STEVIA
Di Susun oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
SURAKARTA
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahan tambahan makanan ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Salah satu bahan
tambahan makanan adalah pemanis makanan. Banyak jenis pemanis diantaranya
saccarin, aspartam dan stevia.
Tingkat kemanisan gula stevia sekitar 200-300 kali (kadang 500 kali) tingkat
kemanisan sukrosa (gula tebu). Sementara itu, siklamat, pemanis sintetis
kontroversial yang masih sering digunakan, ternyata hanya mempunyai tingkat
kemanisan antara 100-200 kali kemanisan sukrosa. Dengan kata lain, tingkat
kemanisan gula stevia jauh lebih unggul apabila dibandingkan dengan siklamat
atau aspartam yang selama ini masih banyak dipakai sebagai pemanis berbagai
macam produk makanan dan minuman.
2
Tapi sayangnya hingga saat ini belum banyak perusahaan atau investor yang
tertarik untuk mengembangkan stevia secara besar-besaran.
B. Tujuan.
Dalam pembuatan makalah tentang tanaman stevia ini terdapat beberapa tujuan
sebagai berikut:
C. Manfaat
Dari makalah tentang tanaman stevia ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Tanaman stevia dapat menjadi bahan pemanis alami sebagai pengganti gula
dan pemanis sintetis yang dapat membahayakan kesehatan.
2. Dapat meningkatkan kemauan mahasiswa untuk menjadi pelopor pengenalan
tanaman stevian kepada masyarakat
3. Dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang
tanaman stevia.
BAB II
3
PEMBAHASAN
A. Stevia
Stevia adalah tumbuhan perdu asli dari Paraguay. Cocok pada tanah berpasir
dengan tinggi tanaman maksimal 80 cm. Daunnya mempunyai rasa lezat dan
menyegarkan. Gula stevia telah di komersilkan di Jepang, Korea, RRC, Amerika
Selatan untuk bahan pemanis bagi penderita diabetes dan kegemukan.
Stevia yang pernah ditanam di Indonesia berasal dari Jepang, Korea dan
China. Bahan tanaman tersebut berasal dari biji sehingga pertumbuhan tanaman
stevia di lapang sangat beragam.
Division : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales
Familia : Composite
Genus : Stevia
(Hutapea, 1991).
Stevia adalah tanaman semak yang berasal dari famili Compositae. berbatang
bulat, berbulu, beruas, bercabang banyak, dan warnanya hijau. Daunnya tunggal
berhadapan, berbentuk bulat telur, berbunga hermaprodit, mahkota ungu
berbentuk tabung dan berakar tunggang. Tanaman ini memiliki daya regenerasi
yang kuat sehingga tahan terhadap pemangkasan. Stevia sebagai sumber pemanis
alami memiliki prospek cerah di masa yang akan datang, mengingat pemanis
sintetik seringkali berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Bahan pemanis utama
4
pada stevia adalah stevioside, suatu glikosida diterpen yang sangat manis namun
hampir tidak mengandung kalori (Tirtoboma,1988).
Produk utama stevia adalah daun yang digunakan sebagai bahan baku
pembuat gula atau pemanis alami. Saat yang tepat untuk panen pertama pada
waktu kandungan stevioside maksimal yaitu tanaman telah berumur 40-60 hari,
tinggi tanaman 40-60 cm, berdaun rimbun, dan menjelang stadium berbunga.
Panen dilakukan dengan cara memotong batang tanaman stevia setinggi 10-15 cm
dari permukaan tanah dengan menggunaka gunting pangkas yang tajam
(Rukmana, 2003).
Agar kadar kemanisan dapat dipertahankan daun harus segera dirempel dan
dikeringkan setelah panen. Pasar ekspor menghendaki daun yang memiliki kadar
air maksimal 10% dan kandungan kotoran maksimal 3%. Tanaman stevia sangat
potensial dikembangkan sebagai bahan baku gula (pemanis) alami pendamping
gula tebu dan pengganti gula sintetis. Kelebihan gula stevia antara lain tidak
bersifat karsinogen dan rendah kalori (Paimin, 2004).
