NIM : E0020184
Makul : Hukum Dagang (Prof. Dr. Adi Sulistyono S.H., M.H.)
Merger atau penggabungan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum (pasal 1 ayat (9)).
Konsolidasi atau peleburan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir
karena hukum (pasal 1 ayat (10)).
Akuisisi atau pengambilalihan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut (pasal 1 ayat (11)).
Jika dihubungkan dengan UU no. 5 tahun 1999, maka ketiga hal tersebut tidak dilarang
apabila tetap pada porsinya, dalam hal ini ketika tindakan-tindakan tersebut tidak
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat.
Berikut analisis mengenai beberapa kasus yang berhubungan dengan ketiga bentuk kerja-
sama diatas:
1. Merger
Contoh pada kasus Merger antara PT. Xl Axiata dengan PT. Axis Telecom, sempat
diduga melakukan pelanggaran terhadap UU no. 5 tahun 1999. Merger perusahaan
tersebut diduga akan melanggar pasal 28 ayat (1) UU no. 5 tahun 1999 apabila
terealisasi. Sebab kedua perusahaan tersebut sudah tergolong perusahaan yang
cukup besar. Apabila merger dilakukan, maka bukan tidak mungkin akan terjadi
persaingan yang tidak sehat dalam persaingan operator telekomunikasi.
Selain itu, dapat dikhawatirkan perusahaan luar negeri sekali lagi akan mampu
perusahaan milik negara gigit jari. Diketahui bahwa perusahaan operator XL dan Axis
memiliki peminat yang dapat dikatakan cukup besar untuk ukuran perusahaan asing.
Apabila merger dilakukan, maka kompetitornya yakni operator Telkomsel yang
merupakan milik negara akan sangat diberatkan apabila harus bersaing dengan dua
operator besar yang melakukan merger.
KPPU memberi penilaian bahwa potensi monopoli apabila merger XL-Axis benar-
benar terjadi berkenaan dengan jumlah frekuensi dari kedua operator tersebut.
Namun jika dilihat dari peraturan yang berlaku, peningkatan frekuensi dari kedua
operator ini tidak sesederhana yang dipikirkan. Maksudnya adalah peningkatan atau
penambahan frekuensi XL-Axis tidak serta-merta bertambah apabila sudah sahnya
merger. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah (PP) menegaskan bahwa
pemindahtanganan frekuensi itu atas persetujuan Menteri yang artinya, penyatuan
dua perusahaan ini akan berada dibawah pengawasan yang cukup meskipun tetap
memiliki potensi yang di khawatirkan oleh KPPU. Namun Kembali lagi, apabila
merger pada faktanya tidak bertentangan dengan undang-undang, maka sah-sah
saja untuk dilakukan tanpa perlu dicurigai.
2. Akuisisi
Akusisi sedikit berbeda dengan merger, dimana akuisisi ini lebih kepada pengambil
alihan suatu perusahaan lain dengan tidak menghentikan perusahaan sebelumnya (milik
aquirer). Artinya perusahaan diibaratkan memiliki anak cabang dengan akuisisi ini,
sementara dalam merger kedua perusahaan akan Bersatu yang berarti membentuk
suatu perusahaan baru dari penggabungan kedua perusahaan.
Lebih lanjut, akuisisi tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya sebab ditegaskan dalam
pasal 28 ayat (2) UU no. 5 tahun 1999 bahwa akuisisi ini dilarang apabila dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat. Ketentuan-letentuan
dalam Undang-undang tersebut juga bertujuan untuk melindungi psaing usaha lainnya.
Contoh pada kasus akuisisi oleh PT. Carrefour terhadap PT. Alfa Retailindo Tbk,
KPPU mentapkan bahwa PT. Carrefour melakukan pelanggaran terhadap UU no. 5
tahun 1999. Jika dilihat dari rincian kasus, maka dapat dilihat bahwa PT. Carrefour
melakukan pelanggaran terhadap pasal 17 ayat (1) tentang Monopoli dan Pasal 25
ayat (1) huruf a tentang Posisi Dominan dalam UU no. 5 tahun 1999 ini. Jika dilihat
dari beberapa sumberpun, bahkan sebelum mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk saja,
PT Caffefour sudah dapat dikatakan memiliki posisi yang cukup baik dalam
persaingan pasar. Itu sebabnya PT. Carrefour diduga akan melanggar pasal 25 ayat
(1) butir a, apabila melakukan akuisisi terhadap PT Alfa Retailindo Tbk. Sementara
untuk menjaga persaingan usaha menurut undang-undang, maka kemungkinan yang
dikhawatirkan bisa terjadi dari akibat pengakuisisi-an oleh PT. Caffefour harus
diminimalisir. Sebab apabila dibiarkan, maka bukan tidak mungkin perusahaan
pesaing akan sangat kesulitan untuk menghadapi persaingan pasar dengan PT.
Carrefour.
3. Konsolidasi