Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….…………………………………………………………. i


DAFTAR ISI …..……………...………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN ...…..………………………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang ……...………………………………………………………...
1
1.2. Tujuan dan Manfaat …………………..……………………………………...
BAB II. PEMBAHASAN …………………….……..……...…………………………....
2.1. Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae) ………………
2.2. Gejala Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae) ……….
2.3. Penyebab Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae) …...
2.4. Tipe Gejala Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae) ….
2.5. Fungsi Fisiologis Tanaman Kubis yang Terganggu ………………………….
BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………... 7
3.1. Kesimpulan …..………………………………………………………………. 7
3.2. Saran …………………………………………………………………………. 7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………... 8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae)


Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan
yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae yang menyebabkan pembengkakan
pada akar. Penyakit ini menyebar merata di seluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia,
khususnya di Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah dataran
rendah dan dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan misalnya kubis, sawi putih,
dan brussels sprout sangat rentan terkena akar gada.

2.2. Gejala Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae)


Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah
pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya
melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap
nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan
untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut
serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat
pada rumput-rumputan.
Gejala yang nampak di atas perrnukaan tanah adalah daun-daun tanaman yang
terinfeksi P. brassicae layu pada hari panas dan kering, pulih kembali selama malam hari,
dan kelihatan normal dan segar pada pagi hari. Selanjutnya jika penyakit berkembang terus,
daun-daun menjadi kuning, tanaman kerdil, dan mungkin mati atau hidup dalam keadaan
merana selama musim tanam (Karling 1968).
Menurut Agrios (1997), bibit cruciferae yang terinfeksi ketika masih muda dapat mati
dalam beberapa minggu, bahkan mungkin mati segera setelah infeksi patogen ini. Infeksi
pada tanaman yang lebih tua kemungkinan masih aktif tetapi tanaman menjadi kerdil dan
gaga1 membentuk krop sehingga produksi menurun atau tidak berproduksi sama sekali.
Pembengkakan akar merupakan ciri khas penyakit akar gada. Bentuk dan letak
tergantung pada spesies inang dan tingkat infeksi. Pada Brassica oleracea mula-mula
pembengkakan berbentuk "spindel" (kurus panjang) yang sangat kecil pada akar-akar utama
dan lateral. Dengan pertumbuhan jaringan inang yang tidak terkendali, akar-akar menjadi
sangat besar dan berubah bentuk, dan akhirnya bersatu membentuk gada (Channon dan
Maude 1971). Makin lama akar yang membengkak makin besar dan biasanya hancur sebelum
akhir musim tanam karena serangan bakteri dan cendawan lain (Agrios 1997).
Pada akar kubis, pembengkakan dapat mencapai ukuran kepalan tinju manusia dan
warnanya nampak kelabu dan kuning pucat (Karling 1968). Warna akar yang bengkak
kekuning-kuningan berbeda dengan akar-akar yang sehat berwarna putih (Graveland et al.
1992). Apabila infeksi terjadi pada akhir musim tanam, ukuran gada biasanya kecil dan tanaman
dapat bertahan hidup (Karling 1968).
2.3. Penyebab Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae)
Penyakit akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Woronin.
Alexopoulos et al. (1996) menggolongkan patogen ini ke dalam:
Kingdom : Protista
Phylum : Plasmodiophoromycota
Kelas : Plasmodiophoromycetes
Ordo : Plasmodiophorales
Famili : Plasmodiophoraceae.
Genus : Plasmodiophora
Spesies : Plasmodiophora brassicae Wor.
Menurut Agrios (1997), P. brassicae dianggap sebagai "Pseudofungi” atau organisme
yang menyerupai fungi dan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Protozoa
Phylum : P1asmodiophoromycota
Kelas : Plasmodiophoromycetes
Ordo : Plasmodiophorales
Famili : Plasmodiophoraceae
Genus : Plasmodiophora
Spesies : Plasmodiophora brassicae Wor.

Sifat Patogen
Plasmodiophora brassicae merupakan endoparasit obligat pada jaringan tanaman
dan dapat membentuk struktur bertahan berupa spora rehat (zoosprora) yang dapat terlepas
masuk ke dalam tanah (Agrios 1997).

Tahap Patogenesis dan Siklus Penyakit


Siklus penyakit dimulai dengan perkecambahan satu zoospora primer dari satu spora
rehat haploid di dalam tanah. Zoospora primer ini mempenetrasi rambut akar dan
menginjeksi isi sel masuk ke dalam sel inang (Aist dan Williams 1971 dalarn Voorrips
1995). Setelah penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang oleh zoospora primer, protoplas
yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang. Pembelahan mitotik terjadi dan
protoplas membentuk plasmodium primer. Setelah plasmodium primer mencapai ukuran
tertentu, tergantung pada ukuran sel epidermis inang, membelah menjadi beberapa bagian
yang berkembang menjadi zoosporangia (Alexopoulos et al. 1996). Setiap zoosporangium
mengandung 4 atau 8 zoospora sekunder yang dapat terlepas melalui lubang atau pori-pori
pada dinding sel inang (Agrios 1997), apakah langsung masuk ke dalam sel inang yang lain
atau keluar akar (Alexopoulos et al. 1996). Naiki et al. (1984) dalarn Voorrips (1995)
menunjukkan bahwa zoospora sekunder dapat menginfeksi kembali rambut akar,
menyebabkan perkembangan aseksual patogen yang cepat.
Menurut Agrios (1997) beberapa zoospora sekunder bergabung berpasangan
menghasilkan zigot yang dapat menyebabkan infeksi baru dan menghasilkan plasmodium
baru. Plasmodium ini mempenetrasi langsung jaringan akar yang muda, sedangkan akar-akar
yang tua, akar-akar yang tebal, dan pangkal batang dipenetrasi melalui luka-luka. Dari tempat
infeksi plasmodium menyebar ke korteks dan kambium dengan penetrasi langsung, kemudian
plasmodium menyebar ke seluruh bagian kambium dan menuju xilem. Plasmodium berada di
dalam beberapa sel menstimulir pembelahan dan pembesaran sel secara tidak normal.
Menurut Dekhuijzen dan Overeen (1971), Dekhuijzen (1980) dalarn Voorrips (1995)
penyebaran patogen terjadi terutama karena distimulasi dengan pembelahan sel inang yang
diduga distimulir oleh konsentrasi sitokinin dan auksin yang tinggi. Perkembangan
selanjutnya, inti yang haploid dalam plasmodia yang berinti banyak bergabung berpasangan
(Tommerup dan Ingram 197 1 dalam Voorrips 1995). Setelah meiosis terbentuk inti diploid
yang baru yang kemudian berkembang menjadi spora rehat haploid yang terlepas masuk ke
dalam tanah ketika akar yang sakit rusak (Voorrips 1995).

Penyebaran Penyakit
Penyakit akar gada (clubroot) yang disebabkan oleh P. brassicae menyebar hampir di
seluruh pertanaman cruciferae yang ada di dunia (Karling 1968). Di Indonesia penyakit ini
telah tersebar di Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan terutama di Jawa Barat (Djatnika 1984).
Akar-akar yang busuk dari tanaman sakit sebelumnya mengandung sejumlah besar spora
rehat P. brassicae yang merupakan sumber inokulum satu-satunya untuk penyakit akar gada
(Orihara dan Yamamoto 1998). Apabila akar-akar yang sakit hancur di lahan, maka spora-
spora terlepas masuk ke dalam tanah dan bertahan hidup dalam waktu yang lama (Karling
1968; Voorrips 1995).
Kemampuan bergerak bentuk amoeba dan zoospora patogen merupakan faktor
penting dalam penyebaran penyakit, walaupun jarang berpindah lebih dari 5 inci secara
horizontal selama satu musim (Chupp dalam Karling 1968). Spora-spora yang berkecambah
dan menginfeksi akar-akar muda dari cruciferae kemudian tersebar melalui akar-akar yang
sakit pada saat pemindahan tanaman tersebut ke lapangan (Walker 1975).
Penyakit akar gada dapat terpencar di alam melalui berbagai cara atau perantara,
misalnya transportasi tanah yang terinfestasi P. brassicae melalui perlengkapan usahatani,
sepatu pekerja, kuda dan kaki-kaki ternak merupakan penyebaran penyakit yang efektif
(Karling 1968); melalui butiran tanah yang terbawa hasil panen (Walker 1975); melalui air
permukaan (Stakman dan Harrar 1957); penyebaran penyakit melalui angin juga efektif
walaupun tidak universal (Chupp dalam Karling 1968); melalui pupuk kotoran hewan
(Karling 1968; Suryaningsih 198 1). Patogen juga dapat ditularkan oleh biji melalui
kontaminasi permukaan dengan tanah yang terinfeksi. Selain itu sejumlah tanaman cruciferae
liar dan beberapa tanaman inang lain yang rentan terhadap penyakit akar gada dapat menjadi
tempat bertahan hidup patogen pada saat tanaman budidaya tidak ada (Karling 1968).

Faktor Lingkungan yang Mendukung


Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5.7, menurun dengan
tajam pada pH tanah antara 5.7 dan 6.2 dan gaga1 berkembang pada pH tanah 7.8 (Chupp
dalam Stakrnan dan Harrar 1957). Menurut Karling (1968) perkecambahan spora P.
brassicae terjadi pada pH 5.4 – 7.5 dan tidak berkecambah pada pH 8, tetapi pH tanah yang
rendah tidak menjamin terjadinya infeksi untuk semua keadaan (Mattusch 1977).
Kisaran temperatur optimum bagi perkembangan P. brassicae adalah 17.8 - 25 OC
dengan temperatur minimum dan maksimum 12.2 OC dan 27.2 OC (Agrios 1997; Walker
1957; Channan dan Maude 1971). Menurut Chupp dalam Stakman dan Harrar (1 957), spora-
spora P. brassicae berkecambah pada temperatur kamar dalam media agar yang mengandung
bibit kubis yang muda, tetapi spora-spora tersebut tidak berkecambah atau berkecambah
sangat buruk pada kondisi yang sama tanpa bibit kubis.
Kelembaban optimum selama 18 - 24 jam memungkinkan perkecambahan dan
penetrasi patogen ke dalam jaringan inang (Wellman dalam Stakman dan Harrar 1957),
kemudian infeksi hanya terjadi jika kelembaban tanah di atas 45% (Monteith dalam Stakman
dan Harrar 1957) dan kelembaban tanah 50% atau lebih menyebabkan perkembangan
penyakit bertambah cepat, sedangkan kelembaban tanah 45% dapat menghambat infeksi
(Mattusch 1977).
Tanaman inang yang berada pada lingkungan yang intensitas cahayanya rendah lebih
tahan terhadap serangan P. brassicae dibanding dengan tanaman inang yang berada pada
lingkungan yang intensitas cbhayanya tinggi (Garret 1970 dalaln Djatnika 1989).
Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inangnya. Suspensi yang
mengandung paling sedikit l06 – l08 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan
infeksi (Mattusch 1977), sedangkan berdasarkan penelitian Djatnika (1989) l04 sel spora
masih mampu menginfeksi tanaman. Disamping itu kondisi inang turut mempengaruhi
perkembangan P. brassicae, seperti kisaran inang, inang yang rentan, dan morfologi dari
sistem perakaran (Mattusch 1977), serta peranan mikrob yang lain seperti cendawan,
bakteri, virus dan nematoda. Mikrob tersebut dapat bersifat antagonistik, sinergistik atau
tidak mempengaruhi aktivitas patogen.

2.4. Tipe Gejala Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae)
Penyakit Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae) termasuk kedalam tipe
gejala Hiperplastik (adanya pertumbuhan yang luar biasa, overdevelopment, dari organ
tanaman tersebut). Karena terdapat perubahan pada organ tanaman kubis yaitu terjadi
pembengkakan pada akar tanaman kubis dengan bentuk menyerupai gada yang disebabkan
oleh jamur Plasmodiophora brassicae Wor.
2.5. Fungsi Fisiologis Tanaman Kubis yang Terganggu
Pembengkakan pada jaringan akar dapat menganggu fungsi akar, seperti translokasi
zat hara dan air dari dalam tanah ke daun. Hal tersebut menyebabkan tanaman menjadi layu,
kerdil, kering, dan akhirnya mati.
DAFTAR PUSTAKA

IPB (Institut Pertanian Bogor). 2002. Penyakit Akar Gada. Tersedia di:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/6346/Bab%20II_2002cic.pdf?
sequence=9 [Diakses pada tanggal 04 April 2017]

Hebat, Petani. 2013. Akar Gada pada Kubis (Plasmodiophora brassicae). Tersedia di:
http://www.petanihebat.com/2013/05/akar-gada-pada-kubis-plasmodiophoro.html [Diakses
pada tanggal 04 April 2017]

Anda mungkin juga menyukai