Anda di halaman 1dari 70

RENCANA KERJA OBAT RUMAH SAKIT

RSUD DAHA SEJAHTERA

PEMERINTAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN


DINAS KESEHATAN
Jl. Jend. Sudirman No. 29 Telp. (0517) 21497
KANDANGAN - 71214
BAB 1
KONSEP DASAR RUMAH SAKIT

A. Pengertian Rumah sakit


Defenisi rumah sakit adalah sebuah lembaga pelayanan kesehatan yang diberi tugas
memberikan pelayanan kesehatan kepada perorangan maupun kepada masyarakat yang bersifat
pelayanan kesehatan masyarakat atau pelayanan medis, yang status penyelenggaraanya di
keluarkan oleh kementrian kesehatan. Rumah sakit sebagai pelayanan tingkat lanjutan yang
diharapkan mampu memberi pelayanan spesialis dan sub super spesialis.
Dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Presiden RI, 2009)
Rumah Sakit sebagai public service dalam pelayanan kesehatan lebih mengutamakan
aspek kecepatan, ketepatan, kesederhanaan pelayanan, kemudahan, keterjangkauan dan kepuasan
yang tinggi bagi masyarakat. UU No 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan (Presiden RI, 2009):
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit
dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan Rumah Sakit.

B. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah sakit diselenggarakan dengan tugas untuk menyediakan dan memberikan
pelayanan kesehatan kepada perorangan ataupun secara umum kepada masyarakat luas dengan
tugas utama pelayanan promotif dan preventif yang dikenal dengan pelayanan kesehatan
masyarakat dan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang diistilahkan dengan pelayanan medis.
Dalam UU No 44 tahun 2009 disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang
meliputi Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif). Dalam UU No 44 tahun 2009 juga telah
disebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka rumah sakit mempunyai fungsi
(Presiden RI, 2009) ;
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit;
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.

C. Klasifikasi Rumah Sakit


Mengapa pelayanan rumah sakit harus di klasifikasikan ? Perlunya klasifikasi rumah sakit :
1. Berkaitan dengan pemberian tugas dan besarnya tanggungjawab yang dibebankan kepada
rumah sakit
2. Berkaitan dengan kesanggupan dan kemampuan Rumah sakit dalam menyediakan dan
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
3. Berkaitan dengan sistem pengelolaan majanemen yang berkelanjutan
4. Berkaitan dengan tingkat beban kerja dan tingkat kelas pelayanan
5. Berkaitan dengan kesanggupan rumah sakit dalam pemenuhan kebutuhan dan pelayanan
yang bersifat komprehensif
6. Berkaitan dengan pemenuhan permintaan pelayanan kesehatan utamanya masyarakat mampu
yang menginginkan pelayanan yang cepat, nyaman dan memuaskan bagi pengguna
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut;
1. Berdasarkan kepemilikan
Menurut Imron T (2009) Rumah sakit berdasarkan atas kepemilikan/pengelolaannya
digolongkan atas;
1) Rumah Sakit vertical (Depkes)
2) Rumah Sakit Propinsi (Pemda TK I)
3) Rumah Sakit Kab/Kota (Pemda TK II)
4) Rumah Sakit ABRI
5) Rumah Sakit Departemen Lain (BUMN)
6) Rumah Sakit Swasta
Berdasarkan kepemilikannya, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
membedakan rumah sakit di Indonesia ke dalam dua jenis (Presiden RI, 2009) ;
1) Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah (termasuk pemerintah
daerah) dan badan hukum lain yang bersifat nirlaba, meliputi;
a) Rumah sakit milik Departemen Kesehatan
b) Rumah sakit milik Pemerintah Daerah Provinsi
c) Rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten atau kota
d) Rumah sakit milik Tentara Nasional Indonesia (TNI)
e) Rumah sakit milik Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
f) Rumah sakit milik Departemen di luar Departemen Kesehatan (termasuk milik Badan
Usaha Milik Negara seperti Pertamina).
2) Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang didirikan dan dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan untuk mencari keutungan (profit) yang berbentuk perseroan terbatas,
meliputi:
a) Rumah sakit milik yayasan, dimiliki oleh kalangan perorangan atau kelompok
b) Rumah sakit milik perusahaan, dimiliki oleh kalangan perorangan atau kelompok
c) Rumah sakit milik penanam modal (dalam negeri dan luar negeri), kalangan
perorangan atau kelompok
d) Rumah sakit milik badan hukum lain, kalangan perorangan atau kelompok
2. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Menurut Imron T (2009) penggolongan Rumah sakit berdasarkan atas jenisnya dibagi
atas;
a. Rumah Sakit Umum
b. Rumah Sakit Jiwa
c. Rumah Sakit Kusta
d. Rumah Sakit Paruh
e. Rumah Sakit Mata
f. Rumah Sakit Orthopedi dan protese
g. Rumah Sakit Bersalin
h. Rumah Sakit Spesialis Lainnya
3. Menurut UU No 44 tahun 2009, rumah sakit berdasarkan kelas di klasifikasikan menjadi :
a. Rumah sakit kelas A, adalah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang
spesialistik dan sub-spesialistik yang luas.
b. Rumah sakit kelas B, adalah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang luas dan sub spesialis terbatas.
c. Rumah sakit kelas C, adalah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan
spesialistik terbatas, paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: penyakit dalam, penyakit
bedah, penyakit kebidanan atau kandungan, dan kesehatan anak.
d. Rumah sakit kelas D, adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada suatu saat
akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C, pada saat ini kemampuan rumah sakit
kelas D hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

Klasifikasi rumah sakit dapat dikelompokan dalam beberapa kategori;


a. Rumah sakit dapat dilihat dari status kepemilikan dapat dikelompokan atas;
1. Rumah sakit milik pemerintah pusat, misalnya RS paru makassar, dibawah
kementrian kesehatan. RS Bayangkari kendari, dibawah kepemilikan kepolisian
negara, dll.
2. Rumah sakit milik pemerintah daerah provinsi, misalnya RS BLUD Bahteramas
Prov. Sultra, RS Labuang Baji Makassar milik Pemerintah Prov. Sulsel dll.
3. Rumah sakit milik swasta, misalnya RS Awal Bros Makassar, dll
4. Rumah sakit misi keagamaan, misalnya RS Santaana Kendari, dll
5. Rumah sakit Investor asing di Indonesia.
b. Rumah sakit dapat dilihat dari status type kelas
1. Rumah sakit tipe A, umumnya rumah sakit ini menyediakan pelayanan kesehatan yang
spesialistik dan subspesialistik Advance.
2. Rumah sakit type B, umumnya rumah sakit ini menyediakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang luas dan sub spesialis terbatas.
3. Rumah sakit Type C, umumnya rumah sakit ini menyediakan pelayanan kesehatan
spesialistik terbatas yaitu penyakit dalam, penyakit bedah, penyakit kebidanan atau
kandungan, dan kesehatan anak.
4. Rumah sakit type D, umumnya rumah sakit ini menyediakan pelayanan kedokteran
umum dan kedokteran gigi.
Menurut Imron T (2009) Rumah sakit berdasarkan Fungsinya dibagi atas;
1. Rumah Sakit Non Pendidikan
2. Rumah Sakit Pendidikan

Menurut Imron T (2009) Type Rumah Sakit dibedakan atas ;


1. Kelas A
Pemilik Depkes/Dep lain/Pemda Tk I, jumlah TT > 200 TT, terletak di ibukota Propinsi,
melakukan pelayanan umum, Gawat Darurat, Spesialis Dasar, Spesialis Penunjang, Medik
Spesialistik lain, Penunjang Klinik dan Non Klinik, pelayanan Administrasi dan dapat
ditambah dengan pelayanan Spesialistik Gigi Mulut dan Sub- spesialistik luas, melakukan
pelayanan kesehatan dengan teknologi canggih, pusat rujkan RS type B, C, dan D (terutama
terdekat)
2. Kelas B
Pemilik bisa Depkes, bisa Pemda Tk I, terletak di ibukota Prop (kecuali beberapa RS Prop
terletak di Kab), jumlah TT > 150 TT, melakukan pelayanan umum, Gawat Darurat,
Spesialis Dasar, Spesialis Penunjang, 7 jenis pelayanan medik spesialis lain, Penunjang
Klinik dan Non Klinik, pelayanan Administrasi, Spesialistik Gigi Mulut dan sub
spesialistik terbatas. Pusat rujukan Rumah Sakit Type C dan D.
3. Kelas C
Pemilik Pemda Tk II Kab/Kota, Pusat rujukan Puskesmas, melayani kesehatan dasar (Plus),
melakukan pelayanan Umum, Gawat darurat, spesialistik dasar, 4 jenis spesialistik
penunjang, penunjang klinik dan non klinik, pelayanan Administrasi.
4. Kelas D
Pemilik Pemda Tk II Kab/Kota, Pusat rujukan Puskesmas, melayani kesehatan dasar,
melakukan pelayanan Umum, Gawat darurat, 2 jenis pelayanan spesialistik dasar atau lebih,
penunjang klinik (kecuali perawatan intensif), penunjang non klinik dan Administrasi.
BAB 2
KONSEP DASAR
OBAT

A. Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau materi yang dapat berwujud benda padat, cair atau gas yang
dapat di gunakan dalam proses penyembuhan penyakit pada manusia. Secara umum produksi
obat terdiri dari obat herbal yang komposisi dan bahannya bersifat alami dan obat pabrik yang
komposisi dan bahanya telah mengandung campuran bahan kimia.
Menurut Anief M (1991) pengertian Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan
yang di maksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah
ataurohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh
manusia
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1
tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik (Presiden RI, 1992)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah tiap
bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan untuk dijual
atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu
penyakit, suatu kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam
pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau hewan (Depkes RI,
1988)
Menurut Anief M (2003) beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain;
a. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan,
salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan
Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain.
b. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau
yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
c. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat
maupunan mutunya terjamin yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut,
bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat
dan keamanannya.
d. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya
(Depkes RI, 2002). Konsep obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan
pelayanan bermutu dan terjangkau, yang diwujudkan dengan Daftar Obat Esensial Nasional
(Maryetty, I.P)
e. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan
CPOB dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
(PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

B. Tujuan Penciptaan Obat


Obat yang dibuat oleh produsen obat herbal atau pabrik di rancang dengan tujuan
untuk :
a. Obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit
b. Obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
c. Obat yang digunakan untuk mencegah rasa sakit.
d. Obat yang digunakan untuk membunuh hewan parasit dalam tubuh
e. Obat yang digunakan untuk membantu menguatkan kerja organ tubuh
f. Obat yang digunakan untuk mencegah pendarahan
g. Obat yang digunakan untuk mencegah pembusukan jaringan dan lain sebagainya.

Macam-Macam Obat dan Tujuan Penggunaannya


Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat
mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Oleh karena itu penting sekali bagi kita semua
untuk mengetahui bentuk sediaan obat (http://dechacare.com/Macam-Macam-Obat-dan-
Tujuan-Penggunaannya-I461-1.html)
1. Pulvis (serbuk).
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian luar.
2. Pulveres.
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan
bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.Contohnya adalah puyer.
3. Tablet (compressi).
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih
atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet kempa. Paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta
penandaannya tergantung desain cetakan.
b. Tablet cetak. Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam
lubang cetakan
c. Tablet trikurat. Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. sudah jarang
ditemukan
d. Tablet hipodermik. Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam
air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet sublingual. Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan
meletakan tablet di bawah lidah.
f. Tablet bukal. Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi
g. Tablet Effervescent. Tablet larut dalam air. harus dikemas dalam wadah tertutup rapat
atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis "tidak untuk langsung ditelan"
h. Tablet kunyah. Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga
mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
4. Pil (pilulae).
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur
tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
5. Kapsul (capsule).
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul adalah :

a. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak


b. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukan
bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
e. Mudah ditelan
6. Kaplet (kapsul tablet).
Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval seperti
kapsul.
7. Larutan (solutiones).
Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,cara peracikan, atau
penggunaannya,tidak dimasukan dalam golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan
sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi
secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
8. Suspensi (suspensiones).
Merupakan sedian cair mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair.
macam suspensi antara lain : suspensi oral (juga termasuk susu/magma),suspensi topikal
(penggunaan pada kulit) suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),suspensi
optalmik,suspensi sirup kering.
9. Emulsi (elmusiones).
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase dalam sistem dispersi, fase cairan
yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya
distabilkan oleh zat pengemulsi.
10. Galenik.
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang disari.

11. Ekstrak (extractum).


Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisisa
nabati atau simplisia hewani menggunakan zat pelarut yang sesuai.kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
12. Infusa.
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air
pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
13. Imunoserum (immunosera).
Merupakan sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan
mengikut kuman/virus/antigen.
14. Salep (unguenta).
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok.
15. Suppositoria.
Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan
pengobatan adalah :
a. Penggunaan lokal -> memudahkan defekasi serta mengobati gatal,iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
b. Penggunaan sistematik -> aminofilin dan teofilin untuk asma,klorpromazin untuk anti
muntah,kloral hidrat untuk sedatif dan hipnitif,aspirin untuk analgesik antipiretik.
16. Obat tetes (guttae).
Merupakan sediaan cair berupa larutan,emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk obat
dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang
disebutkan farmakope indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain : guttae

(obat dalam), guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales
(tetes hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).
17. Injeksi (injectiones).
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut.

