Anda di halaman 1dari 5

Nama : Farhan Khalid Mubaraq

NIM : E0020184
Makul : Hukum Dagang (Prof. Dr. Adi Sulistyono S.H., M.H.)

Analisis Bentuk Kerjasama Perusahaan (bertentangan dengan UU no. 5 tahun 1999)


Di Indonesia terdapat banyak sekali perusahaan baik dibidang barang ataupun jasa.
Perusahaan-perusahaan tersebut berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perusahaan-perusahaan ini menginginkan untuk melakukan Kerjasama
untuk mendapat keuntungan yang lebih efisien lagi. Terdapat undang-undang perdagangan
dan beberapa undang-undang lain seperi UU no 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Dengan adanya undang-undang ini, maka diharapkan
dalam dunia bisnis, perusahaan tidak diperkenankan melakukan praktik monopoli ataupun
persaingan yang tidak sehat. Hal ini ditujukan agar terjadi keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum. Oleh sebab itu dikehendaki adanya persaingan yang
sehat antarpelaku usaha untuk menciptakan mendukung terciptanya hal tersebut dalam hal
Kerjasama perusahaan.

Jika membahas mengenai kerjasama perusahaan, maka cenderung membahas mengenai 3


hal yakni merger, akuisisi, dan konsolidasi. Ketiga hal tersebut tercantum dalam UU no. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), berturut-turut dalam pasal 1 ayat (9), (10), dan
(11). Berikut adalah inti pokok dari pasal-pasalnya:

 Merger atau penggabungan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum (pasal 1 ayat (9)).

 Konsolidasi atau peleburan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir
karena hukum (pasal 1 ayat (10)).

 Akuisisi atau pengambilalihan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut (pasal 1 ayat (11)).

Jika dihubungkan dengan UU no. 5 tahun 1999, maka ketiga hal tersebut tidak dilarang
apabila tetap pada porsinya, dalam hal ini ketika tindakan-tindakan tersebut tidak
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat.
Berikut analisis mengenai beberapa kasus yang berhubungan dengan ketiga bentuk kerja-
sama diatas:

1. Merger

Merger biasanya dilakukan untuk memperluas jangkauan perusahaan, memperluas ke


segmen baru, atau mendapatkan pangsa pasar. Penyatuan dua perusahaan dalam
merger ini biasanya dengan cara transfer kepemilikan melalui pertukaran saham atau
pembayaran tunai. Perusahaan baru hasil merger akan menerbitkan saham baru dengan
kepemilikan saham secara proporsional. Tentunya dari upaya meger ini, jumlah aset
akan lebih besar karena perusahaan yang merger asetnya digabung.

Namun diluar dari dampak-dampak positif tersebut, terdapat pula dampak-dampak


negative apabila merger berjalan bertolak belakang dengan ketentuan dalam undang-
undang. Dalam pasal 2 UU no. 5 tahun 1999 jelas berbunyi “Pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum”. Kemudian didukung oleh pasal 28 ayat (1) UU no. 5 tahun 1999 yang berbunyi
“Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat”. Merger yang dimaksud berdampak negative atau merugikan adalah ketika
merger tersebut berjalan tidak sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam Undang-
undang, salah satunya pada pasal 2 UU no. 5 tahun 1999 tersebut. Terlebih apabila
merger tersebut melanggar pasal 28 ayat (1) UU no. 5 tahun 1999 yang mana undang-
undang tersebut bertujuan melindungi pesaing usaha agar dalam dunia bisnis atau
perusahaan, berjalan dengan persaingan yang cukup sehat.

Contoh pada kasus Merger antara PT. Xl Axiata dengan PT. Axis Telecom, sempat
diduga melakukan pelanggaran terhadap UU no. 5 tahun 1999. Merger perusahaan
tersebut diduga akan melanggar pasal 28 ayat (1) UU no. 5 tahun 1999 apabila
terealisasi. Sebab kedua perusahaan tersebut sudah tergolong perusahaan yang
cukup besar. Apabila merger dilakukan, maka bukan tidak mungkin akan terjadi
persaingan yang tidak sehat dalam persaingan operator telekomunikasi.

Selain itu, dapat dikhawatirkan perusahaan luar negeri sekali lagi akan mampu
perusahaan milik negara gigit jari. Diketahui bahwa perusahaan operator XL dan Axis
memiliki peminat yang dapat dikatakan cukup besar untuk ukuran perusahaan asing.
Apabila merger dilakukan, maka kompetitornya yakni operator Telkomsel yang
merupakan milik negara akan sangat diberatkan apabila harus bersaing dengan dua
operator besar yang melakukan merger.

KPPU memberi penilaian bahwa potensi monopoli apabila merger XL-Axis benar-
benar terjadi berkenaan dengan jumlah frekuensi dari kedua operator tersebut.
Namun jika dilihat dari peraturan yang berlaku, peningkatan frekuensi dari kedua
operator ini tidak sesederhana yang dipikirkan. Maksudnya adalah peningkatan atau
penambahan frekuensi XL-Axis tidak serta-merta bertambah apabila sudah sahnya
merger. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah (PP) menegaskan bahwa
pemindahtanganan frekuensi itu atas persetujuan Menteri yang artinya, penyatuan
dua perusahaan ini akan berada dibawah pengawasan yang cukup meskipun tetap
memiliki potensi yang di khawatirkan oleh KPPU. Namun Kembali lagi, apabila
merger pada faktanya tidak bertentangan dengan undang-undang, maka sah-sah
saja untuk dilakukan tanpa perlu dicurigai.

2. Akuisisi

Akuisisi biasanya dilakukan oleh pelaku usaha mengembangkan bisnis atau


mempercepat pertumbuhan sebuah perusahaan. Akuisisi menurut Michael A. Hitt yaitu
memperoleh atau membeli perusahaan lain dengan cara membeli sebagian besar saham
dari perusahaan sasaran. Secara umum, akuisisi memiliki banyak keuntungan seperti
adanya pengendalian oleh pihak yang mengakuisisi terhadap perusahaan yang telah
diakuisisi sehingga yang melakukan akuisisi cenderung memiliki kuasa lebih. Jika
diibaratkan yaitu melebarkan sayap, dimana perusahaan yang sebelumnya dimiliki oleh
pihak yang mengakuisisi juga tidak perlu berhenti beroprasi. Namun disamping dampak-
dampak positif tersebut, terdapat pula kesulitan yang harus dihadapi seperti biaya yang
cukup besar untuk digelontorkan dalam proses akuisisi, untuk mencapai legalisasi.

Akusisi sedikit berbeda dengan merger, dimana akuisisi ini lebih kepada pengambil
alihan suatu perusahaan lain dengan tidak menghentikan perusahaan sebelumnya (milik
aquirer). Artinya perusahaan diibaratkan memiliki anak cabang dengan akuisisi ini,
sementara dalam merger kedua perusahaan akan Bersatu yang berarti membentuk
suatu perusahaan baru dari penggabungan kedua perusahaan.

Lebih lanjut, akuisisi tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya sebab ditegaskan dalam
pasal 28 ayat (2) UU no. 5 tahun 1999 bahwa akuisisi ini dilarang apabila dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat. Ketentuan-letentuan
dalam Undang-undang tersebut juga bertujuan untuk melindungi psaing usaha lainnya.

Contoh pada kasus akuisisi oleh PT. Carrefour terhadap PT. Alfa Retailindo Tbk,
KPPU mentapkan bahwa PT. Carrefour melakukan pelanggaran terhadap UU no. 5
tahun 1999. Jika dilihat dari rincian kasus, maka dapat dilihat bahwa PT. Carrefour
melakukan pelanggaran terhadap pasal 17 ayat (1) tentang Monopoli dan Pasal 25
ayat (1) huruf a tentang Posisi Dominan dalam UU no. 5 tahun 1999 ini. Jika dilihat
dari beberapa sumberpun, bahkan sebelum mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk saja,
PT Caffefour sudah dapat dikatakan memiliki posisi yang cukup baik dalam
persaingan pasar. Itu sebabnya PT. Carrefour diduga akan melanggar pasal 25 ayat
(1) butir a, apabila melakukan akuisisi terhadap PT Alfa Retailindo Tbk. Sementara
untuk menjaga persaingan usaha menurut undang-undang, maka kemungkinan yang
dikhawatirkan bisa terjadi dari akibat pengakuisisi-an oleh PT. Caffefour harus
diminimalisir. Sebab apabila dibiarkan, maka bukan tidak mungkin perusahaan
pesaing akan sangat kesulitan untuk menghadapi persaingan pasar dengan PT.
Carrefour.

3. Konsolidasi

Konsolidasi merupakan sebuah usaha untuk menyatukan dan memperkuat hubungan


antara dua kelompok atau lebih sehingga terbentuk entitas yang lebih kuat. Dalam dunia
bisnis, dapat dikatakan bahwa konsolidasi merupakan keadaan dimana dua atau lebih
perusahaan akan membubarkan diri dengan tujuan menyatukan untuk membentuk
entitas baru yang diharapkan lebih kuat. Konsolidasi sedikit berbeda dari merger,
dimana perbedaan itu dapat terlihat jelas dalam definisinya bahwa merger hanya
sebatas dua perusahaan yang menggabungkan diri, sementara konsolidasi dapat
dilakukan oleh lebih dari dua perusahaan.
Sama halnya dengan merger dan akuisisi, konsolidasi-pun memiliki karakteristiknya
sendiri. Ringkasnya, konsolidasi tidak menyisakan bagian dari masing-masing
perusahaan yang saling meleburkan diri untuk mengimplementasikan evaluasi masing-
masing per-usahaan. Konsolidasi juga biasanya dilakukan dengan tujuan yang tidak jauh
berbeda dari meger dan akuisisi, yaitu untuk kepentingan bisnis dalam hal mendukung
perkembangan yang signifikan agar dapat mudah bersaing dalam dunia bisnis itu sendiri.
Selanjutnya, konsolidasi tidak dapat dilakukan serta-merta langsung melebur dengan
sederhana, melainkan terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pejabat berwenang sepeti
KPPU. Sebab dikhawatirkan akan menciptakan persaingan yang tidak sehat apabila
peleburan suatu perusahaan dilakukan tanpa evaluasi yang cukup. Dalam pasal 28 ayat
(1) UU no. 5 tahun 1999 menegaskan bahwa peleburan perusahaan ini dilarang apabila
dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat. Artinya efek apa
yang dapat timbul dari suatu konsolidasi perusahaan harus di evaluasi dengan cermat
untuk melindungi kepentingan sesame pelaku usaha agar persaingan tidak sehat akan
dapat terhindarkan.
Contoh pada kasus Gojek dan Tokopedia yang ingin menggabungkan diri menjadi
entitas baru. Dilihat pada kenyataannya, Gojek dan Tokopedia merupakan salah satu
perusahaan terbesar pada target pasarnya masing-masing. Gojek merupakan
perusahaan yang cukup besar dalam persaingan ojek online dan sejenisnya,
sementara Tokopedia merupakan salah satu yang terbesar dalam persaingan di
deretan perdagangan online atau e-commerce. Apabila konsolidasi dari kedua
perusahaan besar tersebut terjadi, maka cenderung akan menghasilkan dampak
yang tidak begitu baik terhadap pesang-pesaingnya.
jika dianalisis, maka satu perusahaan yang dihasilkan dari konsolidasi Gojek-
Tokopedia yakni GoTo, akan menguasai persaingan ‘ojek online’ dan ‘e-commerce’
sekaligus. Tentu hal itu akan menyulitkan pesaing-pesaingnya yang bergerak pada
masing-masing bidang atau target pasar. Seperti perusahaan ‘ojek online’ lain yang
akan kesulitan menyaingi GoTo dalam menguasai pasar tersebut, begitupun pada e-
commerce. sebab, konsolidasi dari kedua perusahaan ini akan menghasilkan layanan
yang lebih luas dalam artian akan menjangkau berbagai layanan hanya dengan satu
entitas perusahaan. Sementara perusahaan lain tetap bergerak pada porsinya
masing-masing (seperti Bukalapak atau Maxim) yang tentu akan cukup berat jika
harus menyaingi dua perusahaan besar yang telah berkonsolidasi dan menciptakan
layanan yang lebih luas. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap rencana konsolidasi kedua
perusahaan ini, perlu dilakukan dengan lebih cermat lagi. Dengan
mempertimbangkan efek dan dampak yang akan terjadi terhadap pesaing usaha
lainnya ataupun mempertimbangkan berbagai hal yang dimungkinkan akan terjadi
dari hasil konsolidasi kedua perusahaan ini.

Anda mungkin juga menyukai