Anda di halaman 1dari 9

TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN

NO. Sub Topik Materi

1. Karakteristik, Tes kelompok memiliki banyak tujuan namun sebagian besar


Manfaat, dan dikelompokkan ke dalam salah satu dari 3 jenis tes. 3 jenis tes
Perangkap tersebut adalah tes kemampuan, tes bakat, dan tes prestasi.
Tes Kelompok Apapun penerapannya, tes-tes kelompok berbeda dengan tes-tes
individu dalam 5 hal, yaitu pilihan ganda versus format terbuka,
pemberian skor dengan mesin yang objektif versus pemberian
skor oleh penguji, pelaksanaan secara kelompok versus
perorangan, penerapan dalam penyaringan versus perencanaan
perbaikan, dan sampel sampel standar standardisasi yang sangat
besar versus sampel-sampel besar saja.

2. Tes Multidimensional Applitude Battery II (MAB-II)


Kemampuan MAB-II; Jackson, 1998 merupakan tes intelegensi kelompok
Kelompok terbaru yang dirancang yang setara dengan WAIS-R namun
dalam berbentuk tertulis. MAB II menghasilkan 10 ekor subtes,
serta IQ Verbal, kinerja dan Skala Penuh. Sepuluh subtes tersebut
adalah sebagai berikut: Pada verbal di antaranya adalah
informasi, pemahaman, aritmatika, persamaan dan kosakata.
Pada kinerja/Performance di antaranya adalah simbol angka,
penyelesaian gambar, spasial, pengurutan gambar, dan perakitan
objek.
Tes Kombinasi Multi Level: Tes Kemampuan Kognitif (CogAT
- Cognitive Abilities Test)
Tes kemampuan kognitif (CogAT) merupakan salah satu tes
kombinasi terbaik berbasis sekolah yang digunakan saat ini.
Revisi terbaru tes ini adalah Edisi Multi Leveled CogAT, bentuk 6
yang dirilis pada tahun 2001.
CogAT dikembangkan berdasarkan Tes Intelegensi
Lorge-Thorndike, salah satu tes intelegensi kelompok pertama
yang ditujukan untuk digunakan secara luas di sekolah-sekolah,
Sembilan subtes CogAT multi leveled dikelompokkan menjadi tiga
area yaitu verbal, kuantitatif, dan nonverbal, yang masing-masing
mencakup tiga subtes.
Tes Intelegensi Adil Budaya (CFIT)
Tes Intelegensi Adil Budaya (CFIT – Culture Fair Intelligence Test)
merupakan pengukuran nonverbal terhadap intelegensi cair yang
pertama kali disusun oleh psikolog terkemuka yaitu Raymond B.
Tujuan CFIT adalah mengukur intelegensi cair kemampuan
analitis dan penalaran dalam situasi abstrak dan baru dengan
cara yang sebisa mungkin bebas dari bias budaya. Awalnya tes
ini bernama bernama Tes Intelegensi bebas budaya namanya
diubah ketika terbukti bahwa pengaruh budaya tidak dapat
sepenuhnya hilang dari tes intelegensi.
Tes ini terdiri dari 3 versi yaitu skala 1, skala 2, dan skala 3. Dua
bentuk yang sama, disebut bentuk A dan bentuk B, tersedia untuk
setiap skala. Setiap bentuk terdiri dari empat subtest, yaitu:
Rangkaian, Klasifikasi, Matriks, dan Kondisi.
Matriks Progresif Raven (RPM)
Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1938, Matriks Progresif
Raven (RPM – Raven’s Progressive Matrices) merupakan tes
penalaran induktif nonverbal yang didasarkan pada stimulus
bergambar. Tes ini sangat populer dalam penelitian dasar dan
juga digunakan dalam beberapa situasi institusional untuk tujuan
penyaringan intelektual.
RPM bermanfaat bagi pengujian pelengkap pada anak-anak dan
orang dewasa dengan kelemahan pendengaran, bahasa, atau
fisik. RPM juga cocok untuk orang yang menguasai bahasa
inggris yang terbatas.
Perspektif tentang Tes Adil Budaya
Tes Intelegensi Adil Budaya Cattell (CFIT) dan Matriks Progresif
Raven (RPM) kerap dicontohkan sebagai tes adil budaya. Tes-tes
tersebut mempunyai konsep dengan sejarah yang panjang dan
membingungkan. Untuk menjernihkan istilah tersebut, tes ini tidak
pernah menjadi sampel intelegensi bawaan atau pengetahuan
yang bebas budaya. Semua pengetahuan didasarkan pada
budaya yang diperoleh seiring waktu. Sebagaimana yang
disampaikan Scar (1994) tes bebas budaya tidaklah ada.

3. Tes Tes Bakat Diferensial (DAT – Differential Aptitude Test)


Kombinasi DAT pertama kali digunakan pada tahun 1947 untuk menyediakan
Bakat Multipel basis bagi bimbingan pendidikan dan vokasional para siswa kelas
tujuh hingga dua belas. Kemudian, para penguji mendapati bahwa
tes ini bermanfaat dalam konseling vokasional bagi orang-orang
dewasa muda yang telah menyelesaikan sekolah dan dalam
seleksi karyawan. Kini tes ini merupakan salah satu tes yang
populer sepanjang masa. Wang (1995) memberikan suatu
gambaran ringkas tentang tes ini, yaitu penalaran verbal,
penalaran numerik, penalaran abstrak, kecepatan dan akurasi
perpetual, penalaran mekanis, hubungan ruang, ejaan, dan
penggunaaan bahasa.
General Aptitude Test Battery (GATB)
GATB adalah tes pertama untuk memprediksi kinerja pekerjaan.
GATB terdiri dari delapan tes tertulis dan empat pengukuran
dengan alat. Dua belas tes menghasilkan total skor sembilan
faktor:
· Kemampuan Belajar Umum (G)
· Bakat Verbal (V)
· Bakat Numerik (N)
· Bakat Spasial (S)
· Persepsi Bentuk (P)
· Persepsi Klerikal (Q)
· Koordinasi Motorik (K)
· Kecekatan Jari (F)
· Kecekatan Manual (M)
Armed Services Vocational Aptitude Battery (ASVAB)
ASVAB digunakan oleh Dinas Ketentaraan untuk menyaring para
calon tentara dan menempatkan personil pada berbagai
pekerjaan dan program pelatihan. Versi terkini terdiri dari sembilan
subtes, di mana empat di antaranya menghasilkan Tes Kualifikasi
Angkatan Bersenjata, yakni ujian kualifikasi umum untuk semua
bentuk kedinasan.
Pada tahun 1990, CAT (Computerized Adaptive Testing) ASVAB
mulai menggantikan ASVAB tertulis. Larson (1994) menyusun
daftar alasan menggunakan CAT-ASVAB sebagai berikut:
mempersingkat waktu test, meningkatkan keamanan tes,
meningkatkan ketepatan tes, meyediakan umpan balik langsung
terhadap skor-skor tes, dan menyediakan fleksibilitas waktu
memulai tes.

4. Memprediksi Tes Pengukuran Skolastik (SAT – Scholastic Assessment


Kinerja di Test)
Perguruan Pada awal tahun 1990 an, SAT diubah menjadi Tes Pengukuran
Tinggi Skolastik. SAT yang baru dirilis tahun 2005, terdiri dari Tes
Penalaran SAT dan Tes Subjek SAT. Tes penalaran SAT
digunakan untuk keputusan penerimaan mahasiswa, sedangkan
Tes Subjek SAT biasanya digunakan untuk penempatan lanjutan
di perguruan tinggi.
SAT terdiri dari tiga bagian, ketiga bagian itu adalah membaca
kritis, matematika, dan menulis. Masing-masing dari ketiga bagian
itu berisi empat subtes.
Tes Perguruan Tinggi Amerika (ACT)
Program pengukuran Tes Perguruan Tinggi Amerika (ACT –
American College Test) merupakan terkini dari pengujian dan
pelaporan yang didesain untuk para siswa yang ingin belajar di
perguruan tinggi. Berdasarkan pada tahun 1959, ACT didasarkan
pada filosofi tes-tes langsung dari kemampuan yang dibutuhkan
dalam mata kuliah di perguruan tinggi memberikan basis yang
paling efisien untuk memprediksi kinerja di perguruan tinggi.
Empat tes ACT membutuhkan pengetahuan tentang bidang
subjek, namun menekankan penggunaan pengetahuan tersebut,
yaitu bahasa inggris, matematika, membaca, dan penalaran sains.

