Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SEMESTER PENDEK

Pengertian dan Contoh Pemasaran Politik


(Marketing Politik pada Caleg DPR-RI dan Calon Presiden)

Mata Kuliah : Pemasaran Politik


Dosen : Dr. Aminah Swarnawati, M. Si

Disusun Oleh :
Nama : Della Krisnasari
NIM : 2017960048

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1. Marketing Politik 3
1.1 Pengertian Marketing Politik 3
1.2 Proses Marketing Politik 3
1.3 Segmentasi, Targeting, dan Positioning Marketing PolitiK 6
1.4 Kampanye Politik 7

BAB II PEMBAHASAN 9
A. Marketing Politik Pada Caleg DPR RI dan Calon Presiden 9

BAB III KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Marketing Politik
1.1 Pengertian Marketing Politik
Marketing politik (Nursal, 2004) adalah kombinasi penerapan ilmu marketing
(pemasaran) dan penerapan ilmu politik. Sebagai subjek akademis, marketing politik
masih terkesan relatif baru. Namun, aplikasi marketing politik sebenarnya sudah ada
sejak revolusio Prancis tahun 1789 dengan mengususng slogan Liberte, Egalite, dan
Fraternite. Kemudian tahun 1930-an Franklin D. Roosevelt meluncurkan fire side
chats melalui media penyiaran.
Dalam marketing politik (Firmanzah, 2012 : 128), yang ditekankan adalah
penggunaan pendekatan marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar
lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen
dan masyarakat. Hubungan ini diartikan sangat luas dari kontak fisik dalam
kampanye sampai dengan komunikasi tidak langusng melalui pemberitaan di media
massa.
Marketing Politik sebagai subjek akademis cabang ini masih dalam tataran
embrionik, sungguh pun para ahli sudah mengutak-atik konsep ini sejak 1950-an
(Rhenald Kasali, 1977). Konsep ini baru berkembang pada 1980-an, Ketika televisi
memegang peran sangat dalam menyampaikan pesan-pesan komersial kepada pasar.
Implementasi konsep political marketing oleh Bill Clinton dalam persaingan menjadi
presiden Amerika dianggap sebagai tonggak penting sejarah political marketing
(Nyimas, 2016).

1.2 Proses Marketing Politik


Konsep marketing politik yaitu untuk melakukan perubahan – perubahan di
dalam dunia politik dengan tujuan agar mendapat mengembalikan dunia politik
kepada tujuan semula yaitu menyerap dan mengapresiasi pendapat masyarakat.
Marketing politik bukanlah konsep untuk menjual partai politik, namun sebuah
konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik atau kontestan bisa
membuat program yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Marketing

3
politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus menerus oleh kandidat
dalam membangun kepercayaan melalui proses jangka panjang (Firmanzah, 2012).
Proses marketing politik memiliki kesamaaan dengan proses marketing
komersial namun tidak serupa, ketidakserupan tersebut terdapat pada hal-hal yang
dibahas pada setiap tahap proses antara marketing komersial dan marketing politik.
Proses marketing menurut Niffenneger (1989) memiliki bauran marketing 4P. Dalam
ekonomi, bauran marketing 4P adalah sesuatu yang sudah dikenal banyak orang.
Tetapi 4P dalam marketing politik memiliki nuansa yang berbeda dari yang
diterapkan dalam dunia bisnis pada kehidupan sehari-hari (Sutrisno, 2018). Berikut
adalah 4P dalam proses marketing politik :

1. Produk/Product
Produk (product) yang ditawarkan institusi politik merupakan sesuatu yang
kompleks, dimana pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai atau seseorang
kandidat terpilih. Niffenger membagi produk politik dalam tiga kategori yaitu (dalam
Firmanzah , 2012 : 200) :
a. Platform partai;
b. Past record (catatan tentang hal-hal yang dilakukan dimasa lampau);
c. Personal characteristic (ciri pribadi). Produk utama sebuah instruksi politik
adalah platform partai yang berisikan konsep, identitas ideologi, dan program
kerja sebuah institusi. Selain itu, apa yang telah dilakukan dilakukan partai
politik di masa lalu berkontrobusi dalam pembentukan sebuah produk
politik. Akhirnya, karakteristik atau ciri seseorang pemimpin atau kandidat
memberikan citra, simbol, dan kredibilitas sebuah produk politik.

