a. Dana modal sendiri yaitu dana dari modal bank sendiri yang berasal dari
pemegang saham meliputi:
Modal yang disetor, yaitu sejumlah uang yang disetor secara
efektif oleh pemegang saham pada saat bank itu berdiri.
Cadangan-cadangan, yaitu sebagian dari profitabilitas bank yang
disisihkan dalam bentuk cadangan modal yang digunakan untuk
menutup timbulnya risiko dikemudian hari.
Laba yang ditahan, yang mestinya milik para pemegang saham,
tapi oleh mereka sendiri diputuskan untuk tidak dibagi dan
dimasukkan kembali dalam modal kerja.
b. Dana pinjaman dari pihak luar
Pinjaman dari bank-bank lain yang dikenal dengan call money
yaitu pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini biasa diminta
bila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka
waktu call money ini biasanya tidak lama, sekitar satu bulan dan
bahkan hanya beberapa hari saja. 20
Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain diluar negeri, yang
biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah panjang.
Realisasi pinjaman ini harus melalui Bank Indonesia dimana
secara tidak langsung Bank Indonesia selaku bank sentral ikut
serta mengawasi pelaksanaan pinjaman tersebut demi menjaga
solvabilitas bank yang bersangkutan.
Pinjaman dari lembaga keuangan non bank, pinjaman ini kadang
kala tidak benar-benar berbentuk pinjaman atau kredit. Tapi
lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat
diperjualbelikan sebelum tanggal jatuh tempo, misalnya
berbentuk sertifikat bank atau deposito on call dengan jangka
waktu lebih dari tiga bulan dan dapat diperpanjang kembali
tanpa mengeluarkan sertifikat baru
Pinjaman dari bank sentral (BI). Untuk membiayai usaha-usaha
masyarakat yang tergolong prioritas apalagi yang berprioritas
tinggi seperti kredit investasi pada sektor- sektor yang harus
ditunjang sesuai dengan petunjuk pelita (misalnya pertanian,
pangan, perhubungan, tekstil dan ekspor non migas) maka bank
Indonesia memberikan bantuan dana yang dikenal dengan nama:
kredit likuiditas, agar bank tidak terlikuiditasi.
c. Dana dari masyarakat, yaitu dana-dana yang dihimpun dari masyarakat (dana
pihak ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank.
Adapun jenis-jenis dana dari masyarakat, yaitu :
Tabungan
Menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 tabungan adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, blyet giro dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah
sesuai dengan kesepakatan penabung dan bank. Misalnya frekuensi
penarikan apakah seminggu sekali atau sebulan sekali, setiap hari
atau mungkin setiap saat. Kemudian untuk sarana penarikan juga
harus sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.
Ada beberapa alat penarikan tabungan, hal ini tergantung bank
masing-masing. Alat ini dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Alat yang dimaksudkan adalah
a. Buku Tabungan
Yaitu buku yang dipegang oleh nasabah, dimana berisi catatan
saldo tabungan, penarikan, penyetoran dan pembebanan-
pembebanan yang mungkin terjadi.
b. Slip Penarikan
Merupakan formulir penarikan dimana nasabah cukup menulis
nama, nomor rekening, jumlah uang serta tanda tangan nasabah
untuk menarik uang. Slip penarikan biasanya digunakan bersamaan
dengan buku tabungan
c. Kwitansi
Merupakan bukti penarikan yang dikeluarkan oleh bank yang
fungsinya sama dengan slip penarikan
d. Kartu yang terbuat dari plastik/ATM
Kartu yang bisa digunakan untuk menarik tabungan di bank atau
pun di mesin Automated Teller Machine (ATM).
Deposito
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga
pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu berdasarkan perjanjian. Menurut Undang-Undang
No.10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Adapun jenis-jenis deposito yang ada di Indonesia, yaitu :
a. Deposito berjangka, merupakan deposito yang diterbitkan dengan
jenis jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka
biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6, 12, 18 sampai dengan 24
bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan
maupun lembaga. Artinya didalam bilyet deposito tercantum nama
seseorang atau lembaga.
b. Sertifikat deposito, sama seperti halnya deposito berjangka,
sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan
jangka waktu 2, 3, 6, 12 dan 24 bulan. Hanya perbedaanya
sertifikat deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat
serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak
lain. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka,
baik tunai maupun non tunai.
c. Deposito on call, merupakan deposito yang berjangka waktu
minimal tujuh hari dan paling lama kurang dari satu bulan.
Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar
misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).
Giro
Giro (demand deposit) merupakan bentuk simpanan nasabah baik
perorangan atau perusahaan, lembaga atau institusi pada bank yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat oleh giran atau pemilik
dengan menggunakan cek dan giro bilyet atau surat perintah
pemindah bukuan lainnya. Ketentuan rekening giro:
a. Pemegang rekening dapat atas nama perorangan atau badan usaha
b. Bersifat rekening koran, artinya setoran dan penarikan dana dapat
dilakukan sewaktu- waktu
c. Memiliki batas saldo direkeningnya
d. Pemegang rekening diberikan buku cek dan bilyet giro untuk
melakukan transaksi
e. Transaksi penarikan dan penyetoran tidak dibatasi jumlahnya
sepanjang saldonya mencukupi
f. Apabila dananya tidak cukup, penarikan dengan cek atau bilyet
giro (cek kosong) tidak boleh melebihi tiga kali dalam tempo 6
bulan, karena akan terkena sanksi masuk dalam daftar hitam BI
(black list) dan berakibat rekening ditutup.
g. Tanda tangan penarik yang tertera dalam cek, harus sama dengan
contoh tanda tangan yang berada di bank
Giro wajib minimum adalah dana atau simpanan minimum yang harus dipelihara oleh
bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di Bank Indonesia. Besaran Giro Wajib
Minimum (GWM) ditetapkan oleh bank sentral berdasarkan persentase dana pihak ketiga yang
dihimpun perbankan. Mengutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan(OJK), GWM adalah
instrumen moneter atau makroprudensial untuk mengatur uang beredar di masyarakat yang
secara langsung berpengaruh terhadap indeks inflasi. Menurut data bank sentral, di Indonesia
diterapkan tiga jenis kebijakan GWM sebagai instrumen kebijakan moneter maupun kebijakan
makroprudensial.
Pertama, GWM primer yakni simpanan minimum (rupiah) yang wajib dipelihara oleh
bank dalam rekening giro di BI yang besarannya ditetapkan dalam rasio terhadap dana pihak
ketiga yang dihimpun perbankan. Setelah ditetapkan pada 16 Maret 2016, saat ini besaran GWM
primer adalah 6,5% dari sebelumnya 7,5%. GWM primer merupakan alat untuk ekspansi atau
menambah likuiditas bank apabila diturunkan. Sebaliknya, jika dirasa perlu mengerem
penyaluran kredit, GWM bisa dinaikkan atau mengurangi likuiditas bank. Kebijakan GWM
ditujukan untuk mempengaruhi likuiditas sehingga dapat mempengaruhi suku bunga maupun
kapasitas penyaluran kredit bank. GWM perbankan sempat dipangkas mencapai 5% pada krisis
2008 untuk melonggarkan likuiditas yang kala itu sangat ketat. Kemudian dinaikkan hingga
menjadi 8% pada 2010. Perlahan GWM diturunkan hingga menjadi 6,5%.
Kedua, GWM sekunder yakni cadangan minimum (rupiah) yang wajib dipelihara oleh
bank berupa surat berharga, seperti Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank
Indonesia, dan Surat Berharga Negara). Besaran GWM sekunder ditetapkan dalam rasio dana
pihak ketiga. Per Maret 2016 besaran GWM sekunder ditetapkan 4% dalam rupiah dan untuk
valas tidak ada. Kebijakan GWM sekunder ditujukan untuk mempengaruhi cadangan likuiditas
bank sekaligus pendalaman sektor keuangan. Apabila dinaikkan tujuannya adalah untuk
mengurangi kapasitas kredit bank. Sebaliknya, jika diturunkan, tujuannya untuk menambah
kapasitas kredit bank.
Ketiga, GWM berdasarkan rasio kredit terhadap seluruh penghimpunan dana bank (loan
to funding ratio/LFR), yakni simpanan minimum rupiah yang wajib dipelihara oleh bank dalam
rekening giro di bank sentral sebesar persentase tertentu yang dihitung berdasarkan selisih antara
realisasi LFR bank dan LFR target yang ditetapkan BI. Target LFR rupiah pada 24 Agustus 2016
diubah menjadi 80%-92% dari sebelumnya 78%-92%. Untuk Valas tidak ada.
Tujuan dari GWM-LFR ini untuk mendorong penyaluran kredit bank tetap berada dalam rentang
yang ditentukan agar mendorong intermediasi sehingga pertumbuhan ekonomi terpacu, tetapi
tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
3. PENYERTAAN MODAL
Penyertaan Modal ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36
/POJK.03/2017 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Kegiatan Penyertaan Modal
Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal oleh Bank, unit usaha
syariah atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dalam bentuk
saham pada perusahaan debitur untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i tidak berlaku bagi Investee
berupa perusahaan baru.
(3) Dalam hal Investee merupakan perusahaan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bank wajib menyampaikan dokumen mengenai:
(4) Bagi Bank yang melakukan Penyertaan Modal sebesar 20% (dua puluh persen) atau
lebih dari modal Investee atau memenuhi kriteria pengendalian, selain menyampaikan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan dokumen berupa:
(5) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan/atau ayat (4),
Bank menyampaikan hasil uji tuntas (due diligence) terhadap Investee dan/atau dokumen
pendukung lainnya, dalam hal diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan.
1. Dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu berkembang serta
bersaing secara nasional maupun internasional, maka Bank perlu meningkatkan
kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan oleh kondisi krisis dan/atau
pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas permodalan Bank sesuai dengan standar internasional yang berlaku yaitu Basel
III.
2. Bank wajib menyediakan modal inti (Tier 1) paling rendah sebesar 6% (enam persen)
dari ATMR dan modal inti utama (Common Equity Tier 1) paling rendah sebesar 4,5%
(empat koma lima persen) dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak.
3. Bank yang memenuhi kriteria tertentu wajib membentuk tambahan modal sebagai
penyangga (buffer) di atas kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko
yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR
untuk Bank yang tergolong dalam Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan
BUKU 4 yang pemenuhannya secara bertahap;
b. Countercyclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% (nol persen) sampai dengan
2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR bagi seluruh Bank; dan
c. Capital Surcharge untuk D-SIB dalam kisaran sebesar 1% (satu persen) sampai
dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR untuk Bank yang ditetapkan
berdampak sistemik.
b. 1 Januari 2015
Ketentuan:
Persyaratan komponen modal dalam ketentuan ini mulai berlaku.
Keterangan:
Pengaturan komponen modal dan pengaturan lainnya dalam PBI No. 14/18/PBI/2012
tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku, sehingga PBI yang baru mulai berlaku secara penuh.
c. 1 Januari 2016
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Capital Conservation Buffer mulai berlaku secara
bertahap.
Keterangan:
1. 0,625% dari ATMR mulai 1 Januari 2016
2. 1,25% dari ATMR mulai 1 Januari 2017
3. 1,875% dari ATMR mulai 1 Januari 2018
4. 2,5% dari ATMR mulai 1 Januari 2019
d. 1 Januari 2018
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Countercyclical Buffer mulai berlaku.
Keterangan:
Berdasarkan penilaian atas kondisi makroekonomi Indonesia, Bank Indonesia dapat
menetapkan pemberlakuan Countercyclical Buffer lebih cepat dari tahun 2016.
e. 1 Januari 2016
Ketentuan:
Kewajiban Bank untuk membentuk Capital Surcharge untuk D-SIB mulai berlaku bagi
Bank yang ditetapkan berdampak sistemik.
Keterangan:
Metode perhitungan dan tata cara pembentukan Capital Surcharge untuk D-SIB akan
diatur lebih lanjut oleh otoritas yang berwenang.