Anda di halaman 1dari 33

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA

2021
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

KATA PENGANTAR

Praktikum Farmakoterapi merupakan penerapan dari Mata Kuliah


Farmakoterapi yang diampu oleh staf pengajar di bagian Laboratorium
Farmakognosi dan Farmakologi STIKSAM. Praktikum ini diberikan dengan tujuan
agar mahasiswa mampu memahami berbagai teori dasar, menganalisa kasus
melalui anamnesa dan diagnosa dokter, data klinik, data laboratorium, serta
penatalaksanaan terapi termasuk Drug Therapy Problem dan monitoring pengobatan
oleh farmasis.
Implementasi penyelesaian kasus Farmakoterapi memang tidak serta merta
dapat dikuasai mahasiswa tanpa latihan terus menerus. Kami berharap adanya buku
petunjuk praktikum ini dapat menjadi gambaran jalannya praktikum farmakoterapi
sehingga mempermudah mahasiswa berlatih penyelesaian kasus farmakoterapi
penyakit gangguan endokrin.
Kami memahami bahwa buku petunjuk praktikum ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan berupa saran dari berbagai
pihak untuk perbaikan pada terbitan edisi mendatang. Akhir kata kami mengucapkan
terima kasih dan semoga buku petunjuk praktikum ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Samarinda, November 2021

Penyusun

1
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Mahasiswa hadir tepat waktu, keterlambatan lebih dari 15 menit tidak


diizinkan mengikuti praktikum
2. Praktikan harus bersikap baik dalam menjalankan praktikum :
a. Berpakaian rapi, bersepatu, tidak diperkenankan memakai sandal kecuali
dengan alasan yang dapat diterima
b. Mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan r u a n g a n p r a k t ik u m
tanpa seijin dosen pembimbing/laboran
3. Menjaga kebersihan ruang praktikum
4. Sebelum pelaksanaan praktikum, hendaknya praktikan telah memahami dan
menguasai acara praktikum yang akan dilaksanakan
5. Praktikan menyiapkan perlengkapan praktikum secara mandiri (leptop, lembar
SOAP, alat tulis, kertas kosong, buku catatan)
6. Laporan praktikum dibuat per kelompok dalam bentuk softcopy, dengan
format penulisan font Times New Roman 12, margin atas 4 cm kanan 4 cm
bawah 3 cm kiri 3 cm pada kertas A4 70 dan WAJIB dikumpulkan paling
lambat satu minggu setelah praktikum dilaksanakan. Bagi yang
mengumpulkan laporan terlambat akan dikenakan sanksi berupa
pengurangan nilai
7. Penilaian oleh pengampu dalam praktikum meliputi keterampilan, tes atau
kuis, keaktifan (diskusi dan keaktifan bertanya), dan laporan
8. Ujian praktikum (responsi) berupa ujian tertulis
9. Bila tidak dapat mengikuti praktikum, mahasiswa diwajibkan membuat surat
izin atau menyerahkan surat keterangan dokter bila mahasiswa tidak dapat
mengikuti praktikum karena sakit
10. Praktikan menjalankan kegiatan praktikum dengan sungguh-sungguh dan
penuh tanggung jawab
11. Tidak ada praktikum susulan
12. Praktikan yang dua kali berturut-turut tidak mengikuti acara praktikum tanpa
alasan tepat, dinyatakan hilang hak praktikumnya
13. Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditentukan kemudian

2
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

BAB I. PENDAHULUAN

A. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dan menginterpretasikan data
klinik sehingga dapat memberikan rencana evaluasi dan atau saran terapi
farmakologis maupun non-farmakologis, disertai dengan rencana konseling
informasi edukasi dan pedoman monitoring terapi tersebut.

B. RUANG LINGKUP PRAKTIKUM


Praktikum Farmakoterapi 3 membahas tentang analisa pemilihan obat yang
rasional berdasarkan pada kondisi pasien dengan berbagai macam problem medik
yang menyertai serta monitoring dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
sesuai dengan EBM (Evidence Based Medicine) terkini. Pada praktikum ini akan
membahas kasus pada penyakit:
1. Gangguan kelenjar tiroid
2. Gangguan kelenjar pankreas
3. Gangguan hormon kelamin laki-laki
4. Gangguan hormon wanita

3
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM ENDOKRIN
1. Pendahuluan
Tubuh kita diatur oleh dua sistem pengatur yaitu : sistem saraf (pusat
dan perifer) dan sistem endokrin (sistem hormonal), suatu sistem kelenjar
yang menghasilkan hormon yang dilepaskan ke sirkulasi sistemik yang
mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain. Persamaan keduanya
adalah berperan sebagai sistem sinyal informasi. Sistem hormonal berfungsi
dalam pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, pengaturan kecepatan
reaksi kimia atau transport senyawa melalui membran sel, pertumbuhan sel
dan lainnya.
Kata “endokrin” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sekresi ke
dalam”; zat aktif utama dari sekresi interna ini disebut hormon, dari kata
Yunani yang berarti “merangsang”. Beberapa organ endokrin menghasilkan
satu hormon tunggal, sedangkan yang lain menghasilkan dua atau beberapa
jenis hormon : misalnya kelenjar hipofisis menghasilkan beberapa jenis
hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ lain; karena itulah
kelenjar hipofisis dilukiskan sebagai “kelenjar pimpinan tubuh”. Beberapa
organ endokrin :
a. Kelenjar hipofisis, lobus anterior dan posterior
b. Kelenjar tiroid dan paratiroid
c. Kelenjar suprarenal, korteks dan medulla
d. Kelenjar timus, bagian badan pineal
Pembentukan sekresi interna adalah suatu fungsi penting, juga pada
organ dan kelenjar lain, seperti insulin dari kepulauan Langerhans di dalam
pankreas, gastrin di dalam lambung, estrogen dan progesteron di dalam
ovarium, dan testosteron di dalam testis.
Klasifikasi hormon berdasarkan sifat aksinya dibedakan menjadi dua
yaitu hormon lokal dan hormon umum. Hormon lokal, dilepaskan oleh sel atau
jaringan tertentu yang mempunyai efek spesifik lokal (bisa beraksi pada
daerah tempat dihasilkan atau daerah lainnya, namun sifatnya lokal).
Contohnya, hormone sekretin yang dihasilkan mukosa duodenum dan
jejenum, untuk mengatur pH isi duodenum melalui pengaturan sekresi asam
lambung atau dengan bikarbonat. Kolesistokinin yang dihasilkan oleh mukosa
usus halus, disekresi dalam duodenum yang berperan dalam pelepasan
enzim pencernaan dari usus halus, dan asam empedu dari kandung empedu,
untuk membantu pencernaan protein dan lemak. Hormon umum disekresi
oleh kelenjar endokrin spesifik, distribusikan secara sistemik, efeknya lebih
luas. Contohnya adalah hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh hipofisis
anterior, yang efeknya merangsang pertumbuhan sel-sel tubuh. Hormon
adrenalin dan nor-efinefrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal, berefek

4
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

pada beberapa organ misalnya jantung, pembuluh darah, paru-paru dan


lainnya.

Gambar 1. Kelenjar endokrin dalam tubuh beserta hormon yang dihasilkan

2. Hipotalamus
Terdapat di sistem saraf pusat. Hormon yang dihasilkan antara lain :
a. Vasopresin (ADH) merupakan hormon antidiuretic, yang berfungsi
meningkatkan permeabilitas air dalam nefron (tubulus distal dan duktus
kolektivus) sehingga dapat meningkatkan reabsorpsi air dan
selanjutnya meningkatkan volume darah dan tekanan darah.
b. Hormon perangsang pelepasan hormon pertumbuhan atau growth
hormone-releasing hormone (GHRH), berfungsi merangsang
pelepasan hormon pertumbuhan (somatotropin) dari kelenjar pituitary
anterior.
c. Hormon perangsang pelepasan tirotropin atau thyrotropin-releasing
hormone (TRH), berfungsi merangsang pelepasan “hormon
perangsang pelepasan tiroid (TSH)” dari kelenjar pituitary anterior.
d. Hormon perangsang pelepasan gonadotropin atau gonadotropin- atau -
–luteinizing hormone releasing hormone (GnRH atau LHRH), berfungsi
merangsang pelepasan “hormon perangsang pelepasan folikel (FSH)”
dan “hormon lutein (LH)” dari kelenjar pituitary anterior. Istilah
gonadotropin mengacu pada hormon yang dapat merangsang gonad,

5
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

yaitu hormon FSH dan LH. Sedangkan gonad merupakan kelenjar


yang menghasilkan gamet yaitu ovarium atau testis.
e. Hormon perangsang pelepasan kortikotropin atau corticotropin-
releasing hormone (CRH), berfungsi merangsang pelepasan hormon
adrenokortikotropin dari kelenjar pituitari anterior.
f. Oksitosin, berperan dalam kontraksi obat polos uterus, dan proses
laktasi.

Hipotalamus juga berfungsi mengatur produksi prolaktin, dengan


melepaskan baik hormon perangsang prolaktin maupun penghambat
pelepasan prolaktin. Prolaktin sendiri dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
anterior.

3. Kelenjar Hipofisis Anterior


Terdapat di sistem saraf pusat, hormon yang dihasilkan antara lain :
a. Somatotropin atau growth hormone (GH), yang berperan untuk
merangsang pertumbuhan dan reproduksi sel.
b. Hormon perangsang folikel (FSH), merupakan hormon gonadotropin.
Pada wanita berperan untuk merangsang pematangan folikel
(mengandung ovum) dalam ovarium. Pada laki-laki berperan dalam
perangsangan proses spermatogenesis dan pematangan tubulus
seminiferous.
c. Hormon pelutein (LH) merupakan hormon gonadotropin. Pada wanita,
berfungsi untuk merangsang proses ovulasi dan pembentukan korpus
luteum dari folikel. Pada laki-laki berperan dalam sintesis testosterone
dari sel Leydig.
d. Tirotropin atau hormon perangsang tiroid (TSH) berperan dalam
perangsangan sintesis, dan pelepasan hormon tiroid yaitu tiroksin (T4)
dan tri-idotironin (T3) dari kelenjar tiroid dan perangsangan proses
absorpsi iodide oleh kelenjar tiroid
e. Adrenokortikotropin (ACTH) atau dinamakan juga kortikotropin hormon
merangsang sintesis dan pelepasan kostikosteroid baik glukokortikoid
dan mineralokortikoid, serta androgen (testosterone) dan korteks
adrenal (kelenjar adrenal)
f. Prolaktin suatu hormon yang berperan dalam merangsang produksi
susu dari kelenjar mammae. Hormon ini juga diproduksi oleh uterus
ketika masa kehamilan.

4. Kelenjar Hipofisis Posterior


Terdapat di sistem saraf pusat, kelenjar ini berperan dalam menyimpan
oksitosin dan vasopresin.

6
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

5. Kelenjar Epifisis
Terdapat di sistem saraf pusat. Hormon yang dihasilkan adalah
melatonin, berperan dalam pengaturan ritme sirkardian, dan dimetiltriptamin
berperan dalam halusinasi.

6. Kelenjar Tiroid
Hormon yang dihasilkan adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3)
yang keduanya berperan untuk mempercepat metabolism sel atau reaksi
kimia dalam sel tubuh, dan merangsang enzim RNA polymerase sehingga
meningkatkan sintesis protein. Kelenjar ini juga menghasilkan kalsitonin yang
berfungsi merangsang osteoblast, suatu sel yang mensekresi matrik tulang
dalam proses pembentukan tulang dan menghambat pelepasan Ca 2+ dari
tulang sehingga menurunkan Ca2+ darah.

7. Pankreas
Dalam pankreas terdapat struktur mikroskopik iregular yang tersebar di
seluruh bagian pankreas yang dinamakan Langerhans islet, atau pulau
Langerhans yang terdiri dari beberapa jenis sel dan secara fungsional
menghasilkan hormon yang berbeda. Sel α, β dan γ Langerhans masing-
masing menghasilkan glukagon, insulin dan somatostatin. Insulin memacu
pemasukan glukosa ke dalam sel tubuh, dan berperan dalam penurunan
kadar glukosa darah, sedangkan glukagon meningkatkan pelepasan glukosa
dari hepar masuk ke sirkulasi sistemik, dan berperan menaikkan kadar
glukosa darah. Somatostatin berperan untuk menghambat pelepasan baik
insulin maupun glukagon, menurunkan produksi hormon pencernaan,
menurunkan sekresi asam lambung. Disamping itu, pankreas juga
menghasilkan polipeptida pankreas yang berperan membantu proses
pencernaan.

8. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian, bagian luar dinamakan korteks
adrenal dan bagian dalam dinamakan medulla adrenal. Bagian korteks
adrenal menghasilkan glukokortikoid, mineralokortikoid dan androgen.
Glukokortikoid mempengaruhi metabolism karbohidrat, lemak dan protein,
sedangkan mineralokortikoid berperan dalam pengaturan elektrolit dan
keseimbangan air, Bagian medulla adrenal melalui sel kromafin menghasilkan
adrenalin (80%), nor- adrenalin, dopamine dan enkefalin.

9. Testis
Testis merupakan kelenjar berbentuk telur terletak dalam skrotum,
tempat sperma berkembang. Dalam testis, terdapat sel Leydig yang berperan
mensekresi testosterone (androgen) yang berfungsi merangsang
pertumbuhan organ kelamin pria dan meningkatkan sifat-sifat sekunder pria.

7
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

10. Korpus Luteum dan Folikel Ovarium


Ada dua hormon penting yang dihasilkan dan kedua hormon tersebut
berperan penting dalam siklus menstruasi wanita.
a. Progesteron
Hormon ini berfungsi utama untuk mempersiapkan uterus dalam
menerima dan mengembangkan sel telur yang telah dibuahi oleh
sperma, dengan meningkatkan perubahan sekresi pada endometrium.
Hormon ini juga menurunkan konsentrasi otot polos uterus, dan juga
mempunyai aktivitas antiinflamasi.
b. Estrogen
Fungsi utama dari hormon ini adalah merangsang proliferasi dan
pertumbuhan sel jaringan organ seksual wanita dan jaringan lainnya
yang berhubungan dengan reproduksi. Estrogen berperan dalam
perkembangan karakter kelamin sekunder wanita. Estrogen juga
berperan dalam meningkatkan pembentukan tulang, dan menurunkan
resorpsi tulang.
c. Inhibin, berfungsi menghambat produksi FSH dari kelenjar pituitari
anterior.

11. Plasenta
Plasenta menghasilkan hormon utama yaitu progesteron, dengan
fungsi meningkatkan perkembangan beberapa jaringan dan organ janin,
meningkatkan perkembangan aparatus sekretori payudara ibu, menurunkan
kontraksi otot polos uterus, menghambat laktasi dan menghambat respon
imun terhadap janin. Estrogen juga berperan penting yaitu meningkatkan
pertumbuhan organ kelamin ibu dan beberapa jaringan janin. Human
chorionic gonadotropin (HCG) atau korionik gonadotropin berfungsi menjaga
perkembangan korpus luteum terutama awal kehamilan. Dalam hal ini korpus
luteum berfungsi menghasilkan progesteron dan estrogen. Plasenta juga
menghasilkan hormon laktogen plasenta dan inhibitin.

12. Kelenjar Paratiroid


Kelenjar ini menghasilkan hormon paratiroid (PTH) yang fungsinya
merangsang pelepasan Ca2+ dan PO42- dari tulang sehingga meningkatkan
kadar Ca2+ dan PO42- darah, merangsang osteoclast sehingga meningkatkan
proses resorpsi tulang, merangsang reabsorpsi Ca 2+ dan PO42- dalam ginjal,
menigkatkan sekresi PO42- dan merangsang produksi vitamin D pada ginjal.

13. Jantung
Organ ini menghasilkan hormon peptida natriuretik yang berfungsi
menurunkan retensi air dan Na+ dan menurunkan resistensi vaskuler
sehingga menurunkan tekanan darah.

8
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

14. Ginjal
Sel juxtaglomerular pada nefron ginjal menghasilkan renin yang
berperan dalam sistem renin-angiotensin untuk pengaturan tekanan darah.
Disamping itu, sel mesangial extraglomerular menghasilkan eritropoietin,
suatu hormon yang berperan dalam produksi sel darah merah (eritrosit).
Ginjal juga merangsang megakariosit untuk memproduksi platelet.

15. Saluran Pencernaan


Duodenum menghasilkan hormon sekretin, yang berperan dalam produksi
bikarbonat dari hepar atau pankreas untuk menormalkan kondisi asam, dan
meningkatkan efek kolesistokinin. Hormon kolesistokinin berperan dalam
pelepasan enzim pencernaan pankreas. Lambung menghasilkan beberapa
hormon antara lain somatostatin, histamine, endotelin dan grelin.
Somatostatin menekan pelepasan gastrin, kolesistokinin, sekretin, dll.
Histamin dan endotelin berturut-turut berperan dalam sekresi asam lambung,
dan kontraksi otot polos lambung. Sedangkan grelin berperan untuk
merangsang nafsu makan,d an sekresi hormon pertumbuhan dari kelenjar
pituitari anterior.