C. Jenis-Jenis Obat
Penggolongan jenis obat adalah pembagian obat menurut karakteristik tertentu
dengan tujuan untuk memudahkan dalam mengenali, pemilihan, dan penggunaan obat
tersebut. Penggolongan obat dapat dapat bermacam-macam;
a. Berdasarkan wujudnya.
Misalnya obat berwujud padat, cair/crem dan gas
b. Berdasarkan golongan
Misalnya obat generik dan non generik
c. Berdasarkan fungsinya
Misalnya obat untuk pengobatan dalam dan pengobatan di luar tubuh
d. Berdasarkan jangka waktu pemakaian
Misalnya obat dapat digunakan dalam waktu yang lama dan waktu yang singkat
e. Berdasarkan kemasan
Misalnya obat memakai kemasan Alminium foil, botol kaca atau kalen
f. Berdasarkan tingkat bahaya
Misalnya obat sangat berbahaya dan tidak berbahaya
g. Berdasarkan Kebebasan penggunaan
Misalnya obat yang di jual bebas dan tidak dijual bebas
Menurut Depkes (1993) tentang Wajib Daftar Obat Jadi, pembagian obat berdasarkan
golongannya ;
1. Obat Bebas

Logo obat bebas


Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis
tepi berwarna hitam. Obat bebas dapat diperoleh di warung, toko obat, dan apotik.
Obat bebas juga disebut OTC (Over The Counter)
Contoh obat bebas : Parasetamol, vitamin
2. Obat Bebas Terbatas

Logo obat bebas terbatas


Obat bebas terbatas (dulu disebut obat daftar W : Warschuwing (Peringatan)).
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu
masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket
obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam, disertai tanda
peringatan dalam kemasannya:
o P1. Awas! Obat Keras. Bacalah Aturan Memakainya.
o P2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan
o P3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dan badan.
o P4. Awas! Obat Keras. Hanya Untuk Dibakar.
o P5. Awas! Obat Keras. Tidak Boleh Ditelan.
o P6. Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan.

Peringatan Obat Keras


Contoh obat bebas terbatas : CTM, Antimo, noza Obat bebas terbatas ini dapat diperoleh
di toko obat, dan apotik tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas dan obat bebas disebut
juga OTC (over the counter)
3. Obat Keras

Logo obat keras


Obat keras juga dikenal dengan Obat Daftar G (Gevarlijk : berbahaya)
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Cara
mengetahui obat tersebut adalah obat keras adalah dengan adanya tanda khusus pada
kemasan obat yaitu terdapat logo huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi
berwarna hitam.
Contoh Obat Keras : Asam Mefenamat, semua obat antibiotik (ampisilin, tetrasiklin,
sefalosporin, penisilin, dll), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat diabetes,
obat penenang, dll). Obat keras yang dapat diperoleh di apotek tanpa resep dokter dan
diserahkan oleh apoteker disebut OBAT WAJIB APOTIK
4. Obat Psikotropika dan Narkotika
Dulu dikenal obat daftar O (Golongan Opiat/Opium), Logonya berbentuk seperti
palang ( + ), Obat ini berbahaya bila terjadi penyalahgunaan dan dalam penggunaannya
diperlukan pertimbangan khusus, dan dapat menyebabkan ketergantungan psikis dan fisik
oleh karena itu hanya boleh digunakan dengan dasar resep dokter.
Contoh gambar obat-obat narkotika dan psikotropika
a. PSIKOTROPIKA
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat atau
obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf
pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi
para pemakainya.
Contoh Obat Psikotropika : Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium,
Mandrax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital,
Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide) dan
sebagainya. Obat psikotropika ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep
dokter.
b. NARKOTIKA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
Depkes (1993). Penggolongan Obat Narkotika : Narkotika digolongkan menjadi
tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut.
o Narkotika golongan I
Contoh narkotika golongan satu : Tanaman Papaver Somniferum L kecuali
bijinya, Opium mentah, Opium masak, candu, jicing, jicingko, Tanaman koka,
Daun koka, Kokain mentah, dll
o Narkotika golongan II
Contoh narkotika golongan dua : Alfasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol,
Alfaprodina, dll candu, jicing, jicingko, Tanaman koka, Daun koka, Kokain
mentah, dll
o Narkotika golongan III
Contoh narkotika golongan tiga : Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena,
Dihidrokodeina, Etilmorfina, dll candu, jicing, jicingko, Tanaman koka, Daun
koka, Kokain mentah, dll
Selain pengertian obat secara umum di atas, ada juga pengertian obat secara khusus.
Berikut ini beberapa pengertian obat secara khusus Syamsuni (2005) :
 Obat baru: Obat baru adalah obat yang berisi zat (berkhasiat/tidak berkhasiat), seperti
pembantu, pelarut, pengisi, lapisan atau komponen lain yang belum dikenal sehingga
tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
 Obat esensial: Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan
kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.
 Obat generik: Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam FI
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
 Obat jadi: Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk salep,
cairan, supositoria, kapsul, pil, tablet, serbuk atau bentuk lainnya yang secara teknis
sesuai dengan FI atau buku resmi lain yang ditetapkan pemerintah.
 Obat paten: Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama
pembuat yang telah diberi kuasa dan obat itu dijual dalam kemasan asli dari perusahaan
yang memproduksinya.
 Obat asli: Obat asli adalah obat yang diperoleh langsung dari bahan-bahan alamiah,
diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan
tradisional.
 Obat tradisional: Obat tradisional adalah obat yang didapat dari bahan alam, diolah
secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
Menurut Syamsuni (2005) proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh, obat
digolongkan menjadi:
 Obat diagnostik: Obat diagnostik adalah obat yang membantu dalam mendiagnosis
(mengenali penyakit), misalnya barium sulfat untuk membantu diagnosis pada saluran
lambung-usus, serta natriummiopanoat dan asam iod organik lainnya untuk membantu
diagnosis pada saluran empedu.
 Obat kemoterapeutik: Obat kemoterapeutik adalah obat yang dapat membunuh parasit
dan kuman di dalam tubuh inang. Obat ini hendaknya memiliki kegiatan farmakodinamik
yang sekecil-kecilnya terhadap organisme inang dan berkhasiat untuk melawan sebanyak
mungkin parasit (cacing protozoa) dan mikroorganisme (bakteri, virus). Obat-obat
neoplasma (onkolitika, sitostika, atau obat kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.
 Obat farmakodinamik: Obat farmakodinamik adalah obat yang bekerja terhadap inang
dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologis atau fungsi biokimia
dalam tubuh contohnya hormon, diuretik, hipnotik, dan obat otonom.
Menurut Syamsuni (2005) Penggolongan obat berdasarkan bentuk sediaan obat
dikelompokkan menjadi:
 Bentuk gas; contohnya, inhalasi, spraym aerosol.
 Bentuk cair atau larutan; contohnya, lotio, dauche, infus intravena, injeksi,
epithema, clysma, gargarisma, obat tetes, eliksir, sirop dan potio.
 Bentung setengah padat; misalnya salep mata (occulenta), gel, cerata, pasta, krim,
salep (unguetum).
 Bentuk padat; contohnya, supositoria, kapsul, pil, tablet, dan serbuk.
Menurut Syamsuni (2005) Penggolongan obat berdasarkan sumbernya, dikelompokkan
menjadi:
 Mikroba dan jamur/fungi; misalnya, antibiotik penisilin.
 Sintesis (tiruan); contohnya, vitamin C dan kamper sintesis.
 Mineral (pertambangan); contohnya, sulfur, vaselin, parafin, garam dapur, iodkali.
 Hewan (fauna); contohnya, cera, adeps lanae, dan minyak ikan.
 Tumbuhan (flora); contohnya, minyak jarak, kina, dan digitalis.
Penggolongan obat menurut Depkes RI (1993) dikelompokkan menjadi:
 Obat bebas: Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak
membahayakan si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan; diberi tanda lingkaran
bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
 Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan): Obat bebas terbatas
adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus aslinya dari
produsen atau pabrik obat itu, kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna biru
dengan garis tepi hitam serta diberi tanda peringatan (P No.1 sampai P No.6).
 Obat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya): Obat keras adalah semua obat yang
memiliki takaran dosis minimum (DM), diberi tanda khusus lingkaran bulat merah garis
tepi hitam dan huruf K menyentuh garis tepinya, semua obat baru kecuali ada ketetapan
pemerintah bahwa obat itu tidak membahayakan, dan semua sediaan
parenteral/injeksi/infus intravena.
 Psikotropika: Psikotropika adalah obat yang memengaruhi proses mental, meransang
atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang; contohnya golongan
barbital/luminal, diazepam, dan ekstasi.
 Narkotik: Narkotik adalah obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEK
serta dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan/adiksi yang sanga merugikan
individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter; contohnya kodein,
metadon, petidin, morfin, dan opium.
Menurut Syamsuni (2005) Penggolongan obat berdasarkan cara kerjanya dalam tubuh
dikelompokkan menjadi:
 Sistemik: obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh; contohnya obat analgetik.
 Lokal: obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti pemakaian topikal.
Menurut Syamsuni (2005) Penggolongan obat menurut cara penggunaannya, obat
digolongkan menjadi:
 Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi,
membran mukosa, rektal, vaginal, nasal, opthalmic, aurical, collutio/gargarisma/gargle,
diberi tiket biru.
 Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral, diberi tiket putih.
Menurut Syamsuni (2005) Penggolongan obat berdasarkan kegunaan dalam tubuh
digolongkan ke dalam:
 Untuk diagnosis (diagnostic).
 Untuk mencegah (prophylactic).
 Untuk menyembuhkan (terapeutic).

D. Bahaya Obat Bagi Kesehatan


Pada dasarnya obat diciptakan untuk membantu mengatasi masalah gangguan kesehatan
yang dihadapi oleh seseorang. Namun obat-obatan yang dihasilkan di pabrikan obat tidaklah
semuanya baik untuk kesehatan, sebab obat-obatan tersebut diracik dari bahan dan senyawa
kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia. Bila dilakukan konsumsi obat secara
berkepanjangan maka tubuh kita akan mengalami intoleransi dari masuknya bahan kimia
obat-obatan. Beberapa dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan dan konsumsi
obat-obatan dalam jumlah kecil maupun berlebihan dapat berupa;
a. Keracunan obat.
b. Gangguan tidur
c. Jantung berdebar-debar
d. Rasa mual dan muntah
e. Rasa pusing
f. Kerusakan dan kematian sel-sel tubuh
g. Mengganggu fungsi hati
h. Mengganggu fungsi otak
i. Gangguan mental
j. Gangguan fungsi ginjal
k. Gangguan pencernaan
l. Gangguan pernapasan
m. Gangguan penglihatan
n. Gangguan pendengaran
o. Gangguan pada mata
p. Gangguan pada kulit
q. Dll
Obat adalah racun bila pemberiannya tidak sesuai kaidah yang ditentukan. Telah
dilakukan penelitian pada efek tetapi dan efek samping dalam setiap obat. Penelitian pada
efek samping dalam jangka panjang biasanya dilakukan dalam kurun waktu 10-20 tahun.
Pada dasarnya, penggunaan sebuah obat dalam jangka panjang harus dihindari, mengingat
tidak selamanya tubuh kita dapat mengabsorbsi ataupun menetralisir setiap zat yang masuk.
Efek penggunaan obat dalam jangka panjang (https://halosehat.com/farmasi/obat/efek-
samping-obat-jangka-panjang)
Secara Fisik
1. Infeksi
Beberapa obat yang digunakan dalam jangka panjang justru dapat memicu timbulnya
infeksi di beberapa bagian tubuh. Terutama oleh obat-obatan antibiotik ataupun vaksin
yang dibuat melalui pemanfaatan bakteri atau virus. Obat jenis antibiotik merupakan obat
yang dihasilkan dari bioteknologi modern, mengubah bakteri menjadi obat. Oleh karena
itu, penggunaan dalam jangka panjang atau tidak sesuai aturan justru berbahaya bagi
tubuh. Dari resisten hingga infeksi yang berbalik menyerang tubuh.
2. Komplikasi
Komplikasi adalah gabungan kerusakan dari beberapa organ, terjadi bila kita terlalu
banyak dan sering mengkonsumsi berbagai macam obat maupun gaya hidup tidak sehat
yang kurang baik. Obat-obatan yang dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka
panjang dapat merusak sebuah organ, satu organ yang rusak ini dapat mengganggu
metabolisme yang hasilnya akan merusak atau menurunkan fungsi dari organ lain. Inilah
yang disebut dengan komplikasi.
3. Kerusakan Ginjal
Ginjal merupakan penyaring darah, dan obat-obatan semuanya diangkut oleh darah.
Darah kotor hasil metabolisme juga membawa ampas-ampas obat atau istilahnya sisa
racun yang nantinya akan disaring oleh ginjal. Terlalu banyak mengkonsumsi obat dapat
menjadi penyebab gagal ginjal di kemudian hari. Karena banyaknya racun yang
tertumpuk di ginjal. Beberapa gangguan lain yang mungkin terjadi mulai dari kencing
batu hingga nekrosis ginjal. Untuk itu dianjurkan meminum obat bersama air putih. Dan
per banyak minum air putih, minimal 8 gelas per hari demi kesehatan ginjal.
4. Kerusakan Jantung
Tak dapat dipungkiri, jantung merupakan pemompa darah. Setiap darah di tubuh pun
akan dialirkan ke jantung mulai dari yang bersih hingga yang kotor. Penggunaan obat
penguat jantung seperti digoksin, kardiovaskuler seperti siledenafil, obat-obat anti
hipertensi dan diuretik dapat menurunkan fungsi jantung di kemudian hari. Kerusakan
yang terjadi dapat terlihat dari beberapa masalah penyakit jantung saat tubuh mulai
memasuki usia senja. Masalah tersebut seperti angina pektoris, infark jantung, aritmia,
bahkan gagal jantung.
5. Kerusakan Panca Indera
Ada 5 panca indera didalam tubuh kita yaitu mata, hidung, lidah, telinga, dan kulit.
Beberapa obat memiliki efek samping jangka pendek seperti pandangan kabur, kesulitan
mendengar, hilang rasa, ruam kulit, dsb. Namun, tahukah beberapa obat memiliki efek
jangka panjang juga untuk beberapa panca indera ini. Seperti penggunaan antihistamin
dengan efek jangka panjang yang dapat merusak penglihatan dan pendengaran. Tak
jarang juga beberapa masalah di kemudian hari seperti katarak, rabun, masalah pada
indera pengecap, hingga tuli disebabkan oleh penggunaan beberapa obat, salah satunya
antibiotik.
6. Gangguan Saraf Akut
Biasanya terjadi di usia senja, gangguan saraf mulai dari mati rasa, stroke, tremor, hingga
kelumpuhan dapat di rasakan oleh beberapa pengguna obat-obat seperti antihipertensi
ataupun kardiovaskuler. Penggunaan psikotropik juga dapat menimbulkan masalah pada
saraf di kemudian hari. Salah satu efek paling parah pada gangguan saraf ini adalah
kegagalan sumsum tulang belakang memproduksi sel darah merah.
7. Berkurangnya Sistem Imun
Obat adalah racun, itulah yang kami katakan di awal. Ampas yang di tinggal akan obat-
obatan pun tidak akan bersih total setelah dikeluarkan melalui keringat dan urin. Oleh
karena itu, obat-obatan sejatinya meninggalkan racun dalam tubuh. Bayangkan anda
meminum racun satu botol saat ini, mungkin anda akan langsung mati karena sistem
imun tidak sanggup menetralisir. Begitu pula dengan obat adalah racun yang ada tidak
langsung banyak, sedikit demi sedikit sebanyak kita mengkonsumsinya. Namun,
perlahan tapi pasti sistem imun terus terganggung dan perlahan berkurang efektivitasnya
dalam menangkal zat asing, karena banyaknya racun di dalam tubuh.
8. Resistensi Bakteri
Bahaya antibiotik tidak sesuai aturan dapat menimbulkan resistensi bakteri dalam tubuh.
Hasilnya, beberapa bakteri tidak akan mempan lagi dengan antibiotik tersebut. Oleh
karena itu hindari terlalu sering menggunakan antibiotik, terutama menggunakan
generasi yang paling akhir. Karena jika suatu saat tubuh terserang bakteri patogen,
mungkin tidak ada lagi antibiotik yang mampu menyembuhkan.
9. Tumbuhnya Bakteri dalam Tubuh
Penggunaan beberapa obat dalam jangka panjang justru memicu pertumbuhan bakteri
dalam tubuh. Seperti penggunaan omeprazole yang dapat memicu pertumbuhan bakteri
ECL (Enterokromafin-Like Cells).
10. Nekrosis Hati
Guna hati adalah menetralisir setiap racun yang masuk ke tubuh. Begitu pula dengan
obat, setiap obat yang masuk pun zat berbahayanya beberapa akan di netralisir di hati.
Fungsi hati akan semakin menurun di usia senja, ditambah dengan banyaknya
penggunaan obat di usia muda dapat menimbulkan kerusakan hati di hari tua. mulai dari
kanker hati hingga kerusakan total pada hati (mati).
11. Reaksi Alergi atau Hipersensitiv
Obat-obat golongan steroid, antihistamin, dan beberapa golongan antibiotik dapat
menimbulkan reaksi alergi baik jangka panjang maupun pendek. Bahkan beberapa ada
yang menimbulkan alergi yang sebelumnya tidak ada. Hal ini juga di karenakan
menurunnya sistem imun oleh efek jangka panjang obat-obatan.
12. Pengeroposan Tulang
Biasa terjadi pada pengguna antibiotik sejak kecil, yang terjadi mulai dari gigi keropos,
kuku mudah patah, dan biasanya terjadi pengeroposan gigi dan tulang di usia senja.
Sebagian besar antibiotik memiliki peranan besar pada efek jangka panjang yang satu ini.
Secara Mental
1. Ketergantungan
Merupakan efek jangka panjang yang paling sering terjadi. Biasanya ke tergantungan ini
pun terjadi karena adanya sugesti. Bisa juga terjadi karena penyalahgunaan obat-obatan
seperti penggunaan obat psikotropik atau narkotik (jenis narkoba). Atau orang-orang
yang meminum CTM agar bisa tidur, padahal efek samping CTM adalah sebagai anti
alergi. Kasus lainnya, beberapa orang yang menganggap hanya cocok atau bisa sembuh
dengan satu merek obat. Walaupun ada obat lain yang memiliki kandungan dan dosis
yang sama ia merasa tidak cocok dan hasilnya penyakit yang di derita pun tidak sembuh.
Ingat, sugesti adalah salah satu faktor kesembuhan.
2. Merubah Kebiasaan
Beberapa efek jangka panjang obat juga dapat merubah kebiasaan seperti kebiasaan
BAB, waktu tidur, pola makan, serta keletihan. Banyak pasien yang mengeluhkan waktu
tidur menjadi tidak teratur setelah meminum sebuah obat, atau pola makan menjadi
rusak.
3. Gangguan Psikis
Seperti bahaya narkoba pada beberapa orang dapat menyebabkan gangguan psikis,
sekalipun di gunakan atas arahan dokter. Gangguan psikis ini berapa seringnya muncul
halusinasi, suka menghayal, dan mudah linglung. Ketergantungan juga menimbulkan
gangguan psikis yang serius.
4. Susah Tidur atau Insomnia
Biasa terjadi bagi beberapa orang yang menggunakan obat-obat steroid, pola tidur
menjadi tidak teratur. Beberapa orang yang tidak cocok bahkan mengeluh penyebab
jantung berdebar atau penyebab dada sesak nafas ketika akan tidur. Namun, pilihan yang
salah jika mengatasi hal ini dengan mengonsumsi obat tidur. Cobalah konsultasikan pada
dokter ataupun terapis. Menggunakan obat tidur pada kasus insomnia dapat menimbulkan
efek berbahaya di kemudian hari, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
5. Emosi Labil
Beberapa orang akan merasakan efek seperti ini di usia senja, atau biasanya ketika sudah
tidak banyak melakukan kegiatan. Beberapa obat mempengaruhi susunan saraf, termasuk
yang mengatur emosi. Sehingga tak jarang kita melihat beberapa lansia mudah
tersinggung, mudah marah, mudah bingung. Hal ini tidak murni disebabkan oleh usia,
beberapa obat pun memegang peranan penting atas efek jangka panjang ini seperti
penggunaan obat-obatan dengan diklofenak atau golongan AINS.
6. Fobia Akut
Beberapa obat memiliki efek jangka panjang menimbulkan fobia. Seperti penggunaan
psikotropik atau pun narkotik yang dapat menimbulkan beberapa fobia secara psikis
bahkan hingga di kemudian hari. Beberapa golongan obat antibiotik seperti doxicicline
dapat menimbulkan reaksi fotofobia atau takut terkena sinar matahari.

E. Dasar Kebijakan Umum Obat


Pemerintah sebagai regulator dan pelaksana serta pengawas dalam pengelolaan obat
secara nasional membutuhkan dukungan perangkat kebijakan dan strategis yang mapan untuk
mendukung pembangunan kesehatan. Dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
maka unsur pelayanan obat dan perbekalan kesehatan menjadi salah satu point penting yang
perlu dituangkan dalam sistem kesehatan nasional. Mengapa kebijakan pengelolaan obat
perlu dituangkan dalam sistem kesehatan nasional ? Sebab pelayanan kesehatan sebagai suatu
sistem yang terpadu saling terkait dengan aspek lainnya, tidak hanya terdiri atas aspek sumber
daya manusia, sumber keuangan, sarana prasarana, kebijakan dan manajemen pengelolaan,
namun juga terkait dengan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan.
Menurut Depkes RI (2004) Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah disebutkan
bahwa Subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan serta mutu obat dan perbekalan kesehatan
secara terpadu dan saling mendukung dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Tujuan dari subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya
obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta terjangkau oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama yakni jaminan
ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan.
Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan
obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penyebaran
obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan berkesinambungan sehingga mudah
diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan
adalah upaya menjamin khasiat, keamanan serta keabsahan obat dan perbekalan kesehatan
sejak dari produksi hingga pemanfaatannya. Ketiga unsur utama tersebut, yakni jaminan
ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan,
bersinergi dan ditunjang dengan teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan obat dan
perbekalan kesehatan (Depkes RI, 2004)
Menurut Depkes RI (2004) Penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan
mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sosial,
sehingga tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata.
b. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus dijamin ketersediaan dan
keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh pemerintah dan tidak
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
c. Obat dan Perbekalan Kesehatan tidak dipromosikan secara berlebihan dan menyesatkan.
d. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan tidak boleh bertentangan
dengan hukum, etika dan moral.
e. Penyediaan obat mengutamakan obat esensial generik bermutu yang didukung oleh
pengembangan industri bahan baku yang berbasis pada keanekaragaman sumberdaya
alam.
f. Penyediaan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui optimalisasi industri nasional
dengan memperhatikan keragaman produk dan keunggulan daya saing.
g. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit disesuaikan dengan standar formularium
obat rumah sakit, sedangkan di sarana kesehatan lain mengacu kepada Daftar Obat
Esensial Nasional.
h. Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan secara rasional dengan
memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga, kemudahan diakses serta keamanan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
i. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional
yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan
dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun
digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
j. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan mulai dari tahap produksi,
distribusi dan pemanfaatan yang mencakup mutu, manfaat, keamanan dan
keterjangkauan.
k. Kebijaksanaan Obat Nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak terkait lainnya.

Menurut Depkes RI (2004) Bentuk pokok subsistem obat dan perbekalan kesehatan
antara lain:
1. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan
oleh pemerintah bersama pihak terkait.
2. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional yang ditetapkan oleh
pemerintah bekerja sama dengan organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.
3. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan diutamakan melalui optimalisasi industri
nasional.
4. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan
dan secara ekonomis belum diminati swasta menjadi tanggung jawab pemerintah.
5. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah.
6. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit didasarkan pada formularium yang
ditetapkan oleh PFT rumah sakit.
7. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.
8. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui pedagang besar farmasi.
9. Pelayanan obat dengan resep dokter kepada masyarakat diselenggarakan melalui apotek,
sedangkan pelayanan obat bebas diselenggarakan melalui apotek, toko obat dan tempat-
tempat yang layak lainnya, dengan memperhatikan fungsi sosial.
10. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter dapat
memberikan pelayanan obat secara langsung kepada masyarakat.
11. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yang penyelenggaraannya
menjadi tanggung jawab apoteker.
12. Pendistribusian, pelayanan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan harus memperhatikan
fungsi sosial.
13. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan
14. Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan kesehatan dalam peredaran dilakukan oleh
industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi dan masyarakat.
15. Pengawasan distribusi obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah,
kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
16. Pengamatan efek samping obat dilakukan oleh pemerintah, bersama dengan kalangan
pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
17. Pengawasan promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh
pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
18. Pengendalian harga obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah bersama
pihak terkait.
19. Pengawasan produksi, distribusi dan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya lainnya dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektor, organisasi
profesi dan masyarakat.
20. Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan obat tradisional dilakukan oleh
pemerintah secara lintas sektor, organisasi profesi dan masyarakat.
Selain SKN di Indonesia juga terdapat Kebijakan Obat Nasional (KONAS) yang
digunakan sebagai landasan, arah, dan pedoman dalam pembangunan di bidang obat.
Tujuannya menjamin (Depkes RI, 2004):
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial.
2. Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
3. Penggunaan obat yang rasional.
Strategi untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial,
yaitu (Depkes RI, 2004);
1. Perlu sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik sektor publik maupun sektor swasta.
2. Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik.
3. Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama di sektor
publik.
4. Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat.
5. Memanfaatkan skema TRIPs seperti Lisensi Wajib, Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
dan parallel import.
Strategi untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, yaitu (Depkes RI, 2004):
1. Penilaian keamanan, khasiat dan mutu melalui proses pendaftaran.
2. Adanya dasar hukum dan penegakan hukum secara konsisten, dengan efek jera yang
tinggi untuk setiap pelanggaran.
3. Penyempurnaan standar sarana produksi, sarana distribusi dan sarana pelayanan obat.
4. Pemberdayaan masyarakat melaui penyediaan dan peyebaran informasi terpercaya, untuk
menghindarkan dari penggunaan yang tidak memenuhi standar dan penyalahgunaan obat.
5. Penyempurnaan dan pengembangan berbagai standar dan pedoman.
Strategi untuk menjamin penggunaan obat yang rasional, yaitu:
1. Penerapan penggunaan DOEN dalam setiap upaya pelayanan kesehatan.
2. Penerapan pendekatan farmakoekonomi melalui analisis biaya efektif dengan biaya
manfaat pada seleksi obat yang digunakan di semua tingkat pelayanan kesehatan.
3. Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik (pharmaceutical care), perubahan dari
product oriented ke patient oriented.
4. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).
BAB 3
KONSEP PERENCANAAN

A. Pengertian Perencanaan
Perencanaan kesehatan menjadi bagian terpenting dalam pelayanan kesehatan.
Puskesmas dan rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan dengan sederetan tugas pokok
dan fungsi yang dimiliki masing-masing, wajib memiliki perencanaan pelayanan kesehatan.
Di dalam perencanaan terkandung program kerja, penetapan sumber daya kesehatan yang
diperlukan, waktu pelaksanaan, indikator keberhasilan, sampai pada metode evaluasi yang
digunakan. Pendek kata perencanaan kesehatan sebagai pedoman yang disusun untuk
mencapai tujuan pelayanan kesehatan
Ilmu perencanaan kesehatan sebenarnya telah lama berkembang sebagai Disiplin ilmu
perencanaan kesehatan. Berbagai pengertian pula sangat beragam dari para pakar yang telah
menggeluti ilmu tersebut (Suhadi and Rais M.K, 2018)
Dalam pengertian sederhana perencanaan kesehatan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang didahului dengan penetapan tujuan,
mengenali masalah kesehatan melalui analisis situasi masalah masyarakat, menentukan dan
memilih sumber daya yang dibutuhkan, menyusun kegiatan yang akan dilakukan,
menetapkan besarnya biaya, menentukan waktu pelaksanaan, menentukan tempat kegiatan,
menentukan sasaran, menetapkan target yang akan dicapai, dan menyusun indikator
pencapaian serta bentuk evaluasi yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat (Suhadi and Rais M.K, 2018).
Menurut Suandy E (2003) secara umum perencanaan merupakan proses penentuan
tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas
strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi
(tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Menurut Robbins Stephen and Coutler Mary (2004) perencanaan adalah sebuah
proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian
tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan
seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi.
B. Dasar Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) suatu perencanaan yang dibuat tidak lahir
begitu saja, namun memiliki latar belakang yang rasional sampai lahirnya sebuah
perencanaan yaitu ;
a. Adanya tujuan
Kenyataan masa depan yang pasti dan menjadi impian mendorong lahirnya usaha
perencanaan yang perlu disiapkan saat ini. Kondisi yang diperkirakan bakal diraih itulah
membutuhkan rancangan apa yang wajib dilakukan, dari saat kini, umumnya angan-angan
akan terlukiskan dalam dokumen tertulis berupa perencanaan.
b. Fungsi manajemen
Organisasi sebagai lembaga, didalamnya terdapat fungsi-fungsi administrasi. Salah satu
fungsi dari administrasi tersebut adalah aktifitas manajemen untuk menggerakan usaha
dan pekerjaan dalam mencapai hasil kerja yang diinginkan oleh lembaga tersebut.
c. Adanya keterbatasan sumber daya
Organisasi sebagai lembaga usaha mengumpulkan sumber daya dan menggunakan
sumber daya tersebut dalam proses produksi. Untuk mencapai hasil produksi yang
optimal, salah satunya ditentukan oleh ketersediaan dan kemampuan daya dukung sumber
daya tersebut. Sumber daya yang dimiliki memiliki keterbatasan dalam hal suplay, tentu
proses produksi juga terhambat. Olehnya itu pihak manajemen membutuhkan kerangka
perencanaan guna memperhitungkan pemilihan dan penggunaan sumber daya secara
efektif dan efisien.
d. Faktor Waktu
Tidak selamanya pekerjaan dalam usaha berjalan sesuai harapan. Terkadang pekerjaan
tidak mencapai hasil yang diinginkan. Salah satunya disebabkan oleh terbatasnya waktu
produksi. Suatu kegiatan membutuhkan waktu yang cukup agar proses usaha dapat
tercapai.
e. Pedoman
Dalam memulai dan melaksanakan proses produksi barang dan jasa untuk mencegah
hilangnya waktu kerja, peningkatan efisiensi, menghindari pekerjaan sia-sia dan lainnya,
terkadang sulit dilakukan. Problema ini muncul, salah satunya kerena tidak adanya
perencanaan dan pedoman yang menjadi acuan dalam proses produksi.
C. Tujuan Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) secara umum tujuan perencanaan adalah :
a. Menentukan arah pekerjaan
Pekerjaan yang akan dikerjakan harus memiliki arah yang jelas agar bisa mencapai tujuan
dengan mudah. Jalannya upaya kesehatan disini ditentukan oleh perencanaan yang
disusun. Adanya perencanaan yang tersusun secara terstruktur menurut langkah kegiatan,
maka akan memberi jalur pada implementasi program yang jelas.
b. Menetapkan volume kegiatan
Program kesehatan yang akan dilaksanakan baik untuk program jangka pendek maupun
jangka panjang, telah terjabarkan dalam rencana kerja. Dalam program kerja menguraikan
jenis kegiatan termasuk volume kegiatan. Volume kegiatan ini menjadi penting dalam
penggunaan dan efisiensi sumber daya.
c. Pencarian, pemilihan dan meramalkan sumber daya
Setelah penetapan tujuan, dan program kegiatan, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun sumber daya yang akan digunakan dalam implementasi program. Pada tahap
ini programmer akan mengeksplorasi, meramalkan, dan memilih sumber daya yang cocok
untuk proses pelayanan.
d. Kontrol produksi
Kegiatan yang dilakukan memerlukan kendali program, ini dimaksudkan agar
diketahuinya perkembangan dan hambatan kegiatan setiap saat. Salah satu tugas
manejerial disini adalah fungsi pengawasan. Dengan pengawasan akan membantu
pimpinan melakukan koreksi program yang telah berjalan.
e. Penentuan parameter output
Untuk memudahkan tim evaluator dalam pengukuran out put program, maka programmer
harus merumuskan secara jelas parameter out put tersebut dalam dokumen perencanaan.
Parameter hendaknya menguraikan secara rinci dan spesifik tiap item produk yang akan
dicapai, dengan demikian akan tergambar kerangka ukur yang tepat.
f. Memilih bentuk evaluasi
Setelah indikator dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan bentuk evaluasi
yang dipilih. Bentuk evaluasi banyak macamnya, olehnya itu evaluator akan menjadi
mudah menentukan metode evaluasi bila dalam dokumen perencanaan telah ditetapkan
bentuk evaluasi program.

D. Manfaat Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) manfaat perencanaan kesehatan yang disusun oleh
perencana diantaranya ;
a. Memudahkan penetapan tujuan.
Dengan perencanaan maka tujuan yang akan dicapai, mudah dirumuskan seperti apa hasil
yang diinginkan. Dalam perencanaan akan membatasi tujuan kegiatan karena pola
intervensi dibuat terstruktur dan fokus sesuai kebutuhan
b. Memudahkan pengenalan masalah kesehatan
Perencanaan tersebut membantu pimpinan untuk mengenali masalah apa yang terjadi
melalui analisis situasi masalah masyarakat. Dari masalah yang didapatkan dilapangan
akan tergambar masalah yang dihadapi masyarakat.
c. Memudahkan penentuan dan pemilihan sumber daya.
Perencanaan akan mengantar tugas perencana untuk menentukan sumber daya apa yang
diperlukan dalam kegiatan yang akan dilakukan, selanjutnya memutuskan pilihan sumber
daya apa yang cocok dan dibutuhkan nanti. Penentuan dan pemilihan sumberdaya tersebut
dengan memperhatikan kemampuan dan ketersediaan sumber daya.
d. Memudahkan penyusunan kegiatan yang akan dilakukan.
Perencana menjadi mudah menentukan kegiatan apa yang relevan dengan tujuan, tindakan
apa yang akan didahulukan, kegiatan apa saja yang akan dibuat sesuai ketersediaan
sumber daya, kegiatan apa yang masih ditunda pelaksanaanya, kegiatan apa yang sulit
dilakukan dan sebagainya.
e. Memudahkan penetapan besarnya biaya
Sumber daya lain yang diperlukan adalah sumber biaya (besarnya biaya serta alokasi
kegiatan apa saja yang akan dibiayai). Dengan perencanaan akan mengarahkan perencana
dalam mencari sumber biaya, menetapkan alokasi biaya dan bagaimana metode
mensiasati keterbatasan biaya.
f. Memudahkan penentuan waktu pelaksanaan
Memudahkan tugas perencanaan dalam melakukan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan. Harus ada alokasi waktu berapa lama kegiatan dilakukan dan
disusun dalam rincian hari, bulan, mingguan atau tahunan. Seluruh kegiatan akan dinilai
dalam satuan waktu kerja yang terstruktur agar supaya kegiatan tidak berbenturan dalam
hal waktu.
g. Memudahkan penentuaan tempat kegiatan
Memudahkan tugas perencana memutuskan tempat kegiatan yang akan diintervensi.
Disini akan tergambar luas daerah, jumlah daerah, dan daerah manasaja yang menjadi
prioritas intervensi.
h. Memudahkan penentuan sasaran
Memudahkan tugas perencana menentukan sasaran yang akan diintervensi. Apakah
sasaranya adalah masyarakat desa, kota, pantai, pegunungan maupun daerah lainya. Disini
akan tergambar luas sasaran, jumlah sasaran, karakteristik sasaran, dan sasaran manasaja
yang menjadi prioritas intervensi.
i. Memudahkan penetapan target yang akan dicapai
Memudahkan tugas perencana memutuskan berapa target yang akan dicapai denga
berdasarkan kesiapan dan kemampuan sumber daya yang ada. Disini akan tergambar
besarnya target terhadap intervensi termasuk target terhadap populasi.
j. Mudahkan penyusunan indikator pencapaian
Memudahkan tugas perencana menyusun indikator-indikator pencapaian apa saja yang
relevan. Misalnya indikator tentang input, proses, output, out come. Indikator tersebut
menjadi rujukan dalam intervensi dan evaluasi.
k. Memudahkan bentuk evaluasi yang akan dilakukan
Memudahkan tugas perencana menentukan bentuk evaluasi sebagai pedoman dalam
melakukan penilaian beserta metode penilaian yang akan dikerjakan.

E. Aspek Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) secara umum perencanaan kesehatan membicarakan
beberapa aspek pokok yang akan dikerjakan ;
a. Tujuan (Visi)
Visi disini adalah tujuan yang akan dicapai dimasa datang dari pekerjaan yang dikerjakan
saat sekarang. Misalnya; „Penurunan angka kejadian TB‟
b. Misi
Misi disini adalah tindakan nyata yang dikerjakan. Misalnya; penyuluhan TB, pengobatan
TB, sanitasi lingkungan dan lain-lain
c. Evaluasi
Penilaian disini dilakukan untuk mengetahui dan mengukur seberapa jauh keberhasilan
pekerjaan yang telah dilakukan. Misalnya dari hasil evaluasi diperoleh penurunan angka
kajadian TB dari 75 jiwa menjadi 40 jiwa. Maka disimpulkan kegiatan pengobatan dan
sanitasi lingkungan berhasil menurunkan kejadian penyakit sebesar 35 penderita.
d. Rekomendasi
Berbagai hambatan dan keberhasilan yang telah dicapai diberikan rekomendasi untuk
perbaikan di masa datang. Misalnya; saran penambahan tenaga dokter untuk membantu
pelayanan TB di desa terpencil.
e. Perbaikan
Tindakan yang dilakukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan program pekerjaan.
Misalnya; pemeriksaan darah penderita TB.