Sedangkan Butler dan Collins (dalam Firmanzah, 2012 : 201) menyatakan bahwa
ada tiga dimensi penting yang harus dipahami dari sebuah produk politik yaitu :
a. Pribadi/partai/ideologi
b. Kesetiaan
c. Bisa berubah – ubah

Seorang kanditdat, partai politik dan ideologi partai adalah identitas sebuah
intruksi politik yang ditawarkan ke pemilih. Para pemilih akan mempertimbangkan
mana yang mewakili mereka. Loyalitas pemilih adalah sesuatu yang ingin dicapai
oleh sebuah institusi politik. Kandidat perlu menjaga kepercayaan pemilih agar tetap

4
memberikan suara. Produk – produk politik inilah yang merupakan modal utama
kandidat yang harus dikembangkan dan dijaga agar masyarakat dapat memilih mereka
sebagai wakil dari suara mereka.

2. Promosi/Promotion
Sebagaian besar litelatur dalam marketing politik membahas cara sebuah
institusi politik dalam melakukan promosi (promotion) ide, platform partai dan
ideologi selama kampanye pemilu (Firmanzah, 2012 : 203).
Dalam melakukan promosi produk yang mereka punya, partai politik biasanya
menggunakan media massa. Media massa seperti televisi menjadi sarana yang paling
tepat mempromosikan produk politik karena hamper seluruh masyarakat Indonesia
saat ini telah dapat mengakses segala program dan media lainnya yaitu media sosia.
Media sosial pada masa ini sangatlah dimana hamper Sebagian orang sering
menggunakan media sosial dan dapat di akses di seluruh Indonesia karena
perkembangan teknologi yang sangat canggih.

3. Harga/Price
Harga dalam marketing politik mencakup harga ekonomis, citra psikologis, dan
citra nasional (Niffenegger, 1989). Harga ekonomis adalah banyaknya dana
kampanye yang dikeluarkan selama periode kampanye, citra psikologis mengacu pada
persepsi psikologis yang dialami pemilih, misalnya apakah pemilih merasa nyaman
dengan latar belakang dari kandidat (etnis, agama, Pendidikan, dan lain-lain) dari
seorang kandidat. Dan harga citra nasional yang dimaksud adalah mengarah pada
apakah pemilih merasa kandidat memberukan citra positif pada suatu wilayah dan
bisa menjadi kebanggan bagi mereka atau tidak.

4. Tempat/Place
Tempat atau place terkait erat dengan bagaimana pasangan calon dapat
memaksimalkan semua pemilih secara selektif. Kampanye politik pasangan calon
harus mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Pasangan calon harus dapat
mengelompokan, memetakan serta menganalisa stuktur dan karakteristik masyarakat.
Identifikasi dilakukan dengan mengamati konsentrasi penduduk di suatu wilayah,
penyebarannya dan kondisi fisik geografisnya. Pemetaannya juga dapat dilakukan
melalui demografi, dimana pemilih dikelompokan berdasarkan tingkat Pendidikan,

5
pekerjaan, usia, kelas sosial, pemahaman tentang keyakinan politik, agama, dan etnis.
Pemetaan juga perlu didasarkan pda keberpihakan pemilih, seperti jumlah pendukung
partai politik, berapa banyak pendukung kandidat lain, seberapa pemilih yang
mengambang dan juga berapa persentase golput.