B. HORMON ADRENOKORTIKAL
Medula adrenal menghasilkan hormon utama yaitu adrenalin dan nor-
adrenalin, yang aktivitasnya berkaitan dengan aktivitas sistem saraf
simpatetik. Sedangkan bagian korteks adrenal, terdiri dari tiga lapisan yaitu
zona retikularis, mensekresi hormon kelamin yaitu androgen (testosteron),
zona fasikulata, mensekresi senyawa yang mengatur metabolism tubuh
(protein dan karbohidrat) yaitu glukokortikoid (hidrokortison, kortikosteron),
dan zona gromelulosa, mensekresi senyawa yang mengatur keseimbangan
air dan elektrolit yaitu mineralokortikoid (aldosteron). Produksi kortikosteroid,
baik glukokortikoid dan mineralokortikoid oleh korteks adrenal (kelenjar
adrenal), diatur oleh kelenjar hipofisis anterior dan hipotalamus beserta
mekanisme negative feedback.
Hormon adrenokortikotropin (ACTH) mengatur sekresi kortikosteroid,
terutama glukokortikoid, sedangkan sistem renin-angiotensin mengatur
sekresi mineralokortikoid. Keseimbangan produksi ACTH di kelenjar hipofisis
anterior diatur oleh : corticotropin-releasing hormone (CRH), suatu hormon
hipotalamus, merangsang produksi ACTH dari kelenjar pituitary anterior; dan
mekanisme negative feedback untuk menghambat pelepasan CRH.
1. Glukokortikoid
Sebagian besar efek glukokortikoid melibatkan interaksi dengan
reseptor intraseluler yang mengatur proses transkripsi gen. Efek
tersebut membutuhkan waktu yang lama. Glukokortikoidjuga dapat
menghambat influx Ca2+ dalam saraf hipokampus, dan efek tersebut
berlangsung cepat tanpa melibatkan interaksi dengan gen (non-
genomic).

9
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

Efek utamanya adalah merangsang katabolisme protein dan


glukoneogenesis. Glukokortikoid merangsang pembentukan glukosa,
menyebabkan perombakan protein menjadi asam amino, dan
menurunkan sintesis protein. Disamping itu, hormon ini menurunkan
pengambilan dan penggunaan glukosa, sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Peningkatan
simpanan glikogen terjadi kemungkinan karena terjadi sekresi insulin
sebagai respon terhadap kenaikan kadar glukosa darah tersebut.
Glukokortikoid cenderung menurunkan absorpsi Ca2+ di saluran
pencernaan dan meningkatkan ekskresinya di ginjal sehingga bisa
menyebabkan osteoporosis.
Glukokortikoid mempunyai efek antiinflamasi dan imunosupresif yang
poten. Hormon ini menghambat baik tahap awal dan akhir dari proses
inflamasi. Hormon ini menghambat produksi prostanoid pada tahap
perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat, serta menurunkan
aktivitas sitokin dan granulosit. Glukokortikoid juga menurunkan
komponen komplemen dalam plasma, menurunkan produksi NO,
menurunkan pelepasan histamin dari sel dan menurunkan produksi
IgG. Glukokortikoid bisa digunakan sebagai agen antiinflamasi,
imunosupresan dan antialergi. Secara klinik glukokortikoid digunakan
dalam terapi asma, reaksi inflamasi (kulit, mata, hidung), reaksi alergi,
penyakit autoimun (rheumatoid arthritis). Glukokortikoid juga dapat
dikombinasikan dengan obat sitotoksik pada terapi kanker.
Glukokortikoid dapat merangsang mobilisasi lemak dari jaringan
sehingga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma.
Penggunaan jangka panjang akan mempengaruhi redistribusi lemak
menghasilkan obesitas, moon face dan buffalo hump. Disamping itu,
glukokortikoid mempunyai efek samping osteoporosis. Efeknya pada
metabolism protein dapat memperlama waktu penyembuhan luka.
Hidrokortison (kortisol) merupakan glukokortikoid utama yang
dihasilkan kelenjar adrenal. Contoh analog glikokortikoid adalah
dexametason, prednison, betametason, metilprednisolon, triamsinolon.
2. Mineralokortikoid
Senyawa mineralokortikoid endogen utama adalah aldosteron. Hormon
ini terlibat dalam keseimbangam air dan Na+, bikarbonat, dan air pada
tubulus distal ginjal, disertai dengan peningkatan ekskresi K+ dan H+.
Produksi hormon ini diatur utama oleh sistem renin-angiotensin.
Komposisi elektrolit dalam plasma juga mempengaruhi produksinya.
Kadar Na+ rendah dan K+ tinggi dalam plasma merangsang pelepasan
aldosterone. Efek dari angiotensin II adalah meningkatkan sintesis dan
pelepasan aldosteron.
Seperti halnya glukokortikoid, hormon ini berinteraksi dengan reseptor
intraseluler yang mengatur transkripsi gen untuk proses sintesis
protein. TIdak seperti reseptor glukokortikoid yang terekspresi di

10
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

banyak jaringan, reseptor mineralokortikoid (aldosteron) terdapat di


beberapa jaringan saja misalnya ginjal, epitelium kolon maupun
kandung kemih. Aktivasi reseptor aldosteron menstimulasi transkripsi
DNA protein, meningkatkan jumlah kanal Na2+ pada tubulus distal atau
duktus kolektivus. Hal ini menyebabkan reabsorpsi Na2+ dari filtrat
menuju ke sel nefron (tubulus distal) meningkat. Selain itu juga
meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATPase sehingga Na+ segera
dipindahkan dari sel menuju sirkuasi sistemik untuk ditukar dengan K+,
yang kemudian K+ disekresikan dari sel menuju filtrat melalui kanal K+.
Contoh obat antagonis kompetitif terhadap aldosteron adalah
spironolakton yang merupakan diuresis hemat kalium yang digunakan
pada terapi hipertensi.

C. HORMON TIROID DAN OBAT ANTI-TIROID


Kelenjar tiroid menghasilkan tiga hormon yaitu tiroksin (T4), tri-
idotironin (T3) dan kalsitonin. Tiroksin dan tri-idotironin berperan dalam :
peningkatan metabolism sel atau reaksi kimia tubuh, dan peningkatan proses
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Sedangkan kelsitonin berperan
dalam homeostatis pembentukan tulang, merangsang osteoblast, suatu sel
yang memproduksi matrik tulang dalam proses pembentukan tulang dan
menghambat pelepasan Ca2+ dari tulang, sehingga menurunkan Ca2+ darah.
T4 merupakan produk hormon utama dari kelenjar tiroid, sedangkan T3
dihasilkan dari metabolism ekstratiroid dari T4. Kedua hormon tersebut terikat
pada globulin pengikat tiroid (tiroglobulin) dan beberapa protein dalam
plasma.
Hormon tiroid berperan memelihara metabolisme sel/jaringan pada
level yang mencukupi dan penting dalam proses pertumbuhan normal.
Ketidaknormalan konsentrasi hormone tersebut menyebabkan dua
kemungkinan yaitu hipotiroidisme dan hipertiroidisme.
1. Hipotiroidisme adalah suatu kondisi dimana terjadi kekurangan produksi
hormon tiroid. Kondisi ini meyebabkan penurunan frekuensi denyut
jantung (bradikardia), perlambatan aktivitas tubuh, intoleransi kondisi
dingin dan pada anak-anak bisa mengakibatkan penurunan mental atau
postur tubuh yang pendek (cebol). Hashimoto’s thyroiditis merupakan
radang kelenjar tiroid, suatu penyakit autoimun terhadap kelenjar tiroid
sehingga menyebabkan hipotiroidisme. Obat pilihan pertama pada
penanganan penyakit ini adalah levotiroksin yang digunakan sebagai
terapi pengganti hormon. Obat lainnya adalah liotironin, seyawa garam T3,
dan liotrik (campuran antara T3 dan T4).
2. Hipertiroidisme adalah suatu kondisi dimana terjadi kelebihan produksi
hormon tiroid, yang bisa menghasilkan peningkatan frekuensi denyut
jantung, kecemasan tinggi, tremor dan produksi panas tubuh yang
berlebihan. Penanganan penyakit ini dilakukan dengan dua cara : yang
pertama menghambat sintesis hormon tiroid, dengan mengambil sebagian

11
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

atau sebagian besar (hamper semua) kelenjar tiroid dan atau


menghambat pelepasan hormon dari kelenjar tiroid. Upaya pertama
dilakukan dengan cara pembedahan atau terapi iodida radioaktif untuk
menghancurkan kelenjar tiroid. Terapi iodida radioaktif lebih bersifat
selektif karena iodida radioaktif tersebut akan diambil oleh kelejar tiroid
dan terakumulasi di tempat tersebut, sehingga terapi radiasi bersifat
spesifik. Penggunaan obat yaitu propiltiurasil dan metimazol berfungsi
baik menghambat sintesis maupun pelepasan hormon tiroid dari kelenjar
tiroid. Kedua obat tersebut menghambat proses iodinasi tirosin sehingga
menghambat pembentukan hormon tiroid. Propiltiourasil juga menghambat
pembentukan T4 menjadi T3.

