Anda di halaman 1dari 16

PERANAN KELIMPAHAN MIKROBA TANAH DALAM SISTEM BUDIDAYA

INTENSIFIKASI PADI AEROB TERKENDALI BERBASIS ORGANIK (IPAT-BO)


UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS PADI DI
INDONESIA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Teknologi Produksi
Tanaman (ETPT)

Kelompok 3 :

Sabiah Dhiningtyas Utami 150510160034

Aiman Rasyid 150510160077

Rizka Amalia Hutami 150510160235

Kelas H

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Peranan Kelimpahan Mikroba Tanah dalam Sistem Budidaya Intensifikasi Padi Aerob
Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) untuk Peningkatan Pertumbuhan dan Produktivitas
Padi di Indonesia.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Mira Ariyanti SP.,MP. selaku dosen
pengampu mata kuliah Evaluasi Teknologi Produksi Tanaman (ETPT) dan semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritikdari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semakin menurunya produktivitas lahan sawah di Indonesia menindikasikan telah
menjadi penurunan kesehatan tanah (Soil Health) yang signifikan. Hasil evaluasi pada
kesehatan tanah dengan menggunakan indikator kandungan bahan C-organik < 2% pH
masam, erosi tinggi, keanekaragaman hayati terganggu dan lain-lainnya, ternyata ekosistem
tanah sawah di Indonesia termasuk sakit berat. Di delapan provinsi di Indonesia dari 1548
contoh lahan sawah, persentasi nilai C-organik berdasarkan kriteria : (<1%), (1-1,5%), (1,5-
2%) dan (>2%), adalah berturut-turut 18%, 28%, 20%, dan 34%, sehngga sejumlah 63%
berada dalam kondisi sakit (Kasno, et al. 2003). Hal ini dapat disebabkan oleh pemupukan
yang hanya menekankan pada pemakaian pupuk anorganik NPK secara terus menerus tanpa
diimbangi pupuk lainnya dan pupuk organik.
Upaya mengembalikan (revitalisasi) kesehatan tanah dan mempertahankan keberlanjutan
ekosistem pertanian dapat dilakukan dengan system pertanian ramah lingkungan ( sustainable
agriculture) yang berprinsip menjaga keselarasan komponen ekosistem (manusia, hewan,
tanaman dan sumber daya alam) secara berkesinambungan dan lestari ( Bunning and Jimenes
2003).
Metode IPAT – BO (Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Orrganik) adalah
salah satu teknik budidaya padi sawah yang sudah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia
sejak 2007, menggunakan sistem pakar (expert system) di lahan peani dan mempunyai ciri
pertanian ekologis yang menitikberatkan terhadap kekuatan kelimpahan mikrobiologis tanah
(biodiversity of soil organism) yang berperan sebagai pabrik pupuk alami dalam ekosistem
tanah. Managemen tanaman, pemupukan hayati, bostimulan (growth booster) dan pupuk
anorganik yang dipaduserasikan dengan tata kelola air telah memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman untuk meningkatkan produksi padi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan IPAT-BO?
2. Bagaimana teknis pelaksanaan IPAT-BO?
3. Bagaimana pengaruh sistem budidaya IPAT-BO terhadap kelimpahan mikroba tanah?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang IPAT-BO.
2. Mengetahui teknis pelaksanaan IPAT-BO.
3. Mengetahui pengaruh sistem budidaya IPAT-BO terhadap kelimpahan mikroba tanah.
BAB II
ISI

2.1. Metode Penelitian


Percobaan demplot IPAT-BO dilakukan tahun 2008 sampai 2009 di beberapa daerah
di provinsi di Indonesia, menggunakan berbagai kultivar padi dan luasan lahan yang berbeda
dengan memanfaatkan keragaman mikroba tanah in-situ dan eks-situ (kompos/mikroba hayati
+ agen hayati + biostimulan). Data primer dihasilkan dari demplot dianalisis dengan analisis
deskriptif terhadap produksi padi gabah kering panen (GKP), data sekunder diamati terhadap
mikroorganisme dari lahan sawah yang memakai model IPAT-BO dan konvensional.

Gambar 1 – 2. Lahan Padi Sistem Budidaya IPAT-BO.

Tahapan teksik budidaya IPAT-BO adalah :


a. Pengolahan dan Penataan Lahan
Pengelolaan tanah dilakukan dengan membajak atau ditraktor. Setelah pengolahan
dan perataan dilakukan pembuatan saluran (lebar dan dalam 30cm) setiap 3 – 4 m.
Penataan lahan sangat penting untuk memudahkan pengaturan air irigasi. Tinggi
permukaan air dalam saluran yang ideal adalah sekitar 10 – 20 cm di bawah permukaan
tanah.
b. Seleksi Benih Bermutu
Metode yang murah dalam selleksi benih yaitu dengan memasukkan benih kedalam
larutan garam. Langkah – langkah pemilihan benih sebagai berikut :
1) Memasukkan air yang bersih sekitar 2 – 10 L ke dalam ember plastik atau wadah.
2) Konsentrasi air garam dapat di uji dengan melihat mengambangnya telor ayam atau
itik di dalam larutan garam.
3) Masukkan benih ke dalam larutan bergaram diatas. Benih yang mengambang ke
permukaan air dipisahkan.
4) Ambil benih yang tenggelam dan dicuci dengan air bersih.
5) Benih dikering anginkan dalam wadah yang dilapisi dengan kertas tissue, koran atau
daun pisang.
c. Persemaian Benih
Persemaian benih dilakukan pada lahan di lapangan dengan sistem bedengan
beralas plastik (dapog nursery) lahan/bedengan persemaian di lapangan di beri pembatas
bambu atau kayu agar memudahkan transplanting. Untuk mencegah hama penggerek di
awal persemaian diselubungi dengan jaring untuk mencegah kupu-kupu bertelur pada
bibit tanaman. Persemaian benih dilakukan hingga 7 – 14 HSS.
d. Pemupukan
1) Pupuk Organik
Sebelum persemaian diberi 500g kompos + 50 g pupuk bio per m3, sebelum
tanam diberi kompos jerami/pupuk kandang, 300-500 kg/ha dan pupuk biostimulan:
untuk daun pada umur 15,25,35 HST dan untuk bunga pada umur 45,55, dan 65 HST
dengan dosis sesuai anjuran.
2) Pupuk Anorganik
N,P,K diberikan 1-2 hari sebelum tanam, pupuk susulan diberikan setelah
melihat bagan warna daun saat umur (21-28 HST), (35-42 HST), (48-50 HST)
dengan dosis sesuai anjuran.
e. Pindah Tanam (Transplanting)
Bibit tanaman padi (semai) ditanam pada umur 7 – 15 hari (15 hari maksimal),
sebaiknya ditanam 12 hari dengan jumlah satu semai/lubang tanam dengan sistem kembar
atau twin seed (IPAT-TS). Pola tanam dapat dilakukan dengan sistem tegel atau sistem
legowo (IPAT-LG). Semakin lebar jarak tanam semakin meningkatkan jumlah anakan
produktif, karena persaingan oxygen, energi matahari dan nutrisi semakin berkurang.
Gambar 3. Pola tanam padi sistem tegel/legowo (IPAT-LG).

Gambar 4. Petak jajar legowo 2:1 (kiri) dan jajar legowo 4:1 (kanan).

f. Pengaturan Jarak Tanam


Pola bujur sangkar (30 x 30, 35 x 35, 40 x 40, 50 x 50 cm).
g. Teknik Pemberian Air
1) Sejak tanam hingga masa pertumbuhan tanaman, lahan macak-macak.
2) lahan dalam kondisi macak-acak, hingga fase pemasakan.
3) 15 hari menjelang panen pemberian air diberhentikan dan dibiarkan mengering
secara alami.
h. Pengendalian Gulma
Penyiangan gulma sekitar 2-3 kali secara manual atau dengan menggunakan alat
sederhana (caplak) atau rotary weeder. Untuk memperlambat pertumbuhan gulma pada
awal pertumbuhan dapat dilakukan dengan memberikan herbisida pratumbuh sebelum
tanam. Untuk mempermudah penyiangan lakukan terlebih dahulu penggenangan sawah
dengan air irigasi hingga 1 -2 cm. Penyiangan sangat penting karena pada awal
penanaman pertumbuhan gulma relatif cepat, biasanya penyiangan dilakukan 10 HST,
20HST, dan 35 HST bila tidak menggunakan herbisida pratumbuh.

Teknik Konvensional adalah metode budidaya yang dilakukan model petani setempat,
umur benih 21 – 30 HSS, lahan tergenang terus, tanpa pupuk organik dan biostimulan,
pemupukan anorganik tanpamelihat bagan warna daun (BWD), jarak tanam pola bujur
sangkar (25 x 25 cm), 1 lubang berisi 3 – 6 benih.

2.2. Hasil dan Pembahasan


Hasil padi dan jumlah populasi mikroba pada budidaya sistem IPAT-BO di sawah.

Tabel 1. Hasil Padi Metode IPAT-BO dan Konvensional di Beberapa Provinsi di Indonesia,
tahun 2008 – 2009.
Hasil Gabah Kering Panen
Luas Lokasi Waktu (GKP) t/ha
Konvensional IPAT-BO
Jawa Barat dan Banten (100 – 500 ha) 2008 4–7 8 – 10
Bandung, Garut, Bogor, Subang, dan
2009 4–7 8 – 11
Sumedang.
Jawa Tengah (300 – 500 ha) 2008 4–6 6 – 10
Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Karang
2009 4–6 8 – 9,5
Anyar, Purworejo, Magelang, Semarang
Sumatera Utara (2 ha)
2008 3–7 5 – 10
Sergei, Tebing Tinggi, Tapanuli
Sulawesi Selatan (336 ha) 2008 3–6 6 – 10
Gowa, Luwu, Rawang Loe, Bili-Bili 2009 3–6 9,3 – 10,2
Sulawesi Utara (2,4 ha) 2008 3–6 6 – 10
Minahasa Selatan dan Utara 2009 3–6 8 – 12
NTT 2008 2–6 6 – 10
Kupang, Ende, Bajawa, Nagiku, Rote 2009 2–6 7 – 10
Simarmata (2008, 2009)
Demplot IPAT-BP terhadap hasil dan kelimpahan mikroba tertera pada Tabel 2, hasil
padi meningkat beragam, bergantung tingkat kesuburan tanah, iklim, dan kultivar padi yang
ditanam. Secara umum terjadi peningkatan 50 – 200%.

Tabel 2. Jumlah Populasi Mikroba Lahan Sawah Model IPAT-BO dan Konvensional
(CFU/gr tanah).
Jenis Mikroorganisme dan CFU/gr tanah
Model
1 2 3 4 5 6 7
Lokasi
1010 102 105 105 106 106 106
I CPI1 200 70 78 110 64 * *
II SBG 145 144 97 97 69 98 *
I CPI2 * * * * 116 * 24
II JTG * * * * 69 * 109
II BKS * * * * 65 * 3

RK 8 9
(media) 107 103
T 51 5
T+J 48 7
T+KA 31 9
T+KB 54 7
Keterangan :
(*) : tidak diamati
I : Model IPAT-BO 8 : Bakteri Pelarut Fosfat
II : Model Konvensional 9 : Jamur Pelarut Fosfat
1 : Bakteri RK : Rumah Kaca
2 : Fungi T : Tanah
3 : Azotobacter sp. J : Jerami
4 : Actinomycetes KA : Kompos Jerami + decomposer
5 : Bakteri Pelarut Fosfat formula A
6 : Azospirillum sp. KB : Kompos Jerami + decomposer
7 : Jamur Pelarut Fosfat formula B
Pada prinsipnya, teknik budidaya IPAT-BO bertumpu pada 4 pilar, yaitu: (1) Perubahan
ekosistem lahan sawah dari tergenang (anaerob) menjadi tidak tergenang (aerob) sehingga
merangsang pertumbuhan akar dan berfungsinya proses biologis tanah; (2) Pemanfaatan
jerami/kompos jerami sebagai sumber pupuk organik utama untuk meningkatkan kesehatan
tanah (soil health) dan unsur hara; (3) Pemanfaatan kekuatan biologis tanah (soil biological
power) dan pabrik pupuk alami untuk mengoptimalkan pertumbuhan maupun perkembangan
perakaran tanaman, kelimpahan organisme tanah (soil biodiversity) yang berperan dalam
meningkatkan kesehatan tanah dan ketersediaan hara; (4) Rancang bangun manajemen
penyiapan tanaman, pengolahan lahan, pemupukan, pengairan, dan manajemen pemeliharaan
tanaman atas target produksi (Simarmata, 2008).
IPAT-BO merupakan sistem produksi yang terpadu (holistic) dan terencana (by design)
dengan menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah (soil biological power),
manajemen tanaman, pemupukan, dan tata kelola air. Pemberian air dikendalikan dalam
keadaan tidak tergenang (aeorob) untuk mengaktifkan dan meningkatkan kelimpahan
(biodiversitas) organisme tanah in-situ dan ex-situ. Untuk mengurangi pemakaian pupuk
anorganik dimanfaatkan kompos jerami beragen hayati, yang berguna untuk mengaktifkan
kekuatan biologis tanah (beneficial soil organisms).
Pengomposan jerami merupakan proses penguraian aerobik termofilik dari bahan
organik yang menjadi produk akhir yang stabil menyerupai humus (dibantu oleh
mikroorganisme). Peran kompos adalah memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.
Kompos jerami mengandung C-Organik 35.11%, C/N ratio 18.88, N 1.86%, P2O5 0.21%,
K2O 5.35%, kadar air 55% sehingga penambahan kompos ke lahan sawah dapat mengurangi
pemakaian pupuk anorganik (Isroi, 2009).
Pada sawah anaerob, terdapat organisme berklorofil/photosynthetic producer (bakteri,
algae, dan gulma air). Bakteri autotrof yang umumnya bersifat aerobik menggunakan O2
sebagai penerima elektron dan CO2 sebagai sumber karbon (Harjowigendo, 2001). Bahan
organik/kompos adalah sumber energi utama mikroorganisme, bahan aktivitas mikroba,
mendorong pembiakan mikroba, melepas unsur hara, menambah unsur hara tanah, dapat
berperan menghancurkan, mendaur ulang, memfiksasi N2 secara hayati, penyedia P dan K,
merangsang pertumbhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara (Nelson,
2004).
Rhizobacter/Azotobacter dapat mengfiksasi nitrogen menjadi ammonium yanyg tersedia
bagi tanaman dan memproduksi fitohormon,dapat dijadikan indikator suatu produksi yang
mengutamakan kesehatan tanah (Regina dan T. Simarmata, 2004).
Populasi protozoa dan algae dipengaruhi oleh waktu penggenangan sawah. Lahan sawah
macak-macak (genangan 0 cm) dapat meningkatkan biomassa Azolla sp. Pada sawah di lahan
gambut sebagai penambah unsur nitrogen mikrobiologis (Sudadi, 2007).
Interaksi pemberian bahan organik kotoran sapi berpengaruh positif terhadap berat biji
perumpun, berat vegetatif pada kondisi aerob,
Kelimpahan dan keragaman mikroorganisme tanah meningkat dengan pengelolaan tata
air secara aerob sesuai teknik IPAT-BO, yaitu anaerob atau macak-macak. Pemberian bahan
organik kompos atau pupuk kandang, pupuk hayati, agen hayati, dan biostimulan dapat
merubah fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, mengaktifkan dan menambah kekuatan
biologis tanah sebagai penyedia unsur hara, pendaur ulang, chelating agent, dan biokontrol
patogen. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman, dan
meningkatkan padi di Indonesia. IPAT-BO dapat digunakan sebagai input dalam upaya
merevitalisasi lahan sawah yang mengutamakan kesehatan tanah, karena efisien dalam bibit,
pupuk anorganik, dan tata kelola air, sehingga dapat berperan mengkonversi air irigasi
(Turmuktini, T. Dan T. Simarmata, 2010).
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Hasil implementasi sistem budidaya IPAT-BP terbukti mampu meningkatkan
kelimpahan mikroba tanah dengan signifikan, meningkatkan pertumbuhan tanaman (volume
akar, jumlah anak per rumpun, jumlah anakan produktif, dapat dikarenakan oleh pola tanam
yang digunakan pada sistem budidaya IPAT-BO yang membuat ruang antar tanaman semakin
luas) dan komponen hasil (jumlah bulir per malai dan bobot gabah per ha, dapat dikarenakan
semakin banyaknya unsur hara yang didapatkan oleh tanaman dari hasil fiksasi beberapa
unsur hara oleh beberapa mikroorganisme yang ada di dalam tanah) sehingga memberikan
hasil padi (GKP) di setiap daerah di Indonesia berkisar 6 – 10 t/ha.
Teknologi IPAT-BO ini diharapkan dapat menjadi input andalan revitalisasi yang
mengutamakan kesehatan tanah untuk peningkatan pertumbuhan dan produktivitas padi di
Indonesia.

3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Turmuktini, Tien dan Tualar Simarmata. 2010. “Peranan Kelimpahan Mikroba Tanah dalam
Sistem Budidaya Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT- BO)
untuk Peningkatan Pertumbuhan dan Produktivitas Padi di Indonesia”. Jurnal Prosiding.
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Simarmata, Tualar dan Yuyun Yuwariah. 2007. “Teknologi Intensifikasi Padi Aerob
Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) untuk Meningkatkan Produksi Padi,
Mengurangi Penggunaan Pupuk Anorganik dan Membangung Kedaulatan Pangan di
Indonesia”. Jurnal Prosiding. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai