk berperilaku asertif pada remaja memang tidak mudah,
diperlukan bantuan orang-orang yang berada disekelilingnya, khususnya lingkungan keluarga.
Ketidakmampuan remaja dalam mempelajari apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial
misalnya keluarga dapat menimbulkan masalah. Kegagalan pada tugas perkembangan ini
sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga, termasuk persaingan saudara kandung
(sibling rivalry). Persaingan yang negatif dapat menimbulkan kecemasan, bahkan sakit
psikologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sibling rivalry dengan perilaku
asertif remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara sibling rivalry
dengan perilaku asertif pada remaja.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas II SMA Islam Pekalongan, Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Subjek dalam penelitian
ini sebanyak dua kelas yang berjumlah 80 siswa. Pengumpulan data yang digunakan adalah
skala sibling rivalry dan skala perilaku asertif.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan teknik korelasi product moment diperoleh nilai
koefisien korelasi (r) sebesar -0,435 dengan p < 0,01 yang berarti ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara sibling rivalry dengan perilaku asertif. Artinya semakin tinggi sibling
rivalry maka semakin rendah perilaku asertif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata empirik variabel sibling rivalry sebesar 68,47 dan
rerata hipotetik sebesar 77,5. Hal ini berarti sibling rivalry pada subjek penelitian tergolong
sedang. Variabel perilaku asertif diperoleh rerata empirik sebesar 76,85 dan rerata hipotetik
sebesar 70. Hal ini berarti perilaku asertif subjek penelitian tergolong sedang.
Peranan atau sumbangan efektif sibling rivalry terhadap perilaku asertif sebesar 18,9% yang
berarti masih terdapat 81,1% variabel-variabel lain yang mempengaruhi perilaku asertif selain
sibling rivalry seperti : konsep diri, inteligensi, pola asuh orangtua, jenis kelamin.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara
sibling rivalry dengan perilaku asertif. Hal ini berarti sibling rivalry dapat digunakan sebagai
prediktor untuk mengukur perilaku asertif pada remaja.

http://digilib.ums.ac.id/go.php?id=jtptums-gdl-s1-2007-linashofia-4761

Anda mungkin juga menyukai