F. Ciri Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) perencanaan kesehatan memiliki ciri ;
a. Proses menciptakan gagasan (tujuan)
Proses menciptakan gagasan disini adalah merumuskan visi, berupa produk apa yang
ingin di capai di masa datang. Misalnya; produk dalam bentuk barang atau jasa pelayanan
kesehatan
b. Proses memperkirakan tindakan
Proses memperkirakan tindakan yaitu merumuskan program kerja apa yang akan
dikerjakan untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi saat ini dan masa
depan. Program disini dirumuskan terperinci mengacu pada tujuan, teruraikan secara jelas
untuk periode bulanan, semesteran, dan tahunan.
c. Bagian dari sub system manajemen
Perencanaan merupakan fungsi manajemen kesehatan, disini memiliki peran dalam upaya
pembangunan kesehatan sebagai dokumen acuan invertasi dan pengembangan kesehatan
masa datang
d. Bersifat Fleksibilitas.
Perencanaan memungkinkan dilakukan berbagai perubahan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang melatarinya
e. Menemukan dan mencari solusi masalah.
Perencanaan memuat rumusan masalah dan pemecahan terhadap masalah yang
ditemukan. Seluruh masalah dan tindakan pemecahan masalah yang telah dipilih
diputuskan menjadi program kerja yang akan dikerjakan.
f. Dilakukan kontinyuitas
Permasalahan kesehatan tak pernah habis ditemui. Belum tuntas suatu permasalahan, lahir
lagi masalah baru, begitu sebaliknya kenyataan kehidupan di masyarakat. Perencanaan
kesehatan disusun untuk memecahkan seluruh permasalahan yang terjadi bukan hanya
saat ini tapi juga untuk masa depan. Dengan demikian keberlanjutan perencanaan akan
terus berjalan seiring waktu.
g. Dimuat dalam dokumen serta dipublikasikan.
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun secara sistematis,
terdokumentasi dan disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.
h. Perangkuman sumberdaya secara memadai untuk didaya gunakan.
Dalam perencanaan tercipta pemilihan, peramalan dan perangkuman sumber daya untuk
digunakan secara secara efektif dan efisien
i. Motivasi kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Perencanaan akan mendorong pelaku dan penerima program kesehatan agar bekerja sama,
sehingga tuntutan kebutuhan dan permintaan masyarakat bisa dicapai dengan baik
G. Macam Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) perencanaan yang dikenal saat ini banyak
macamnya, tergantung dari sudut pandang seseorang dalam menilai perencanaan. Beberapa
macam perencanaan diantaranya ;
a. Perencanaan dipandang dari segi waktu pelaksanaan
Bila ditinjau dari segi waktu pelaksanaan, maka perencanaan dikategorikan atas tiga
aspesk;
i. Perencanaan jangka panjang (longe-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka panjang, memiliki waktu berlakunya diatas 10 tahun.
Biasanya juga disebut master plan, karena memuat kebijakan makro yang akan
dicapai di masa datang.
ii. Perencanaan jangka menengah (medium-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka menengah, memiliki waktu berlakunya antara 5-10
tahun.
iii. Perencanaan jangka pendek (short-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka pendek, memiliki waktu berlakunya < 5 tahun.
b. Perencanaan dipandang dari segi intensitas penggunaan
Bila ditinjau dari intensitas penggunaan, maka perencanaan dibedakan atas dua kategori;
i. Intensitas satu kali (single-use planning)
Perencanaan yang disusun hanya dimanfaatkan satu kali, bila telah selesai maka
perencanaan tersebut tidak dipakai lagi, namun digantikan dengan perencanaan baru.
Tidak dimanfaatkannya lagi perencanaan tersebut atas pertimbangan perencana itu
sendiri. Misalnya; pertimbangan pemilihan strategi, penggantian sumber daya dan lain
sebagainya.
ii. Intensitas berulang kali
Perencanaan yang disusun dapat dimanfaatkan berulag kali, bila telah selesai maka
perencanaan tersebut akan tetap dipakai lagi untuk periode berikutnya. Tetap
dimanfaatkannya perencanaan tersebut atas pertimbangan perencana itu sendiri.
Misalnya; pertimbangan strategi yang masih tepat dan lain sebagainya.
c. Perencanaan dipandang dari segi tingkatan rencana
Bila ditinjau dari aspek tingkatan (hirarki) maka perencanaan dibedakan atas tiga
kategori ;
i. Perencanaan Pokok
Perencanaan ini dinamakan juga perencanaan induk (master plan). Umumnya
perencanaan ini memuat landasan atau kerangka pokok yang lebih luas, menjadi dasar
kebijakan, dan jangka waktu yang panjang.
ii. Perencanaan operasional
Perancanaan ini memuat operasionalisasi kerja, umumnya sebagai pedoman
pelaksanaan yang dijadikan petunjuk penataan usaha lembaga.
iii. Perencanaan harian
Umumnya perencanaan ini memuat aktifitas harian lembaga, bersifat spesifik dan
rinci. Rencana harian ini biasanya disusun untuk program yang bersifat rutin.
d. Perencanaan dipandang dari segi ruang lingkup
Perencanaan dipandang dari segi ruang lingkup rencana dibedakan atas;
i. Perencanaan strategik
Perencanaan strategi memuat secara lengkap tujuan, program, kebijakan, sasaran dan
strategi serta rangkaian dan pentahapan kegiatan yang akan dilakukan di masa datang.
Umumnya perencanaan strategik sulit untuk diperbaharui.
ii. Perencanaan taktis
Perencanaan taktis (tactical planning) umumnya mengandung uraian tentang
kebijakan, tujuan serta kegiatan jangka pendek saja. Perencanaan taktik disusun
sebagai respon perkembangan situasi dan kondisi makro dan mikro yang
mempengaruhi lembaga saat sekarang.
iii. Perencanaan menyeluruh
Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning), memuat uraian program yang
bersifat menyeluruh, umumnya mencakup seluruh aspek dan ruang lingkup berbagai
aktifitas yang akan dikerjakan.
iv. Perencanaan terpadu
Perencanaan terpadu (integrated planning), umumnya memuat rangkaian kesatuan
berbagai program yang akan dikerjakan.

H. Fungsi Perencanaan
Robbins Stephen and Coutler Mary (2002) menjelaskan bahwa paling tidak terdapat 4
(empat) fungsi dari perencanaan, yaitu sebagai berikut :
a. Perencanaan sebagai Pengarah
Perencanaan akan menghasilkan sebuah upaya untuk meraih sesuatu dengan cara yang
lebih terkoordinasi. Organisasi yang tidak menjalankan sebuah perencanaan akan sangat
mungkin mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumber daya, dan tujuan yang
tidak tercapai karena bagian-bagian dari organisasi bekerja secara sendiri-sendiri tanpa
adanya koordinasi yang jelas dan terarah. Perencanaan dalam hal ini memegang fungsi
pengarahan dari apa yang harus dicapai oleh organisasi.
b. Perencanaan sebagai Minimalisasi Ketidakpastian
Seringkali perubahan dalam organisasi berada di luar perkiraan sehingga menimbulkan
ketidakpastian bagi organisasi. Dengan adanya perencanaan diharapkan ketidakpastian
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dapat diantisipasi jauh-jauh hari.
c. Perencanaan sebagai Minimalisasi Pemborosan Sumber Daya
Jika perencanaan dilakukan dengan baik maka jumlah sumber daya yang diperlukan,
bagaimana cara penggunaannya, untuk penggunaan apa saja lebih baik dipersiapkan
sebelum kegiatan dijalankan.
d. Perencanaan sebagai Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
Perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang harus dicapai oleh
organisasi dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan/pengendalian
manajemen. Dalam perencanaan, organisasi menentukan tujuan dan rencana-rencana
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pengawasan/pengendalian, organisasi
membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan realisasi di lapangan,
membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan realisasi di lapangan,
mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, hingga mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki kinerja organisasi. Dengan demikian,
maka perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang ingin dicapai oleh
organisasi.

I. Asas-Asas Perencanaan
Menurut Stoner James and Wankel (1993) asas-asas perencanaan meliputi :
a. Principle of contribution to objective. Setiap perencanaan dan segala perubahannya harus
ditujukan kepada pencapaian tujuan.
b. Principle of efficiency of planning. Suatu perencanaan efisien, jika perencanaan itu dalam
pelaksanannya dapat mencapai dengan biaya sekecil-kecilnya.
c. Principle of primacy of planning (asas pengutamaan perencanaan). Perencanaan adalah
keperluan utama para pemimpin dan fungsi-fungsi lainnya, organizing, staffing, directing,
dan controlling. Seseorang tidak akan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
lainnya, tanpa mengetahui tujuan dan pedoman dalam mwnjalankan kebijaksanaan.
d. Principle of pervasiveness of planning (asas pemerataan perencanaan). Asas pemerataan
perencanaan memegang peranan penting mengingat pemimpin pada tingkat tinggi banyak
mengerjakan perencanaan dan bertanggungjawab atas berhasilnya rencana itu.
e. Principle of planning premise (asas patokan perencanaan). Patokan-patokan perencanaan
sangat berguna bagi ramalan, sebab premis-premis perencanaan dapat menunjukkan
kejadian-kejadian yang akan datang.
f. Principle of policy frame work (asas kebijaksanaan pola kerja). Kebijaksanaan ini
mewujudkan pola kerja, prosedur-prosedur kerja, dan program-program kerja tersusun.
g. Principle of timing (asas waktu). Adalah perencanaan waktu yang relatif singkat dan
tepat.
h. Principle of planning communication (prinsip tata hubungan perencanaan). Perencanaan
dapat disusun dan dikoordinasikan dengan baik, jika setiap orang bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya dan memperoleh penjelasan yang memadai mengenai bidang yang
dilaksanakannya.
i. Principle of alternative (asas alternatif) Altenatif ada pada setiap rangkaian kerja dan
perencanaan meliputi pemilihan rangkaian alternatif dalam pelaksanaan pekerjaan,
sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
j. Principle of limiting factor (asas pembatasan faktor). Dalam pemilihan alternatif-
alternatif, pertama-tama harus ditujukan pada faktor-faktor yang strategis dan dapat
membantu pemecahan masalah. Asas alternatif dan pembatasan factor merupakan syarat
mutlak dalam penetapan keputusan.
k. The commitment principle. Perencanaan harus memperhitungkan jangka waktu
keterkaitan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.
l. The principle of flexibility (asas fleksibilitas). Perencanaan yang efektif memerlukan
fleksibilitas, tetapi tidak berarti mengubah tujuan.
m. The principle of navigation change (asas ketetapan arah). Perencanaan yang efektif
memerlukan pengamatan yang terus-menerus terhadap kejadian-kejadian yang timbul
dalam pelaksanannya untuk mempertahankan tujuan.
n. Principle of strategic planning (asas perencanaan strategis). Dalam kondisi terteentu
manajer harus memilih tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
rencana agar tujuan tercapai dengan efektif.
J. Unsur Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) adapun yang menjadi unsur-unsur perencanaan
kesehatan adalah sebagai berikut;
a. Adanya visi
b. Adanya misi
c. Adanya rumusan masalah
d. Adanya rumusan penyebab masalah
e. Adanya rumusan prioritas masalah
f. Adanya rumusan kegiatan
g. Adanya asumsi/peramalan sumber daya.
h. Adanya strategi pendekatan
i. Adanya kelompok sasaran
j. Adanya waktu pelaksanaan program
k. Adanya organisasi dan tenaga pelaksana
l. Adanya rincian pembiayaan
m. Adanya target program
n. Adanya indikator keberhasilan
o. Adanya tindakan pengawasan
p. Adanya metoda penilaian

K. Langkah Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) dalam menyusun perencanaan kesehatan, tim
perencana puskesmas harus mengetahui dan memahami langkah yang tepat sehingga
perencanaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Umumnya perencanaan dilakukan secara
berurutan, suatu tahapan perencanaan tidak saling mendahului dalam pelaksanaanya artinya
suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah yang mendahuluinya terlaksana. Bila
diurutkan keseluruhan langkah perencanaan maka Langkah-langkah tersebut secara sistematis
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan Identifikasi masalah kesehatan yang terjadi
b. Menetapkan Perumusan masalah kesehatan yang dihadapi
c. Menetapakan prioritas masalah kesehatan yang dipilih
d. Menentukan tujuan perencanaan yang dilakukan
e. Menentukan apa yang menjadi alternatif pemecahan masalah kesehatan tersebut
f. Memilih alternatif pemecahan masalah yang paling baik
g. Menyusun rencana operasional pemecahan masalah atau program kerja
h. Menyusun kebutuhan sumber daya kesehatan yang diperlukan
i. Pelaksanaan program kesehatan yang telah direncanakan
j. Melakukan Pengawasan dan pengendalian program kesehatan
k. Melakukuan Evaluasi untuk memastikan hasil capaian program
l. Menyusun feed back untuk perbaikan dan kesinambungan pelaksanaan program
kesehatan yang sedang dikerjakan
BAB 4
LANGKAH PERENCANAAN OBAT

A. Persiapan Perencanaan Obat


Sebelum melakukan kegiatan perencanaan obat, beberapa hal yang harus diketahui oleh
seorang perencana :
1. Seorang perencana harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup sehubungan
dengan bidang perencanaan yang akan dikerjakannya. Misalnya seorang perencana harus
mengetahui pentingnya perencanaan obat bagi pelayanan, langkah perencanaan obat, sistem
informasi perencanaan obat dan lain sebagainya
2. Apakah dalam perencanaan obat di dukung dengan ketersediaan data dan informasi obat.
Ketersediaan data dan informasi menjadi acuan dalam merumuskan perencanaan tersebut,
sebab semakin lengkap data dan informasi maka memudahkan perencana mencari sumber-
sumber referensi.
3. Apakah dalam perencanaan mendapat dukungan pihak manajemen, hal ini berkaitan dengan
terciptanya koneksitas antara satu bagian dengan elemen lain yang turut terlibat dalam
perencanaan yang akan di susun
4. Apakah perencanaan sejalan dengan visi dan misi lembaga tersebut, hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan.
5. Dalam perencanaan diperlukan kerja tim dan koordinasi yang baik antar satu bagian dengan
bagian lain dalam pelayanan baik di Rumah sakit maupun puskesmas
6. Dalam melakukan perencanaan sebaiknya tenaga perencana memiliki acuan perundang-
undangan sebagai dasar legalitas dan pedoman menyusun perencanaan, sebab kegiatan
perencanaan barang pelayanan publik telah diatur oleh pemerintah.