5. Tes Seleksi Program pascasarjana dan profesional juga sangat bergantung


Pascasarjana pada tes bakat untuk keputusan penerimaan. Tentu saja,
banyak faktor lain yang dipertimbangkan ketika memilih siswa
untuk pelatihan lanjutan, tetapi tidak dapat disangkal pentingnya
hasil tes bakat dalam keputusan seleksi. Misalnya,
menggambarkan sistem pembobotan kuantitatif yang cukup khas
yang digunakan dalam mengevaluasi pelamar untuk pelatihan
pascasarjana di bidang psikologi.

6. Tes Prestasi Tes pencapaian memungkinkan berbagai penggunaan


Pendidikan potensial.
Tiga tes prestasi pendidikan yaitu :
1.Tes Keterampilan Dasar Iowa (ITBS) merupakan perwakilan dari
industri besar tes prestasi standar yang digunakan di hampir
semua sistem sekolah nasional.
2.Metropolitan Achievement Test adalah genre yang sama
dengan ITBS tetapi mewujudkan teknik penilaian membaca yang
baru dan kuat yang dikenal sebagai pendekatan Lexile dan,
dengan demikian, memerlukan perhatian khusus.
3. Tes Perkembangan Pendidikan Umum, yang dikenal dengan
istilah “GED”.

7. Masalah Bias Bias tes berawal dari perbedaan rata-rata IQ yang diamati di
Tes antara berbagai kelompok ras dan etnis.
Adanya perbedaan ras/etnis yang mencolok dalam nilai tes
kemampuan telah mengobarkan api kontroversi atas bias tes.
Inti dari perdebatan ini adalah: Bias uji (konsep statistik) belum
tentu sama dengan uji keadilan (konsep nilai). Pada akhirnya, uji
keadilan didasarkan pada konsepsi sosial seperti citra seseorang
tentang masyarakat yang adil. Dalam penilaian kewajaran tes,
nilai-nilai subyektif sangat penting; kriteria statistik bias tes
hanyalah tambahan.
dalam praktiknya kriteria tertentu dari bias tes berada di bawah
tiga judul utama: validitas isi, validitas terkait kriteria, dan validitas
konstruksi.

8. Nilai-Nilai Nilai-Nilai Sosial dan Tes keadilan


Sosial dan Bahkan tes yang tidak bias mungkin masih dianggap tidak adil
Keadilan Tes karena konsekuensi sosial menggunakannya untuk keputusan
seleksi. Berbeda dengan gagasan objektif dan sempit tentang
bias tes, konsep keadilan tes menggabungkan nilai-nilai sosial
dan filosofi penggunaan tes.
nilai-nilai yang mendasar dibuat eksplisit pada tes ini yaitu:
1.individualisme tanpa syarat
Dalam tradisi Amerika tentang persaingan bebas dan terbuka,
sikap etis individualisme tanpa pengecualian menyatakan bahwa,
tanpa kecuali, kandidat dengan kualifikasi terbaik harus dipilih
untuk pekerjaan, penerimaan, atau hak istimewa lainnya.
2.kuota
Sikap etis kuota mengakui bahwa banyak birokrasi dan lembaga
pendidikan berutang keberadaan mereka kepada kota atau
negara bagian di mana mereka berfungsi.
3.individualisme berkualitas.
Individualisme yang berkualitas
Posisi ini mencatat bahwa Amerika secara konstitusional
menentang diskriminasi atas dasar ras, agama, asal kebangsaan,
atau jenis kelamin.

9. Determinan Kontribusi Genetik terhadap Intelegensi


Genetik dan Kontribusi genetik pada karakteristik manusia seperti intelegensi
Lingkungan biasanya diukur dalam kaitannya dengan indeks heritabilitas yang
untuk dapat bervariasi antara 0,0 hingga 0,1. Indeks heritabilitas adalah
Inteligensi estimasi tentang seberapa besar varians total dalam suatu sifat
tertentu disebabkan oleh faktor-faktor genetik. Untuk IQ, sebagian
besar studi melaporkan estimasi heritabilitas tepat di sekitar 0,50
yang artinya sekitar separuh variabilitas skor IQ berasal dari
faktor-faktor genetik.
Bukti kontribusi genetik pada intelegensi didokumentasikan oleh
studi Minnesota pada orang-orang kembar, dimana kembar identik
yang dipisahkan saat lahir dipertemukan kembali untuk pengujian
psikometri ekstensif. Walaupun banyak pasangan kembar yang
dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda, IQ mereka di masa
dewasa sangat sama.
Meskipun demikian, para hereditarian fanatik juga mengakui
bahwa intelegensi seseorang juga dibentuk oleh kualitas
pengalaman.

Dampak Lingkungan: Pemiskinan dan Pengayaan


Studi lintas-seksional dan longitudinal menunjukkan bahwa
tumbuh di situasi yang secara ekonomi terbatas dapat
mengakibatkan penurunan IQ secara signifikan dalam kurun
waktu beberapa tahun. Jensen (1977) mencapai kesimpulan ini
dengan membandingkan saudara-saudara kandung dari
daerah-daerah pedesaan yang miskin, dan Breslau dkk (2001)
menunjukkan hasil yang sama dalam studi longitudinal atas
anak-anak di pelosok kota.
Penurunan IQ yang konsisten merupakan akibat dari
ketidakberuntungan lingkungan dalam faktor-faktor yang
berhubungan dengan perkembangan mental.
Scar dan Weinberg mempelajari dampak pengayaan lingkungan:
mereka menemukan bahwa anak-anak Afrika-Amerika yang
diadopsi oleh keluarga-keluarga kulit putih kelas menengah atas
menunjukkan IQ diatas rata-rata.

Pengaruh Teratogenik terhadap Intelegensi dan


Perkembangan
Konsumsi alkohol yang tinggi oleh ibu hamil akan mengakibatkan
anak mereka beresiko sangat tinggi mengalami sindrom alkohol
janin (FAS). FAS adalah kelompok abnormalitas spesifik yang
pertama kali dikemukakan oleh Jones, Smith, Ulleland, dan
Streissguth (1973). Ketika diukur di masa remaja atau dewasa,
sekitar separuh dari orang-orang yang mengalami gangguan ini
memperoleh skor dalam tentang retardasi mental atas tes-tes IQ
(Olson, 1994).
Kriteria penentu FAS: (1) retardasi pertumbuhan prenatal dan/atau
pasca kelahiran, (2) disfungsi sistem saraf pusat, (3) dismorfologi
wajah.
Sedangkan pada tingkat konsumsi lebih rendah, dapat terjadi
manifestasi sindrom yang lebih ringan yakni dampak alkohol janin.
Anak yang mengalami hal tersebut biasanya memiliki penampilan
fisik normal namun menunjukkan kemampuan konsentrasi yang
lemah dan lebih lambat merespons dalam waktu reaksi.

Pengaruh Racun Lingkungan terhadap Intelegensi


Banyak bahan kimia industri dan produk-produk sampingannya
dapat melemahkan sistem saraf untuk sementara, bahkan
mengakibatkan kerusakan permanen yang mempengaruhi
intelegensi.
Contoh: timah, merkuri, manga, arsenik, talium, timah tetraetil,
senyawa merkuri organik, metil bromida, dan karbon disulfida
(Lishman, 1997).
Sebagai contoh racun-racun lingkungan mempengaruhi
intelegensi, anak yang menyerap timah dalam jumlah yang tidak
seharusnya (seperti menelan serpihan-serpihan cat yang
mengandung timah) dapat menunjukkan penurunan jangka
panjang dalam keberfungsian mental (IQ rendah, masalah dalam
pemrosesan pendengaran dan wicara, dan waktu reaksi yang
lambat).

10. Asal Usul dan Studi Pendahulu tentang Perbedaan IQ antara Afrika Amerika,
Tren dalam dan Kulit Putih
Perbedaan IQ Secara rata-rata, orang-orang Afrika Amerika memperoleh skor
antar Ras sekitar 15 poin lebih rendah ketimbang orang-orang kulit putih
Amerika pada tes IQ terstandarisasi. Ketika variabel-variabel
demografis seperti kelas sosial diperhitungkan, perbedaannya
berkurang menjadi 7 sampai 10 poin IQ. Tampaknya, besaran
perbedaan tersebut tetap konstan dalam pertengahan hingga
akhir abad 20 dan hingga awal abad 21.
Apa yang menjadi penyebab perbedaan antara kulit hitam-kulit
putih?
Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa perbedaan IQ
yang muncul disebabkan, sebagian atau seluruhnya, oleh bias
tes. Bias tes dapat memiliki peran kecil dalam perbedaan ras,
namun tidak dapat menjelaskan perbedaan yang ada dalam skor
IQ antara orang-orang Amerika kulit hitam dan kulit putih.
Hipotesis Genetik tentang Perbedaan Ras dalam IQ
Arthur Jensen (1969) menyatakan bahwa penyebab orang-orang
kulit putih memperoleh skor lebih tinggi dari orang-orang Afrika
Amerika pada tes-tes IQ mungkin lebih berkaitan dengan faktor
genetik ketimbang pengaruh keterbatasan lingkungan.
Richard Herrnstein dan Charles Murray (1994) menyimpulkan
bahwa bias tes tidak menjelaskan kesenjangan IQ antara ras kulit
putih-kulit hitam. Mereka juga menyimpulkan bahwa ras-ras
tersebut tidak hanya berbeda dalam skor IQ rata-rata, namun juga
dalam profil kemampuan intelektual. Intelegensi hanya bisa sedikit
berubah bahkan dengan intervensi lingkungan yang intensif
(Herrnstein dan Murray, 1994).ASDC

Kekuatan Hipotesis Genetik


Beberapa kritik menunjukkan hipotesis genetik didasarkan pada
asumsi yang dapat dipertanyakan bahwa bukti heritabilitas IQ
dalam kelompok dapat digunakan untuk menyimpulkan
heritabilitas di antara kelompok-kelompok ras.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Jensen (1969)
menyampaikan premis ini secara eksplisit, bahwa perbedaan IQ
tersebut didasari oleh faktor genetik. Kaufman (1990) memberi
respon sebagai berikut: meskipun IQ juga dapat diturunkan pada
ras kulit hitam dan kulit putih secara terpisah, hal itu tidak
membuktikan bahwa perbedaan IQ di antara ras-ras memiliki asal
usul genetik.
Kritik lain terhadap hipotesis genetik adalah bahwa analisis yang
cermat atas faktor-faktor lingkungan memberikan penjelasan yang
cukup tentang perbedaan isu antar ras, jadi, hipotesis genetik
sebenarnya tidak diperlukan. Brooks-Gunn, Klebanov, dan
Duncan (1996) melaksanakan suatu studi dengan kekayaan
datanya. Mereka menunjukkan bahwa penelitian sebelumnya
telah meremehkan dampak yang luas dari kemiskinan dan
faktor-faktor penyerta sebagai suatu kontribusi terhadap
perbedaan antara orang-orang Afrika Amerika dan kulit putih.
Kritik ketiga adalah bahwa ras sebagai suatu entitas biologis pada
dasarnya tidak ada. Fish (2002) dan para pendukung lain atas
sudut pandang ini berargumen bahwa ras merupakan konsep
yang terbentuk secara sosial, bukan realitas biologis.

