Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Brokoli (Brassica oleracea var. italica)

Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica) merupakan salah satu tanaman

budidaya sayuran yang masuk kedalam familia Brassicaceae. Massa bunga yang

berwarna hijau dari tanaman ini merupakan bagian yang dikonsumsi. Menurut

Wasonowati (2009) brokoli mengandung vitamin A, B, C kompleks, asam

askorbit, thiamin, riboflavin, kalsium, zat besi, mineral, zat antikanker

sulforaphane. Banyaknya nutrisi yang terkadung pada brokoli menyebabkan

brokoli banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Brokoli memiliki kandungan karotin,

vitamin C dan kalsium yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kubis bunga

(Siemonsma et al., 1994). Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 g brokoli

segar menurut Siemonsma et al. (1994) ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam 100 Gram Brokoli Segar


(Siemonsma et al., 1994)

No. Gizi yang Terkandung Jumlah


1 Air 88 g
2 Protein 4g
3 Lemak 0,3 g
4 Karbohidrat 6g
5 Serat 1,5 g
6 Kalsium 150 mg
7 Kalium 325 mg
8 Karoten 800 mg
9 Vitamin 100 mg

6
7

Menurut Pasaribu (2007) klasifikasi ilmiah tanaman brokoli adalah sebagai

berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Capparales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea var. italica

Tanaman brokoli merupakan tanaman yang tergolong perdu dengan sistem

perakaran yang dapat mencapai kedalaman 60-70 cm, sehingga tanaman ini

tumbuh dengan baik dan subur bila ditanam pada tanah berpori dan gembur.

Brokoli memiliki batang yang berukuran pendek, bentuk bulat, berwarna hijau,

tebal dan lunak. Pertulangan daun yang sejajar dan daun yang berbentuk bulat

telur tersusun berseling pada batang merupakan ciri dari daun pada tanaman

brokoli. Massa bunga (krop) merupakan kumpulan dari ratusan bunga-bunga kecil

yang bersatu membentuk rumpun yang rapat dan kompak. Kultivar yang berbeda-

beda pada brokoli menyebabkan warna bunga yang bervariasi pada tanaman ini

(Raleni, 2013).

Menurut Rukmana (1994) massa bunga (krop) brokoli sekitar 0,6-0,8 kg

dengan diameter antara 15-20 cm. Pada setiap bunga, terdapat putik dan benang

sari. Benang sari terdiri dari 2 lingkaran, 4 buah benang sari panjang yang
8

membentuk lingkaran dalam dan 2 buah benang sari pendek yang membentuk

lingkaran luar. Putiknya terletak di tengah-tengah lingkaran. Selain itu, bunganya

tersusun dari 4 helai daun kelopak yang berwarna hijau, 4 helai daun mahkota

yang berwarna kuning, dan 2 daun yang akan membentuk polong.

Buah pada tanaman brokoli berbentuk polong dengan ukuran 3-5 cm dan

mengandung 10-30 benih pada setiap polongnya. Di dalam buah tanaman brokoli

terdapat biji yang berfungsi sebagai perbanyakan tanaman brokoli. Biji tanaman

brokoli memiliki bentuk bulat kecil dan berwarna cokelat kehitaman (Raleni,

2013).

Selama masa pertumbuhannya, tanaman brokoli membutuhkan banyak

nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan adalah pupuk yang mengandung unsur N, P, K.

Apabila selama pertumbuhan tanaman brokoli mengalami kekurangan unsur N,

maka akan terjadi penundaan pematangan massa bunga (krop), kehilangan hasil,

dan menurunnya kualitas dari tanaman brokoli (Wasonowati, 2009). Morfologi

tanaman brokoli ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Brokoli (Dokumentasi Pribadi)


9

2.2 Penyakit Tanaman Brokoli (Brassica oleracea var. italica)

Beberapa penyakit yang menyerang tanaman brokoli menurut Rukmana

(1994) antara lain :

1. Busuk Hitam

Busuk hitam disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris Dows.

yang menyebar melalui Seed borne (Bradbury, 1986). Bakteri ini dapat

menyerang kelompok tanaman kubis pada semua tingkat pertumbuhan

dan perkembangan (Semangun, 2004). Pada waktu persemaian tanaman

brokoli, patogen ini mengakibatkan semai rebah (damping off), karena

infeksi awalnya terjadi pada kotiledon dan kemudian menjalar ke seluruh

bagian tanaman (Wolf, 2005). Penyakit ini ditandai oleh munculnya

bercak cokelat kehitam-hitaman pada daun, batang, dan tangkai bunga.

Gejala khas pada daun adalah tampaknya warna kuning kecoklat-

coklatan dan kemudian mengering (Sastrosiswojo et al., 2005). Batang

atau massa bunga yang terserang umumnya menjadi busuk dan berwarna

hitam atau coklat sehingga kurang layak untuk dipanen.

2. Busuk Lunak

Penyakit busuk lunak disebabkan oleh bakteri Erwinia carotova (Schaad,

et al., 2001). Infeksi tanaman ini dapat terjadi melalui luka pada pangkal

bunga yang hampir siap panen. Gejala serangan penyakit busuk ditandai

dengan busuknya batang atau pangkal bunga dan munculnya bau yang

khas (Rukmana, 1994).


10

3. Akar Bengkak

Penyakit akar bengkak atau yang lebih dikenal dengan akar gada

disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora brassicae (Strelkov et al.,

2011). Brokoli yang terinfeksi akan menunjukkan gejala layu daun

seperti kekurangan air terutama pada cuaca panas atau siang hari yang

terik (Cheah et al., 2000). Pada malam atau pagi hari, daun akan terlihat

segar kembali. Lambat laun pertumbuhannya menjadi terhambat dan

akhirnya kerdil dan tidak mampu membentuk bunga atau mati. Gejala

serangan penyakit ini ditandai oleh bercak-bercak berwarna cokelat muda

atau cokelat tua bergaris konsentris pada daun. Penyakit ini dapat

menyerang bagian akar dan pangkal batang. Tanaman yang terinfeksi

akan menunjukkan gejala pembengkakan atau perbesaran pada akarnya,

sehingga cenderung tampak menyatu (Hendriyani et al., 2012).

4. Semai Roboh

Penyakit semai roboh disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia sp. dan

Phytium sp. (Habazar et al., 2006). Gejala serangan penyakit ini seperti

yang dilaporkan oleh Triwiratno (2014) adalah terjadinya bercak-bercak

kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil. Pangkal tanaman yang

terserang menjadi busuk sehingga mengakibatkan batang rebah.

2.3 Bakteri Xanthomonas sp.

Xanthomonas sp. merupakan salah satu bakteri penyebab penyakit busuk

hitam pada tanaman Brassicas (Wolf, 2005). Gejala penyakit yang ditimbulkan

bakteri ini pada tanaman kubis antara lain, daun tanaman berbentuk huruf “V”
11

yang diikuti oleh nekrosis (Alvarez et al., 2000). Sementara itu, bagian jaringan

pembuluh akar menjadi hitam (Radunovic et al., 2012). Setelah menginfeksi

ujung hidatoda daun, bakteri ini akan bergerak menuju ruang interselular dari

jaringan parenkim menuju pembuluh xilem, lalu menuju batang dan akhirnya

menginfeksi akar (Schaad et al., 1993). Xanthomonas merupakan kelompok

bakteri gram negatif, memproduksi polisakarida ekstra selular yang disebut

xanthan gum, dan koloninya berwarna kuning karena adanya pigmen

xanthomonadine (Nitsche et al., 2000).

Xanthomonas campestris pv. campestris NCPPB1144 menunjukkan hasil

negatif pada uji oksidase, positif pada aktivitas katalase, positif pada uji

fermentasi glukosa, hidrolisis pati, gelatin, esculin dan Tween 80 (Popovic, 2013).

Medium dengan 0,1 % dan 0,02 % TTC mampu menghambat pertumbuhan

bakteri ini. Semua isolat tersebut menghasilkan indol dan hidrogen sulfida dan

tumbuh pada suhu 35°C (Radunovic et al, 2012). Bakteri ini memiliki daya

patogenitas yang tinggi dalam menghambat pertumbuhan tanaman inangnya

(Weber et al., 2005).

2.4 Rizosfer Perakaran Tanaman

Rizosfer merupakan daerah yang baik bagi pertumbuhan dan

berkembangnya mikroba tanah (Rahni, 2012). Pertumbuhan setiap jenis tanaman

sangat dipengaruhi oleh jenis organisme (yang ada disekitar sistem perakarannya)

dan karakteristik tanahnya yang ditumbuhi oleh tanaman tersebut (Darmawijaya,

1990). Keberadaan eksudat akar akan mempengaruhi pertumbuhan dan interaksi

mikroba tanah dengan tanaman atau dengan partikel tanah yang ada disekitarnya.
12

Nutrisi atau eksudat ini sangat diperlukan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan

perbanyakannya di dalam tanah, termasuk dalam proses mengkolonisasi akar

tanaman (Sukmadi, 2013). Eksudat (getah) yang keluar dari akar tanaman dapat

berupa gula (Luternberg et al., 1999 ; Widyati, 2012), asam amino (Sorensen et

al., 1997), hormon pertumbuhan (Waksman, 1952 ; Sukmadi, 2013), vitamin

(Feronika, 2003), dan asam organik (Marschner, 1997). Umumnya, kerapatan

mikroba akan semakin meningkat pada tempat-tempat yang letaknya dekat dengan

sistem perakaran tanaman (Novandini, 2007).

2.5 Mekanisme Biokontrol

Biokontrol merupakan mekanisme menekan pertumbuhan patogen pada

tanaman dengan menggunakan antagonisnya (Pal et al., 2006). Setiap agen

biokontrol berbeda-beda mekanismenya dalam mengontrol pertumbuhan patogen.

Berikut ini dielaborasi beberapa mekanisme umum yang dapat terjadi dalam

proses kontrol antagonis terhadap patogen tanaman.

1. Antibiosis

Antibiosis merupakan mekanisme yang digunakan oleh mikroba antagonis

dalam menghambat pertumbuhan patogen dengan cara mengeluarkan

antibiotika atau senyawa beracun yang dihasilkannya (Alabouvette et al.,

2006). Menurut Soesanto (2008) beberapa mikroorganisme seperti

Pseudomonas spp., Bacillus spp., Trichoderma spp., merupakan

mikroorganisme yang menggunakan mekanisme ini dalam menghambat

patogen. Bacillus subtilis BBG 100 dilaporkan menghasilkan antibiotika

mycosubtilin yang dapat menghambat pertumbuhan Pythium


13

aphanidermatum penyebab penyakit semai roboh pada tanaman pepaya

(Leclere et al, 2005). Selain itu Reddy et al. (2009) melaporkan bahwa

Pseudomonas flourescens menghasilkan antibiotika 2,4-diacetyl-

phloroglucinol yang dapat menghambat Magnaporthe grisea dan

Rhizoctonia solani berturut-turut menyebabkan penyakit blas dan hawar

pelepah pada tanaman padi.

2. Parasitisme

Parasitisme merupakan mekanisme memparasitasi suatu mikroorganisme

terhadap mikroorganisme lain yang hidup secara berdampingan (Agrios,

2005). Salah satu contoh mekanisme ini adalah biokontrol Pyricularia

grisea yang menyebabkan penyakit blas leher pada tanaman padi oleh

Trichoderma harzianum yang hidup pada tanaman padi (Meiniwati et al.,

2014).

3. Kompetisi

Kompetisi merupakan mekanisme persaingan antara dua atau lebih

mikroorganisme yang hidup pada sumber nutrisi sama yang jumlahnya

terbatas (Baker et al., 1983 ; Soesanto, 2008). Siderofor merupakan salah

satu contoh mekanisme ini (Nawangsih, 2007). Siderofor merupakan

senyawa yang disekresikan oleh mikroorganisme sebagai respon

kurangnya ketersediaan ion besi di dalam tanah pengikat (Fe3+) (Crowley,

2001) dan menginduksi ketahanan tanaman (Leeman et al., 1996).

Siderofor yang dihasilkan oleh Pseudomonas flourescens dapat

menghambat pertumbuhan klamidospora dari Fusarium oxysporum (Elad

et al., 1985 ; Sneh et al., 1984).


14

4. Lytic enzyme

Enzim litik yang disekresikan oleh mikroorganisme dapat menghidrolisis

senyawa polimer termasuk kitin, protein, selulosa, hemiselulosa dan DNA

(Pal et al., 2006). Lysobacter dan Myxobacteria mampu memproduksi

enzim litik yang efektif untuk menekan atau membunuh jamur patogen

tanaman (Bull et al. 2002). Enzim kitinolisis merupakan salah satu enzim

yang menguraikan zat kitin. Spesies Trichoderma seperti Trichoderma

harzianum, Trichoderma aureoviride, Trichoderma viride mampu

menghasilkan enzim kitinolisis (Soesanto, 2008) yang dapat menyebabkan

kerusakan sel dan kematian jamur patogen (Habazar et al., 2006).

Anda mungkin juga menyukai