Anda di halaman 1dari 13

1.

SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA

1.1. Sumber Dana


Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka
membiayai kegiatan operasinya. Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga keuangan dimana
kegiatan sehari-harinya adalah bergerak dibidang keuangan, maka sumber-sumber dana juga
tidak terlepas dari bidang keuangan. Untuk menopang kegitan bank sebagai penjual uang
(menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank memperoleh keuntungan.
Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu,
pemilihan sumber dana harus dilakukan secara tepat. Sebagai lembaga keuangan, maka dana
merupakan persoalan yang paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa- apa, artinya
tidak berfungsi sama sekali. Dana untuk membiayai operasi suatu bank dapat diperoleh dari
berbagai sumber. Perolehan dana ini tergantung bank itu sendiri apakah secara pinjaman (titipan)
dari masyarakat atau dari lembaga lainnya. Disamping itu untuk membiayai operasinya dana
dapat pula diperoleh dengan modal sendiri, yaitu setoran modal dari para pemilik atau bank
mengeluarkan atau menjual saham baru kepada pemilik baru. Perolehan dana disesuaikan pula
dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Adapun jenis sumber-sumber dana bank tersebut
adalah:

a. Dana modal sendiri yaitu dana dari modal bank sendiri yang berasal dari
pemegang saham meliputi:
 Modal yang disetor, yaitu sejumlah uang yang disetor secara
efektif oleh pemegang saham pada saat bank itu berdiri.
 Cadangan-cadangan, yaitu sebagian dari profitabilitas bank yang
disisihkan dalam bentuk cadangan modal yang digunakan untuk
menutup timbulnya risiko dikemudian hari.
 Laba yang ditahan, yang mestinya milik para pemegang saham,
tapi oleh mereka sendiri diputuskan untuk tidak dibagi dan
dimasukkan kembali dalam modal kerja.
b. Dana pinjaman dari pihak luar
 Pinjaman dari bank-bank lain yang dikenal dengan call money
yaitu pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini biasa diminta
bila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka
waktu call money ini biasanya tidak lama, sekitar satu bulan dan
bahkan hanya beberapa hari saja. 20
 Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain diluar negeri, yang
biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah panjang.
Realisasi pinjaman ini harus melalui Bank Indonesia dimana
secara tidak langsung Bank Indonesia selaku bank sentral ikut
serta mengawasi pelaksanaan pinjaman tersebut demi menjaga
solvabilitas bank yang bersangkutan.
 Pinjaman dari lembaga keuangan non bank, pinjaman ini kadang
kala tidak benar-benar berbentuk pinjaman atau kredit. Tapi
lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat
diperjualbelikan sebelum tanggal jatuh tempo, misalnya
berbentuk sertifikat bank atau deposito on call dengan jangka
waktu lebih dari tiga bulan dan dapat diperpanjang kembali
tanpa mengeluarkan sertifikat baru
 Pinjaman dari bank sentral (BI). Untuk membiayai usaha-usaha
masyarakat yang tergolong prioritas apalagi yang berprioritas
tinggi seperti kredit investasi pada sektor- sektor yang harus
ditunjang sesuai dengan petunjuk pelita (misalnya pertanian,
pangan, perhubungan, tekstil dan ekspor non migas) maka bank
Indonesia memberikan bantuan dana yang dikenal dengan nama:
kredit likuiditas, agar bank tidak terlikuiditasi.
c. Dana dari masyarakat, yaitu dana-dana yang dihimpun dari masyarakat (dana
pihak ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank.
Adapun jenis-jenis dana dari masyarakat, yaitu :
 Tabungan
Menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 tabungan adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, blyet giro dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah
sesuai dengan kesepakatan penabung dan bank. Misalnya frekuensi
penarikan apakah seminggu sekali atau sebulan sekali, setiap hari
atau mungkin setiap saat. Kemudian untuk sarana penarikan juga
harus sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.
Ada beberapa alat penarikan tabungan, hal ini tergantung bank
masing-masing. Alat ini dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Alat yang dimaksudkan adalah
a. Buku Tabungan
Yaitu buku yang dipegang oleh nasabah, dimana berisi catatan
saldo tabungan, penarikan, penyetoran dan pembebanan-
pembebanan yang mungkin terjadi.
b. Slip Penarikan
Merupakan formulir penarikan dimana nasabah cukup menulis
nama, nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah
untuk menarik uang. Slip penarikan biasanya digunakan bersamaan
dengan buku tabungan
c. Kwitansi
Merupakan bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank yang
fungsinya sama dengan slip penarikan
d. Kartu yang terbuat dari plastik/ATM
Kartu yang bisa digunakan untuk menarik tabungan di bank atau
pun di mesin Automated Teller Machine (ATM).
 Deposito
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga
pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu berdasarkan perjanjian. Menurut Undang-Undang
No.10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Adapun jenis-jenis deposito yang ada di Indonesia, yaitu :
a. Deposito berjangka, merupakan deposito yang diterbitkan dengan
jenis jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka
biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6, 12, 18 sampai dengan 24
bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan
maupun lembaga. Artinya didalam bilyet deposito tercantum nama
seseorang atau lembaga.
b. Sertifikat deposito, sama seperti halnya deposito berjangka,
sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan
jangka waktu 2, 3, 6, 12 dan 24 bulan. Hanya perbedaanya
sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat
serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak
lain. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka,
baik tunai maupun non tunai.
c. Deposito on call, merupakan deposito yang berjangka waktu
minimal tujuh hari dan paling lama kurang dari satu bulan.
Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar
misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).
 Giro
Giro (demand deposit) merupakan bentuk simpanan nasabah baik
perorangan atau perusahaan, lembaga atau institusi pada bank yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat oleh giran atau pemilik
dengan menggunakan cek dan giro bilyet atau surat perintah
pemindah bukuan lainnya. Ketentuan rekening giro:
a. Pemegang rekening dapat atas nama perorangan atau badan usaha
b. Bersifat rekening koran, artinya setoran dan penarikan dana dapat
dilakukan sewaktu- waktu
c. Memiliki batas saldo direkeningnya
d. Pemegang rekening diberikan buku cek dan bilyet giro untuk
melakukan transaksi
e. Transaksi penarikan dan penyetoran tidak dibatasi jumlahnya
sepanjang saldonya mencukupi
f. Apabila dananya tidak cukup, penarikan dengan cek atau bilyet
giro (cek kosong) tidak boleh melebihi tiga kali dalam tempo 6
bulan, karena akan terkena sanksi masuk dalam daftar hitam BI
(black list) dan berakibat rekening ditutup.
g. Tanda tangan penarik yang tertera dalam cek, harus sama dengan
contoh tanda tangan yang berada di bank

1.2. Penggunaan dana bagi bank memiliki banyak fungsi diantaranya :

a. Sebagai alat pembayaran kegiatan usaha. Dana yang dihimpun memiliki


karakteristik yang berbeda baik dari jangka waktu maupun harga (tingkat bunga)
maupun cara penarikannya. Identifikasi terhadap sensitivitas dan jangka waktunya
akan memudahkan bank dalam mengendalikan sumber dana melalui maturity gap
dan interest gap yang diinginkan bank. Oleh karena itu sumber dana akan
ditempatkan untuk membiayai usahanya dengan melihat karakteristiknya dan
sesuai prinsip- prinsip manajemen pasiva. Alokasi dana tersebut diperuntukkan
sebagai berikut:
 Demand deposit hanya untuk membiayai kebutuhan dana jangka pendek
seperti primary reserve, secondary reserve, serta kredit jangka pendek.
 Saving deposit hanya untuk membiayai kebutuhan penanaman jangka
pendek berupa primary reserve dan kredit jangka pendek.
 Time deposit hanya untuk membiayai secondary reserve, kredit jangka
menengah dan surat berharga.
 Capital deposit dapat dipakai untuk membiayai kredit jangka panjang,
perdagangan surat berharga dan aktiva tetap.
b. Dana berfungsi sebagai sumber likuiditas bank. Semakin banyak sumber dana
yang ditempatkan pada pos-pos tersebut, maka semakin likuid bank yang
bersangkutan, sebaliknya semakin mengecil dana yang ditempatkan pada pos
tersebut mengindikasikan likuid bank yang bersangkutan relatif ketat.
1. Sebagai tolok ukur kepercayaan masyarakat terhadap bank yang
bersangkutan.Volume dana pihak ketiga dapat dijadikan indikasi tingkat
kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Semakin tinggi volume
dana pihak ketiga mengindikasikan bahwa masyarakat relatif percaya kepada
bank yang bersangkutan. Sebaliknya bila volume dana pihak ketiga semakin
mengecil maka mengindikasikan masyarakat semakin tidak percaya pada bank
tersebut.

2. PERATURAN BANK INDONESIA DAN PERATURAN OTORITAS JASA


KEUANGAN TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM

Giro wajib minimum adalah dana atau simpanan minimum yang harus dipelihara oleh
bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di Bank Indonesia. Besaran Giro Wajib
Minimum (GWM) ditetapkan oleh bank sentral berdasarkan persentase dana pihak ketiga yang
dihimpun perbankan. Mengutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan(OJK), GWM adalah
instrumen moneter atau makroprudensial untuk mengatur uang beredar di masyarakat yang
secara langsung berpengaruh terhadap indeks inflasi. Menurut data bank sentral, di Indonesia
diterapkan tiga jenis kebijakan GWM sebagai instrumen kebijakan moneter maupun kebijakan
makroprudensial.

Pertama, GWM primer yakni simpanan minimum (rupiah) yang wajib dipelihara oleh
bank dalam rekening giro di BI yang besarannya ditetapkan dalam rasio terhadap dana pihak
ketiga yang dihimpun perbankan. Setelah ditetapkan pada 16 Maret 2016, saat ini besaran GWM
primer adalah 6,5% dari sebelumnya 7,5%. GWM primer merupakan alat untuk ekspansi atau
menambah likuiditas bank apabila diturunkan. Sebaliknya, jika dirasa perlu mengerem
penyaluran kredit, GWM bisa dinaikkan atau mengurangi likuiditas bank. Kebijakan GWM
ditujukan untuk mempengaruhi likuiditas sehingga dapat mempengaruhi suku bunga maupun
kapasitas penyaluran kredit bank. GWM perbankan sempat dipangkas mencapai 5% pada krisis
2008 untuk melonggarkan likuiditas yang kala itu sangat ketat. Kemudian dinaikkan hingga
menjadi 8% pada 2010. Perlahan GWM diturunkan hingga menjadi 6,5%.

Kedua, GWM sekunder yakni cadangan minimum (rupiah) yang wajib dipelihara oleh
bank berupa surat berharga, seperti Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank
Indonesia, dan Surat Berharga Negara). Besaran GWM sekunder ditetapkan dalam rasio dana
pihak ketiga. Per Maret 2016 besaran GWM sekunder ditetapkan 4% dalam rupiah dan untuk
valas tidak ada. Kebijakan GWM sekunder ditujukan untuk mempengaruhi cadangan likuiditas
bank sekaligus pendalaman sektor keuangan. Apabila dinaikkan tujuannya adalah untuk
mengurangi kapasitas kredit bank. Sebaliknya, jika diturunkan, tujuannya untuk menambah
kapasitas kredit bank.

Ketiga, GWM berdasarkan rasio kredit terhadap seluruh penghimpunan dana bank (loan
to funding ratio/LFR), yakni simpanan minimum rupiah yang wajib dipelihara oleh bank dalam
rekening giro di bank sentral sebesar persentase tertentu yang dihitung berdasarkan selisih antara
realisasi LFR bank dan LFR target yang ditetapkan BI. Target LFR rupiah pada 24 Agustus 2016
diubah menjadi 80%-92% dari sebelumnya 78%-92%. Untuk Valas tidak ada.
Tujuan dari GWM-LFR ini untuk mendorong penyaluran kredit bank tetap berada dalam rentang
yang ditentukan agar mendorong intermediasi sehingga pertumbuhan ekonomi terpacu, tetapi
tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

3. PENYERTAAN MODAL

Penyertaan Modal ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36
/POJK.03/2017 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Kegiatan Penyertaan Modal

3.1 Pengertian Penyertaan Modal


Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, termasuk penanaman dalam bentuk surat
utang konversi wajib (mandatory convertible bonds) atau surat investasi konversi wajib
(mandatory convertible sukuk) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki
atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.

Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal oleh Bank, unit usaha
syariah atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dalam bentuk
saham pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3.2 Pelaku Penyertaan Modal


Perusahaan yang Bergerak di Bidang Keuangan adalah bank sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan perusahaan di bidang keuangan lainnya
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti sewa guna
usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpanan. Sementara Investee adalah Perusahaan yang Bergerak di Bidang Keuangan
tempat Bank melakukan Penyertaan Modal.

Bank wajib menetapkan jumlah seluruh portofolio Penyertaan Modal paling


tinggi sebesar Penyertaan Modal sesuai pengelompokan Bank berdasarkan BUKU.
Berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, Bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) BUKU,
yaitu:
a) BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b) BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan kurang dari
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
c) BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) sampai dengan kurang dari
Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); dan
d) BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar
Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah). (2) Pengelompokan BUKU
untuk unit usaha syariah didasarkan pada Modal Inti bank umum konvensional
yang menjadi induknya.

3.3 Tata Cara Pengajuan Dan Persetujuan Penyertaan Modal

(1) Bank wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh persetujuan Penyertaan


Modal kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum
Penyertaan Modal dilakukan, dengan melampirkan paling sedikit:
a. hasil analisis kondisi dan proyeksi keuangan Bank, termasuk proyeksi kecukupan
permodalan sebelum dan sesudah Penyertaan Modal;
b. hasil analisis profil risiko Bank sebelum dan sesudah Penyertaan Modal, baik
secara individu maupun konsolidasi;
c. sistem pengelolaan risiko Penyertaan Modal;
d. sumber pendanaan Bank untuk melakukan Penyertaan Modal;
e. surat pernyataan dari direksi Bank yang menyatakan bahwa Penyertaan Modal
yang dilakukan dalam rangka investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan
untuk jual beli saham;
f. sistem pengendalian intern dan sistem informasi akuntansi;
g. Penyertaan Modal dan/atau rencana Penyertaan Modal yang dilakukan oleh pihak
terkait dengan Bank pada Investee yang sama;
h. hasil analisis mengenai profil usaha Investee, termasuk dukungan dan manfaat
usaha Investee terhadap perkembangan usaha Bank;
i. laporan keuangan tahun terakhir dan laporan keuangan interim triwulan terakhir,
serta proyeksi keuangan Investee;
j. struktur kepemilikan dan kepengurusan terakhir Investee;
k. identitas dari pemegang saham mayoritas atau pihak yang melakukan
pengendalian terhadap Investee atau pihak lain yang akan melakukan Penyertaan
Modal bersama-sama dengan Bank; l. perjanjian dan/atau konsep perjanjian yang
ada:
l. antar pemegang saham Investee; dan/atau 2. antara Bank dengan pemegang
saham Investee yang menjual saham kepada Bank; dan
m. fotokopi akta pendirian badan hukum dan anggaran dasar Investee.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i tidak berlaku bagi Investee
berupa perusahaan baru.

(3) Dalam hal Investee merupakan perusahaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bank wajib menyampaikan dokumen mengenai:

a. tujuan pendirian perusahaan;


b. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business forecasting) dan peluang
pasar Investee; dan
c. dokumentasi pengajuan pendirian kepada atau persetujuan pendirian perusahaan
baru dari otoritas yang berwenang.

(4) Bagi Bank yang melakukan Penyertaan Modal sebesar 20% (dua puluh persen) atau
lebih dari modal Investee atau memenuhi kriteria pengendalian, selain menyampaikan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan dokumen berupa:

a. studi kelayakan mengenai perkiraan usaha (business forecasting) dan peluang


pasar Investee;
b. informasi mengenai kompetensi dan integritas dari anggota direksi, anggota
dewan komisaris, dan pejabat eksekutif serta integritas pemegang saham
pengendali dari Investee;
c. rencana penerapan manajemen risiko secara konsolidasi; dan d. surat keterangan
dari otoritas yang berwenang yang mengawasi kegiatan usaha Investee beserta
pernyataan tidak keberatan bahwa Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan
pemeriksaan kepada Investee.

(5) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan/atau ayat (4),
Bank menyampaikan hasil uji tuntas (due diligence) terhadap Investee dan/atau dokumen
pendukung lainnya, dalam hal diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan.

4. PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/ 12 /PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan


Modal Minimum Bank Umum

4.1 Latar Belakang Pengaturan

1. Dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu berkembang serta
bersaing secara nasional maupun internasional, maka Bank perlu meningkatkan
kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan oleh kondisi krisis dan/atau
pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas permodalan Bank sesuai dengan standar internasional yang berlaku yaitu Basel
III.

2. Peningkatan kualitas permodalan Bank dilakukan melalui penyesuaian komponen dan


persyaratan instrumen modal serta penyesuaian rasio-rasio permodalan. Selanjutnya,
peningkatan kuantitas permodalan Bank dicapai melalui kewajiban pembentukan
tambahan modal sebagai penyangga (buffer) berupa Capital Conservation Buffer,
Countercyclical Buffer, dan Bank yang dianggap berpotensi sistemik wajib membentuk
tambahan modal berupa Capital Surcharge.

4.2 Substansi Pengaturan

1. Peningkatan kualitas permodalan melalui perubahan komponen dan persyaratan


instrumen modal sesuai dengan kerangka Basel III antara lain:
a. Komponen modal inti (Tier 1) yang terdiri atas:
1) modal inti utama (common equity Tier 1) yaitu instrumen modal berkualitas
tinggi dalam bentuk saham biasa (common stock) dan tidak memiliki fitur
preferensi dalam pembayaran dividen/imbal hasil.
2) modal inti tambahan (Additional Tier 1) yaitu penyempurnaan komponen
modal inovatif yang berupa saham preferen atau instrumen utang yang bersifat
subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, pembayaran dividen atau imbal
hasil bersifat non kumulatif, dan tidak memiliki fitur step up.
b. Komponen modal pelengkap (Tier 2) yaitu instrumen utang yang bersifat
subordinasi, memiliki jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun, dan tidak
memiliki fitur step up

2. Bank wajib menyediakan modal inti (Tier 1) paling rendah sebesar 6% (enam persen)
dari ATMR dan modal inti utama (Common Equity Tier 1) paling rendah sebesar 4,5%
(empat koma lima persen) dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak.

3. Bank yang memenuhi kriteria tertentu wajib membentuk tambahan modal sebagai
penyangga (buffer) di atas kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko
yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR
untuk Bank yang tergolong dalam Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan
BUKU 4 yang pemenuhannya secara bertahap;
b. Countercyclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% (nol persen) sampai dengan
2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR bagi seluruh Bank; dan
c. Capital Surcharge untuk D-SIB dalam kisaran sebesar 1% (satu persen) sampai
dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR untuk Bank yang ditetapkan
berdampak sistemik.

4. Jangka waktu penyesuaian rasio permodalan, pemberlakuan komponen modal, dan


pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer) adalah sebagai berikut:
a. 1 Januari 2014
Ketentuan:
Rasio modal inti minimum sebesar 6% dari ATMR dan rasio modal inti utama minimum
sebesar 4,5% dari ATMR wajib dipenuhi Bank.
Keterangan:
Sampai dengan 31 Desember 2014 pemenuhan rasio modal inti minimum dan rasio
modal inti utama minimum mengacu pada komponen modal sebagaimana diatur pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum.

b. 1 Januari 2015
Ketentuan:
Persyaratan komponen modal dalam ketentuan ini mulai berlaku.
Keterangan:
Pengaturan komponen modal dan pengaturan lainnya dalam PBI No. 14/18/PBI/2012
tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku, sehingga PBI yang baru mulai berlaku secara penuh.

c. 1 Januari 2016
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Capital Conservation Buffer mulai berlaku secara
bertahap.
Keterangan:
1. 0,625% dari ATMR mulai 1 Januari 2016
2. 1,25% dari ATMR mulai 1 Januari 2017
3. 1,875% dari ATMR mulai 1 Januari 2018
4. 2,5% dari ATMR mulai 1 Januari 2019

d. 1 Januari 2018
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Countercyclical Buffer mulai berlaku.
Keterangan:
Berdasarkan penilaian atas kondisi makroekonomi Indonesia, Bank Indonesia dapat
menetapkan pemberlakuan Countercyclical Buffer lebih cepat dari tahun 2016.

e. 1 Januari 2016
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Capital Surcharge untuk D-SIB mulai berlaku bagi
Bank yang ditetapkan berdampak sistemik.
Keterangan:
Metode perhitungan dan tata cara pembentukan Capital Surcharge untuk D-SIB akan
diatur lebih lanjut oleh otoritas yang berwenang.

Anda mungkin juga menyukai