D. HORMON PANKREAS DAN OBAT ANTIDIABETES


Bagian dari organ pankreas yang berfungsi sebagai jaringan endokrin
adalah pulau Langerhans yang terdiri dari empat sel yaitu : sel α (25%),
mensekresi glukagon; sel β (60%) mensekresi insulin; sel γ (10%)
menghasilkan somatostatin; dan sel polipeptida pankreas. Glukagon berperan
dalam peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan meningkatkan proses
glukoneogenesis, glikolisis dan lipolisis. Insulin berperan dalam menurunkan
konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikolisis, glikogenesis dan
lipogenesis. Sel β juga menghasilkan amilin yang berfungsi merangsang
pemecahan glikogen dalam otot striatum.
Glukoneogenesis merupakan proses sintesis glukosa dari produk non-
karbohidrat yaitu piruvat, laktat, alanin, maupun asam amino lainnya. Proses
ini terjadi terutama dalam hepar pada kondisi tidak ada sumber karbohidrat
misalnya selama puasa. Proses sebaliknya dinamakan glikolisis, proses
penguraian glukosa menghasilkan senyawa laktat dan piruvat, menghasilkan
energi yang disimpan dalam bentuk ATP (teruatama dalam sel otot).
Glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen dalam hepar
menghasilkan glukosa. Sebaliknya , glikogenesis merupakan proses
perubahan glukosa menjadi glikogen untuk disimpan dalam hepar. Lipolisis
merupakan proses peruraian lemak menjadi asam lemak, sedangkan
lipogenesis merupakan proses pembentukan lemak.
Hormon pankreas terutama glukagon dan insulin berperan dalam
pengaturan kadar glukosa darah atau metabolisme energi. Dalam hal ini,
glukosa merupakan substrat utama dalam metabolisme energi. Sumber
glukosa adalah polisakarida (amilum), glikogen atau dekstrin, disakarida
(maltosa, laktosa, sukrosa) dan monosakarida (fruktosa, galaktosa,
mannosa).
1. Diabetes melitus
Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti
pipa air melengkung untuk mengalirkan air secara terus menerus.
Diabetes berarti keadaan dimana terjadi produksi urin secara melimpah
pada penderita. Diabetes melitus merupakan sindrom kompleks

12
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

dengan ciri-ciri hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme


karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi sekresi dan
atau sekresi insulin. Ada jenis diabetes lainnya, namun sebenarnya
secara patologi berbeda dengan diabetes melitus, yaitu diabetes
insipidus. Diabates insipidus merupakan penyakit kekurangan hormon
vasopresin (hormon antiduiresis), atau penurunan sensitivitas ginjal
terhadap vasopresin. Urin penderita diabetes melitus adalah manis
(mengandung gula), sedangkan urin penderita diabetes insipidus
adalah tawar. Kadar glukosa pada orang normal adalah < 120 mg/dL
pada kondisi puasa, dan < 140 mg/dL saat 2 jam setelah makan. Pada
penderita diabetes melitus, kadar glukosa darahnya adalah > 120
mg/dL pada kondisi puasa, dan > 200 mg/dL saat 2 jam setelah
makan. Apabila kadar glukosa darah puasa dan saat 2 jam setelah
makan berturut-turut adalah < 120 mg/dL dan 120-200 mg/dL termasuk
kondisi gangguan toleransi glukosa. Pada kondisi ini, pada saat puasa
kadar glukosa darahnya normal, namun setelah makan kadar glukosa
darahnya berada di atas normal. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
belum terjadi kondisi diabetes melitus namun terjadi gangguan
mekanisme pengaturan glukosa.
Diabetes melitus (DM) dibagi menjadi dua kategori utama yaitu : DM
tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus, IDDM) atau DM
tipe 1 dan DM tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes
mellitus, NIDDM) atau DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 terjadi
kerusakan pada sel β Langerhans sehingga mengakibatkan produksi
insulin berhenti atau sedikit sekali. Pada DM tipe 1 kadar glukosa
sangat tinggi, namun ironisnya tubuh tidak dapat memanfaatkannya
sebagai sumber energi. Sebagai sumber energi alternatif melalui
peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan itu terjadi
perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan
gliserol darah, untuk keperluan pembuatan energi melalui siklus Krebs.
Hasil produk samping tersebut adalah terbentuknya produk-produk
keton, yang bisa dijumpai pada urin penderita DM tipe 1.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan 2 hal yaitu : penurunan respon
jaringan terhadap insulin, kondisi ini dinamakan resistensi insulin dan
penurunan produksi insulin akibat regulasi sekresinya terganggu atau
terjadi kerusakan fungsional pada sel β Langerhans. Faktor yang
pertama mengakibatkan efek insulin berkurang meskipun kadar
insulinnya normal, sedangkan faktor yang kedua mengakibatkan
penurunan sekresi insulin. Kedua faktor akhirnya menyebabkan
kenaikan konsentrasi glukosa darah.
Sebagian besar penderita DM tipe 2 disebabkan karena kegemukan
karena kelebihan makanan. Konsekuensinya sel β Langerhans
merespon dengan meningkatkan produksi insulin (hiperinsulinemia).
Namun konsentrasi insulin yang di atas normal tersebut menyebabkan

13
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

reseptor insulin melakukan pengaturan sendiri dengan menurunkan


jumlahnya (down regulation). Penurunan reseptor insulin tersebut
mengakibatkan resistensi insulin pada jaringan berkaitan dengan
translokasi (aktivasi) transporter glukosa (GLUT 4) ke membran sel.
Fungsi GLUT 4 adalah mengangkut glukosa dari ekstraseluler menuju
ke dalam sel, untuk digunakan sebagai substrat energi atau disimpan
dalam bentuk glikogen.
Pada diabetes melitus ditandai dengan peningkatan urin (polyuria),
disebabkan karena kadar glukosa dalam nefron meningkat sehingga
menurunkan reabsorpsi air dan elektrolit. Kondisi ini menyebabkan
penderita mengalami dehidrasi, sehingga mengakibatkan penderita
sering minum (polydipsia). Pada diabetes melitus, glukosa berkadar
tinggi dalam darah namun hanya terbatas yang bisa masuk ke dalam
sel untuk dimanfaatkan sebagai energi. Pembentukan energi yang
sedikit menyebabkan stimulasi nafsu makan dan mengakibatkan
penderita sering makan (polifagia).
2. Insulin
Insulin merupakan hormon utama yang berperan dalam metabolisme
energi, dan efeknya adalah penurunan konsentrasi glukosa darah.
Dalam hepar, insulin berperan menghambat glikogenolisis dan
glukoneogenesis, serta meningkatkan sistesi glikogen (glikogenesis)
dan penggunaan glukosa (glikolisis). Dalam otot insulin meningkatkan
transport glukosa melalui aktivasi GLUT-4, dan merangsang sintesis
glikogen (glikogenesis) dan glikolisis. Pada jaringan adipose, insulin
memacu lipogenesis. Insulin memacu proses metabolisme glukosa
pada jaringan adipose, dan menghasilkan gliserol yang kemudian
diesterifikasi menjadi asam lemak untuk membentuk trigliserida.
Untuk terapi pengganti hormon, insulin diperoleh dari sumber hewani
misalnya babi dan sapi karena urutan asam amino insulin mirip dengan
insulin manusia. Namun sekarang digunakan preparat insulin manusia
yang dibuat dengan menggunakan teknologi rekombinan DNA.
Insulin diberikan pada pasien dalam bentuk injeksi karena insulin
(peptida) akan mengalami degradasi oleh enzim dalam saluran
pencernaan, sehingga tidak bisa digunakan secara per oral. Namun,
jika diberikan secara intravena mempunyai waktu paro yang singkat ( <
10 menit). Oleh karena itu, cara pemberian yang tepat adalah melalui
subkutan. Preparat insulin dibagi menjadi tiga yaitu : insulin terlarut
beraksi cepat (soluble insulin), aksi durasi sedang (isophane insulin,
campuran isophane dengan soluble insulin), dan aksi dan durasi lama
(suspense zinc-insulin, protamine zinc insulin). Protamin adalah
peptida bermuatan positif yang dapat menurunkan kelarutan insulin
sehingga menurunkan absorpsi, dan meningkatkan durasi aksinya.

14
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

3. Glukagon
Glukagon dihasilkan oleh sel α Langerhans pankreas. Pelepasan
glukagon dipicu oleh konsentrasi glukagon dalam darah yang rendah.
Saraf simpatik maupun adrenalin dapat merangsang pelepasan
glukagon melalui reseptor β adrenergic. Saraf parasimpatik juga dapat
meningkatkan pelepasan glukagon. Aktivitas glukagon diperantarai
oleh reseptor glukagon, suatu reseptor terhubung protein Gs yang
mengaktivasi adenilat siklase. Pada hepar, glukagon beraksi
merangsang peruraian glikogen (glikogenolisis) dan gluconeogenesis,
serta menghambat pembentukan glikogen (glikogenesis) dan oksidasi
glukosa. Hasilnya glukagon meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Selain itu, glukagon juga memacu proses lipolisis dalam hepar dan
jaringan adipose. Glukagon meningkatkan frekuensi denyut dan
kontraksi jantung, dan efeknya lebih lama dibandingkan adrenalin.
Secara klinik, hormon ini digunakan secara intravena untuk
meningkatkan denyut dan kontraksi jantung pada pasien gagal jantung,
dan digunakan pada terapi hiperglikemik.

4. Inkretin
Hormon inkretin merupakan hormon yang terlibat dalam proses
pengaturan glukosa. Hormon ini diproduksi oleh usus sebagai respon
terhadap makanan. Hormon ini berfungsi : memodulasi sel β
Langerhans pankreas sebagai respon terhadap peningkatan kadar
glukosa darah setelah makan, untuk meningkatkan sekresi insulin, dan
menghambat pelepasan glukagon terutama pada kondisi hiperglikemia.
Hormon inkretin ada dua yaitu : glucagon-like peptide 1 (GLP-1)
dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP). Hormon GLP-
1 disintesis dan disekresi oleh sel L dalam ileum dan kolon. Hormon
GLP-1 berfungsi meningkatkan respon sel β Langerhans pankreas
dalam mensekresi insulin, menekan sekresi glukagon, menghambat
pengosongan lambung dan menurunkan nafsu makan. Hormon GIP
disintesis dan dilepaskan oleh sel K dalam duodenum dan berfungsi
merangsang sekresi insulin, meningkatkan proliferasi dan
kelangsungan hidup sel pankreas. Namun hormon GIP mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap pengosongan lambung.
5. Obat Hipoglikemik Oral
a. Sulfonilurea
Obat sulfonilurea dikembangkan setelah penggunaan sulfonamide
pada terapi demam tifoid menyebabkan penurunan glukosa darah.
Obat sulfonilurea mempunyai aksi terutama pada sel Langerhans
pankreas (aksi pankreatik). Obat ini beraksi secara pankreatik
dengan menstimulasi sel β Langerhans pankreas untuk mensekresi
insulin. Sulfonilurea juga mempunyai aksi di luar pankreas (aksi
ekstra pankreatik). Aksi ekstra pankreatik sulfonilurea yaitu

15
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

menurunkan kadar glukagon serum dan meningkatkan aksi insulin


pada jaringan. Sulfonilurea beraksi dengan menghambat ATP-
sensitive K+ channels, menyebabkan depolarisasi, meningkatkan
kenaikan ion intraseluler sehingga meningkatkan sekresi insulin.
Obat sulfonilurea dibagi dalam beberapa generasi, dibedakan
berdasarkan era penemuan dan potensinya. Generasi paling baru
biasanya mempunyai potensi lebih tinggi dan durasinya aksinya
relatif lebih lama. Semua obat sulfonilurea mempunyai efek
samping hipoglikemia.
1) Generasi pertama, contohnya tolbutamid, klorpropamid,
tolazamid, asetoheksamid;
2) Generasi kedua, contohnya glibenklamid, gliburid, glipizid;
3) Generasi ketiga, contohnya glimepirid.
b. Meglitinid
Obat ini mempunyai aksi mirip dengan sulfonilurea dengan
mengblok ATP-sensitive K+ channels pada sel β Langerhans
pankreas untuk merangsang sekresi insulin. Obat kurang poten
dibandingkan obat sulfonilurea, namun aksinya cepat. Contoh obat
golongan ini adalah repaglinid, nateglinid.
c. Biguanid
Obat ini mempunyai aksi ekstrapankreatik. Obat ini mempunyai
efek penurunan kadar glukosa darah melalui penurunan produksi
glukosa di hati (gluconeogenesis), meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan adiposa dan otot, menurunkan absorpsi glukosa
di usus dan meingkatkan sintesis glikogen. Di samping itu, biguanid
dapat menurunkan kadar “kolesterol jahat” yaitu LDL dan VLDL
dalam serum. Penggunaan obat ini bisa menyebabkan gangguan
pencernaan misalnya anoreksia, diarea, mual, muntah.
Penggunaan jangka panjang juga akan mempunyai absorpsi
vitamin B12. Karena aksinya tidak pada pankreas maka obat ini
tidak menyebabkan hipoglikemik, dan sering dikombinasikan
dengan obat yang beraksi pankreatik yaitu sulfonilurea, atau insulin.
Contoh obat ini adalah metformin, ferformin, buformin.
d. Inhibitor α glukosidase
Obat hipoglikemik yang beraksi dengan menghambat enzim α
glukosidase, suatu enzim pencernaan untuk membantu absorpsi
glukosa atau karbohidrat, sehingga menurunkan kadar glukosa
darah. Efek sampingnya adalah flatulensi, diarea, nyeri abdominal,
kembung. Contoh obat adalah akarbose dan miglitol.
e. Thiazolidinedion
Obat ini beraksi mengaktivasi Peroksidase Proliferase Activated
Receptor Gamma (PPARγ), suatu reseptor intraseluler yang
terdapat pada jaringan adipose, otot dah hati. Fungsi PPARγ
adalah memperantarai diferensiasi adipocyte (sel lemak),

16
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

meningkatkan proses lipogenesis, dan meningkatkan pengambilan


asam lemak dan glukosa. Agonis endogen reseptor tersebut adalah
asam lemak tak jenuh dan prostaglandin J2. Thiazolidinedion
merupakan obat diabetes yang merupakan agonis pada reseptor
PPARγ. Aktivasi reseptor tersebut menyebabkan peningkatan
penggunaan dan transport glukosa, dan menurunkan resistensi
insulin pada jaringan. Contoh obat golongan ini adalah ciglitazon,
troglitazon, rosiglitazon, dan pioglitazon. Dua obat pertama
mempunyai efek samping hepatotoksik. Efek samping troglitazon
disebabkan karena metabolit kuinolon pada rantai samping α-
tokoferol. Pada penggunaan klinik, obat ini dikombinasikan dengan
obat hipoglikemik oral lainnya.
f. Vildagliptin
Obat ini merupakan generasi baru hipoglikemik oral. Obat ini
beraksi dengan menghambat aktivitas enzim dipeptidil peptidase 4
(DPP-4). Enzim DPP-4 berfungsi menghidrolisis hormon inkretin,
GLP-1 dan GIP yang berfungsi meningkatkan respon sel β
Langerhans pankreas dalam mensekresi insulin.
g. Amylin
Peptida asam amino yang juga diproduksi oleh sel β Langerhans
pankreas, dan disimpan bersama dengan insulin. Aksi amylin
dengan cara menghambat sekresi glukagon, menunda
pengosongan lambung dan menekan nafsu makan.

E. HORMON KELAMIN
1. Hormon Kelamin Perempuan
Fungsi seksual dan reproduksi wanita dibagi menjadi dua tahap yaitu
persiapan untuk menerima pembuahan dan kehamilan; dan proses
kehamilan. Organ kelamin wanita terdiri dari : ovarium, tuba falopii, uterus,
dan vagina. Ovarium (indung telur) berfungsi membentuk ovum, suatu sel
telur yang merupakan sel reproduksi wanita. Proses reproduksi dimulai
dengan berkembangnya ovum dalam folikel ovarium. Setelah matang,
kemudian satu ovum dilepaskan menuju rongga abdomen melalui tuba
falopii ke uterus untuk menunggu pembuahan sel sperma. Bila dibuahi
oleh sperma maka akan terimplantasi pada uterus, berkembang menjadi
fetus, membrane fetal dan plasenta. Siklus reproduksi pada perempuan
melibatkan tiga hormon utama yaitu :
a. Hormon pelepas hormon pelutein (LHRH) atau dinamakan juga
hormon pelepas gonadotropin (GnRH), yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Hormon ini berfungsi merangsang pelepasan FSH dan
LH dari kelenjar pituitari anterior.
b. Hormon gonadotropin yaitu hormon perangsang pelepasan folikel
(FSH) dan hormon pelutein (LH). Hormon tersebut dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis anterior sebagai respon terhadap GnRH yang

17
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

dilepaskan hipotalamus. LH berfungsi untuk merangsang proses


ovulasi dan pembentukan korpus luteum dari folikel, sedangkan FSH
berfungsi untuk merangsang pematangan folikel (mengandung ovum)
dalam ovarium.
c. Hormon ovarium (estrogen dan progesteron), disekresi oleh ovarium
(korpus luteum) sebagai respon terhadap FSH dan LH. Estrogen
berfungsi merangsang proliferasi dan pertumbuhan sel jaringan organ
seksual wanita dan jaringan lainnya yang berhubungan dengan
reproduksi, sedangkan progesteron berfungsi mempersiapkan uterus
untuk menerima dan mengembangkan sel telur yang telah dibuahi
dengan meningkatkan perubahan sekresi pada endometrium. Ovarium
juga menghasilkan hormon inhibin yang berfungsi menghambat
produksi FSH dari kelenjar pituitari anterior
1.1. Estrogen
Estrogen endogen diproduksi oleh ovarium dan plasenta, dan kadar
yang rendah dalam testis. Substrat awal dalam pembentukan estrogen
adalah kolesterol. Dalam pembentukan estrogen dari kolesterol,
terbentuk juga senyawa androgenik yaitu androstenedion dan
testosteron. Estrogen endogen pada manusia adalah estradiol (paling
poten), estron dan estriol. Estrogen eksogen sintetis antara lain
mestranol, dietilestradiol, dan stilbestrol.
Estrogen mempunyai mempunyai beberapa efek, tergantung tujuan
ataupun kondisi kematangan seksualitas. Pada kondisi hipogonadisme
primer, estrogen digunakan untuk merangsang dan mempercepat
perkembangan karakter seksual sekunder. Hipogonadisme merupakan
kondisi penurunan aktivitas fungsional dari ovarium (testis pada laki-
laki) dalam memproduksi hormon (termasuk estradiol) dan sel telur
(sperma pada laki-laki). Pada kondisi post menopause, estrogen
digunakan untuk mencegah menopause atau terapi osteoporosis.
Pada perempuan dengan gejala amenorea, estrogen dikombinasi
dengan progesteron digunakan untuk merangsang siklus menstruasi
superfisial. Amenorea merupakan kondisi dimana hilangnya periode
menstruasi pada perempuan usia produktif. Pada amenorea primer,
siklus menstruasi belum terjadi meskipun usia sudah masuk usia
produktif (14 tahun). Hal ini disebabkan kelainan bawaan pada uterus,
atau kegagalan ovarium dalam memelihara sel telur. Amenorea
sekunder merupakan berhentinya siklus menstruasi pada usia
produktif. Hal ini disebabkan karena gangguan hormonal dari
hipotalamus dan kelenjar hipofisis anterior, atau dari menopause yang
prematur.
Pada perempuan dewasa, estrogen yang dikombinasi dengan
progesteron digunakan sebagai kontrasepsi. Kombinasi tersebut
digunakan untuk mencegah ovulasi, dan mencegah kehamilan.
Estrogen menghasilkan negative feedback pada kelenjar hipofisis

18
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

anterior, sehingga menghambat pelepasan LH dan FSH, sehingga


mencegah proses ovulasi. Progesteron dalam kombinasi berperan
dalam menghambat LH. Penggunaan progesteron tunggal ditujukan
untuk kasus perdarahan uterus yang tak teratur.
Efek samping penggunaan estrogen antara lain payudara menjadi
kendur, hyperplasia endometrium, hiperpigmentasi, edema akibat
retensi air dan natrium, dan kenaikan berat badan.
1.2. Antiestrogen
Antiestrogen beraksi sebagai antagonis atau agonis parsial pada
reseptor estrogen. Obat ini disebut dengan modulator reseptor
estrogen. Tamoksifen merupakan obat agonis parsial, yang digunakan
dalam terapi kanker payudara. Tamoksifen merupakan antagonis
reseptor estrogen pada jaringan mamae, namun beraksi estrogenik
pada tulang, endometrium uterus dan lipid plasma. Dengan aksi yg
mirip, raloksifen digunakan pada terapi osteoporosis karena beraksi
estrogenik pada tulang. Dengan aksi sedikit berbeda, klomifen
menghambat ikatan estrogen dalam kelenjar hipofisis anterior,
sehingga mencegah proses negative feedback pada kelenjar hipofisis
dan hipotalamus. Hal ini menyebabkan meningkatkan pelepasan
GnRH dan hormon gonadotropin, serta meningkatkan fungsi ovarium.
Obat ini menghasilkan peningkatan sekresi estrogen maupun memacu
proses ovulasi. Secara klinik, obat ini digunakan pada penanganan
infertilitas karena terhambatnya proses ovulasi.
1.3. Progestin
Progesteron merupakan progestin alami. Sedangkan contoh hormon
sintetis adalah medroksiprogesteron, hidroprogesteron (turunan
progesteron), serta noretisteron, noegestrel dan etinodiol (turunan
testosteron). Hormon tersebut dihasilkan oleh korpus luteum selama
fase sekresi siklus menstruasi, dan plasenta selama proses kehamilan.
Hormon tersebut mempunyai fungsi utama memelihara endometrium
uterus selama fase sekresi siklus menstruasi. Sebagai hormon steroid,
mekanisme aksinya melibatkan reseptor intraseluler, dan
mempengaruhi ekspresi gen. Estrogen dapat merangsang sintesis
reseptor progesteron, sedangkan progesteron menghambat sintesis
reseptor estrogen.
Secara klinik, hormon ini digunakan pada terapi perdarahan disfungsi
uterus, menekan laktasi, dismenorea, endometriosis. Sering
dikombinasikan dengan estrogen sebagai obat kontrasepsi oral,
meskipun juga digunakan dalam bentuk tunggal dalam bentuk oral,
implant atau injeksi. Efek sampingnya adalah edema, kenaikan berat
badan dan depresi.

19
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

1.4. Anti-Progestin
Mifepriston merupakan agonis parsial reseptor progesteron. Obat ini
bekerja merusak uterine lining sehingga mengakibatkan perhentian
kehamilan, dan digunakan dalam proses aborsi. Jika diberikan pada
akhir fase folikuler, obat ini dapat menghambat ovulasi sehingga bisa
digunakan sebagai kontrasepsi.
2. Hormon Kelamin Laki-Laki
Seperti halnya pada perempuan, pada laki-laki sekresi hormon
diatur oleh hipotalamus, kelenjar pituitari anterior maupun gonad. Gonad
merupakan kelenjar yang menghasilkan gamet yaitu ovarium atau testis.
Sedangkan gonadotropin merupakan hormon yang merangsang gonad
yaitu FSH dan LH. FSH mempunyai beberapa peran yaitu : menjaga
keutuhan tubulus seminiferus; setelah pubertas, merangsang
gametogenesis melalui aksinya pada sel Sertoli, suatu sel yang
memelihara dan menunjang perkembangan spermatozoa. LH berperan
dalam perangsangan sel interstisial (sel Leydig) untuk mensekresi
androgen yaitu testosteron. Gonadotropin mulai dihasilkan ketika
seseorang laki-laki sudah mulai masa pubertas. Testosteron berperan
dalam pematangan organ reproduksi laki-laki, perkembangan karakteristik
sekunder laki-laki, memelihara spermatogenesis, menjaga fertilitas, dan
pematangan spermatozoa (efek maskulinisasi).
2.1. Androgen
Androgen endogen adalah testosteron, yang dihasilkan terutama oleh
sel intertisial pada testis (sel Leydig). Dalam jumlah kecil, testosteron
juga dihasilkan di ovarium dan korteks adrenal. Androgen baik
endogen maupun eksogen mempunyai dua kategori efek yaitu : efek
maskulinisasi dan efek anabolik. Adapun efek anabolik adalah
peningkatan massa otot, densitas tulang dan massa sel darah merah.
Efek anabolik itu diiringi dengan efek etensi air dan garam.
Secara klinik, androgen digunakan sebagai hormone-replacement
therapy pada pasien defisiensi testicular, terapi anemia dan
perangsangan pertumbuhan tulang linier. Androgen dapat
menyebabkan karakteristik laki-laki pada perempuan misalnya
jerawat, pertumbuhan rambut pada wajah, suara yang dalam, dan
perkembangan otot yang berlebihan.
Steroid anabolik misalnya nandrolon dan stanozolol merupakan
modifikasi androgen meningkatkan efek anabolik dan mengurangi
efek lainnya. Kedua obat tersebut digunakan untuk meningkatkan
sintesis protein dan meningkatkan perkembangan otot, sehingga
menghasilkan peningkatan berat badan. Di samping itu, steroid
anabolik juga digunakan dalam terapi anemia aplastik. Steroid
anabolik sering disalahgunakan oleh atlet untuk meningkatkan
kekuatan otot atau tubuhnya. Atlet menggunakan doping steroid
anabolik hingga 25-30 kali dosis terapi sehingga dapat menghasilkan

20
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

efek samping serius misalnya atropi testicular dan sterilisasi pada


laki-laki; penghambatan ovulasi, suara yang dalam, jerawatan,
kebotakan atau hirsutisme pada perempuan.
2.2. Anti-androgen
Hormon estrogen dan progesteron mempunyai aktivitas anti
androgen. Estrogen beraksi menghambat pelepasan gonadotropin,
sedangkan progesteron berkompetisi dengan androgen pada organ
targetnya. Cyproteron dan flutamid merupakan antagonis kompetitif
testosteron. Cypoteron merupakan senyawa turunan progesteron,
dapat berkompetisi dengan dihidrotesteron pada reseptornya dalam
jaringan targetnya. Kedua obat tersebut digunakan dalam
pengobatan rambut yang berlebihan pada perempuan, dan bersama
dengan GnRH digunakan dalam penanganan kanker prostat pada
laki-laki. Contoh GnRH sintesis yang sering digunakan adalah
gonadorelin. Agonis GnRH lainnya adalah buserelin, leuprorelin,
nafarelin dan gasorelin. Finasterid juga digunakan pada penanganan
terapi kanker prostat.
2.3. Sildenafil
Obat ini bukan steroid kelamin. Obat ini digunakan secara oral untuk
penanganan disfungsi ereksi. Sildenafil beraksi dengan menghambat
enzim fosfodiesterase dalam otot polos vaskuler. Fosfodiesterase
merupakan enzim yang mengubah cGMP menjadi GMP. Di lain
pihak, nitrit oksida dilepaskan oleh sel saraf atau sel endothelial yang
dapat berinteraksi dengan otot polos, membentuk cGMP yang bisa
menyebabkan relaksasi otot polos. Relaksasi otot polos ini lah yang
menghasilkan efek ereksi pada organ kelamin laki-laki.

F. DRUG RELATED PROBLEM


Pharmaceutical Care adalah bentuk pelayanan dan tanggungjawab
langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Apoteker tidak hanya bertanggungjawab dalam
menjamin terapi obat yang diberikan aman, tepat, dan terjangkau tetapi juga
menjamin hasil terapi yang diinginkan oleh pasien. Hasil terapi terbaik dari
pasien dapat dicapai apabila apoteker melakukan identifikasi, dapat
mengatasi serta mencegah kejadian Drug Related Problem.
Identifikasi Drug Related Problem merupakan fokus pelayanan dan
merupakan kunci dari pengambilan keputusan pada proses perawatan
pasien. Walaupun identifikasi Drug Related Problem secara teknis
merupakan bagian dari proses penilaian kondisi pasien, namun Drug Related
Problem menggambarkan kontribusi nyata apoteker dalam pelayanan
kefarmasian. Drug Related Problem merupakan kejadian yang tidak
diinginkan yang dialami pasien, yang terkait dengan terapi obat secara aktual
dan potensial yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya outcome yang
optimal dari suatu pengobatan.

21
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

Kejadian DRP tersebut berpengaruh pada proses pencapaian tujuan


terapi dan memerlukan pengambilan keputusan apoteker sebagai seorang
professional. DRP yang tidak terselesaikan akan berdampak klinis bagi
pasien. Oleh karena itu DRP memerlukan proffesional judgment dalam
penyelesaiannya. Identifikasi DRP menjadi peran pokok apoteker dalam
pelayanan kefarmasian. DRP menggambarkan tanggungjawab besar
seorang apoteker dalam pelayanan kefarmasian. Hal yang perlu ditekankan
pada apoteker dalam pelayan kefermasian adalah mencegah kejadian drug
related problem. Kategori drug related problem adalah:
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
2. Kebutuhan terapi tambahan
3. Obat tidak efektif
4. Dosis obat terlalu rendah (underdose)
5. Dosis obat terlalu tinggi (overdose)
6. Reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction)
7. Ketidakpatuhan pasien
Kebutuhan pasien akan terapi dapat digolongkan menjadi empat, yaitu
indikasi, efektivitas, keamanan dan kepatuhan (adherence). Kebutuhan
terapi pasien yang tidak terpenuhi selanjutnya disebut sebagai drug related
problem. Tabel berikut menghubungkan kebutuhan terapi pasien dengan
Drug Related Problem.
Kebutuhan Terapi Drug Related Problem
INDIKASI Terapi tiak diperlukan
Membutuhkan terapi tambahan
EFEKTIVITAS Obat tidak efektif

Underdose
KEAMANAN Adverse Drug Reaction
Overdose
KETIDAKPATUHAN Ketidakpatuhan pasien

Problem 1: Terapi obat yang tidak diperlukan


Terapi obat yang tidak diperlukan karena pasien tidak mengalami
indikasi yang sesuai dngan terapi yang diberikan. Beberapa penyebab berikut
sering menyebabkan problem terapi yang terkait dengan ketidakperluan
terapi pada pasien.
1. Duplikasi terapi
2. Tidak ada indikasi yang menunjukkan pasien membutuhkan terapi
tersebut
3. Terapi tanpa obat lebih sesuai
4. Penggunaan obat rekreasional
5. Terapi untuk adverse drug reaction yang dapat dihindari

22
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3

Problem 2: Kebutuhan terapi tambahan


Terapi obat tambahan diperlukan untuk mengatasi dan mencegah
perburukan kondisi penyakit. Beberapa penyebab berikut sering
menyebabkan problem terapi yang terkait dengan kebutuhan terapi
tambahan pada pasien
1. Pasien memerlukan terapi untuk mencegah memburuknya kondisi
pasien
2. Terdapat indikasi dan/ atau gejala yang belum di terapi
3. Memerlukan tambahan terapi untuk mencapai sinergitas terapi
Problem 3: Obat tidak efektif
Obat dikatakan tidak efektif jika produk obat yang diberikan tidak
menunjukkan respon terapi yang diinginkan. Penyebab di bawah ini
merupakan pemicu terjadinya problem obat tidak efektif.
1. Terdapat obat yang lebih efektif
2. Kondisi medis pasien yang sulit diobati meskipun pengobatan sesuai
guideline terapi
3. Dosis yang diberikan tidak sesuai
4. Kondisi pasien kontraindikasi dengan obat yang diberikan
5. Obat yang diberikan tidak efektif untuk kondisi pasien
Problem 4: Dosis obat terlalu rendah (underdose)
Obat dikatakan underdose atau subterapi jika respon yang diinginkan
dari suatu obat tidak tercapai. Beberapa penyebab di bawah ini memicu
kondisi subterapi.
1. Dosis tidak efektif
2. Obat yang diberikan memerlukan monitoring tambahan
3. Frekuensi penggunaan obat tidak sesuai
4. Durasi penggunaan obat tidak sesuai
5. Cara penggunaan obat tidak tepat
6. Cara penyimpanan obat tidak tepat
7. Interaksi obat yang menurunkan kadar obat dalam darah
Problem 5: Dosis obat terlalu tinggi (overdose)
Suatu obat dikatakan overdose jika dosis yang diberikan menimbulkan
efek toksik. Overdose tidak hanya akibat dari kekeliruan pemberian dosis
sebelum diminum. Berikut adalah penyebab-penyebab yang mungkin dialami
pasien sehingga menimbulkan efek toksik.
1. Dosis terlalu tinggi untuk pasien
2. Obat yang diberikan memerlukan monitoring tambahan
3. Frekuensi pemberian obat terlalu rapat
4. Durasi penggunaan obat lama
5. Interaksi obat yang menyebabkan peningkatan kadar obat dalam darah

23
Problem 6: Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction)
Obat yang diberikan memicu terjadinya ADR. Sebagai contoh, pasien
mengalami rash pada bagian lengan dan dada setelah menggunakan
cotrimoxsazol untuk terapi luka infeksi. Penyebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan ADR adalah:
1. Terjadi efek yang tidak terduga
2. Obat yang diberikan tidak aman untuk pasien
3. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan
4. Cara penggunaan obat tidak tepat
5. Terjadi reaksi alergi
6. Dosis menurun/ meningkat terlalu cepat
Problem 7: Ketidakpatuhan pasien (Adherence)
Permasalahan kepatuhan tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab
pasien. Adakalanya pasien bukan tidak mau minum obat, tetapi pasien tidak
mampu membeli obat. Berikut ini merupakan penyebab yang terkait dengan
kepatuhan pasien.
1. Pasien tidak memahami instruksi penggunaan obat
2. Pasien tidak dapat membeli obat
3. Pasien memilih tidak minum obat
4. Pasien lupa meminum obat
5. Produk obat tidak tersedia
6. Pasien tidak dapat minum/ menggunakan obat

G. TEKNIK PENELUSURAN PUSTAKA


Pustaka merupakan hal yang paling penting dalam penyelesaian kasus
farmakoterapi. Pustaka sebagai sumber informasi dari pilihan terapi yang
digunakan dan diterapkan pada pasien harus merupakan pustaka yang valid.
Untuk mendapatkan pustaka yang valid, diperlukan keahlian menilai, memilih
dan menelaah pustaka yang beredar luas. Penggunaan pustaka yang didasari
bukti penelitian sebagai dasar pemilihan terapi, diintegrasikan dengan clinical
expertise dan memperhatikan nilai-nilai pasien disebut dengan Evidence
Based Medicine (EBM). Critical expertise sendiri dijabarkan sebagai
kombinasi dari pengalaman, pengetahuan dan skill klinis praktisi medik.
Sedangkan nilai-nilai pasien bermakna bahwa pasien mempunyai pilihan,
harapan dan hal-hal khusus yang unik dalam dirinya yang berbeda satu
sama lainnya.
Tahapan-tahapan dalam melaksanakan EBM adalah:
1. Membuat pertanyaan yang terfokus pada kasus
2. Menemukan evidence yang sesuai
3. Menilai evidence
4. Membuat keputusan
5. Mengevaluasi hasil

24
Tahapan membuat pertanyaan yang berfokus pada kasus, merupakan
tahapan penting menemukan EBM yang sesuai. Model PICO (TT) merupakan
salah satu model untuk mempermudah penentuan pernyataan tersebut

Tabel 2.1. Model PICO (tt) untk merumuskan pertanyaan klinis

Setelah merumuskan pertanyaan klinis, untuk mendapatkan EBM


yang sesuai perlu dilakukan pencarian metode/ desain studi pustaka yang
cocok sebagai dasar pengambilan keputusan. Desain studi tersebut
menentukan tinggi rendahnya level evidence, yang dapat dilihat hirarkinya.

25
26
H. SUMBER INFORMASI OBAT
Informasi mengenai obat-obatan dan penyelesaian kasus farmakoterapi
dapat ditemukaan dari berbagai sumber. Sumber informasi ini dapat
dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Sumber informasi primer. Sumber informasi pimer berisi informasi terbaru
hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, contoh:
a. British Medical Journal
b. Journal of American Medical Association
c. The Lancet
d. Annals of Pharmacotherapy
e. Medscape
2. Sumber informasi sekunder. Sumber informasi sekunder merupakan
kumpulan abstrak dari berbagai jurnal atau hasil review dan meta analisis
dari berbagai jurnal, contoh:
a. Medline
b. Pharmacline
c. Iowa Drug Information Service
3. Sumber informasi tersier. Sumber informasi tersier berupa referensi yang
berisi materi-materi yang sudah merupakan kumpulan informasi primer dan
tersier bahkan sekunder lainnya, dirangkum dan diedit dalam bentuk yang
lebih padat dan terstruktur, biasanya berupa buku atau e-book, contoh:
a. Drug Information Handbook (DIH)
b. Drug Interaction Facts (DIF)
c. Buku/ e-book farmakoterapi lainnya

27
BAB III. METODE PENYELESAIAN KASUS FARMAKOTERAPI

Kasus-kasus farmakoterapi yang diambil baik dari rekam medik maupun


observasi langsung ke pasien, perlu dianalisa untuk dapat diselesaikan secara
terintegrasi. Beberapa metode yang umumnya dapat digunakan untuk menyelesaikan
kasus farmakoterapi adalah:
1. Metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan)
a. S (Subjective). Terdiri dari data-data pasien yang diambil dari riwayat
penyakit penderita seperti: riwayat keluarga, riwayat sosial, riwayat alergi,
keluhan yang dirasakan pasien.
b. O (Objective). Terdiri dari kumpulan data pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan dari rekam medis pasien.
c. A (Assesment). Merupakan penentuan masalah atau problem yang
dialami oleh pasien atas dasar informasi dari data subjective dan objective
pasien.
d. P (Plan). Plan merupakan solusi dari assesment yang telah dilakukan,
meliputi: penetapan tujuan terapi, penentuan terapi farmakologi dan non-
farmakologi, penetapan terapi farmakologi yang rasional, pemberian
konseling, informasi, edukasi kepada pasien dan memonitoring atas
pengobatan yang telah diberikan.
2. Metode PAM (Problems, Assesment/Actions, Monitoring)
a. P (Problems), yaitu kumpulan data subyektif dan obyektif pada
metode SOAP
b. A (Assesment/Actions), yaitu penilaian problem hingga penentuan
tindakan yang diambil baik terapi farmakologis, non-farmakologis, maupun
konseling atau edukasi yang perlu diberikan kepada pasien.
c. M (Monitoring), yaitu penentuan parameter yang dipantau dari actions
yang dijalankan, lalu ditentukan periode pemantauan dan hasil yang
didapatkan dari pemantauan tersebut.
3. Metode FARM (Finding, Assesment, Resolution, Monitoring)
a. F (Finding), yaitu semua data hingga keluhan dan riwayat pasien yang
membantu untuk menentukan problem (S dan O pada metode SOAP)
b. A (Assesment), yaitu penilaian dan penentuan masalah berdasarkan
finding
c. R (Resolution), yaitu penyelesaian problem yang ditentukan pada tahap
A, meliputi terapi farmakologis, non-farmakologis dan KIE
d. M (Monitoring), yaitu monitoring keberhasilan dan efek samping
pengobatan/ terapi (seperti monitoring pada metode PAM)

28
BAB IV. KEGIATAN PRAKTIKUM

Praktikum Farmakoterapi 3 dilaksanakan sebanyak 4 pertemuan dengan


bahasan kasus yaitu :
1. Gangguan Kelenjar Tiroid
2. Gangguan Kelenjar Pankreas
3. Gangguan Hormon Kelamin Laki-Laki
4. Gangguan Hormon Kelamin Wanita

Alat dan Bahan yang harus dipersiapkan selama praktikum berlangsung :


1. Alat tulis
2. Laptop
3. Lembar SOAP
4. Literatur
5. LCD

Prosedur Praktikum :
1. Praktikan melaksanakan pre-test mengenai penelusuran pustaka yang telah
didapatkan selama perkuliahan
2. Dosen pengampu memberikan penjelasan mengenai praktikum terkait
3. Praktikan mengerjakan contoh kasus kemudian menyelesaikan dengan cara
mengisi form SOAP yang telah disiapkan sebelum praktikum
4. Diskusi kasus
5. Dosen pengampu praktikum memberikan feedback

Penilaian Praktikum :

1. Pre-test, dilakukan sebelum praktikum untuk menilai kesiapan mahasiswa


dalam mengikuti kegiatan praktikum dan nilai pre-test memiliki kontribusi
terhadap nilai akhir praktikum
2. Kegiatan praktikum dilakukan penilaian, diantaranya adalah keaktifan dalam
berdiskusi dan kesiapan dalam melakukan praktikum
3. Laporan praktikum merupakan laporan hasil praktikum, dengan format
sebagai berikut :
a. Cover
b. Judul kasus
c. Dasar teori (Patofisiologi dan Guideline terapi)
d. Penatalaksanaan kasus dan pembahasan (SOAP)
e. Kesimpulan
f. Daftar pustaka
g. Lampiran
4. Ujian akhir diikuti oleh praktikan dengan minimal kehadiran 80% (tidak hadir
praktikum dengan alasan sakit disertai surat keterangan dokter)

29
Lampiran 1. Contoh Cover Laporan Akhir Praktikum

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3

FARMAKOTERAPI GANGGUAN KELENJAR TIROID

Disusun
Oleh :

1. Nama Mahasiswa NIM


2. Nama Mahasiswa NIM
3. Nama Mahasiswa NIM
4. Nama Mahasiswa NIM
5. Nama Mahasiswa NIM
6. Nama Mahasiswa NIM

Nama Dosen Pembimbing :


Tanggal diskusi :
Tanggal diskusi Kelompok :

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI DAN FARMAKOLOGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA

SAMARINDA

2021
30
Lampiran 2. Lembar kerja praktikan

Dokumen Farmasi Pasien (DFP)

Nama Pasien : Usia :

Jenis kelamin : BB/TB :

Keluhan utama (Subjektif):

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat pengobatan :

Diagnosis :

31
DATA KLINIK (Objektif)
Parameter Nilai Normal 1 2 3 4 5 6
Suhu
Nadi (HR)
Napas (RR)
Tekanan Darah

DATA LABORATORIUM (Objektif)


Parameter Satuan Nilai Normal 1 2 3 4

ASSESSMENT AND PLAN


No Problem Paparan Problem Rekomendasi

TERAPI
No Nama Obat Regimen Obat Tanggal Penggunaan

1 2 3 4 5

MONITORING
No Parameter Nilai Normal Jadwal 1 2 3 4 5
Pemantauan

Informasi

32

Anda mungkin juga menyukai