B. LANGKAH PERENCANAAN OBAT


Langkah perencanaan obat meliputi ;
a. Colection Of ruler legal and concept teoritical
Kumpulkan pedoman perencanaan baik berpedoman pada ketetapan peraturan pemerintah
maupun konsep teoritis yang ada. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perencana dalam
menyusun suatu perencanaan secara benar.
Misalnya; UU atau peraturan pemerintah, buku teori perencanaan obat, dll
b. Need Assement
Setelah pedoman acuan dikumpulkan maka langkah berikutnya adalah need assesment. Need
assesment berupa kegiatan pengumpulan data-data atau dokumen tentang pemakaian obat di
tiap pelayanan rawat inap, rawat jalan, instalasi farmasi dan gawat darurat rumah sakit dan
puskesmas. Misalnya data penggunaan obat di Poli gigi, poli anak, poli kandungan dll.
Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada
petugas, dan copy dokumen penggunaan obat. Dalam penggumpulan data hendaknya
menggunakan pedoman pengumpulan data untuk memudahkan pengambilan data, mencegah
data yang tidak diperlukan dan memandu pengambil data untuk bekerja secara tepat.
c. Analysis of Data
Setelah pengumpulan data dilakukan maka langkah selanjutnya melakukan analisis data obat
dengan melihat data-data obat tiap bagian pelayanan RS dan puskesmas.
Analisa data obat meliputi;
b. Analisis jumlah ketersediaan obat tiap bagian pelayanan
c. Analisis jumlah penggunaan obat tiap bagian pelayanan
d. Analisis jumlah ketersediaan obat kadarwarsa tiap bagian pelayanan
e. Analisis jumlah kekurangan obat tiap bagian pelayanan
f. Analisis jumlah kerusakan obat tiap bagian pelayanan
g. Analisis jumlah obat yang telah di hapus
d. Analysis of drug needs
Langkah selanjutnya menentukan kebutuhan obat berdasarkan analisis data obat yang ada.
Contoh analisis kebutuhan obat, dibuat dalam bentuk tabel ;
No Ketersediaan Asumsi jumlah Bulan Asumsi jumlah Bulan
Jenis (6 bulan Kekurangan obat kebutuhan obat
Obat kedepan) (6 bulan kedepan) (6 bulan kedepan)
1 A Cukup 0 0
2 B Kurang 3 Bulan 3 Bulan
3 C Cukup 0 0
4 D Kurang 3 Bulan 3 Bulan
5 E Kurang 3 Bulan 3 Bulan
e. Do the formulation of planning
Pada tahap merumuskan perencanaan obat seorang perencana harus memiliki acuan dan
mengetahui metode yang digunakan dalam perencanaan obat. Beberapa metode perencanaan
obat dapat dibahas pada bab 7 (Tujuh)

C. PELAKSANA PERENCANAAN OBAT KESEHATAN


Menurut Kepmenkes RI (2008) tim perencanaan obat dan pembekalan kesehatan terpadu di
kabupaten/kota dibentuk melalui surat keputusan Bupati/Walikota. Perencanaan obat meliputi;
a. Susunan Tim Teknis Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu
Kabupaten/Walikota.
Tim Perenca Terpadu terdiri dari :
Ketua : Kepada Bidang yang membawahi program kefarmasian di Dinas program
kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
Sekertaris : Kepala Unit Pengelola Obat Kabupaten /Kota atau Kepala Seksi Farmasi yang
menangani kefarmasian Dinas Kesehatan.
Anggota : Terdiri dari unsur-unsur unit terkait :
i. Unsur Sekertariat Daerah Kabupaten/Kota
ii. Unsur Program yang terkait di Dinkes Kab/Kota
iii. Unsur lainnya
b. Tugas dan Fungsi Tim Teknis Perencanaan Obat dan perbekalan Kesehatan Terpadu:
a. Ketua Mengkordinasikan kegiatan Tim Teknis Perencanaan Obat dan perbekalan Kesehatan
Terpadu.
b. Sekertaris mempersiapkan dafatar perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan
c. Uunsur sekretaris Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi ketersediaan dana APBD
yang dialokasikan untuk obat dan perbekalan kesehatan.
d. Unsur Perbekalan Program Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memberikan
informasi dan atau target sasaran program Kesehatan.
c. Kegiatan Tim perencanaan Obat dan perbekalan Kesehatan Terpadu.
Tim perencanaan obat dan perbekalan kesehatan terpadu melaksanaakan pertemuan-
pertemuan sesuai kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota untuk membahas :

a. Evaluasi semua aspek pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tahun sebelumnya.
b. Evaluasi dilakukan terhadap ketersediaan anggaran, jumlah pengadaan dan sisa persediaan
di Kabupaten/kota.
c. Rencana Kabupaten/Kota didasarakan atas hasil estimasi kebutuhan obat untuk unit
pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan untuk tahun berikutnya yang ditetapkan
berdasarkan data yang disampaikan oleh unit pelayanan kesehatan.
d. Rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan tersebut dibahas pada rapat tim untuk
penyempurnaan perencanaan kebutuhan obat perbekalan kesehatan.
e. Hasil rapat adalah disepakitinya jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
dibutuhkan, serta jumlah kebutuhan dana untuk tahun anggaran yang akan dilaksanakan,
sekaligus sebagai masukan dalam rakorbang Kabupaten/Kota untuk mendapatkan
pemecahan masalah mengenai kebutuhan dana.
f. Pertemuan terakhir dilaksanakan setelah gambaran alokasi dari berbagai sumber anggaran
diketahui.
d. Langkah-Langkah Perencanaan Obat Dan perbekalan Kesehatan Terpadu, yaitu:
a. Penyusunan Rencana Kerja Operasional (Plan Of Action).
Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaam obat dan perbekalan kesehatan dapat
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, maka perlu ditetapkan jadwal kegiatan
yang selanjutnya disajikan dalam rencana kerja operasional (plan of action) untuk
perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota.
b. Penyusunan rencana kerja operasiaonal dengan jenis kegiatan dimulai dari persiapan
perencanaan, pelaksanaan perencanaa dan pengendalian perencanaan yang dilanjutkan
dengan penyusunan Rencana Kerja Operasional untuk pengadaan, Pelaksanaan pengadaan
dan pengendalian pengadaan dengan menggunakan (Formulir 1), dan masing-masing
kolom diisi :
Kolom 1 : Nomor urut Kegiatan .
Kolom 2 : Jenis Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan.
Kolom 3 : Uraian dari masing-masing kegiatan pokok.
Kolom 4 : Pelaksana / penanggung jawab kegiatan.
Kolom 5 : Instansi terkait.
Kolom 6: Waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan
c. Melaksanakan perncanaan obat dan perbekalan kesehatan.

Menurut Depkes RI (2004) kebutuhan obat di puskesmas direncanakan oleh petugas


pengelola obat secara berkala setiap periode kebutuhan. Data mutasi obat yang dilakukan di
puskesmas dalam bentuk Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
merupakan sumber data/informasi penting dalam merencanakan kebutuhan obat baik untuk
kebutuhan puskesmas itu sendiri maupun untuk kebutuhan Kabupaten dalam merencanakan
kebutuhan obat tahunan. Secara umum perencanaan kebutuhan obat meliputi kegiatan : (1)
Evaluasi penggunaan obat periode yang lalu. (2). Perhitungan kebutuhan obat dengan metode
konsumsi atau metode morbiditas. (3). Membuat rencana usulan permintaan obat dengan
memperhatikan sisa stok. (4). Mengusulkan kebutuhan obat ke Kabupaten/Kota.

d. PROSES PERENCANAAN OBAT .


Menurut Kepmenkes RI (2008) proses perencanaan pengadaan obat diawali dengan
kompilasi data yang di sampaikan puskesmas kemudian oleh instalasi farmasi kabupaten/Kota
diolah menjadi rencana kebutuahan obat dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan tertentu;
1. Tahap Pemilihan Obat.
Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan
sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat sebaiknya di
awali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam
jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih
baik dibandingkan obat tunggal.
Kriteria pemilihan obat :
Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan
sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu :

a. Obat merupakan kebetulan untuk sebagian besar populasi penyakit


b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah
c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal
d. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun
bioavailibilitasnya
e. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik
f. Dalam hal terdapat obat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka
pilihan diberikan kepada obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data
ilmiah. Sifat farmako kinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan. Stabilitas yang
paling baik. Paling mudah diperoleh.
g. Harga terjangkau
h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.
Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan :
a. Kontra indikasi
b. Peringatan dan perhatian.
c. Efek samping.
d. Stabilitas.
Pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam daftar obat
Ensesial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Mentri
Kesehatan yang masih berlaku.
2. Tahap Kompilasi Pemakain Obat.
Komplikasi pemakain obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan
kesehatan, yang bersumber dari laporan pemakaian dan lembar permintaan (LPLPO). Contoh
Formulir LPLPO (Formulir 2). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk
menghitung stok optimun.
Informasi yang diperbolehkan adalah :
a. Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas
pertahun.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit
pelayanan kesehatan/puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat .


Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tetap.
Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau
metode morbiditas.
4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat
Proyeksi Kebutuhan Obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif
dengan memperhitungkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih
berjalan dari berbagai sumber anggaran.
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat.
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang
tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala
prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang di
dapat adalah jumlah yang rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan
jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
BAB 5
METODE PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT

A. Metode Konsumsi dan Morbiditas


Metode perencanaan kebutuhan adalah cara atau tehnis dalam merumuskan dan menetukan
kebutuhan obat sehingga dapat diperoleh rancangan kebutuhan obat untuk periode tertentu.
Berdasarkan metode tertentu maka tenaga perencana akan memilih metode yang tepat dan sesuai
dengan yang diinginkan. Metode inilah yang akan membantu dalam perencanaan obat. Secara
konseptual banyak metode yang digunakan oleh perencana. Misalnya metode konsumsi dan
metode morbiditas. Antara metode konsumsi dan metode morbiditas masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, dalam pemilihan kedua metode tersebut, seorang
perencana hendaknya mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi diluar
kemungkinan yang tidak diinginkan.
Menurut Kepmenkes RI (2008) dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan
perhitungan secara tetap. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan
metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi
yang perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan data dan pengolahan data .
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketetapan, perlu dilakukan analisa
trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih.
Data yang perlu dipersiapkan untuk diperhitungan kebutuhan obat dengan metode konsumsi :
1) Daftar obat
2) Stok awal
3) Penerimaan
4) Pengeluaran
5) Sisa stok
6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa
7) Kekosongan obat.
8) Pemakain rata-rata/pergerakan obat pertahun
9) Waktu tunggu
10) Stok pengaman
11) Perkembangan pola kunjungan
Menurut Depkes RI (2004) untuk merencanakan kebutuhan obat yang akan datang
dapat digunakan metode Konsumsi. Menghitung kebutuhan obat didasarkan atas analisa data
konsumsi periode sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan perlu
diperhatikan (1) Pengumpulan dan pengolahan data. (2). Analisa data untuk informasi dan
evaluasi. (3). Perhitungan perkiraan kebutuhan obat. Jenis data yang diperlukan untuk
menghitung kebutuhan obat dengan menggunakan metode konsumsi adalah Daftar obat, Stok
awal, Penerimaan, Pengeluaran, Sisa stok obat, Obat hilang, rusak, kadaluarsa, Waktu
kekosongan obat, Waktu tunggu, Pemakaian rata-rata, Stok penyangga/pengaman dan
Perkembangan pola kunjungan. Sumber data untuk merencanakan obat tersebut dapat
diperoleh melalui; LPLPO, Kartu stok, Catatan harian mutasi obat, Catatan obat rusak,
kadaluarsa, dan hilang.

b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan
stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit. Kegiatan
yang harus dilakukan :
Pengisian (Formulir 4) terlampir dengan masing-masing kolom diisi:
Kolom 1 : Nomor urut
Kolom 2 : Nomor kode penyakit.
Kolom 3 : Nama jenis penyakit diurutkan dari atas dengan jumlah paling besar.
Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa
Kolom 6 : Jumlah total penderita anak dan dewasa
2) Menyiapkan data populasi penduduk.
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin
untuk umur antara :
 0 s/d 4 tahun .
 5 s/d 14 tahun.
 15 s/d 44 tahun
 45 tahun
3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada .
4) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi
pada kelompok umur yang ada.
5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.
6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang
Menurut Depkes RI (2004) metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
didasarkan pada pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan lead time. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam metode ini adalah : menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani,
Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan
standar/pedoman pengobatan yang digunakan dan Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
Adapun Jenis data yang diperlukan untuk perhitungan kebutuhan obat dengan metode
morbiditas adalah Perkiraan jumlah populasi, Komposisi demografi yang diklasifikasikan
untuk umur antara : 0 – 4 tahun; 5 – 14 tahun; 15 – 44 tahun; ≥ 45 tahun, menetapkan pola
morbiditas penyakit berdasarkan umur–penyakit, frekuensi kejadian masing-masing penyakit,
pedoman pengobatan untuk menghitung jumlah dan jenis obat, dan Menghitung perkiraan
kebutuhan obat
Menurut Depkes RI (2004) jenis data dan sumber data untuk merencanakan obat;
No Jenis Data Sumber Data
1. Jumlah pemakaian LPLPO (Sub unit) buku catatan / resep
2. Jumlah kunjungan Laporan penyakit (LB 1)
3. Pemakaian Riil Buku catatan / resep/ LPLPO
4. Lama kekosongan obat Buku catatan / LPLPO / kartu stok
5. Sisa stok LPLPO sub unit / buku catatan/ kartu stok
6. Data penyakit Laporan penyakit (LB 1)
7. Jumlah penduduk / Statistik
keadaan demografi
8. Jenis dan jumlah obat Buku pedoman pengobatan
yang diperlukan
9. Waktu tunggu (Lead Puskesmas / GFK
Time)
10. Jumlah pemakaian obat Lap. masing-masing program
program
11. Jumlah jenis Alkes LT 3

B. Metode ABC
Dalam perencanaan kebutuhan obat dikenal pula perhitungan obat dengan
menggunakan metode ABC. Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan
(inventory management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai
investasi yang tinggi. Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan
nama Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto
(1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase
Terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford
Dickie dari General Electric mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep
ABC dalam klasifikasi barang persediaan. Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat
menggolongkan barang berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan
kemudian dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas, biasanya kelas dinamai A, B, C, dan
seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu
analisis ini dinamakan “Analisis ABC”. Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang
sedikit, namun memiliki nilai yang sangat tinggi (Quick dkk, 1997)
Menurut Quick dkk (1997) Analisis ABC digunakan untuk menganalisa tingkat
konsumsi semua jenis obat. Analisis ini mengenai 3 kelas yaitu:
a) A (Always)
Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam pengadaannya.
Persentase kumulatifnya antara 75%-80%. Kelas A tersebut menunjukkan 10%-20%
macam persediaan memiliki 70%-80% dari total biaya persediaan. Hal ini berarti
persediaan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan ekstra dan
pengendalian yang harus baik
b) B (Better)
Kelas B, 20-40% item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10-15% dari keseluruhan
anggaran obat. Persentase kumulatifnya antara 80-95%
c) C (Control)
Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5% namun jumlah obat sangat
banyak, yaitu mencapai 60%. Karena obat selalu tersedia maka pengendalian pada tingkat
ini tidak begitu berat. Persentase kumulatifnya antara 95%-100%
Tabel. Pareto ABC

Kelompok Jumlah item Nilai


A 10-20 % item 80 %
B 20-40% item 15 %
C 60% item 5%

Menurut Kepmenkes RI (2008) beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan


efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan
cara, analisa ABC. Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling
banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil
item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian
besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling
banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana besar
30%.
Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan yaitu:
Kelompok A :
Kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana
sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruh.
Kelompok B:
Kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana
sekitar 20%.
Kelompok C :
Kelompok jenis obat yang sejumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan
dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B, dan C :
1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalihkan
Jumlah obat dengan harga obat.
2) Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
3) Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
4) Hitung kumulasi persennya
5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%
6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%
7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%

C. Analisa VEN
Metode lain dalam perencanaan obat adalah dengan menggunakan metode analisa
VEN. Seorang perencana dalam menyusun kebutuhan obat dengan melihat kriteria V = Vital,
E = Esensial dan N = Non Esensial. Menurut Quick dkk (1997) Analisis VEN merupakan
analisa yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat
stok yang aman dan harga penjualan obat. Kategori dari obat-obat VEN yaitu:
a) V (Vital)
Merupakan obat-obat yang harus ada, yang diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan, masuk dalam kategori potensial life saving drug, mempunyai efek samping
withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan penghentiannya tidak
tiba-tiba) atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Kriteria nilai kritis
obat ini adalah kelompok obat yang sangat essensial atau vital untuk memperpanjang
hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok
kesehatan. Pada obat kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.
b) E (Essensial)
Merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi rasa kesakitan, namun sangat
signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara absolut, hanya untuk
penyediaan sistem dasar. Kriteria nilai kritis obat ini adalah obat yang bekerja kausal
yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit dan yang banyak digunakan
dalam pengobatan penyakit terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolelir
kurang dari 48 jam
c) N (Non Essensial)
Merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri
dan obat yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis. Kriteria nilai krisis
obat ini adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir
lebih dari 48 jam
Menurut Kepmenkes RI (2008) Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan
kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, semua jenis obat yang tercantum dalam daftar
obat di kelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :

Kelompok V :
Kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
 Obat penyelamat (life saving drugs),
 Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll),
 Obat untuk mengatasi penyaikt-penyakit penyebab kematian terbesar
Kelompok E :
Kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N:
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolangan obat sistem VEN dapat digunakan untuk :
a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang
perlu di tambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat menurut VEN.
b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk dalam kelompok V agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan
lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam
menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain ;
 Klinis
 Konsumsi
 Target kondisi
 Biaya
Langkah-langkah menentukan VEN
 Menyusun kriteria menentukan VEN
 Menyediakan data pola penyakit
 Merujuk pada pedoman pengobatan

D. METODE KOMBINASI ABC–VEN


Jenis obat yang termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-benar yang
diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut statusnya harus E dan
sebagian V (dari analisis VEN). Sebaliknya jenis obat dengan status N harusnya masuk dalam
kategori C (Maimun A, 2008)
Metode kombinasi ini digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan. Metode kombinasi ini digunakan untuk melakukan
pengurangan obat. Mekanismenya adalah sebagai berikut (Maimun A, 2008):
a. Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untik dikurangi atau dihilangkan
dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas
selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah
dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah
selanjutnya.
b. Pendekatan sama dengan pada saat pengurangan obat pada criteria NC, NB, NA dimulai
dengan pengurangan obat kategori EC, EB dan EA
BAB 6
PENERAPAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN OBAT

D. Pehitungan Metode ABC


Penggunaan perhitungan kebutuhan obat dengan menggunakan analisa ABC, dengan
mengklasifikasikan persediaan obat menurut kategori ABC. Sebagaimana yang telah tercantum
dalam Kepmenkes RI (2008) disebutkan bahwa cara perhitungan analisa ABC berikut ini;
1. Hitung jumlah dana yang dibutukan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan
jumlah obat dengan harga obat.
Untuk memudahkan perhitungan maka sebaiknya dibuat dalam bentuk tabel :
Nama Obat Jumlah Obat Harga Obat Jumlah Harga Obat
Asammefenamat
Amoxicicilin
Paracetamol
Diazepam
Cotrimoksazol
Total Dana Yang dibutuhkan

2. Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.


Penentuan rangkingnya dilakukan dengan melihat harga obat, makin besar harga obat maka
makin tinggi rangkingnya, demikian sebaliknya makin rendah harga obat maka makin rendah
rangkingnya
Untuk memudahkan penentuan rangking maka sebaiknya dibuat dalam bentuk tabel :
Nama Obat Jumlah Obat Harga Obat Jumlah Rangking
Harga Obat
Ampicilin
Amoxicicilin
Paracetamol
Diazepam
Cotrimoksazol
Total Dana Yang dibutuhkan
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
Penentuan persentase terhadap total dana yang dibutuhkan dilakukan dengan perhitungan
dengan menggunakan rumus;
Harga Obat (1)
Persentase Item obat (Obat 1-n) = x 100 %
Total harga Obat

Untuk memudahkan penentuan persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan sebaiknya
dibuat dalam bentuk tabel :
Nama Obat Jumlah Obat Harga Obat Jumlah Persentase
Harga Obat
Ampicilin
Amoxicicilin
Paracetamol
Diazepam
Cotrimoksazol
Total Dana Yang dibutuhkan

4. Hitung kumulasi persennya.


Penentuan kumulasi persenya dengan menggunakan Kriteria;
a. Obat dengan kategori A termasuk dalam kumulasi 70 % (Kurang dibutuhkan)
b. Obat dengan kategori B termasuk dalam kumulasi 71 %-90 % (Dibutuhkan)
c. Obat dengan kategori C termasuk dalam kumulasi 91 %-100 % (Sangat dibutuhkan)

E. Perhitungan Metode Konsumsi


Perhitungan metode konsumsi dilakukan dengan melihat data penggunaan obat pada
periode sebelumnya. Pentingnya ketersediaan data pada Pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan
sehingga diketahuinya ketersediaan dan penggunaan obat tersebut.
Menurut Kepmenkes RI (2008), perhitungan kebutuhan obat dengan menggunakan
metode Konsumsi dengan menggunakan rumus;
Rumusan :

A = ( B + C+ D) – E

A. = Rencana pengadaan
B. = Pemakaian rata-rata x 12 %
C. = Stok pengaman 10 % - 20 %
D. =Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E. =Sisa stok

Contoh perhitungan menggunakan metode konsumsi, menurut Kepemenkes RI (2008);


Selama tahun 2007 (Januari–Desember) pemakaian paracetamol tablet sebanyak
2.500.000 tablet untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan. Pernah terjadi kekosongan selama
2 ( dua) bulan. Sisa stok per 31 Desember 2007 adalah 100.000 tablet.
a. Pemakaian rata-rata parasetamol tablet per-bulan tahun 2007 adalah 2.500.000 tablet / 10 =
250.000 tablet .
b. Pemakaian parasetamol tahun 2007 (12 bulan) = 250.000 tablet x 12 = 3.000.000 tablet
c. Pada umumnya stok pengamanan berkisar antara 10%-20% (Termasuk untuk mengantisipasi
kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% =
20% x 3.000.000 tablet .
d. Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan lead time diperkirakan
3 bulanan. Misalkan lead time diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 tablet =750.000 tablet.
e. Kebutuhan Parasetamol tahun 2007 adalah = b + c + d, yaitu : 3.000.000 tablet + 6.000.000
tablet + 750.000 tablet = 4.350.000 tablet.
f. Rencana pengadaan paracetamol untuk tahun 2008 adalah : hasil perhitungan kebutuhan (e) –
sisa stok = 4.350.000 tablet – 100.000 tablet = 4.250.000 tablet = 4250 kaleng/botol @ 1000
tablet.
Menurut Depkes RI (2004) menghitung kebutuhan obat berdasarkan metode konsumsi.
Sebelum menghitung rencana kebutuhan obat periode yang akan datang, terlebih dahulu perlu
dihitung stok optimum(SO) obat yang dibutuhkan di setiap unit pelayanan kesehatan dengan
rumus sebagai berikut :
SO = SK + WT SP
Rencana kebutuhan periode berikut (RK) :
RK =SO – SS
Keterangan :
SK = Stok kerja ialah pemakaian rata-rata per-periode distribusi
WK = Waktu kekosongan obat ialah lamanya kekosongan obat yang dihitung dalam
hari (hari kerja setiap bulan ± 25 hari).
W = Waktu tunggu, dimulai dari pengajuan permintaan oleh puskesmas sampai
dengan penerimaan obat di puskesmas.
SP = Stok penyangga/pengaman, adalah persediaan obat untuk mengantisipasi
terjadinya peningkatan kunjungan, peningkatan pemakaian. Besarnya
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara GFK dan puskesmas.
SS = Sisa stok yang masih tersedia di puskesmas pada akhir periode distribusi.
SO = Stok Optimum
RK = Rencana kebuthan periode berikut.

Contoh Soal menurut Depkes RI (2004) :


Pada tanggal 1 Maret 2005 di Puskesmas Hati Mulia Kabupaten Manis Sapa, sisa persediaan
Amoksisilin kaplet 500 mg =0. Pemakaian Amoksisilin kaplet 500 mg per-triwulan selama ini di
puskesmas adalah 60 botol @ 100 kaplet. Permintaan obat pada periode April–Juni 2005
diajukan oleh puskesmas ke GFK pada akhir bulan Maret. Penerimaan diperkirakan akan di
peroleh pada tanggal 6 April 2005. Berapakah rencana obat Amoksisilin 500 mg kaplet yang
dibutuhkan periode berikut ?
Jawaban:
Stok kerja selama 3 bulan = 60 x 100 kaplet = 6.000 kaplet
Pemakaian rata-rata perbulan = 6000/3 = 2.000 kaplet
Rata-rata perhari = 2000/25 = 80 kaplet dengan asumsi1 bulan = 25 hari kerja
Waktu kekosongan obat = 6 hari x 80 kaplet = 480 kaplet, waktu tunggu 5 hari = 5 x 80 kaplet =
400 kaplet; stok penyangga disepakati 10% = 10 % x 6.000 kaplet = 600 kaplet.
Karena sisa stok = 0 maka RK = SO = 6.000 + 480 + 400 + 600 = 7.480 dibulatkan menjadi
7.500 kaplet atau 75 botol @ 100 kaplet.
F. Perhitungan metode Morbiditas
Perhitungan kebutuhan obat dengan metode Morbiditas, dilakukan dengan melihat
penggunaan obat periode sebelumnya atau berdasarkan pola penyakit di pelayanan kesehatan.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Kepmenkes RI (2008), bahwa untuk menghitung
masing-masing obat yang diperlukan per penyakit. Sebagai contoh pada pedoman pengobatan
untuk penyakit diare akut pada orang dewasa dan anak-anak digunakan obat oralit dengan
perhitungan sebagai berikut :
 Perhitungan kebutuhan obat untuk kategori Anak-anak
Misalnya;
Dalam suatu lingkungan terdapat 10 orang anak yang mengalami diare. Untuk pengobatan
dilakukan dengan menggunakan Oralit. Dalam satu periode pengobatan membutuhkan 15
bungkus oralit @ 200 ml. Periode yang pengobatan dibutuhkan sampai sembuhnya diare
memerlukan 30 periode. Maka penentuan kebutuhan obat adalah 10 orang X 15 bungkus X 30
periode = 4.500 bungkus @ 200 ml.
 Perhitungan kebutuhan obat untuk kategori Dewasa :
Dalam suatu lingkungan terdapat 20 orang dewasa yang mengalami diare. Untuk pengobatan
dilakukan dengan menggunakan Oralit. Dalam satu periode pengobatan membutuhkan 40
bungkus oralit @ 1 liter. Periode yang pengobatan dibutuhkan sampai sembuhnya diare
memerlukan 60 periode. Maka penentuan kebutuhan obat adalah 20 orang X 40 bungkus X 60
periode = 48.000 bungkus @ 1 liter.
Untuk memudahkan perhitungan kebutuhan obat sebaiknya menggunakan tabel seperti
contoh berikut ini;
Nama Obat Jumlah Kasus Penyakit Jumlah penggunaan Obat
A 2.500 17.000 Kapsul
B 17.000 47.000 Kapsul
C 20.000 57.000 Kapsul
D 17.000 30.000 Kapsul
E 14.000 15.000 Kapsul
Total Penggunaan Obat 166.999 Kapsul
Menurut Depkes RI (2004) rumus yang digunakan dalam menghitung kebutuhan obat
berdasarkan metode morbiditas;
Rumus :
KO = JK x JOP

Rencana kebutuhan periode berikut (RK) :


RK = KO - SS
Keterangan :
KO = Kebutuhan obat ;
JK = Jumlah kasus ;
JOP = Jumlah obat sesuai pedoman pengobatan
RK = Rencana kebutuhan periode berikut
SS = Sisa stok obat.

Contoh Soal menurut Depkes RI (2004) :


Survey epidemiologi di Puskesmas Gunung Jaya menunjukkan kasus diare pada anak 0 – 4 tahun
adalah 2 kali dalam setahun. Diketahui pula bahwa dalam piramida penduduk jumlah anak umur
0 – 4 tahun adalah 200 jiwa. Dari kasus ini ditemukan 90 % kasus diare adalah diare non spesifik.
Jika satu kasus diare non spesifik pada anak memerlukan 3 bungkus oralit @ 200 ml dan
diberikan selama 3 hari. Berapa bungkus oralit yang dibutuhkan untuk kasus diare tersebut ?

Jawaban :
Jumah kasus diare non spesifik pada anak = 200 x 90 % = 180 kasus
Episode kejadian 2 kali = 2 x 180 = 360 kasus
Jumlah oralit yang dibutuhkan perkasus = 3 hari x 3 bungkus = 9 bungkus
Total oralit yang dibutuhkan = 9 bks x 360 kasus = 3.240 bks oralit @ 200 ml.
Formulir 5

Kegiatan yang harus dilakukan :


Pengisian formulir kompilasi pemakaian obat (Formulir 3) dengan cara :
Jenis obat : Nama obat dan jenis preparatnya. Contoh : Amoksilin 500 mg kaplet. Kolom 1
:Nomor urut unit pelayanan kesehatan dalam daftar
Kolom 2 :Nama unit pelayanan kesehatan yang dilayani oleh unit pengelola Obat
Kab/Kota.
Kolom 3 s/d 14 :Data pemakaian obat bersangkutan di masing-masing unit pelayanan Kesehtan
(UPK ) termaksud perhitungan untuk menutup kekosongan obat di tingkat unit
pelayanan kesehatan. Data diperoleh dari kolom pemakaian
(7) dari formulir LPLPO yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan. Kolom
16 :Data pemakaian rata-rata obat perbulan (Kolom 15 dibagi dengan 12) Kolom 17
:Persentase masing-masing kolom (15) terhadap total kolom (15),
dilakukan pada akhir tahun.
Baris lain-lain :Digunakan untuk mencatat pemakaian obat diluar keperluan distribusi rutin ke
masing-masing UPK. Hal ini mencakup pengeluaran kegiatan sosial oleh sektor
lain, misalnya : kejadian luar biasa (KLB), bencana alam, dll.
Formulir 1
Rencana Kerja Operasional (PLAN OF ACTION)
Tahun : 2022
No PONDOK URAIAN PELAKSANAAN/ INSTANSI JAN FEB MART APRIL MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT NOV DES
KEGIATAN KEGIATAN PENANGGUNGAN TERKAIT
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
I PERENCANAAN
a.. Persiapan X

b. Pelaksanaan X

c. Pengendalian X

II PENGADAAN
a. Persiapan X

b. Pelaksanaan X X X X X

c. Pengendalian X X X X X
RENCANA KEBUTUHAN PERBEKALAN KESEHATAN
RSUD DAHA SEJAHTERA 2022

E-CATALOG

N
NAMA OBAT SAT JUMLAH HARGA TOTAL   DISTRIBUTOR
O
1 4 5 6 7 8 9 10
1 Ryzodeg Insulin pcs 200 112.000 22.400.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
2 Novorapid Insulin pcs 80 89.500 7.160.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
3 KSR tab 600 mg tab 2.000 1.842 3.684.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
4 Asam Mefenamat 500 mg tab 15.000 117 1.755.000 Ecat PT. PARIT PADANG GLOBAL
5 Amoxicilin 500 mg tab 10.000 231 2.310.000 Ecat PT. PARIT PADANG GLOBAL
6 Cefixime 100 mg tab 10.000 398 3.980.000 Ecat PT. PARIT PADANG GLOBAL
7 Manitol Infus 20% botol 200 24.350 4.870.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
8 Infus Glukosa 10% botol 140 7.200 1.008.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
9 MgSO4 Injeksi 40% amp 30 4.700 141.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
10 Infus KA-EN 3B botol 200 11.500 2.300.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
11 Calcitriol 0,25 mcg kaps 3.000 2.600 7.800.000 Ecat PT.KIMIA FARMA
12 Triamnicolon Injeksi Vial 100 33.500 3.350.000 Ecat PT.ANTARMITRA SEMBADA
13 Budesonid Injeksi ampul 200 10.400 2.080.000 Ecat PT. PARIT PADANG GLOBAL
14 Valsartan 80 mg tablet 900 415 373.500 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
15 Propiltiourasil 100 mg tablet 1.000 440 440.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
16 Ranitidin 150 mg tablet 5.000 85 425.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
17 Cefotaxim 0,5 g vial 3.000 3.188 9.564.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
18 Terazosin 1 mg tablet 1.000 580 580.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
19 Atorvastatin tab 10 mg tablet 2.100 323 678.300 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
20 As. Valproat tab 250 tablet 1.000 3.200 3.200.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
21 Spironolakton tab 25 mg tablet 3.000 220 660.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
22 As. Valproat sirup 250 mg/5 ml botol 50 12.752 637.600 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
23 Candesartan 8 mg tablet 12.000 212 2.544.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
24 Ryzodeg pen 400 112.000 44.800.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
25 Amlodipin 10 mg tablet 8.000 74 592.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
26 Domperidon 10 mg tab tablet 7.000 75 525.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
27 Cetirizin 10 mg tab tablet 5.000 52 260.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
28 KAEN Infus botol 1.000 11.500 11.500.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
29 Omeprazol 20 mg kaps kapsul 5.000 129 645.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
30 Metformin 500 mg tablet 8.000 77 616.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
31 Lansoprazole 30 mg kaps kapsul 3.000 278 834.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
32 Irbesartan tab 150 mg tablet 600 425 255.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
33 Metilprednisolon tab 4 mg tablet 7.000 102 714.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
34 Cefotaxim 1 g vial 5.000 3.050 15.250.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
35 Ampisilin 1 g +Sulbaktam 500 mg (Bactesyn) vial 200 20.010 4.002.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
36 Insulin Ezelin pcs 70 89.000 6.230.000 Ecat PT. ENSEVAL PUTERA MEGATRADING
37 Dopamin HCL inj ampul 50 3.945 197.250 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
38 Ondansentron Inj ampul 3.000 963 2.889.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
39 Betahistin tab 6 mg tablet 5.000 92 460.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
40 Cefixime sirup 100 mg/5 ml botol 200 5.195 1.039.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
41 Gliklaxid 80 mg tablet 3.000 212 636.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
42 Diltiazem 30 mg tablet 500 140 70.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
43 Levofloxacin Infus 500 ml botol 500 9.148 4.574.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
44 As. Valproat Syr btl 200 12.752 2.550.400 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
45 Ketamin Inj 100 mg/ml amp 20 15.587 311.740 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
46 Bisoprolol 2,5 mg tab 4.000 135 540.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
47 Levofloxacin Inf btl 400 9.148 3.659.200 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
48 Arixtra Injeksi ampul 50 246.750 12.337.500 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
49 Lisinopril 10 mg tablet 3.000 148 444.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
50 Ceftriaxon 1 g vial 5.000 2.899 14.495.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
51 As. Ursodeoksikolat 250 mg kapsul 900 1.847 1.662.300 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
52 Sucralfate 500 mg tab tablet 2.000 263 526.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
53 Candesartan 16 mg tablet 3.000 319 957.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
54 Metoklopamid Injeksi ampul 3.000 1.983 5.949.000 Ecat PT. RAJAWALI
55 Aminofusin Pediatrik 250 ml botol 50 57.300 2.865.000 Ecat PT. ENSEVAL
56 Ciloztazol 100 mg tab tablet 3.000 5.900 17.700.000 Ecat PT. TRI SAPTA JAYA
57 Sucralfate sirup 500 mg/5 ml botol 1.000 6.130 6.130.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
58 Noretisteron (Luteron) tablet 300 1.499 449.700 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
59 Klindamisin kaps 300 mg kapsul 500 594 297.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
60 Karbamazepin 200 mg tablet 5.000 216 1.080.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
61 Diazepam 5 mg tablet 5.000 108 540.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
62 Triheksifenidil tab 2 mg tablet 8.000 63 504.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
63 Antasida tablet tablet 3.000 54 162.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
64 Isoflurane Inhalsi botol 2 289.000 578.000 Ecat PT. MERAPI UTAMA PHARMA
65 Metamizol Injeksi ampul 5.000 3.045 15.225.000 Ecat KIMIA FARMA
66 Pirazinamid 500 mg tablet 2.000 263 526.000 Ecat KIMIA FARMA
67 Prednison 5 mg tablet 6.000 73 438.000 Ecat KIMIA FARMA
68 Eritromisin Syr 200 mg/5ml botol 120 7.436 892.320 Ecat KIMIA FARMA
69 Propanolol 10 mg tablet 6.000 63 378.000 Ecat KIMIA FARMA
70 Isoniazid 100 mg tablet 2.000 77 154.000 Ecat KIMIA FARMA
71 Amlodipin 5 mg tablet 5.000 55 275.000 Ecat KIMIA FARMA
72 Fenobarbital 30 mg tab tablet 300 182 54.600 Ecat KIMIA FARMA
73 Antihemoroid supp suppo 500 3.260 1.630.000 Ecat KIMIA FARMA
74 Codein tab 10 mg tablet 3.000 605 1.815.000 Ecat KIMIA FARMA
75 Vit K 2 mg/ml ampul 210 1.452 304.920 Ecat PT. KIMIA FARMA
76 Na.Diclofenak 25 mg tablet 4.500 115 517.500 Ecat PT. KIMIA FARMA
77 Na.Diclofenak 50 mg tablet 3.000 109 327.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
78 Lidocain Injeksi 2% ampul 300 891 267.300 Ecat PT. KIMIA FARMA
79 Zink tab 20 mg tablet 3.000 253 759.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
80 Ampisilin Injeksi vial 300 9.900 2.970.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
81 Fenitoin Injeksi ampul 100 2.596 259.600 Ecat PT. KIMIA FARMA
82 Asetilsistein kaps 200 mg kapsul 3.000 317 951.000 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
83 Tab Tambah Darah tablet 9.000 255 2.295.000 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
84 Mineral Mix sachet 400 2.981 1.192.400 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
85 Gentamisin Inj 40 mg/ml ampul 30 3.355 100.650 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
86 Asam Folat 400 mcg tablet 5.000 45 225.000 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
87 Vit B Komplek tablet 30.000 60 1.800.000 Ecat INDOFARMA GLOBAL MEDIKA
88 Oksitosin Injeksi 10 IU/ml ampul 1.000 1.248 1.248.000 Ecat PT. ANUGRAH PHARMINDO LESTARI
89 Enoksaparin Sodium 60 g/0,6 ml pcs 50 125.325 6.266.250 Ecat PT. ANUGRAH PHARMINDO LESTARI
90 Kolkisin 500 mcg tablet 1.800 671 1.207.800 Ecat PT. ANUGRAH PHARMINDO LESTARI
91 Permetrin krim 5% tube 100 7.238 723.800 Ecat PT. ANUGRAH PHARMINDO LESTARI
92 Zink drop botol 50 5.397 269.850 Ecat PT. ANUGRAH PHARMINDO LESTARI
93 Karbimazole 5 mg (Neo Mercazole) tablet 2.000 1.195 2.390.000 Ecat PT.KEBAYORAN PHARMA
94 Lipofundin 20% 100 ml botol 20 71.350 1.427.000 Ecat PT.PARIT PADANG GLOBAL
95 Heparin Na 5000 IU vial 70 46.635 3.264.450 Ecat PT.PARIT PADANG GLOBAL
96 Tetagam pcs 10 146.800 1.468.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
97 Norefinefrin Inj 1 mg/ml ampul 50 6.613 330.650 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
98 Gabapentin Kaps 300 mg kapsul 1.500 673 1.009.500 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
99 Furosemid Inj 10 mg/ml ampul 400 969 387.600 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
10
Desoximetason cream tube 48 9.500 456.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
0
10
Calsium glukonas Inj 10% ampul 48 6.199 297.552 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
1
10
Ryzodeg pcs 100 112.000 11.200.000 Ecat PT. ANUGRAH ARGON MEDICA
2
10
Clopidogrel 75 mg tablet 3.600 575 2.070.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
3
10
Hidroklorotiazid tab 25 mg tablet 500 148 74.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
4
10
Nitrokaf Retard 2,5 mg kapsul 1.000 1.650 1.650.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
5
10
Omeprazol Injeksi vial 3.000 5.346 16.038.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
6
10
Aminofilin Injeksi ampul 90 2.836 255.240 Ecat PT. KIMIA FARMA
7
10
Ranitidin Injeksi ampul 5000 858 4.290.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
8
10
Calcitriol 0,5 mcg kapsul 2100 2600 5.460.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
9
11
Hemapo 3.000 pcs 30 80000 2.400.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
0
11
Calcium Carbonat 500 mg tablet 500 500 250.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
1
11
Amoksilin Sirup 125 mg/ml botol 300 2050 615.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
2
11
Miniaspi 80 mg tablet 5000 89 445.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
3
11
Alprazolam 0,5 mg tablet 3000 78 234.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
4
11
Kompolax botol 120 5550 666.000 Ecat PT. KIMIA FARMA
5
11
Efedrin ampul 50 6486 324.300 Ecat PT. KIMIA FARMA
6
11
Atracur 50 mg/5 ml ampul 20 14235 284.700 Ecat PT. KIMIA FARMA
7
11
Bupicain ampul 20 25040 500.800 Ecat PT. KIMIA FARMA
8

Anda mungkin juga menyukai