PETUNJUK PRAKTIKUM Farmakoterapi 3
PETUNJUK PRAKTIKUM Farmakoterapi 3
2021
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
KATA PENGANTAR
Penyusun
1
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
2
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
BAB I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dan menginterpretasikan data
klinik sehingga dapat memberikan rencana evaluasi dan atau saran terapi
farmakologis maupun non-farmakologis, disertai dengan rencana konseling
informasi edukasi dan pedoman monitoring terapi tersebut.
3
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
A. SISTEM ENDOKRIN
1. Pendahuluan
Tubuh kita diatur oleh dua sistem pengatur yaitu : sistem saraf (pusat
dan perifer) dan sistem endokrin (sistem hormonal), suatu sistem kelenjar
yang menghasilkan hormon yang dilepaskan ke sirkulasi sistemik yang
mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain. Persamaan keduanya
adalah berperan sebagai sistem sinyal informasi. Sistem hormonal berfungsi
dalam pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, pengaturan kecepatan
reaksi kimia atau transport senyawa melalui membran sel, pertumbuhan sel
dan lainnya.
Kata “endokrin” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sekresi ke
dalam”; zat aktif utama dari sekresi interna ini disebut hormon, dari kata
Yunani yang berarti “merangsang”. Beberapa organ endokrin menghasilkan
satu hormon tunggal, sedangkan yang lain menghasilkan dua atau beberapa
jenis hormon : misalnya kelenjar hipofisis menghasilkan beberapa jenis
hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ lain; karena itulah
kelenjar hipofisis dilukiskan sebagai “kelenjar pimpinan tubuh”. Beberapa
organ endokrin :
a. Kelenjar hipofisis, lobus anterior dan posterior
b. Kelenjar tiroid dan paratiroid
c. Kelenjar suprarenal, korteks dan medulla
d. Kelenjar timus, bagian badan pineal
Pembentukan sekresi interna adalah suatu fungsi penting, juga pada
organ dan kelenjar lain, seperti insulin dari kepulauan Langerhans di dalam
pankreas, gastrin di dalam lambung, estrogen dan progesteron di dalam
ovarium, dan testosteron di dalam testis.
Klasifikasi hormon berdasarkan sifat aksinya dibedakan menjadi dua
yaitu hormon lokal dan hormon umum. Hormon lokal, dilepaskan oleh sel atau
jaringan tertentu yang mempunyai efek spesifik lokal (bisa beraksi pada
daerah tempat dihasilkan atau daerah lainnya, namun sifatnya lokal).
Contohnya, hormone sekretin yang dihasilkan mukosa duodenum dan
jejenum, untuk mengatur pH isi duodenum melalui pengaturan sekresi asam
lambung atau dengan bikarbonat. Kolesistokinin yang dihasilkan oleh mukosa
usus halus, disekresi dalam duodenum yang berperan dalam pelepasan
enzim pencernaan dari usus halus, dan asam empedu dari kandung empedu,
untuk membantu pencernaan protein dan lemak. Hormon umum disekresi
oleh kelenjar endokrin spesifik, distribusikan secara sistemik, efeknya lebih
luas. Contohnya adalah hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh hipofisis
anterior, yang efeknya merangsang pertumbuhan sel-sel tubuh. Hormon
adrenalin dan nor-efinefrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal, berefek
4
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
2. Hipotalamus
Terdapat di sistem saraf pusat. Hormon yang dihasilkan antara lain :
a. Vasopresin (ADH) merupakan hormon antidiuretic, yang berfungsi
meningkatkan permeabilitas air dalam nefron (tubulus distal dan duktus
kolektivus) sehingga dapat meningkatkan reabsorpsi air dan
selanjutnya meningkatkan volume darah dan tekanan darah.
b. Hormon perangsang pelepasan hormon pertumbuhan atau growth
hormone-releasing hormone (GHRH), berfungsi merangsang
pelepasan hormon pertumbuhan (somatotropin) dari kelenjar pituitary
anterior.
c. Hormon perangsang pelepasan tirotropin atau thyrotropin-releasing
hormone (TRH), berfungsi merangsang pelepasan “hormon
perangsang pelepasan tiroid (TSH)” dari kelenjar pituitary anterior.
d. Hormon perangsang pelepasan gonadotropin atau gonadotropin- atau -
–luteinizing hormone releasing hormone (GnRH atau LHRH), berfungsi
merangsang pelepasan “hormon perangsang pelepasan folikel (FSH)”
dan “hormon lutein (LH)” dari kelenjar pituitary anterior. Istilah
gonadotropin mengacu pada hormon yang dapat merangsang gonad,
5
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
6
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
5. Kelenjar Epifisis
Terdapat di sistem saraf pusat. Hormon yang dihasilkan adalah
melatonin, berperan dalam pengaturan ritme sirkardian, dan dimetiltriptamin
berperan dalam halusinasi.
6. Kelenjar Tiroid
Hormon yang dihasilkan adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3)
yang keduanya berperan untuk mempercepat metabolism sel atau reaksi
kimia dalam sel tubuh, dan merangsang enzim RNA polymerase sehingga
meningkatkan sintesis protein. Kelenjar ini juga menghasilkan kalsitonin yang
berfungsi merangsang osteoblast, suatu sel yang mensekresi matrik tulang
dalam proses pembentukan tulang dan menghambat pelepasan Ca 2+ dari
tulang sehingga menurunkan Ca2+ darah.
7. Pankreas
Dalam pankreas terdapat struktur mikroskopik iregular yang tersebar di
seluruh bagian pankreas yang dinamakan Langerhans islet, atau pulau
Langerhans yang terdiri dari beberapa jenis sel dan secara fungsional
menghasilkan hormon yang berbeda. Sel α, β dan γ Langerhans masing-
masing menghasilkan glukagon, insulin dan somatostatin. Insulin memacu
pemasukan glukosa ke dalam sel tubuh, dan berperan dalam penurunan
kadar glukosa darah, sedangkan glukagon meningkatkan pelepasan glukosa
dari hepar masuk ke sirkulasi sistemik, dan berperan menaikkan kadar
glukosa darah. Somatostatin berperan untuk menghambat pelepasan baik
insulin maupun glukagon, menurunkan produksi hormon pencernaan,
menurunkan sekresi asam lambung. Disamping itu, pankreas juga
menghasilkan polipeptida pankreas yang berperan membantu proses
pencernaan.
8. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian, bagian luar dinamakan korteks
adrenal dan bagian dalam dinamakan medulla adrenal. Bagian korteks
adrenal menghasilkan glukokortikoid, mineralokortikoid dan androgen.
Glukokortikoid mempengaruhi metabolism karbohidrat, lemak dan protein,
sedangkan mineralokortikoid berperan dalam pengaturan elektrolit dan
keseimbangan air, Bagian medulla adrenal melalui sel kromafin menghasilkan
adrenalin (80%), nor- adrenalin, dopamine dan enkefalin.
9. Testis
Testis merupakan kelenjar berbentuk telur terletak dalam skrotum,
tempat sperma berkembang. Dalam testis, terdapat sel Leydig yang berperan
mensekresi testosterone (androgen) yang berfungsi merangsang
pertumbuhan organ kelamin pria dan meningkatkan sifat-sifat sekunder pria.
7
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
11. Plasenta
Plasenta menghasilkan hormon utama yaitu progesteron, dengan
fungsi meningkatkan perkembangan beberapa jaringan dan organ janin,
meningkatkan perkembangan aparatus sekretori payudara ibu, menurunkan
kontraksi otot polos uterus, menghambat laktasi dan menghambat respon
imun terhadap janin. Estrogen juga berperan penting yaitu meningkatkan
pertumbuhan organ kelamin ibu dan beberapa jaringan janin. Human
chorionic gonadotropin (HCG) atau korionik gonadotropin berfungsi menjaga
perkembangan korpus luteum terutama awal kehamilan. Dalam hal ini korpus
luteum berfungsi menghasilkan progesteron dan estrogen. Plasenta juga
menghasilkan hormon laktogen plasenta dan inhibitin.
13. Jantung
Organ ini menghasilkan hormon peptida natriuretik yang berfungsi
menurunkan retensi air dan Na+ dan menurunkan resistensi vaskuler
sehingga menurunkan tekanan darah.
8
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
14. Ginjal
Sel juxtaglomerular pada nefron ginjal menghasilkan renin yang
berperan dalam sistem renin-angiotensin untuk pengaturan tekanan darah.
Disamping itu, sel mesangial extraglomerular menghasilkan eritropoietin,
suatu hormon yang berperan dalam produksi sel darah merah (eritrosit).
Ginjal juga merangsang megakariosit untuk memproduksi platelet.
B. HORMON ADRENOKORTIKAL
Medula adrenal menghasilkan hormon utama yaitu adrenalin dan nor-
adrenalin, yang aktivitasnya berkaitan dengan aktivitas sistem saraf
simpatetik. Sedangkan bagian korteks adrenal, terdiri dari tiga lapisan yaitu
zona retikularis, mensekresi hormon kelamin yaitu androgen (testosteron),
zona fasikulata, mensekresi senyawa yang mengatur metabolism tubuh
(protein dan karbohidrat) yaitu glukokortikoid (hidrokortison, kortikosteron),
dan zona gromelulosa, mensekresi senyawa yang mengatur keseimbangan
air dan elektrolit yaitu mineralokortikoid (aldosteron). Produksi kortikosteroid,
baik glukokortikoid dan mineralokortikoid oleh korteks adrenal (kelenjar
adrenal), diatur oleh kelenjar hipofisis anterior dan hipotalamus beserta
mekanisme negative feedback.
Hormon adrenokortikotropin (ACTH) mengatur sekresi kortikosteroid,
terutama glukokortikoid, sedangkan sistem renin-angiotensin mengatur
sekresi mineralokortikoid. Keseimbangan produksi ACTH di kelenjar hipofisis
anterior diatur oleh : corticotropin-releasing hormone (CRH), suatu hormon
hipotalamus, merangsang produksi ACTH dari kelenjar pituitary anterior; dan
mekanisme negative feedback untuk menghambat pelepasan CRH.
1. Glukokortikoid
Sebagian besar efek glukokortikoid melibatkan interaksi dengan
reseptor intraseluler yang mengatur proses transkripsi gen. Efek
tersebut membutuhkan waktu yang lama. Glukokortikoidjuga dapat
menghambat influx Ca2+ dalam saraf hipokampus, dan efek tersebut
berlangsung cepat tanpa melibatkan interaksi dengan gen (non-
genomic).
9
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
10
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
11
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
12
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
13
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
14
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
3. Glukagon
Glukagon dihasilkan oleh sel α Langerhans pankreas. Pelepasan
glukagon dipicu oleh konsentrasi glukagon dalam darah yang rendah.
Saraf simpatik maupun adrenalin dapat merangsang pelepasan
glukagon melalui reseptor β adrenergic. Saraf parasimpatik juga dapat
meningkatkan pelepasan glukagon. Aktivitas glukagon diperantarai
oleh reseptor glukagon, suatu reseptor terhubung protein Gs yang
mengaktivasi adenilat siklase. Pada hepar, glukagon beraksi
merangsang peruraian glikogen (glikogenolisis) dan gluconeogenesis,
serta menghambat pembentukan glikogen (glikogenesis) dan oksidasi
glukosa. Hasilnya glukagon meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Selain itu, glukagon juga memacu proses lipolisis dalam hepar dan
jaringan adipose. Glukagon meningkatkan frekuensi denyut dan
kontraksi jantung, dan efeknya lebih lama dibandingkan adrenalin.
Secara klinik, hormon ini digunakan secara intravena untuk
meningkatkan denyut dan kontraksi jantung pada pasien gagal jantung,
dan digunakan pada terapi hiperglikemik.
4. Inkretin
Hormon inkretin merupakan hormon yang terlibat dalam proses
pengaturan glukosa. Hormon ini diproduksi oleh usus sebagai respon
terhadap makanan. Hormon ini berfungsi : memodulasi sel β
Langerhans pankreas sebagai respon terhadap peningkatan kadar
glukosa darah setelah makan, untuk meningkatkan sekresi insulin, dan
menghambat pelepasan glukagon terutama pada kondisi hiperglikemia.
Hormon inkretin ada dua yaitu : glucagon-like peptide 1 (GLP-1)
dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP). Hormon GLP-
1 disintesis dan disekresi oleh sel L dalam ileum dan kolon. Hormon
GLP-1 berfungsi meningkatkan respon sel β Langerhans pankreas
dalam mensekresi insulin, menekan sekresi glukagon, menghambat
pengosongan lambung dan menurunkan nafsu makan. Hormon GIP
disintesis dan dilepaskan oleh sel K dalam duodenum dan berfungsi
merangsang sekresi insulin, meningkatkan proliferasi dan
kelangsungan hidup sel pankreas. Namun hormon GIP mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap pengosongan lambung.
5. Obat Hipoglikemik Oral
a. Sulfonilurea
Obat sulfonilurea dikembangkan setelah penggunaan sulfonamide
pada terapi demam tifoid menyebabkan penurunan glukosa darah.
Obat sulfonilurea mempunyai aksi terutama pada sel Langerhans
pankreas (aksi pankreatik). Obat ini beraksi secara pankreatik
dengan menstimulasi sel β Langerhans pankreas untuk mensekresi
insulin. Sulfonilurea juga mempunyai aksi di luar pankreas (aksi
ekstra pankreatik). Aksi ekstra pankreatik sulfonilurea yaitu
15
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
16
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
E. HORMON KELAMIN
1. Hormon Kelamin Perempuan
Fungsi seksual dan reproduksi wanita dibagi menjadi dua tahap yaitu
persiapan untuk menerima pembuahan dan kehamilan; dan proses
kehamilan. Organ kelamin wanita terdiri dari : ovarium, tuba falopii, uterus,
dan vagina. Ovarium (indung telur) berfungsi membentuk ovum, suatu sel
telur yang merupakan sel reproduksi wanita. Proses reproduksi dimulai
dengan berkembangnya ovum dalam folikel ovarium. Setelah matang,
kemudian satu ovum dilepaskan menuju rongga abdomen melalui tuba
falopii ke uterus untuk menunggu pembuahan sel sperma. Bila dibuahi
oleh sperma maka akan terimplantasi pada uterus, berkembang menjadi
fetus, membrane fetal dan plasenta. Siklus reproduksi pada perempuan
melibatkan tiga hormon utama yaitu :
a. Hormon pelepas hormon pelutein (LHRH) atau dinamakan juga
hormon pelepas gonadotropin (GnRH), yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Hormon ini berfungsi merangsang pelepasan FSH dan
LH dari kelenjar pituitari anterior.
b. Hormon gonadotropin yaitu hormon perangsang pelepasan folikel
(FSH) dan hormon pelutein (LH). Hormon tersebut dihasilkan oleh
kelenjar hipofisis anterior sebagai respon terhadap GnRH yang
17
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
18
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
19
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
1.4. Anti-Progestin
Mifepriston merupakan agonis parsial reseptor progesteron. Obat ini
bekerja merusak uterine lining sehingga mengakibatkan perhentian
kehamilan, dan digunakan dalam proses aborsi. Jika diberikan pada
akhir fase folikuler, obat ini dapat menghambat ovulasi sehingga bisa
digunakan sebagai kontrasepsi.
2. Hormon Kelamin Laki-Laki
Seperti halnya pada perempuan, pada laki-laki sekresi hormon
diatur oleh hipotalamus, kelenjar pituitari anterior maupun gonad. Gonad
merupakan kelenjar yang menghasilkan gamet yaitu ovarium atau testis.
Sedangkan gonadotropin merupakan hormon yang merangsang gonad
yaitu FSH dan LH. FSH mempunyai beberapa peran yaitu : menjaga
keutuhan tubulus seminiferus; setelah pubertas, merangsang
gametogenesis melalui aksinya pada sel Sertoli, suatu sel yang
memelihara dan menunjang perkembangan spermatozoa. LH berperan
dalam perangsangan sel interstisial (sel Leydig) untuk mensekresi
androgen yaitu testosteron. Gonadotropin mulai dihasilkan ketika
seseorang laki-laki sudah mulai masa pubertas. Testosteron berperan
dalam pematangan organ reproduksi laki-laki, perkembangan karakteristik
sekunder laki-laki, memelihara spermatogenesis, menjaga fertilitas, dan
pematangan spermatozoa (efek maskulinisasi).
2.1. Androgen
Androgen endogen adalah testosteron, yang dihasilkan terutama oleh
sel intertisial pada testis (sel Leydig). Dalam jumlah kecil, testosteron
juga dihasilkan di ovarium dan korteks adrenal. Androgen baik
endogen maupun eksogen mempunyai dua kategori efek yaitu : efek
maskulinisasi dan efek anabolik. Adapun efek anabolik adalah
peningkatan massa otot, densitas tulang dan massa sel darah merah.
Efek anabolik itu diiringi dengan efek etensi air dan garam.
Secara klinik, androgen digunakan sebagai hormone-replacement
therapy pada pasien defisiensi testicular, terapi anemia dan
perangsangan pertumbuhan tulang linier. Androgen dapat
menyebabkan karakteristik laki-laki pada perempuan misalnya
jerawat, pertumbuhan rambut pada wajah, suara yang dalam, dan
perkembangan otot yang berlebihan.
Steroid anabolik misalnya nandrolon dan stanozolol merupakan
modifikasi androgen meningkatkan efek anabolik dan mengurangi
efek lainnya. Kedua obat tersebut digunakan untuk meningkatkan
sintesis protein dan meningkatkan perkembangan otot, sehingga
menghasilkan peningkatan berat badan. Di samping itu, steroid
anabolik juga digunakan dalam terapi anemia aplastik. Steroid
anabolik sering disalahgunakan oleh atlet untuk meningkatkan
kekuatan otot atau tubuhnya. Atlet menggunakan doping steroid
anabolik hingga 25-30 kali dosis terapi sehingga dapat menghasilkan
20
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
21
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
Underdose
KEAMANAN Adverse Drug Reaction
Overdose
KETIDAKPATUHAN Ketidakpatuhan pasien
22
Petunjuk Praktikum Farmakoterapi 3
23
Problem 6: Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction)
Obat yang diberikan memicu terjadinya ADR. Sebagai contoh, pasien
mengalami rash pada bagian lengan dan dada setelah menggunakan
cotrimoxsazol untuk terapi luka infeksi. Penyebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan ADR adalah:
1. Terjadi efek yang tidak terduga
2. Obat yang diberikan tidak aman untuk pasien
3. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan
4. Cara penggunaan obat tidak tepat
5. Terjadi reaksi alergi
6. Dosis menurun/ meningkat terlalu cepat
Problem 7: Ketidakpatuhan pasien (Adherence)
Permasalahan kepatuhan tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab
pasien. Adakalanya pasien bukan tidak mau minum obat, tetapi pasien tidak
mampu membeli obat. Berikut ini merupakan penyebab yang terkait dengan
kepatuhan pasien.
1. Pasien tidak memahami instruksi penggunaan obat
2. Pasien tidak dapat membeli obat
3. Pasien memilih tidak minum obat
4. Pasien lupa meminum obat
5. Produk obat tidak tersedia
6. Pasien tidak dapat minum/ menggunakan obat
24
Tahapan membuat pertanyaan yang berfokus pada kasus, merupakan
tahapan penting menemukan EBM yang sesuai. Model PICO (TT) merupakan
salah satu model untuk mempermudah penentuan pernyataan tersebut
25
26
H. SUMBER INFORMASI OBAT
Informasi mengenai obat-obatan dan penyelesaian kasus farmakoterapi
dapat ditemukaan dari berbagai sumber. Sumber informasi ini dapat
dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Sumber informasi primer. Sumber informasi pimer berisi informasi terbaru
hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, contoh:
a. British Medical Journal
b. Journal of American Medical Association
c. The Lancet
d. Annals of Pharmacotherapy
e. Medscape
2. Sumber informasi sekunder. Sumber informasi sekunder merupakan
kumpulan abstrak dari berbagai jurnal atau hasil review dan meta analisis
dari berbagai jurnal, contoh:
a. Medline
b. Pharmacline
c. Iowa Drug Information Service
3. Sumber informasi tersier. Sumber informasi tersier berupa referensi yang
berisi materi-materi yang sudah merupakan kumpulan informasi primer dan
tersier bahkan sekunder lainnya, dirangkum dan diedit dalam bentuk yang
lebih padat dan terstruktur, biasanya berupa buku atau e-book, contoh:
a. Drug Information Handbook (DIH)
b. Drug Interaction Facts (DIF)
c. Buku/ e-book farmakoterapi lainnya
27
BAB III. METODE PENYELESAIAN KASUS FARMAKOTERAPI
28
BAB IV. KEGIATAN PRAKTIKUM
Prosedur Praktikum :
1. Praktikan melaksanakan pre-test mengenai penelusuran pustaka yang telah
didapatkan selama perkuliahan
2. Dosen pengampu memberikan penjelasan mengenai praktikum terkait
3. Praktikan mengerjakan contoh kasus kemudian menyelesaikan dengan cara
mengisi form SOAP yang telah disiapkan sebelum praktikum
4. Diskusi kasus
5. Dosen pengampu praktikum memberikan feedback
Penilaian Praktikum :
29
Lampiran 1. Contoh Cover Laporan Akhir Praktikum
Disusun
Oleh :
SAMARINDA
2021
30
Lampiran 2. Lembar kerja praktikan
Riwayat pengobatan :
Diagnosis :
31
DATA KLINIK (Objektif)
Parameter Nilai Normal 1 2 3 4 5 6
Suhu
Nadi (HR)
Napas (RR)
Tekanan Darah
TERAPI
No Nama Obat Regimen Obat Tanggal Penggunaan
1 2 3 4 5
MONITORING
No Parameter Nilai Normal Jadwal 1 2 3 4 5
Pemantauan
Informasi
32