Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH APLIKASI SISTEM ELEKTRONIKA DALAM

INDUSTRI

REVIEW SKRIPSI PERIKANAN

Oleh :

Wibi Wisnu Wicaksono (165060301111005)

Judul : STUDI TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU


HIJAU (Chelonia mydas) DENGAN PENDEKATAN DESAIN
SARANG BUATAN DI KAWASAN KONSERVASI TAMAN PESISIR
PANTAI PENYU PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI,
JAWA BARAT

Penulis : Dzikri Alfath

Tahun : 2017

1. Latar belakang
 Populasi penyu di Pantai Pangumbahan mengalami penurunan, jika
dilihat dari jumalah penyu yang bertelur berkurang sebanyak 2433 ekor
selama tahun 2008-2012.
 Untuk antisipasi penurunan populasi penyu kawasan Pantai
Pangumbahan menyediakan lingkungan untuk nesting ground dan mating
ground bagi penyu hijau.
 Keberhasilan penetasan telur penyu hijau pada sarang semi alami
tergolong rendah akibatnya adanya jamur atau predator.
 Pasir yang terdapat pada sarang semi alami di Pantai Pangumbahan
tidak pernah diganti, sehingga diduga pasir mempunyai pengaruh besar
terhadap tingkat keberhasilan penetasan telur penyu hijau.
 Pasir pada sarang semi alami harus diganti setiap 2 kali masa inkubasi
agar terhindar dari jamur.
 Penetasan pada media sarang buatan merupakan sebuah pendekatan
baru untuk inkubasi telur penyu hijau.
 Sarang buatan dibuat untuk membantu dan mendukung upaya konservasi
penyu yaitu dengan meningkatkan tingkat kenerhasilan penetasan telur
penyu hijau.

2. Review
2.1 Penyu hijau
 Penyu hijau merupakan satwa langka dan dilindungi oleh UU
pelestarian alam di Indonesia yaitu UU No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
 Penyu hijau merupakan jenis penyu yang paling banyak ditemukan
di Indonesia.
 Ciri morfologi penyu hijau lihat gambar.
 Karakteristik laut yang menjadi habitat penyu hijau, yakni perairan
yang terdapat karang, lamun, pantai yang landai dan luas, dan
bersuhu sedang dan dingin.
 Sekali bertelur penyu mampu menghasilkan telur 50-150 butir.

2.2 Perilaku bertelur


 Pantai Pangumbahan merupakan pantai peneluran penyu hijau
karena memiliki karakteristik, yakni memiliki pasir yang halus
sehingga mudah digali, memiliki kemiringan rata-rata 30 derajat
serta diatas pasang surut 30 sampai 80 meter dan didominasi
vegetasi pandan laut untuk memberikan perlindungan ketika
bertelur.
 Penyu bertelur biasanya dilakukan ketika malam hari karena
beberapa faktor, yakni suasana sunyi, tidak ada sumber
penerangan, dan tidak ada kegiatan manusia di sepanjang pantai.
 Proses peneluran membutuhkan waktu ± 2 jam.

2.3 Kedalam sarang


 Kedalam sarang alami 50-80 cm dengan lubang kecil memiliki
diameter permukaan ± 30 cm dan diameter bawah ± 50 cm.
 Penyu hijau membutuhkan waktu 10-20 menit untuk meletakkan
telurnya.
 Kedalam sarang berpengaruh terhadap suhu dan keberhasilan
penetasan. Semakin dalam sarang, maka laju suhu kedalaman
akan tetap konstan bila dibandingkan dengan suhu permukaan
sarang.
 Semakin dalam sarang maka semakin besar energi yang
dibutuhkan tukik untuk naik ke permukaan, sehingga tingkat
kedalaman sarang yang berbeda tidak berpengaruh pada tingkat
keberhasilan penetasan, tetapi berpengaruh terhadap tingkat
keberhasilan kemunculan tukik.
 Angka kemunculan yang baik ditunjukan pada kedalaman 40 cm,
diikuti kedalaman 60 cm dan 80 cm.

2.4 Penetasan semi alami


 Penetasan semi alami dibuat karena alasan keaman dan untuk
mengantisipasi adanya pengambilan telur secara liar, perusakan
habitat telur, dan ancaman predator.
 Proses penetasan telur secara semi alami:
1. Pemindahan telur dari sarang alami ke lokasi penetasan semi
alami
2. Telur ditempatkan dimedia penetasan semi alami
3. Lama penetasan telur sampai menjadi tukik ± 45-60 hari

2.5 Pemindahan telur


 Pemindahan telur penyu dari sarang alami ke semi alami dilakukan
sebelum 2 jam setelah telur diletakkan oleh induk.
 Pada selang 0-2 jam setelah telur diletakkan oleh induk, telur
tersebut masih dianggap toleran terhadap perubahan posisi, karena
mata tunas masih mampu menuju ke permukaan.
 Setelah lebih dari 2 jam, telur sangat peka terhadap faktor luar dan
bila terusik maka embrio akan mengalami kematian

2.6 Masa inkubasi


 Masa inkubasi telur penyu diartikan sebagai selang waktu antara
oviposisi sampai munculnya sebagian besar tukik hasil penetasan
di permukaan sarang.
 Masa inkubasi telur penyu berkisar antara 45-70 hari.
 Ketersediaan oksigen dan suhu inkubasi merupakan yang dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan embrio didalam sarang.
 Rendahnya penetasan diakibatkan oleh pertukaran gas yang
lambat dan dapat memperpanjang masa inkubasi.
 Pada musim hujan masa inkubasi akan lebih lama dibandingkan
musim kemarau.
 Masa inkubasi telur secara buatan pada umumnya lebih panjang
daripada masa inkubasi alami atau semi alami.

2.7 Suhu sarang


 Perkembangan suhu secara teratur dan bertahap pada batas-batas
suhu yang baik akan menghasilkan laju tetas terbaik dan waktu
yang relative singkat.
 Suhu sarang yang diperlukan agar pertumbuhan embrio dapat
berjalan dengan baik adalah 24°C-33°C.
 Jika suhu rendah yakni 24°C dapat mengakibatkan lamanya masa
inkubasi.
 Jika suhu terlalu tinggi diatas 33°C akan mengakibatkan tukik mati.

2.8 Kelembaban sarang


 Kadar air lingkungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan
timbulnya jamur pada bagian kulit telur dan memungkinkan
masuknya bakteri patogen ke dalam telur dan mematikan embrio.
 Kadar kelembaban yang baik untuk penetasan tekur berkisar 2%-
12%.

2.9 Media pasir


 Ukuran butir pasir sangat berpengaruh terhadap sifat pasir sebagai
penyangga yang baik bagi perubahan suhu karena semakin halus
pasir maka semakin baik pasir tersebut dalam menyimpanan panas.
 Tekstur pasir yang halus memudahkan penyu menggali sarang
untuk menyimpan telur.
2.10 Alur kerja

Telur penyu hijau :

 Berjumlah 500 butir

Sarang :

 Sarang buatan terbuat dari bahan utama kayu


 Ukuran sarang buatan dengan tinggi 90 cm, lebar 60 cm, dan
panjang 90 cm. ukuran galian dengan kedalaman 40 cm, diameter
permukaan 20 cm, dan diameter bawah 30 cm.
 Ukuran galian sarang semi alami sama dengan ukuran galian
sarang buatan.
 Perlakuan :
 2 sarang buatan ditempatkan didalam ruangan (indoor)
 2 sarang buatan dan 4 sarang semi alami ditempatkan diluar
ruangan (outdoor)

Pengambilan dan pemindahan telur :

 Telur di dalam sarang diambil satu persatu dan dipindahkan ke


dalam ember. Telur penyu tidak boleh direlokasi terlalu lama (tidak
lebih 2 jam dari saat ditelurkan). Selain itu membran/selaput embrio
sangat mudah robek jika telur dirotasi/guncangan.
 Permindahan telur dari sarang alami ke sarang buatan atau semi
alami untuk ditetaskan disebut metode transinkubasi.
 Pada saat penempatan bentuk sarang pada media buatan atau
semi alami dibuat menyerupai sarang alami yakni berbentuk seperti
guci atau labu.

Pengamatan data :

 Pengukuran suhu dan kelembaban sarang buatan dan semi alami


dilakukan sejak telur ditanam hingga menetas selama kurang lebih
2 bulan.
 Pengamatan data suhu dan kelembaban sarang buatan dan semi
alami dilakukan setiap hari.
 Pengambilan data suhu dilakukan 4 kali sehari yakni pagi pukul
06.00, siang pukul 12.00, sore pukul 18.00, dan malam pukul 23.59
menggunakan alat thermometer air raksa
 Pengambilan data kelembaban dilakukan 2 kali sehari yakni pagi
pukul 06.00 dan sore pukul 18.00 menggunakan soil tester
takemura dm-5.

Masa inkubasi :
 Masa inkubasi telur dihitung sejak pertama kali telur ditanam di
sarang buatan dan semi alami sampai munculnya tukik pertama
keluar dari sarang.

Pembongkaran sarang :

 Pembongkaran dilakukan setelah masa inkubasi ketika tukik


pertama kali muncul keluat sarang.
 Pembongkaran dilakukan untuk pendataan

Analisis data :

 Digunakan regresi linier sederhana untuk mengetahui hubungan


antara suhu dan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu pada
sarang buatan dan semi alami.

Prensentase keberhasilan penetasan :

 Menggunakan perhitungan HS (Hatching Success) untuk melihat


tingkat keberhasilan penetasan telur.
 Menggunakan perhitungan ES (Emerged Success) untuk melihat
tingkat keberhasilan kemunculan tukik.
jumlah telur yang menetas
 HS ( % ) = x 100 %
jumlah telur yang diinkubasi
jumlah tukik yang muncul
 ES ( % )= x 100 %
jumlah telur yang diinkubasi

2.11 Hasil

Masa inkubasi sarang buatan dan semi alami

Suhu sarang buatan :

 Suhu permukaan outdoor/indoor dipengaruhi cuaca


 Suhu kedalaman outdoor/indoor dipengaruhi paparan sinar
matahari. Laju suhu outdoor cenderung tinggi

Suhu sarang semi alami :

 Suhu permukaan outdoor dipengaruhi cuaca, suhu naik karena


sinar matahari, turun karena hujan
 Suhu kedalaman outdoor dipengaruhi cuaca, suhu naik karena
sinar matahari, turun karena hujan

Kelembaban sarang buatan

Kelembaban sarang semi alami

Masa inkubasi

Tingkat keberhasilan penetasan penyu :


 Sarang buatan, lebih tinggi
 Sarang semi alami, lebih rendah karena prodator semut merah dan
jamur Fusarium sp

Kesimpulan

 Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu hijau pada sarang


buatan lebih tinggi dari sarang semi alami.

2.12 Implementasi elektronika :


 Kandang buatan penetasan telur penyu dengan sistem monitoring
dan pengatur suhu berbasis IoT

Sensor DHT-11 mendeteksi suhu dan kelembaban yang ada di


kandang buatan penetasan penyu. Jika nilai yang dideteksi sensor
DHT-11 lebih dari nilai yang sudah ditentukan, mikrokontroler akan
memproses dan mengirim data untuk menyalakan kipas yang
berfungsi sebagai pendingin. Jika nilai yang dideteksi sensor DHT-
11 kurang dari nilai yang sudah ditentukan, mikrokontroler akan
memproses dan mengirim data untuk menyalakan lampu yang
berfungsi sebagai pemanas. Nilai suhu dan kelembaban yang
dideteksi sensor DHT-11 akan diproses dan dikirim mikrokontroler
ke LCD untuk ditampilkan. Selain itu, mikrokontroler akan mengirim
dan menyimpan data secara wireless (internet) ke web server
melalui modul ESP8266. Data yang ada di web server dapat
ditampilkan di android. Pengguna dapat memantau nilai suhu dan
kelembaban, dan mengaktifkan secara manual kipas atau lampu.

Sensor HC-SR04 berfungsi mengukur ketinggian pasir pada


kandang buatan. Sensor akan selalu melakukan pengukuran data
jika terjadi perubahan ketinggian pasir berarti kemungkinan ada
indikasi telur menetas. Mikrokontroler akan memproses dan
mengirim data ketinggian pasir ke LCD untuk ditampilkan. Selain
itu, mikrokontroler akan mengirim dan menyimpan data secara
wireless (internet) ke web server melalui modul ESP8266. Data
ketinggian pasir yang ada di web server dapat ditampilkan di
android.

Anda mungkin juga menyukai