19144010083
T. A 2021/2022
LAPORAN TUGAS AKHIR METODOLOGI PENELITIAN
19144010083
T. A 2021/2022
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan Untuk Lulus pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate , sejauh
saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari LTA yang sudah dipublikasikan dan
atau pernah dipakai untuk mendapatkan nilai Ujian Akhir Semester Program Studi
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate. Apabila ternyata dikemudian hari penulisan LTA
ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi berdasarkan tata tertib di Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Ternate.
Judul LTA : Pemberian Kompres Hangat Pada Anak Kejang Demam Dengan
Hipertermia
Nama Mahasiswa : Putri Nabila Ipa
NIM : 19144010083
Dosen Mata Kuliah : 1. Fadila Abdullah S.kep,. Ns,. M.Kep
2. Amira BSH S.Kp,. M.Kep
Laporan Tugas Akhir ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan dan diseminarkan dalam
seminar Lapor Tugas Akhir Mata Kuliah Metodologi Penelitian Program Studi D-III
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate Tahun Akademik 2021/2022
NIP. NIP.
Mengetahui
NIP.
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir ini diajukan oleh :
Judul LTA : Pemberian Kompres Hangat Pada Anak Kejang Demam Dengan
Hipertermia
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dosen Mata Kuliah dan diterima seagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk lulus dari mata kuliah Metodologi Penelitian pada
Program Studi keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate Pada Tanggal 02 November dan di
nyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk diterima.
Ditetapkan di : Ternate
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Karena
atas berkat dan rahmatnya, saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan tepat
waktu. .Penulisan Laporan Tugas Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan nilai Ujian Akhir Semester Pada Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Ternate. Laporan Tugas Akhir ini terwujud atas bimbingan dan pengarahan dari
Ibu Fadilah Abdullah S.kep,. Ns,. M.Kep selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................................4
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................5
KATA PENGANTAR...............................................................................................................6
DAFTAR ISI..............................................................................................................................7
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................8
A. Latar Belakang................................................................................................................9
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................10
C. Tujuan Masalah.............................................................................................................11
D. Manfaat.........................................................................................................................12
A. KONSEP MEDIS..........................................................................................................14
C. Fokus Studi....................................................................................................................19
D. Definisi Operasional......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam disebut sebagai penyebab kejang paling umum pada anak dan
sering menjadi penyebab riwayat inap di rumah sakit secara darurat (Nurindah, Muid,
& Retoprawiro, 2014), Dalam dunia kesehatan kejang demam termasuk penyakit
serius yang kebanyakan menyerang pada balita sehingga perlu ditangani dengan cepat
dan tepat (Juanita & Manggarwati, 2016). Apabila kejang demam tidak segera
ditangani dengan baik dan benar maka akan terjadi kerusakan sel-sel otak akibat
kekurangan oksigen (Farida & Selviana, 2016). Jika kejang demam dapat teratasi,
maka kejang demam tidak berulang kembali, namun jika kejang demam tidak teratasi,
maka kejang demam berulang kembali dan dapat menimbulkan kerusakan pada otak
permanen dan sampai pada kematian (Mail, 2017). Christopher (2012), menyebutkan
2 sampai 5 % dari seluruh anak di dunia yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami
kejang demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia <5 tahun. Insiden tertinggi
kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006).
Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya terjadi
karena infeksi, kondisi dimana otak mematok suhu di atas setting normal yaitu di atas
380C. Namun demikian, panas yang sesungguhnya adalah bila suhu >38.50C.
Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu tubuh yang terlalu panas atau
tinggi. Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat untuk menurunkan suhu
tubuh. Namun, pada keadaan tertentu, suhu dapat meningkat dengan cepat hingga
pengeluaran keringat tidak memberikan pengaruh yang cukup.
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38ºC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan - 5 tahun (Sujono & Suharsono, 2010). Kejang demam merupakan kelainan
neurologist yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam (Ngastiyah, 2014).
Kompres hangat telah diketahui mempunyai manfaat yang baik dalam
menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami panas tinggi di rumah sakit karena
menderita berbagai penyakit infeksi. Sri dan Winarsih (2008) yang melaporkan
penelitian tahun (2002) oleh Tri Redjeki menyatakan bahwa kompres hangat lebih
banyak menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kompres air dingin, karena
akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, pasien menjadi menggigil.
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di
seluruh dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahun.
(Setyowati, 2013). Profil Kesehatan Indonesia tahun (2013) menggungkapkan bahwa
jumlah penderita demam yang disebabkan oleh infeksi dilaporkan sebanyak 112.511
kasus demam, dengan jumlah kematian 871 orang. Jumlah kasus demam meningkat
dibandingkan tahun 2012 dengan angka 90.245 kasus demam infeksi pada anak di
Indonesia. Dari angka kejadian hipertermi tahun 2010 di wilayah Jawa Tengah sekitar
2%-5% terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun disetiap tahunnya.