1.3 Segmentasi, Targeting, dan Posiotioning Politik


1. Segmentasi Politik
Segmentasi merupakan proses pengelompokan yang menghasilkan kelompok
berisi individu – individu yang dihasilkan disebut sebagai segmen. Segmentasi
sangat diperlukan untuk Menyusun program kerja partai, terutama cara
berkomunikasi dan membangun interaksi dengan masyarakat. Tanpa segmentasi,
partai politik akan kesulitan dalam penyusunan pesan politik, program kerja,
kampanye politik, sosialisasi, dan produk politik (Firmanzah, 2012 : 183).

2. Targeting Politik
Dalam targeting, yang pertama kali dilakukan adalah membuat standar dan
acuan pengukuran masing – masing segmen politik. Standar yang digunakan
sebagai acuan yaitu menggunakan jumlah dan bersaran pemilih, jadi pemilih
mana yang penduduknya penuh dengan pemilih atau populasi yang banyak,
karena merekalah penyumbang suara terbanyak pada saat pemilihan umum. Akan
tetapi, tidak hanya wilayah dengan populasi terbanyak saja yang dijadikan
targeting oleh partai politik, targeting juga bisa dilakukan di wilayah yang
memiliki banyak tokoh penting bagi masyarakatnya, karena dengan hal itu partai
politik bisa membuka opini publik agar dapat memperoleh suara terbanyak.
Meskipun jumlah kelompok masyarakat tersebut tidak memiliki besaran yang
signifikan, pengaruh mereka dalam membentuk opini publik sangat besar.

3. Positioning Politik
Positioning dalam marketing menurut Firmanzah (2012 : 189) didefinisikan
sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar
mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi
bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang terdapat dalam
sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan dengan mudah
mengidentifikasi sekaligus membedakan produk dan jasa yang dihasilkan
perusahaan dengan produk-produk atau jasa-jasa lainnya. Semakin tinggi image

6
yang direkam dalam benak konsumen semakin mudah mereka mengikat image
produk bersangkutan. Menanamkan dan menempatkan image dalam benak
masyarakat tidak hanya terbatas pada produk dan jasa, karena prganisasi
perusahaan secara keseluruhuan juga perlu ditanamkan dalam benak konsumen.
Hal – hal seperti kredibilitas dan reputasi juga perlu ditanamkan dalam benak
konsumen.

1.4 Kampanye Politik


Peter Schoder dalam (Roni Tabroni, 2014 : 38) mengatakan bahwa “kita tidak
mungkin disukai oleh semua orang”. Kampanye politik bukanlah situasi perang,
tetapi kampanye politik merupakan suatu dimana setiap ide politik yang
dikemukakan oleh seseorang atau sebuah kelompok akan memecah masyarakat pada
saat ide itu diumumkan. Politik memang bukan perang. Tetapi efek dari situasi yang
diciptakan oleh kampanye politik bisa berubah menjadi perang kampanye politik
dijadikan sebagai arena untuk membantai lawan politik tanpa efek dan sopan santun
politik. Kampanye politik merupakan sebuah upaya untuk memengaruhi pemilih
supaya menentukan pilihan sesuai dengan tujuan sang kandidat.

Menurut Firmanzah (2008) mengatakan bahwa kampanye politik merupakan


semua agenda partai atau perorangan yang berkaitan dengan pengumpulan massa,
parade, orasi dengan pemaparan program kerja dan mempengaruhi opini publk,
pemasangan atribut partai (misalnya umbulumbul, poster, spanduk), dan pengiklanan
partai lewat media cetak ataupun elektronik, dengan maksud utuk sosialisasi program
kerja dan mempengerahui opini publik. Secara singkat kampanye harus mulai
dipahami dua, yakni kampanye jangka pendek dan jangka panjang. Karena publik
tidak hanya melihat partai ataupun kontestan politik lainnya hari ini, tetapi juga masa
lalu yang bisa dipastikan akan mempengaruhi elektabilitas partai di masa mendatang.

Adapun kampanye di media massa merupakan perubahan sikap suatu masyarakat


khususnya dalam konteks politik pada umumnya dipengaruhi oleh adanya informasi
baru yang dipandang relevan dengan tuntutan kondisional, kapan dan dimana
informasi baru itu diterima. Bersamaan dengan munculnya respon terhadap
rangsangan informasi, secara bertahap dan disadari ataupun tidak disadari, perubahan
itu mulai terjadi. Besar kecilnya perubahan, satu diantaranya bergantung pada

7
kekuatan efek media yang menjadi salurannya. Strategi kampanye politik adalah
bentuk khusus dari strategi politik. Tujuannya yaitu untuk memperoleh kekuasaan
dan pengaruh sebanyak mungkin dengan cara memperoleh hasil yang baik dalam
pemilu, agar dapat mendorong kebijakan-kebijakan yang dapat mengarah kepada
perubahan masyarakat.

Ada beberapa strategi kampanye politik yang dikemukakan oleh Firmanzah,


yakni sebagai berikut :

a. Push-Marketing
Dalam strategi ini, partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui
stimulan yang diberikan kepada pemilih. Masyarakat perlu mendapatkan
dorongan dan energi untuk pergi ke bilik suara dan mencoblos suatu kontestan.
Di samping itu, partai politik perlu menyediakan sejumlah alasan yang rasional
maupun emosional kepada para pemilih untuk bisa memotivasi mereka agar
tergerak dan bersedia mendukung suatu kontestan.

b. Pass-Marketing
Strategi ini menggunakan individu maupun kelompok yang dapat
memangaruhi opini pemilih. Sukses tidaknya penggalangan masa akan sangat
ditentukan oleh pemilihan para influencer ini. Semakin tepat influencer yang
dipilih, efek yang diraih pun menjadi semakin besar dalam memengaruhi
pendapat, keyakinan dan pikiran publik.

c. Pull-Marketing
Strategi jenis ini menitikberatkan pada pembentukan image politik yang
positif. Supaya simbol dan image politik dapat memiliki dampak yang signifikan,
kedua hal tersebut harus mampu membangkitkan sentiment. Pemilih cenderung
memilih partai atau kontestan yang memiliki arah yang sama dengan apa yang
mereka rasakan (Firmanzah, 2012 : 218).

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Marketing politik pada caleg DPR RI dan Calon Presiden.


Marketing politik bukanlah konsep menjual partai politik atau kandidat
presidensial ke pemilih, namun sebuah konsep yang menawarkan bagaimana
sebuah partai politik atau kontestan bisa membuat program yang berhubungan
dengan permasalahan aktual.
Marketing politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan terus-
menerus oleh sebuah partai politik atau kontestan dalam membangun kepercayaan
dan image public. Membangun kepercayaan dan image ini hanya bisa dilakukan
melalui hubungan jangka panjang, tidak hanya pada masa kampanye (Dean &
Croft, 2000) dalam (Sanjaya, 2017:3).
Marketing politik harus dilihat secara komperhensif Pertama, marketing
politik lebih dari pada sekedar komunikasi politik. Kedua, marketing politik
diaplikasikan dalam sebuah proses organisasi partai politik. Tidak hanya tentang
kampanye politik tetapi juga sampai pada tahap bagaimana memformulasikan
produce politik melalui pembangunan simbol, image, platform, dan program yang
ditawarkan. Ketiga marketing politik menggunakan konsep marketing secara luas,
tidak hanya terbatas pada teknik marketing, namun juga sampai strategi
marketing, dari teknik publikasi, menawarkan ide dan program, dan desain produk
sampai ke market intelligent serta pemrosesan informasi. Keempat, marketing
politik melibatkan banyak disiplin ilmu dalam pembahasannya, seperti sosiologi
dan psikolog. Misalnya produk politik merupakan fungsi dari pemahaman
sosiologis mengenai simbol dan identitas, sedangkan faktor psikologisnya adalah
kedekatan emosional dan karakter seorang pemimpin, sampai ke aspek
rasionalitas platform partai. Kelima, konsep marketing politik bisa diterapkan
dalam berbagai situasi politik, mulai dari pemilihan umum sampai ke proses lobi
di parlemen. Marketing politik bukan dimaksud untuk ‘menjual’ kontestan kepada
publik, melainkan sebagai teknik untuk memelihara hubungan dengan publik agar
tercipta hubungan dua arah yang langgeng (Sanjaya, 2017).
Berdasarkan hal tersebut, berikut adalah marketing politik yang di lakukan
pada caleg DPR-RI dan Calon Presiden :