Stevia adalah suatu sumber bahan pemanis alami yang mempunyai tingkat
kemanisan 200-300 kali lebih manis daripada gula tebu. Tanaman ini sudah lama
digunakan sebagai bahan pemanis pada makanan dan minuman (Darmoko dan
Oskari, 1984).
Para peneliti berusaha mencari dan menemukan bahan obat baik yang modern
maupun tradisional. Kebijaksanaan Obat Nasional menyebutkan berbagai langkah
penanggulangan diperlukan agar dapat dicapai hasil yang berdaya guna. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah zat pemanis dari Stevia
rebaudiana Bertonii mempunyai sifat hipoglikemik atau tidak. Stevia rebaudiana
5
a. Budidaya stevia
Dewasa ini pemakaian akan gula sintetis dan pemanis buatan telah
berkembang di Indonesia bahkan hal tersebut telah menjadi suatu kebiasaan
dikarenakan harga pemanis sintetis dan pemanis buatan jauh lebih murah
dibanding dengan harga gula yang terus meningkat. Padahal efek yang akan
ditimbulkan dari pemakaian pemanis tersebut apabila terus menerus digunakan
akan sangat membahayakan kesehatan manusia. Dengan hadirnya tanaman stevia
dapat dijadikan alternatif yang tepat untuk menggantikan kedudukan pemanis
buatan atau pemanis sintetis karena gula stevia ini mempunyai tingkat kemanisan
yang mampu menandingi gula sintetis.
1. Pembibitan
Penyediaan bibit stevia dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
dengan benih, setek, anakan, dan kultur jaringan. Tetapi kebanyakan
menggunakan setek karena lebih cepat dan praktis. Teknik pembibitan dengan
setek dilakukan dengan menggunakan sungkup plastik kedap udara yang dinaungi
sehingga suhu dalam sungkup rendah dan kelembabannya mendekati 100%.
Sekitar 3-4 minggu kemudian setek sudah dapat dipindahkan ke lahan yang telah
disediakan sebelumnya.
2. Penanaman
6
Bibit ditanam dengan jarak tanam 25×25 cm atau 30×30 cm, sehingga setiap
bedengan berisi 4-5 baris tanaman. Sebaiknya pada setiap lubang tanam diberi
sekitar 250 g pupuk organik (pupuk kandang atau kompos). Waktu yang dianggap
terbaik untuk menanam stevia adalah saat musim hujan agar persediaan air
mencukupi dan tanaman cepat segar kembali (biasanya 1-2 hari setelah
penanaman).
3. Pemeliharaan
Hama yang mungkin menyerang stevia adalah kutu daun dan ulat. Hama yang
berupa kutu diantaranya adalah kutu daun Aphis sp yang dapat merusak pucuk.
Sedangkan hama yang berupa ulat diantaranya adalah ulat grayak Heliothis sp.
Kedua jenis hama ini akan menyerang tanaman stevia terutama bila penanaman
dilakukan pada lahan bekas sayuran yang kurang perawatan. Sedangkan jenis
penyakit yang kemungkinan dapat ditemukan pada tanaman pemanis ini ialah
cendawan Poria hypolateria yang menyebabkan timbulnya warna merah bata
pada bagian batang dan akhirnya tanaman menjadi layu. Sumber inikulum dari
penyakit tersebut adalah sisa akar dan sebaiknya perlu dilakukan sanitasi kebun
untuk tindakan preventifnya. Jenis penyakit lain diantaranya adalah Sclerotium
rolfsii dan Fusarium sp.
4. Pemanenan daun
7
Penentuan waktu dan cara panen bagi tanaman stevia harus dikuasai. Apabila
lambat memanen, maka kandungan gula daun stevia menurun. Sebaliknya, apabila
waktu panennya terlalu awal selain rendemen atau kandungan gula belum
maksimal juga jumlah daun yang dihasilkan sedikit.
Untuk pertama kalinya daun stevia dipanen pada umur antara 40-60 hari
setelah penanaman dan untuk pemanenan yang berikutnya bisa menggunakan
selang waktu antara 30-60 hari sekali. Selain menggunakan pedoman tersebut,
panen untuk daun stevia dapat juga didasarkan pada ketinggian tanaman.
Biasanya, panen daun dilakukan kalau tanaman ini sudah setinggi 40-60 cm
dengan pertumbuhan daun yang rimbun. Pada ketinggian seperti ini tanaman
sudah mulai memasuki masa berbunga dan pada saat ini pula kandungan gula
(steviosida atau zat yang menjadi penentu kadar kemanisan) tanaman sedang
berada pada tingkat yang tertinggi.
Waktu yang terbaik untuk melakukan panen daun yaitu pagi hari, pemanenan
dilakukan dengan memotong batang atau tangkai kira-kira 10-15 cm dari
permukaan tanah. Alat yang dipakai untuk memotong batang atau tangkai dapat
berupa gunting besar atau gunting pangkas yang tajam. Ketika panen, sisakan
sebanyak 1-2 tangkai pada setiap tanaman supaya taaman yang baru dipanen itu
dapat tumbuh kembali dengan baik. Selanjutnya batang atau ranting tersebut
dirompes atau dipipil dan yang diambil hanya daun-daunnya saja.
Pasca penen daun stevia sangat perlu diperhatikan agar diperoleh kualitas
daun yang baik. Daun-daun stevia hasil panen, harus secepatnya dipipil dari
batang atau tangkai dan segera dikeringkan. Waktu pemipilan yang lambat
dikhawatirkan akan dapat mengurangi kadar bahan pemanis di dalam daun. Sebab
jika daun masih melekat pada batang atau tangkai maka proses perombakan bahan
pemanis yang ada di dalamnya akan berlangsung. Jadi dengan lebih cepatnya
dilakukan pemipilan daun setelah panen, maka diharapkan kadar pemanis dapat
dipertahankan.
8
Pengeringan daun stevia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sinar
matagari atau dengan alat pengering buatan. Apabila pengeringannya dilakukan
dengan sinar matahari, maka daun diletakkan di atas alas plastik, tampi, atau jenis
alas lainnya. Bila keadaan cuaca baik, cara ini hanya membutuhkan waktu
pengeringan sekitar 8 jam. Sedang pengeringan dengan menggunakan pengering
buatan seperti oven, waktunya lebih cepat lagi yaitu sekitar 4 jam pada suhu 70
ºC.
Daun stevia yang telah kering warnanya hijau kekuningan. Daun stevia kering
yang bermutu baik setidaknya harus memiliki kadar air maksimum 10%, kadar
steviosida minimum 10% dan kadar kotoran maksimum 3 %. Apabila pengeringan
daun dilakukan di atas suhu 70 ºC maka kadar steviosida akan sedikit mengalami
penurunan. Sedangkan penggunaan suhu sampai 80 ºC selain akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kadar gula dalam daun juga akan timbul warna coklat
kehitaman. Daun stevia yang mengalami keterlambatan pengeringan akan
berwarna hitan karena terjadi proses fermentasi oleh mikroorganisme yang disertai
perombakan senyawa steviosida. Fermentasi juga akan terjadi pada daun stevia
yang terkena air yang juga akan menyebabkan kebusukan.
B. Kandungan stevia
9
C. Manfaat stevia
Stevia dapat menurunkan berat badan dan mengatur berat badan karena dapat
mereduksi makanan bergula dan berlemak. Dari penelitian juga disebutkan bahwa
stevia mengatur mekanisme rasa lapar seseorang yang membuat kontraksi pada
perut agar rasa lapar datang lebih lambat. Keuntungan lain dari penggunaan stevia
adalah dapat meningkatkan kemampuan lambung dan daya cerna pencernaan
untuk mengurangi resiko pada perokok dan peminum.
10
DAFTAR PUSAKA
www.suaramedia.com
http://cintaherbal.wordpress.com/2010/07/18/stevia-herbal-rendah-kalori-
pengganti-gula
Hutapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Jilid I . Balai Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta
11