Kejang demam simpleks adalah manifestasi dari demam tinggi yang jika tidak
segera mendapatkan penanganan dapat menimbulkan gejala sisa atau bahkan
kematian meskipun angka kejadian yang menimbulkan kematian sangatlah kecil
Sodikin (2012). Menurut Wulandari & Erawati (2016) menjelaskan bahwa kejang
demam simpleks dapat menimbulkan komplikasi apabila tidak ditanganin dengan
cepat dan tepat seperti kerusakan neurotransmita, epilepsi, kelainan anatomi di otak,
mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
Salah satu peneliti yang dilakukan oleh Medika (2016) menurun dan
mengontrol demam pada anak dapat dilakukan dengan pemberian antipirentik
(farmakologi). Selain penggunaan obat antipirentik, penurunan suhu tubuh dapat
dilakukan secara fisik (non farmakologi) yaitu dengan penggunaan energi panas
melalui metode konduksi dan evaporasi dapat dilakukan dengan kompres hangat.
Kompres hangat tidak memiliki efek samping dan tidak membahayakan ataupun
memperparah kondisi penderita. Selain itu memungkinkan pasien atau keluarga tidak
terlalu tergantung pada obat antipirentik.
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehesif dengan
memandang klien dari aspek bio, psiko, sosial dan spiritual, Perawat diharapkan
mampu mengelola atau tepatnya mengendalikan dan mengontrol demam pada anak
dapat dilakukan dengan cara kompres hangat. Kompres hangat adalah salah satu
metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Pemberian
kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan
rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh (Hartini,
2010).
Pada anak yang panas perawat sering melakukan kegiatan untuk penurunan
panas tersebut salah satunya dengan kompres (Sri P, dkk, 2008). Sri dan Winarsih
(2008) yang melaporkan penelitian Swardana, dkk (1998) menyatakan bahwa
menggunakan air dapat memelihara suhu tubuh sesuai dengan fluktuasi suhu tubuh
pasien. Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi.
Hasil penelitiaannya Swardana, dkk (1998) yang berjudul pengaruh kompres hangat
terhadap perubahan suhu tubuh menunjukkan adanya perbedaan efektifitas kompres
dingin dan kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana pemberian kompres hangat pada anak kejang demam dengan hipertermia
C. Tujuan Masalah
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana pemberian kompres hangat pada anak
dengan hipertermia
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prosedur penurunan suhu dengan kompres hangat pada
anak kejang demam dengan hipertermia
b. Mampu mengetahui respon klien pada saat dilakukan kompres hangat
D. Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada anak yang mengalami kejang demam dengan
hipertermia.
1) Teoritis
2) Praktis
a. Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan di Rumah
Sakit agar dapat meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan anak
yang mengalami kejang demam dengan hipertermia.
b. Peneliti
2. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016). Menurut Ridha (2014), mengatakan
bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya:
a) Faktor-faktor prinatal
b) Malformasi otak congenital
c) Faktor genetika
d) Demam
e) Gangguan metabolisme
f) Trauma
g) Neoplasma
h) Gangguan Sirkulas
3. Klasifikasi
Klasifikasi Kejang Demam
a. Kejang Demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umun tonik dan atau
kronik, tanpa ada gerakan fokal. Kejang tidak berualang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian
kejang demam (Pusponegoro, 2006 dalam Badrul, 2015)
b. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu
ciri kejang lama yang berlangsung >15 menit, kejang fokal atau parsial
satu sisi atau kejang umum di dahului kejang parsial atau berulang lebih
dari 1 kali 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antaranya bangkitan
kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam
(Pusponegoro, 2006 dalam Badrul, 2015).
4. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Di duga
penyebab kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu
yang cepat. Penyebab kejang di duga berhubungan dengan puncak suhu.
Hipertermia mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan
meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. Pada penelitian binatang
didapatkan peningkatan eksitabilitas neuron otak selama proses maturasinya.
