Disusun Oleh:
Kelompok 7
Muhammad Faisal Akbar 200110180220
Gayus Ronald Madison Hutasoit 200110180290
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
PEMBAHASAN
2.1. Pengolahan Telur Maleo
2.1.1. Petugas Pencari Telur
Petugas pencari telur adalah petugas khusus yang ditunjuk oleh pengelola lokasi
peneluran untuk mencari telur maleo di lokasi peneluran setiap hari pada waktu-waktu
tertentu. Seorang pencari telur dapat merupakan petugas pengelola kawasan konservasi
(jika lokasi peneluran berada di dalam kawasan konservasi) atau masyarakat sekitar lokasi
peneluran yang telah dilatih khusus atau memiliki keahlian khusus untuk pencarian telur.
2.1.2. Pencarian Telur Maleo
Pencarian telur harus secepat mungkin setelah pukul 10:00 untuk mencegah lebih
besar kemungkinan predator datang terlebih dahulu untuk memangsa telur maleo.
Namun perlu diperhatikan bahwa kadangkala walaupun waktu 10:00 merupakan waktu
umum pasangan maleo selesai bertelur, kadangkala beberapa pasangan maleo masih
terlihat aktif di lokasi peneluran. Sebelum pencarian telur dimulai, harus dipastikan tidak
ada lagi pasangan maleo yang masih dalam proses meletakkan telurnya. Hentikan dan
tunggulah jika ternyata masih ada pasangan maleo di lokasi peneluran, sampai pasangan
tersebut selesai atau meninggalkan lokasi peneluran. Jangan sekali-kali melakukan
pengusiran terhadap pasangan maleo yangberada di lokasi peneluran, kapanpun.
Pencarian telur dilakukan setiap hari. Satu tim pencari telur maksimal 3 orang
untuk keefektifan dan menghindari gangguan yang besar di dalam lokasi peneluran. Dalam
satu lokasi peneluran, dapat dibentuk beberapa tim jika lokasi pencarian telur cukup
besar. Hanya petugas yang ditunjuk atau terlatih yang diperkenankan menggali lubang
peneluran untuk mendapatkan telur. Ketika pencari telur sedang menggali, anggota tim
lain harus sedikit menjauh dari lubang (minimal 1 m) karena berdiri di pinggir lubang
dapat meruntuhkan lubang sehingga beresiko menyebabkan telur pecah tertimbun batu
atau tanah atau pasir secara tiba-tiba dalam jumlah besar.
Tugas pencarian telur dan proses pemindahan serta penanaman kembali ke bak
penetasan semi alami merupakan tugas utama yang harus pertama dilakukan pada waktu
yang telah ditentukan. Petugas pencari telur dilarang mendahulukan tugas lain pada saat
tersebut, seperti memandu tamu, mendampingi peneliti, dsb.
Kondisi tanah lokasi peneluran yang padat atau bercampur batu, biasanya
membutuhkan alat bantu khusus untuk menggali, agar tidak menimbulkan luka atau
cidera jika menggali langsung dengan jari tangan. Gunakan alat bantu berupa
batok/tempurung kelapa atau benda lain yang terbuat dari plastik atau vinyl. Hindari
menggunakan alat bantu dari logam apalagi logam tajam (cangkul atau sekop kecil). Perlu
berhati-hati, ketika dirasa telur telah hampir diperoleh atau tidak ada lagi lapisan batu,
kembali gunakan tangan untuk menggali.
Cangkang telur maleo sangat tipis dan sensitif. Untuk itu wajib berhati-hati dalam
menggali telur, khususnya untuk lokasi-lokasi peneluran dengan struktur tanah yang
bercampur batu dan kerikil. Untuk tanah yang berbentuk pasir (tepi sungai) juga tetap
berhati-hati karena dinding lubang biasanya rawan runtuh. Jatuhan batu kecil saja dapat
memecahkan atau meretakkan cangkang telur maleo sehingga telur akan gagal dalam
proses inkubasinya.
Jika terjadi telur pecah atau retak akibat alami (ditemukan telah retak atau pecah)
ataupun akibat dalam proses penggalian, maka biarkan telur pecah tersebut, timbun atau
kubur kembali telur tersebut di lubang ditemukannya (Gambar 9). Keadaan ini secara
alami biasa terjadi. Namun kejadiaan ini tetap dicatat karena merupakan tanda kehadiran
pasangan maleo di lokasi tersebut.
2.1.3. Pemindahan Telur Maleo
Pada prinsipnya, ketika telur ditemukan dalam kondisi baik maka harus sesegera
mungkin dipindahkan untuk ditanam kembali ke dalam hatchery (Gambar 9). Namun
kadangkala untuk efektivitas pencarian telur, pencari telur mencari telur di seluruh lokasi
target terlebih dahulu, kemudian membawa semua telur yang diperoleh ke hatchery.
Jika telur tidak langsung dipindahkan ke hatchery (menunggu pencarian telur di
lubang lainnya), maka letakkan telur dalam ember berisi pasir dan tutupi dengan daun
atau pasir kembali. Letakkan dalam lokasi yang teduh dan dibawa dengan sangat hati-hati.
Walaupun tidak ada bukti bahwa posisi telur mempengaruhi sukses tetas, namun tidak
diperkenankan untuk memutar-mutar atau membuat banyak guncangan pada telur yang
ditemukan. Dalam keadaan alaminya, telur setelah diletakkan induknya, tidak akan
berubah posisi sampai menetas. Telur juga secara alami tidak pernah terpapar sinar
matahari langsung. Untuk alasan apapun, tidak diperkenankan meletakan telur di
permukaan yang keras, seperti batu atau permukaan semen.
Bawalah telur ke hatchery setelah selesai pencarian telur untuk segera ditanam
kembali. Jika diperlukan untuk pengukuran tertentu (berat, ukuran, dsb.), lakukan di lokasi
yang teduh. Sekali lagi, hindari guncangan yang terlalu banyak, termasuk dalam
pengukuran. Jika diperlukan pemberian nomor pada telur, gunakan arang atau pensil yang
lunak (2B atau lebih) dan tumpul. Jangan menggunakan bolpoint (karena berujung tajam)
apalagi spidol (karena berbau menyengat).
Bashari, H., Lela, M. W., Kobandaha, M., Rahmanita, D., Teguh, H. 2020. Prosedur Tata Kelola
Lokasi peneluran maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone. Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Enhancing the Protected
Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation (EPASS) – Project. Mongkonai Barat,
Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara
GustiNgurahPutu Widnyana, I., Sundu, B., & Tanari, M. 2019. Ex-Situ Conservation Through
Body Morphological and Hormonal Studies. In International Journal of Veterinary Science
and Agriculture Research (Vol. 1). www.ijvsar.com
Ilmu Ternak. 2014. SISTEM RESPIRASI, PENCERNAAN DAN REPRODUKSI AVES.
https://www.ilmuternak.com/2014/11/sistem-respirasi-pencernaan-
dan.html#google_vignette. Diakses Pada 7 oktober 2021 Pukul 20.30