Tren Baru dalam Perbedaan IQ Antar Ras


Jensen dan Rushton (2005) menghipotesiskan bahwa perbedaan
IQ sebagian memiliki basis genetik.
Dickens dan Flynn (2006) mendukung pengurangan perbedaan
IQ antar ras yang signifikan, melakukan penelitian, lalu
menyimpulkan bahwa kestabilan perbedaan antara kulit hitam
kulit putih merupakan mitos sehingga tidak dapat dikutip sebagai
bukti bahwa perbedaan antara memiliki asal usul genetik. Dan
juga, kemajuan ekonomi lebih lanjut pada orang-orang kulit hitam
akan menghasilkan kenaikan tambahan dalam IQ.

11. Perubahan Apakah intelegensi menurun seiring pertambahan umur?


Intelegensi Salah satu stereotip paling luas terkait penuaan adalah kita
terkait Umur kehilangan kemampuan intelektual sering kita bertambah tua.
Penelitian juga mengungkap bahwa perubahan intelegensi terkait
umur merupakan masalah kompleks dan memiliki banyak segi.

Penelitian Lintas-Seksional Terdahulu (Wechsler, 1944)


Menggunakan instrumen Wechsler Adult Intelligence Scale
(WAIS) yang memberikan gambaran suram tentang penurunan
intelegensi umum secara lambat setelah umur 15 atau 20 tahun
dan penurunan cepat yang drastis setelah umur 60.

Studi Sekuensial pada Intelegensi


Untuk mengendalikan perbedaan kelompok umur, banyak peneliti
lebih memilih desain longitudinal, yang memiliki empat perangkap
potensial: (1) waktu pengukuran, (2) pengarangan selektif, (3)
dampak latihan, dan (4) regresi pada mean.
Metode penelitian yang paling efisien untuk mempelajari
perubahan kemampuan terkait umur adalah desain lintas
sekuensial yang mengkombinasikan metodologi lintas seksional
dan longitudinal.
Tes Kemampuan Mental Primer (Schaie, 1956) menunjukkan
perjalanan yang lebih optimistik: hanya perubahan kecil pada
sebagian besar kemampuan hingga setidak-tidaknya umur 60.

Umur dan Perbedaan Intelegensi Cair/Terkristalisasi


Penelitian paralel menunjukkan peningkatan bertahap dalam
intelegensi terkristalisasi di masa lanjut usia, bersamaan dengan
penurunan cepat dalam inteligensi cair.

Lebih terkini, beberapa psikolog telah mengemukakan bahwa


intelegensi orang dewasa secara kualitatif berbeda mirip dengan
tahap baru Piagetian yang dapat disebut penalaran pascaformal.
Penelitian ini mempertanyakan validitas ekologis penggunaan
instrumen standar pada para peserta berusia lanjut.

12. Perubahan Apa yang terjadi dengan intelegensi suatu populasi dari satu
Skor IQ generasi ke generasi berikutnya?
Generasional Flynn (1984, 1987) telah menyusun tabel data standarisasi untuk
setiap edisi Stanford-Binet dan skala Wechsler dari tahun 1932
hingga saat ini. Setiap tes menetapkan standar yang lebih tinggi
ketimbang edisi sebelumnya dengan kenaikan total sekitar 14
poin IQ. Flynn (1994) merasa skeptis bahwa intelegensi yang
sesungguhnya dan bermakna dari suatu populasi dapat
meningkat sedemikian cepat. Keberadaan dampak Flynn ini telah
mengingatkan para psikolog tentang bahaya menarik kesimpulan
berdasarkan norma-norma tes intelegensi yang selalu berubah.

Anda mungkin juga menyukai