Suhu yang sering menimbulkan kejang demam adalah 38,5ºC (Basuki,2009
dalam Badrul, 2015). Penelitian genitik pada kejang demam berhasil
mengidentifikasi febrile seizures susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB
(kromosom 8q13 – q21) dan FEB (kromosom 19p13.3), bersifat autosomal
dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang
demam lebih sering terjadi dalam satu keluarga. Memutasi genetic dari kanal
ion natrium atau Na+channelopathy dan geminobutiric acid A receptor
merupakan gangguan genetic yang mendasari terjadinya kejang demam
(basuki,2009 dalam Badrul, 2015). Penelitian pada hewan coba menunjukkan
kemungkinan peran patogen endogen seperti interleukin 1β, yang dengan
meningkatkan eksitabilitas neuron, mungkin menghubungkan demam dengan
bangkitan kejang. Penelitian pendahuluan pada anak mendukung hipotesa
bahwa cytokine network teraktifasi dan diduga berperan dalam pathogenesis
kejang demam. Namun signifikasi klinis dan patologis pengamatan ini masih
belum jelas (Gatti,2002 dalam Badrul, 2015). Beberapa factor yang mungkin
berperan dalam menyebabkan kejang demam antara lain:
a. Demam itu sendiri
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormaloleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan atau elektroliat
e. Ensefalitas viral
f. Gabungan semua factor tersebut di atas.
5. Manifestasi klinis
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai
pada pasien dengan kejang demam diantaranya:
a) Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b) Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c) Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
d) Kulit pucat dan membiru
e) Akral dingin
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Widodo (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu :
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, teteapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan, misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level II-2
dan level III, rekomendasi
2) Fungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau meningkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya
meningitis batrerialis adalah 0,6 % - 6,7 %.
3) Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsy pada pasien kejang demam.
4) Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi, seperti:
a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papilledema
7. Komplikasi
Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari
& Erawati, 2016) yaitu:
1) Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.
2) Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Kelainan anatomis diotakSerangan kejang yang berlangsung
lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak
terjadi pada anak baru berumur 4 bulan - 5 tahun.
3) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
4) Kemungkinan mengalamikematian
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah, 2014) yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang),
obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan
secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang
disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB
dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5
mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali
dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan
10 mg pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit,
bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua
masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama juga
akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang
akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang
diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status
konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena
tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan,
tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan
pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya
diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit.
Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah
edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid
misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada kasus hipertemia
adalah sebagai berikut :
a. Hipertemia b.d dehidrasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
termoregulasi membaik
Kriteria hasil : 1) Kejang menurun
2) Mengigil menurun
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Identitas penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas,penggunaan incubator).
2) Monitor suhu tubuh
3) Sediakan lingkungan yang dingin
4) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
5) Lakukan pendinginan eksternal(mis. Selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksilla).
6) Anjurkan tirah baring
7) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu
3. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang direncanakan
dalam rencana keperawatan (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Implementasi
adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan
mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat pada
perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan
kreatifits perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan
yang sudah direncanakan, dilakukan dengan rencana yang tepat,aman,serta
sesuai dengan kondisi pasien (Ode Debora, 2013). Adapun implementasi yang
dapat dilakukan untuk pemberian kompres hangat pada anak kejang demam
dengan hipertermia yaitu:
1) Observasi
Identifikasi penyebab hipertermia
2) Terapiutik
Sediakan lingkungan yang dingin
3) Edukasi
Anjurkan tirah baring
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena
4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang
digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
kesesuain tindakan keperawatan,perbaikan tindakan keperawatan, kebutuhan
klien saat ini,perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain dan perlu menyusun
ulang prioritas diagnosa supaya kebutuhan klienbisa terpenuhui atau teratasi
(Ode Debora, 2013). Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
5. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh
data yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan yang
disususn secara sistematis, valid dan dapat dipertaggunngjawabkan secara
moral dan hukum. (Ali,2009).
BAB III
METODE STUDI KASUS
C. Fokus Studi
Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah pemberian kompres hangat pada
anak kejang demam dengan hipertemia
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pengertian sebuah variable dalam istilah yang bisa
diamati, bisa diuji, atau bisa dijadikan angka (Istiarto, 2015).
1) Kejang demam adalah Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium (Widodo,2011).
2) Hipertermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi batas normal
(36.5°-37.5°C), yang biasanya diakibatkan oleh kondisi suhu tubuh atau
eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari pada yang dapat
dikeluarkan oleh tubuh (Sodikin,2012).
3) Kompres hangat adalah tindakan keperawatan yang bertujuan guna menurunkan
suhu tubuh pasien yang mengalami hipertermia (Andriyani, 2010).
Alfiyanti, Y. & Rahmawati, I.N., 2014. Metodelogi Penellitian Kualitatif Dalam Reset
Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Andriyani, Annisa. 2010. Penatalaksanaan Kompres Hangat Dalam Penurunan Suhu Tubuh
Pasien Hipertermia.
Ayu, Inda Eny, Winda Irwanti & Mulyanti. 2015. Kompres Air Hangat pada Daerah Aksila
dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah
Kutoarjo. Vol. 3 No. 1 ISSN: 2354-7642
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC