Anda di halaman 1dari 5

Pembenihan sistem corong meningkatkan produksi benih nila salin menjadi dua kali lipat.

Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujungbatee, Bandaaceh, Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), kini mampu memproduksi benih nila salin setiap 10—15 hari. Artinya, dalam sebulan
dapat memproduksi benih nila hingga dua kali. Nila salin hidup di air yang mengandung garam
hingga 20 ppt. Menurut peneliti Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee, Ahmad
Supriatna, S.St.Pi., dengan asumsi jumlah induk dan produksi telur sama, maka jumlah produksi
itu meningkat dua kali lipat. “Sebelumnya dalam sebulan hanya bisa satu siklus produksi benih,”
tutur Ahmad kepada Trubus pada ajang Pekan Nasional Kelompok Tani dan Nelayan Andalan
(Penas KTNA) XV 2017 di Kota Bandaaceh, NAD.

Harap mafhum, sebelumnya Ahmad dan rekan peneliti hanya mengandalkan proses alamiah nila
dalam bereproduksi. Induk betina nila biasanya mengerami telur dalam mulutnya sekitar 7 hari
setelah memijah. Selanjutnya telur menetas 3—5 hari setelah pengeraman. Setelah menetas,
induk “mengasuh” larva selama 2 pekan. Ketika larva berkembang menjadi burayak, barulah
induk melepasnya ke luar mulut. Pada saat itulah benih baru bisa dipanen.

Sistem corong
Menurut Ahmad, Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujungbatee meningkatkan produksi benih
nila salin dengan metode corong dan sistem resirkulasi. Disebut metode corong karena dalam
memproduksi benih nila, lembaga itu menggunakan corong berbahan serat kaca berdiameter 20
cm dan tinggi 60 cm sebagai wadah penetasan telur. Bagian dasar corong melengkung sehingga
tanpa sudut.

Miniatur sistem corong yang dipamerkan pada Pekan Nasional Kelompok Tani dan Nelayan
Andalan (Penas KTNA) XV 2017 di Kota Bandaaceh, Nanggroe Aceh Darussalam.

Ahmad menuturkan, corong itu menggantikan fungsi mulut induk nila betina. Dalam
memproduksi benih, ia menangkap induk betina yang sedang mengerami telur pada mulutnya.
Penangkapan menggunakan serok kasar pada lapisan pertama, lalu dibalut serok lembut di
lapisan kedua. Tujuannya untuk mencegah telur atau benih yang dimuntahkan induk jatuh ke
dalam air. “Penyerokan dilakukan sebaiknya pada pukul 09.00—10.00,” tutur Ahmad.
Setelah tertangkap, kita membuka mulut induk dan mengeluarkan telur dan larva dalam nampan
plastik. Selanjutnya kotoran telur yang tak dibuahi dan larva mati atau lemah dikeluarkan.
“Dengan pemanenan telur seperti itu, induk betina bisa dipijahkan lagi tanpa harus menunggu
seluruh telur menetas,” ujarnya.

Ahmad lalu memasukkan telur ke dalam corong yang telah berisi air dengan tingkat kepadatan
telur 500—1.000 butir telur per liter. Sebuah corong menampung 5 liter air. Jadi, satu corong
dapat menampung 2.500—5.000 butir telur. Jika telur di mulut induk menjadi larva, maka
tingkat kepadatan larva dalam corong maksimal 100 ekor per liter atau total 500 ekor larva per
corong.

Ahmad menempatkan corong-corong itu di tepi bak dengan penopang kayu. Di bawah deretan
corong dipasang jaring untuk menampung benih nila. Ia lalu mengalirkan air ke dalam corong
secara terus-menerus dengan debit tertentu. Debit air diatur sedemikian rupa agar tidak sampai
mendorong telur meluap ke luar corong. Saat corong penuh, maka air yang berlebih akan
mengalir ke luar corong melalui lekukan pada bibir corong dan jatuh ke dalam kolam. Karena
benih yang diproduksi adalah nila salin yang adaptif pada air yang berkadar garam atau payau,
maka kadar garam air untuk penetasan telur adalah 10—20 ppt.

Daya tetas

Telur nila menetas setelah 1—4 hari ditempatkan


dalam corong. Burayak yang menetas lalu berenang aktif mengikuti arus air yang keluar melalui
lekukan di bibir corong. Selanjutnya burayak akan jatuh ke dalam jaring di dalam bak. Menurut
Ahmad pemanenan benih dilakukan mulai hari ketiga setelah penetasan. Pemanenan benih
menggunakan serok berkain lembut secara perlahan, lalu tampung benih dalam ember.
Selanjutnya tuangkan benih ke dalam bak pemeliharaan. “Benih yang ditebar ke bak
pemeliharaan harus dihitung dengan cara sampling menggunakan scoop net untuk mengetahui
jumlah benih yang dihasilkan dan presentase penetasan atau heactching rate (HR),” kata
alumnus Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, itu.

Selanjutnya benih dipelihara hingga ukuran yang diminati pasar. Jika pasar menghendaki benih
berukuran 1—3 cm, maka benih dipelihara hingga 14 hari, ukuran 3—5 cm 20 hari, dan ukuran 5
—8 cm 30 hari. Selama pemeliharaan burayak memperoleh pakan berbentuk tepung secara at
station atau hingga kenyang. Frekuensi pemberian pakan 3—4 kali sehari. Menurut peneliti Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) di Sukabumi, Jawa Barat, Ade Sunarma,
S.Pi., M.Si., teknik penetasan dengan sistem corong sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
memproduksi benih ikan lain, seperti patin dan lele.
Ahmad menuturkan, selain lebih efisien dalam waktu memproduksi benih, keunggulan sistem
corong juga memiliki daya tetas tinggi. “Daya tetas hingga lebih dari 90%,” tutur Ahmad. Itulah
sebabnya Kepala Bidang Produksi Perikanan, Dinas Pangan dan Perikanan Kabupaten Sijunjung,
Sumatera Barat, Sutarto, berencana menerapkan teknologi itu di seluruh Balai Benih Ikan (BBI)
di Kabupaten Sijunjung. “Kami sudah menyaksikan langsung keunggulan sistem tersebut dalam
kegiatan Pekan Nasional Petani dan Nelayan 2017. Daya tetasnya lebih tinggi dari sistem
pemijahan seperti yang dilakukan selama ini,” kata Sutarto.(Imam Wiguna)

Pengelompokan Telur Ikan Menurut Sifatnya (Tugas Kuliah)

Sumber : file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm

Selain pengelompokan seperti pada Gambar 4.4, ada beberapa sistem lain dalam pengelompokan
telur
berdasarkan sifat-sifat yang lain yaitu :
a). Sistem pengelompokan telur ikan berdasarkan jumlah kuning telurnya :

 Oligolecithal : telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya, contoh ikan
Amphioxus
 Telolecithal : telur dengan kuning telur lebih banyak dari Oligolecithal. Umumnya jenis
telur ini banyak dijumpai di daerah empat musim, contoh ikan Sturgeon
 Makrolecithal : telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping sitoplasma di bagian
kutub animanya. Telur semacam ini banyak terdapat pada kebanyakan ikan.

b). Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut berdasarkan
berat
jenisnya :

 Non bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari induknya. Golongan
telur ini menyesuaikan dengan tidak ada cahaya matahari, kadang-kadang oleh induknya
telur diletakkan atau ditimbun oleh batu-batuan atau kerikil, contoh telur ikan trout dan
ikan salmon.
 Semi bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-lahan, mudah tersangkut dan umumnya
telur berukuran kecil, contoh telur ikan Coregonus§ Terapung : telur dilengkapi dengan
butir minyak yang besar sehingga dapat terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan
yang hidup di laut.

c). Telur dikelompokkan berdasarkan kualitas kulit luarnya

 Non adhesive : telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan cangkangnya, namun
kemudian sesudah itu telur sama sekali tidak menempel pada apapun juga, contoh telur
ika salmon
 Adhesive : setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat lengket sehingga akan
mudah menempel pada daun, akar tanaman, sampah, dan sebagainya, contoh telur ikan
mas (Cyprinus carpio)
 Bertangkai : telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive, terdapat suatu bentuk
tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat
 Telur berenang : terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada substrat atau
filamen tersebut untuk membantu telur terapung sehingga sampai ke tempat yang dapat
ditempelinya, contoh telur ikan hiu (Scylliorhinussp.)
 Gumpalan lendir : telur-telur diletakkan pada rangkaian lendir atau gumpalan lendir,
contoh telur ikan lele (Clarias)

Pengelompokan telur berdasarkan lingkungan yang diberikan induknya;


a). telur tersebar, tidak ada tambahan sesuatu dari induknya untuk keberhasilan hidup telur
tersebut.
§ Telur terapung, umumya terdapat pada ikan laut seperti ikan tenggiri.
§ Telur tenggelam ke dasar, banyak terdapat pada ikan air tawar
§ Telur adhesive, menempel pada substrat, batu, tumbuhan dan lain-lain seperti pada ikan mas.

b). telur tersebar atau diletakkan satu persatu tetapi dengan beberapa syarat perlindungan namun
tanpa
perhatian induk;
§ telur dalam benang lendir
§ telur dengan cangkang yang berubah seperti tangkai yang adhesive
§ telur dibungkus dalam kapsul pelindung yang dikeluarkan oleh uterus
§ bila telur menyentuh air, cangkangnya akan pecah dan menggulung menjadi organ yang
adhesive untuk menempel pada substrat

c). telur diletakkan pada gumpalan lendir tetapi tidak membentuk sarang. Telur tersebut dijaga
oleh ikan
jantan;
§ telur diletakkan di celah batu karang di atas permukaan air terendah pasang naik, sehingga
akan terkena udara pada waktu pasang turun. Ikan jantan berpuasa menunggu telur selama
pengeraman dari gangguan predator
§ telur tergulung pada massa yang bulat dan induk menggulung dengan tubuhnya

d). Telur diletakkan dalam sarang pada kerikil, pasir atau lumpur di dasar perairan;
§ pada kerikil dalam air yang mengalir. Telur ditutupi dan induk meninggalkan sarang
§ pada pasir atau kerikil di dasar perairan yang digali oleh induk
§ sarang yang berbentuk cangkir di dasar perairan, dan telur tidak ditutupi. Jantan biasanya
menjaga telur dan mengipasinya, telur biasanya adhesive.
§ Sarang terpendam di dalam dasar lumpur atau detritus.

e). Sarang telur diletakkan di bawah atau di atas objek. Penjagaan telur biasanya dilakukan oleh
ikan
jantan.
f). Sarang dibuat dari bahan tanaman yang tersusun seperti sarang burung yang dijalin oleh suatu
zat yang
dikeluarkan oleh ginjal. Ikan jantan bertugas menjaga sarang.

g). Sarang terbuat dari gelembung atau busa yang disusun oleh ikan jantan dan sarang itu
dikeraskan oleh
lendir yang dikeluarkan oleh ikan jantan pula. Telur diletakkan dalam gelembung ini.

h). Penyesuaian khusus untuk menjaga telur yang dilakukan oleh induknya;
§ telur dalam mulut, contoh ikan Famili Cichlidae (mujair)
§ sebagian kulit perut induk membengkak untuk meletakkan telur hingga telur menetas, contoh
ikan lele di Brazil
§ telur dalam bentuk gumpalan dihubungkan oleh semacam benang dengan bagian lengkungan
tulang di kepala ikan jantan sehingga kedua gumpalan tersebut menggantung di kedua pinggir
kepala
§ telur diletakkan dalam kantung yang terdapat di bagian perut induk, contoh ikan kuda laut
(Syngnatidae)

i). pemijahan yang bekerja sama dengan binatang lain, contoh ikan bitterling yang memerlukan
moluska
untuk meletakkan telurnya.

Anda mungkin juga menyukai