9
Marketing Politik Caleg DPR RI Marketing Politik Calon Presiden
• Perlu banyak dialog dgn • Harus banyak tampil di media
konstituen atau banci media
• Membangun image politik • Membangun image politik dan
dan sampai kepada sampai kepada seluruh
masyarakat di daerah caleg masyarakat Indonesia sesuai
itu terdaftar sesuai dengan dengan apa yang diharapkan
apa yang diharapkan oleh oleh partai politik atau
partai politik atau individu individu capres tersebut.
Caleg DPR RI tersebut.
• Melakukan strategi • Melakukan strategi kampanye
kampanye; (positioning, (postioning branding,
branding, segmenting) segmenting)
• Tidak berorientasi program, • Orientasi pada program
berorintasi pada aspirasi
masyarakat
• Melakukan Strategi media; • Melakukan Strategi Media;
Iklan politik Iklan politik, berita politik,
spot politik, reklame, new
media
• Lebih memperkenalkan nama • Harus lebih menunjukan wajah
diri sendiri, bukan di dan memperkenalkan diri
wajah/perawakan sendiri
• Membutuhkan tim sukses • Memperkenalkan diri
yang turun ke lapangan menggunakan media tuk
langsung, yg membantu dirinya
memperkanalkan caleg itu

10
BAB III
KESIMPULAN

Marketing politik (Nursal, 2004) adalah kombinasi penerapan ilmu marketing


(pemasaran) dan penerapan ilmu politik. Dalam marketing politik (Firmanzah, 2012 :
128), yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan marketing untuk membantu
politikus dan partai politik agar lebih efisien dan efektif dalam membangun
hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Hubungan ini diartikan sangat
luas dari kontak fisik dalam kampanye sampai dengan komunikasi tidak langusng
melalui pemberitaan di media massa.
Bagi partai politik atau seorang konstestan baik Caleg DPR RI atau Calon
Presiden, membangun image politik dan sampai kepada masyarakat sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh partai politik atau individu bukanlah hal yang mudah dan
dapat cepat dicapai. Untuk itu, ada hal yang harus dilakukan terus menerus oleh
politisi dan partai politik yaitu komunikasi politik (political communication).
Komunikasi politik dalam bentuk konsep dan metode marketing politik semakin
menemukan urgensinya menjelang pileg dan pilpres. Salah satu tujuan utama
marketing politik adalah meraih kesuksesan atau kemenangan bagi calon kandidat
dalam pemilihan. Dengan demikian politisi dan partai politik perlu segera menyusun
strategi kampanye (positioning, branding, segmenting), strategi media (iklan politik,
berita politik, spot politik, film politik, reklame politik, new media), strategi non-
media (face-to-face informal, struktur sosial tradisional, struktur input dan output),
model kampanye dan evaluasi kampanye.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah


Pendekatan Baru Kampanye, Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

Firmanzah. 2010. Persaingan, Legitimasi Keuasaan dan Marketing Politik. Jakarta ;


Yayasan Obor Indonesia.

Firmanzah. 2012. Marketing Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Sanjaya, Ronny. 2017. Politik Caleg Pendatang Baru dalam Pemilu, Studi Kasus
Wardi Ningsih Caleg dan Dapil 1 Kabupaten Lamandau.

Sutrisno. 2018. Komparasi Teori Marketing Politik 4p Menurut Niffengger dan 3p


Menurut Adman Nursal. Bandung. Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Unpad, Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai