Romeltea
April 3, 2021282 views
Posting ini berisi pengertian komunikasi politik, pemasaran politik (political
marketing), komunikasi pemasaran politik, dan politik 2.0 sebagai strategi
baru komunikasi dan pemasaran politik di era digital.
Komunikasi pemasaran politik (political marketing communication) adalah proses atau konsep
komunikasi yang memadukan komunikasi politik (political communication) dengan komunikasi
pemasaran (marketing communication).
Teori, konsep, atau strategi dan teknik komunikasi pemasaran dalam bisnis diterapkan dalam
konteks kampanye politik untuk meraih citra positif, popularitas, elektabilitas, dan loyalitas
konstituen.
Komunikasi pemasaran politik lebih umum disebut “pemasaran politik” (political marketing)
saja. Sebagaimana dalam bisnis, pemasaran politik mencakup promosi atau periklanan –disebut
periklanan politik (political advertising) dan kampanye politik (political campaign).
Daftar Isi [Show]
Pengertian Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan-pesan politik. Komunikasi politik dalam
pengertian praktis adalah pembicaraam atau “obrolan” tentang politik.
BACA JUGA
Dalam istilah akademis (ilmiah), komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-
pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan
kebijakan pemerintah.
Efek komunikasi politik secara umum adalah timbulnya opini publik (public opinion) yang
diorientasikan pada munculnya dukungan dan partisipasi politik.
Pemasaran Politik (Political Marketing)
Pemasaran politik adalah promosi produk politik termasuk dalam bentuk periklanan politik
(political advertising).
Pemasaran politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus menerus oleh kandidat
dalam membangun kepercayaan (trust) melalui proses jangka panjang, bukan hanya pada saat
kampanye.
Menurut Lock dan Harris dalam Inco Hary Perdana (2012: 19), pemasaran politik berkaitan
dengan komunikasi dengan anggota partai, media, dan calon sumber pendanaan serta para
pemilih (political marketing is concerned with communicating with party members, media, and
prospective sources of funding as well as the electorate).
Berbagai survei menyebutkan citra parpol dan figur kandidat menjadi penentu popularitas dan
elektabilitas dalam pemilihan umum –pemilihan presiden, kepala daerah, dan anggota parlemen
(legislatif).
Hubungan konsumen penting bagi perusahaan untuk memiliki hubungan jangka panjang,
mendapatkan umpan balik, menyebarkan kata-kata positif dari mulut ke mulut, meningkatkan
loyalitas merek, dan memiliki citra merek (brand) yang positif.
Adman Nursal (dalam Inco 2012) menyebutkan tiga strategi kampanye atau pemasaran politik,
yaitu pemasaran produk politik secara langsung kepada calon pemilih (push political
marketing ), pemasaran produk politik melalui media massa (pull political marketing), dan
melalui kelompok, tokoh, atau organisasi yang berpengaruh (pass political marketing).
1. Pemasaran Langsung
Pemasaran produk politik secara langsung ke calon pemilih. Strategi ini lebih berfokus pada isu-
isu yang penting bagi para electorate dan bukan hanya menjual kandidat atau partai sebagai
sebuah komunitas.
Pesan komunikasi pada strategi ini bisa disampaikan secara langsung oleh kandidat atau partai,
tapi bisa juga melalui relawan yang datang membagikan brosur, flyer, stiker, dan sebagainya.
Relawan inilah yang bertugas untuk mengumpulkan data yang berupa persepsi electorate,
mengukur pengaruh pesan dan mencatat perubahan dalam sikap dan perilaku electorate.
Strategi ini paling banyak digunakan oleh partai dan kandidat. Penyampaian pesan strategi ini
dilakukan melalui media massa baik elektronik, cetak, luar ruang, mobile, dan internet.
Strategi ini mempunyai kelebihan dapat membombardir pesan kepada khalayak, namun kurang
dapat terukur efektivitasnya.
Karena membutuhkan biaya yang sangat besar, strategi ini biasanya dilakukan oleh partai atau
kandidat kaya atau mempunyai dana kampanye yang banyak.
Secara umum, media dalam komunikasi pemasaran politik terbagi atas enam kelompok.
1. Media lini atas (above the line): media konvensional surat kabar (koran), majalah, radio,
dan TV.
2. Media lini bawah (below the line): poster, spanduk, leaflet, sticker.
3. Kegiatan khusus (special event): kegiatan-kegiatan yang dirancang khusus untuk tujuan
politik, seperti peringatan HUT parpol, acara peluncuran buku yang ditulis seorang tokoh
politik, kegiatan konvensi parpol.
4. Media baru (new media): website dan media sosial dengan konten multimedia.
5. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication): secara langsung (dari seorang
politikus kepada politikus lainnya) dan secara tidak langsung –melalui mediator atau
penghubung.
6. Media tradisional: seni pertunjukan rakyat (falk art) seperti wayang (Jawa).
Strategi ini berupa penyampaian pesan dilakukan melalui individu, kelompok atau organisasi
yang mempunyai pengaruh (opinion leader).
Strategi ini memerlukan kehati-hatian dalam melakukannya karena jika terjadi kesalahan maka
akan berakibat fatal (pesan komunikasi tidak akan diterima ) bahkan ditolak.
Cara-cara pendekatan dan lobbying pada strategi ini perlu disesuaikan dengan tipe-tipe individu,
kelompok dan organisasinya. Tidak bisa satu “transaksi” digunakan untuk semua.
Pemanfaatan Media Online: Politik 2.0
Pemasaran politik modern menjadikan media digital atau media online salah satu alat utama
komunikasi politik.
Saat ini, menurut Philippe J. Maarek dari University Paris East, kita berada di era “Politics 2.0”
sebagai New Forms of Digital Political Marketing and Political Communication.
Berkat digitalisasi atau pemanfaatan teknologi internet, pemasaran telah menggunakan cara yang
lebih ‘intim’ untuk berhubungan dengan konsumen dengan menerapkan prosedur satu-ke-satu
(Lendrevie & Levy, 2012).
Komunikasi politik atau pemasaran politik mengalami evolusi dari penggunaan media
tradisional, direct marketing, dan kini “marketing one to one” melalui internet (website/blog dan
media sosial).
Media digital diterapkan sebagai alat komunikasi politik untuk tiga alasan utama: kecepatan
(speed), keserbagunaan (versality), dan kemudahan penggunaan (ease of use).
1. Kecepatan
Pesan politik apa pun, terlepas dari jenisnya, teksnya, statis atau klip, dapat diunggah dari mana
saja di seluruh dunia dan hampir seketika diunduh di mana saja tanpa penundaan, berkat
kapasitas yang luar biasa mesin telusur, seperti Google, Bing, atau Yahoo.
2. Keserbagunaan
Karena media digital mencakup sebagian besar bentuk sebelumnya sarana komunikasi: teks, juga
diposting di situs web atau blog seperti dalam pesan, pribadi atau publik (berkat media sosial
seperti Twitter); gambar diam, blog atau media sosial seperti Instagram; klip video berkat media
sosial seperti YouTube atau Dailymotion.
3. Kemudahan penggunaan
Media digital mengubah pola komunikasi politik secara drastis. Ketika hanya politisi dan partai
politik yang dapat bersuara di ruang publik, melalui media tradisional (rapat …) atau media
massa (surat kabar, radio dan televisi…), media digital menggantikan jenis komunikasi top-
down ini dengan komunikasi bottom-up dan horizontal terbuka untuk siapa saja yang terhubung
secara digital dengan smartphone termurah, sehingga menjadi sumber komunikasi instan.
Pemanfaatan media menjadi keniscayaan dalam komunikasi pemasaran politik. Begitu pesatnya
kemajuan media, serta penggunaannya yang amat luas dalam kancah politik, membuat McNair
(2003) menyebut politik di zaman sekarang dengan politik di era mediasi (politics in the age of
mediation).
Pemakaian media, temasuk media baru adalah untuk mencapai tujuan politik mereka dan untuk
mengatasi hambatan-hambatan komunikasi dengan target khalayak politiknya, baik secara
geografis, demografis, maupun psikografis, mengingat besar jumlahnya dan luasnya sebaran
khalayak politik itu.
Sebuah tulisan di VOA Indonesia berjudul “Milenial Sibuk di Medsos, Caleg Gemar Pasang
Baliho” merupakan “kritik” bagi politikus yang kurang memperhatikan komunikasi politik ke
kalangan milenial.*